• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum

Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205 176.95 ha atau 6.34 % dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak di antara 107º 31' sampai dengan 107º 54' Bujur Timur dan 6º 11' sampai dengan 6º 49' Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Subang terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang tergabung dalam 22 kecamatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30 kecamatan. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, di sebelah barat dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, di sebelah timur dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu dan Laut Jawa yang menjadi batas di sebelah utara.

Desa Pabuaran merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, dengan batas – batas administrasi wilayah desa yaitu: sebelah utara berbatasan dengan Desa Gempol Sari, sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Desa Salam Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Kadawung. Luas Desa Pabuaran yaitu 875 Ha berupa daratan. Sebagian besar tanah di Desa Pabuaran yaitu sebanyak 514 Ha dimanfaatkan untuk persawahan, sedangkan 88 Ha dan sisanya digunakan untuk permukiman penduduk dan prasarana umum lainnya.Secara administratif, Desa Pabuaran terdiri dari 6 dusun, 5 RW, dan 53 RT.

Desa Pabuaran memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.667 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 5 720 orang dan perempuan sebanyak 5 937 orang.Jumlah kepala keluarga sebanyak 3 745. Mata pencaharian penduduk Desa Pabuaran sebagian besar adalah petani dengan jumlah 2.456 orang, Jumlah wanita

14

usia kerja di Desa Pabuaran sebanyak 3 493 orang. Adanya kendala bahwa migran yang ke luar desa tidak seluruhnya melakukan pemberitahuan terlebih dahulu ke kantor Desa Pabuaran, sehingga sulit didapat data yang pasti mengenai jumlah populasi tenaga kerja wanita yang memutuskan bermigrasi internasional.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden terbagi menjadi dua yaitu karakteristik responden yang pernah bermigrasi internasional dan karakteristik responden yang tidak memutuskan untuk melakukan migrasi internasional.

Tabel 2 Karakteristik Responden yang Bermigrasi Internasional

Variabel Jumlah Responden (orang) Presentase Responden (%) Umur <20 7 17 21-30 12 30 31-40 18 45 41-50 3 8 >50 Status Pernikahan Janda 7 17 Menikah 30 75 Belum Menikah 3 8 Jumlah Tanggungan <2 19 47 ≥2 21 53 Tingkat Pendidikan SD 32 83 SMP 5 13 SMA 3 4 PT Status Pekerjaan Bekerja 12 30 Tidak Bekerja 28 70 Pendapatan 0-Rp 1 000 000 40 100 >Rp 1 000 000 Birokrasi Mudah 30 75 Sulit 10 25 Kepemilikan Lahan 0 -100 m2 32 79 101-1000 m2 3 8 1001-10000 m2 4 10 > 10000 m2 1 3

15 Karakteristik responden yang bermigrasi internasional didominasi oleh wanita usia produktif yaitu usia 21-40 tahun dan memiliki status pernikahan. Rata-rata responden memiliki jumlah tanggungan lebih dari dua dan tidak mempunyai pekerjaan di daerah asal sebelum peri bekerja diluar negeri.Pendapatan didaerah asal yang diterima perbulan seluruhnya berada dibawah 1 000 000 rupiah. Sebagian besar responden mempunyai lahan seluas 0-100 m2. Pendidikan terakhir yang ditempuh responden sebagian besar adalah Sekolah Dasar. Hampir seluruh responden yang bermigrasi internasional mengatakan bahwa birokrasi menjadi TKW adalah mudah.

Tabel 3 Karakteristik Responden yang Tidak Bermigrasi Internasional

Variabel Jumlah Responden (orang) Presentase Responden (%) Umur <20 3 5 21-30 11 18 31-40 21 35 41-50 20 34 >50 5 8 Status Pernikahan Janda 3 5 Menikah 54 90 Belum Menikah 3 5 Jumlah Tanggungan <2 16 27 ≥2 44 73 Tingkat Pendidikan SD 22 50 SMP 16 36 SMA 5 3 PT 7 11 Status Pekerjaan Bekerja 36 60 Tidak Bekerja 24 40 Pendapatan 0-Rp 1 000 000 36 60 >Rp 1 000 000 24 40 Birokrasi Mudah 12 20 Sulit 48 80 Kepemilikan Lahan 0 -100 m2 40 67 101-1000 m2 1 2 1001-10000 m2 17 28 > 10000 m2 2 3

16

Karakteristik responden yang tidak bermigrasi internasional juga didominasi oleh wanita usia produktif yaitu usia 21-50 tahun dan memiliki status pernikahan. Rata-rata responden memiliki jumlah tanggungan lebih dari dua dan mempunyai pekerjaan di daerah asal. Pendapatan rata-rata yang diperoleh perbulan masih dibawah 1 000 000 rupiah namun 40% sisanya telah memiliki pendapatan di atas 1 000 000 rupiah. Sebagian besar responden mempunyai lahan seluas 0-100 m2. Pendidikan yang ditempuh rata-rata adalah Sekolah Dasar. Sebagian besar responden yang tidak bermigrasi internasional mengatakan bahwa birokrasi menjadi TKW adalah sulit.

Pengujian Statistik Analisis Regresi

Pengujiaan goodness of fit dapat dilakukan dengan Hosmer and Lemeshow Test, dengan melihat nilai chi-square-nya.Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai chi-square sebesar 3,205 dengan nilai sig sebesar 0,921. Nilai sig (p-value) diatas 0.05 berarti H0 diterima, bisa dikatakan data empiris sama dengan model atau model fit dengan data. Hasil pendugaan parameter menyatakan bahwa model dapat mengklasifikasikan responden yang tidak bermigrasi sebesar 93.3% dan sebesar 85% yan melakukan migrasi internasional. Secara keseluruhan model mampu mengklasifikasikan responden yang bermigrasi ataupun yang tidak bermigrasi sebesar 90%.

Tabel 4 Ringkasan Estimasi Regresi Faktor-faktor yang Memengaruhi Migrasi Internasional

Variabel Koefisie

n

Exp(B) Signif (p-value)

UM -.250 .779 .009* SP(1) -3.816 .022 .048* SP(2) -4.242 .014 .370 JT .062 1.064 .916 TP -2.267 .104 .003* PK 3.018 20.443 .198 PD -.624 .536 .075** BIR 3.545 34.655 .000* LHN .558 1.746 .692 Constant 14.027 1.236E6 .002 Chi-Square 3.205 p-value= 0.921 Nagelkerke R Square 0.826

Observed Migrate Predicted Migrate Percentage Correct

(0=tidak bermigrasi) (1=bermigrasi)

(0=tidak bermigrasi) 56 4 93.3

(1=bermigrasi) 6 34 85.0

Overall Percentage 90.0

Ket: * signifikan pada taraf nyata 5% ** signifikan pada taraf nyata 10%

17

Hasil Estimasi dan Pembahasan

Persamaan regresi logistik dapat dirumuskan dengan bentuk persamaan regresi sebagai berikut:

MIG= 14.027 - 0.25 UM - 3.816 SP (1) – 2.267 TP - 0.624 PD+ 3.545 BIR Berdasarkan hasil estimasi lima variabel berpengaruh signifikan memengaruhi migrasi internasional yaitu umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan dan birokrasi. Tiga variabel lainnya yaitu status pekerjaan, jumlah tanggungan dan kepemilikan lahan tidak berpengaruh signifikan pada keputusan bermigrasi internasional. Variabel umur menunjukkan angka koefisien yaitu -0.25 (pvalue 0.009) artinya variabel umur berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5%terhadap keputusan bermigrasi internasional.Nilai odds ratio umur sebesar 0.779 artinya peluang responden yang berumur lebih tuasatu tahun melakukan migrasi internasional lebih rendah 0.779 kalidibanding responden yang lebih muda (satu tahun), cateris paribus. Berarti kecenderungan orang yang bermigrasi adalah orang yang berumur lebih muda. Hal ini sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini yang menduga bahwa umur berpengaruh negatif dan signifikan terhadap keputusan migrasi internasional. Penelitian Zhao (1999) juga mengemukakan bahwa semakin tua umur, semakin kecil kemungkinan individu untuk melakukan migrasi sirkuler, karena biaya psikologis untuk melakukan penyesuaian menghadapi lingkungan kerja dan tempat tinggal yang baru semakin besar

Status pernikahan menunjukkan angka koefisien -3.816 (pvalue

0.048).artinya variabel status pernikahan berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5% terhadap keputusan bermigrasi internasional. Nilai odds ratio

status pernikahan sebesar 0.22.artinyapeluang responden yang berstatus menikah melakukan migrasi 0.22 kali lebih rendah dari orang yang berstatus janda. Dari hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa migrasi internasional lebih banyak diminati tenaga kerja wanita yang tidak mempunyai status pernikahan (janda). Status janda menjadikan wanita berperan dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga namun disisi lain peran wanita sebagai ibu rumah tangga yang mengurus keluarga menjadi alasan untuk tidak berminat melakukan migrasi. Ikatan pernikahan dan kekerabatan dianggap sebagai ―hambatan‖ responden

dalam melakukan migrasi. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa status pernikahan diduga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap peluang keputusan bermigrasi.

Dari hasil estimasi variabel tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5% dengan angka koefisien yaitu -2.267 (pvalue

0.003). Nilai odds ratio variabel tingkat pendidikan sebesar 0.104 artinya peluang responden yang memiliki pendidikan tinggiuntuk migrasi 0.104 kali lebih rendah dari orang yang berpendidikan rendah, berarti kecenderungan orang yang bermigrasi adalah orang yang berpendidikan rendah. Hipotesis awal menduga bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap probabilitas keputusan migrasi internasional sedangkan hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh siginifikan negatif terhadap probabilitas keputusan

18

bermigrasi.Terdapat ketidaksesuaian tanda antara hasil estimasi dengan hipotesis awal.

Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka peluang keputusan bermigrasi akan berkurang. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka tenaga kerja akan mencari pekerjaan yang lebih baik atau memilih bekerja pada sektor formal. Berdasarkan informasi penempatan tenaga kerja, sebagian besar tenaga kerja wanita khususnya dari Indonesia bekerja pada sektor informal di luar negeri. Peluang pekerjaan di luar negeri yang banyak ditawarkan adalah pekerjaan pada sektor informal yang sebagian besar ditempati oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah.

Variabel pendapatan di daerah asal menunjukkan angka koefisien yaitu -0.624 (pvalue 0,075) artinya variabel pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 10% terhadap keputusan bermigrasi internasional. Hal ini sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini. Nilai odds ratio variabel pendapatan sebesar 0.536 artinya peluang responden yang melakukan migrasi internasional 0.536 kali lebih tinggi untuk responden yang berpendapatan rendah dibandingkan responden yang berpendapatan tinggi. Tanda koefisien (-) menunjukkan semakin rendah upah akan semakin besar peluang wanita usia kerja untuk melakukan migrasi internasional, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori Todaro yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat upah antara desa dan kota. Para migran memprediksikan bahwa pendapatan yang diharapkan di kota akan lebih banyak. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah sulitnya memperoleh pendapatan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan.

Variabel birokrasi menunjukkan angka koefisien sebesar 3.545 (pvalue

0.000) yang berarti birokrasi berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Nilai odds ratio variabel birokrasi sebesar 34.65 artinya peluang responden yang melakukan migrasi internasional jika proses birokrasi mudah adalah 34.65 kali dari peluang bermigrasi jika proses birokrasinya sulit. Birokrasi dalam hal ini berarti persyaratan dan prosedur dalam pencalonan TKW. Birokrasi yang mudah meningkatkan keputusan bermigrasi internasional TKW di Desa Pabuaran. Biaya menjadi TKW yang gratis bahkan calon TKW akan diberi uang awal oleh PJTKI jika mereka mau bekerja di luar negeri.

Variabel jumlah tanggungan menunjukkan angka koefisien sebesar 0.062 (pvalue 0.916).yang berarti jumlah tanggungan berpengaruh positif dan tidak signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yaitu variabel jumlah tanggungan diduga berpengaruh positif dan signifikan.Besar kecilnya jumlah tanggungan responden tidak mempengaruhi keputusan untuk melakukan migrasi internasional.

Variabel Status pekerjaan menunjukkan angka koefisien sebesar 3.018 (pvalue 0.198).yang berarti perolehan pekerjaan berpengaruh positif dan tidak signifikan pada taraf nyata 5%. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menduga bahwa perolehan pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan. Hasil penelitian Purnomo (2009) juga membuktikan bahwa status bekerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap minat migrasi di Kabupaten Wonogiri.Perolehan pekerjaan tidak mempengaruhi keputusan untuk bermigrasi

19 tenaga kerja wanita desa Pabuaran ke luar negeri. Tidak hanya responden yang tidak bekerja saja yang memutuskan bermigrasi ke luar negeri, banyak juga responden yang sudah bekerja tetapi masih memutuskan untuk bermigrasi ke luar negeri.Hal ini karena sebagian besar responden baik yang bekerja maupun tidak bekerja menyatakan bahwa mereka mendapat informasi baik dari kenalan, keluarga dan PJTKI setempat mengenai lowongan pekerjaan yang banyak di luar negeri. Responden yang memiliki pekerjaan di daerah asal tetap ingin bermigrasi karena penghasilan yang mereka dapatkan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Variabel kepemilikan lahan menunjukan tanda negatif dan tidak signifikan pada taraf nyata 5% yaitu nilai koefisien sebesar 0.558 (p-value 0.692). Kepemilikan lahan tidak berpengaruh terhadap keputusan bermigrasi internasional. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun responden memiliki lahan dan mendapatkan penghasilan dari lahan tersebut, tidak menghalangi keputusan mereka untuk melakukan migrasi internasional. Hal ini disebabkan pendapatan yang diperoleh dari menggarap lahan tersebut sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan keluarga.

Pemanfaatan Remitan dan Implikasinya terhadap Pemberantasan Kemiskinan

Sebagian besar responden memilih negara-negara Timur Tengah sebagai negara tujuan migrasi yaitu sebesar 85% dan 15% sisanya adalah Negara Asia lainnya. Jenis pekerjaan responden di luar negeri, sebesar 92% adalah pembantu rumah tangga. 8% lainnya bekerja sebagai office girl, buruh pabrik, dan pelayan restaurant. Hal ini membuktikan bahwa kebanyakan tenaga kerja wanita Indonesa bekerja di sektor informal.

Rata-rata responden mengirim remitan sebesar 1 600 000 rupiah per bulan. Sebesar 52% responden menggunakan uang remitan untuk konsumsi sehari-hari. 22% responden menggunakan uang remitan untuk investasi pendidikan dan konsumsi. Investasi pendidikan dalam hal ini adalah biaya pendidikan anak. Sisanya digunakan untuk investasi ekonomi, seperti membeli sawah, tanah, emas dan modal usaha. Sebagian besar TKW tidak menggunakan uang remitan untuk investasi ekonomi. Mereka hanya menggunakan uang remitan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Dapat dijelaskan dengan tabel berikut ini:

Tabel 5 Pemanfaatan Remitan

Penggunaan Jumlah Persentase (%)

Konsumsi 21 52

Investasi Pendidikan 2 5

Investasi Pendidikan dan Konsumsi 9 22

Investasi Ekonomi 3 8

Investasi Ekonomi dan Konsumsi 4 10

Investasi Ekonomi dan Investasi Pendidikan 1 3

Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri bahwa setiap

20

tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, baik didalam maupun diluar negeri sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan. Dalam Pasal 3 tertulis penempatan dan perlindungan calon TKI/TKW bertujuan untuk:

1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.

2. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKW sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia.

3. Meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

Tujuan ketiga merupakan hal yang penting. Menurut ILO (2003) jika pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai perwujudan dari tingkat pekerjaan dan pendapatan yang lebih tinggi, tabungan dan investasi yang lebih banyak dan juga pengentasan kemiskinan secara mantap, maka uang kiriman dari para pekerja migran dapat dilihat sebagai suatu mekanisme yang efektif dalam menyalurkan secara langsung uang tunai ke tangan orang miskin. Hal itu akan membantu mereka keluar dari kemiskinan. Remitan membuat pendapatan yang diterima keluarga meningkat namun setelah menerima remitan dan kembali ke Indonesia kondisi ekonomi eks TKW sebagiannya masih berada dalam lingkaran kemiskinan. Dengan menggunakan garis kemiskinan dapat diukur TKW tersebut masih berada dalam lingkaran kemiskinan atau tidak. Garis kemiskinan Kabupaten Subang sebesar 243 311 rupiah yang diukur melalui pengeluaran perkapita.

Gambar 4 Presentase kemiskinan

Sebesar 27% eks TKW masih berada dibawah garis kemiskinan.Sisanya sebesar 73% sudah berada diatas garis kemiskinan. Hal ini membuktikan bahwa remitan tidak dapat sepenuhnya mengurangi kemiskinan. Remitan berhasil secara

general meningkatkan taraf hidup keluarga namun sebagiannya tidak dapat memanfaatkannya secara benar sehingga dekat dengan kemiskinan. Salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan jalan pemanfaatan remitan untuk aktivitas ekonomi produktif yaitu investasi ekonomi sehingga dapat memberikan pengaruh dalam pengentasan kemiskinan.

Pertanyaannya adalah apakah dengan nominal remitan yang diperoleh dapat layak digunakan untuk investasi. Dari hasil analisis sebesar 10% responden, dengan uang remitan yang diterima, tidak dapat mencukupi untuk melakukan

27% 73% Dibawah Garis Kemiskinan Diatas Garis Kemiskinan

21

saving atau investasi karena uang yang diterima habis untuk konsumsi. Sedangkan sisanya sebesar 90% memiliki sisa uang yang dapat digunakan untuk tabungan dan investasi. Hasil yang dapat digunakan untuk investasi memiliki rentang dari 1 000 000 rupiah hingga 3 300 000 rupiah.

Tabel 6 Potensial Saving yang Diterima Responden Jumlah Uang (Rupiah) Jumlah Responden

(orang)

Presentase Responden (%)

Tidak ada sisa 4 10

Rp 100 000 –Rp 1 000 000 10 25

Rp 1 000 000 –Rp 2 000 000 13 32.5

Rp > 2 000 000 13 32.5

Rata-rata uang yang dapat diinvestasikan masih relatif kecil yaitu 1 600 000 rupiah per bulan. Dengan potensial saving sebesar 1 600 000 rupiah per bulan maka dalam setahun keluarga dapat menyisihkan uang sebesar Rp 19 200 000. Jumlah tersebut tidak dapat mencukupi untuk membeli lahan (menggarap sawah). Sehingga sebagian hanya dapat menggadai sawah dan sebagian lainnya memanfaatkannya untuk modal usaha seperti membuka warung/toko dalam skala kecil. Dengan adanya remitan keluarga memiliki potensi investasi namun potensi investasi yang diperoleh masih relatife kecil. Potensial saving yang relatif rendah dikarenakan pendapatan yang diperoleh dari migrasi internasional masih cukup kecil dan sebagiannya menggunakan uang tersebut untuk membayar hutang atau memperbaiki rumah. Migrasi Internasional masih dapat dipertahankan sebagai alternatif peningkatan pendapatan keluarga di pedesaan namun masalah yang masih dihadapi yaitu sebagian besar TKW bekerja di sektor informal, sehingga upah yang diterima masih cukup rendah. Penempatan di sektor formal harus lebih ditingkatkan agar remitan yang diperoleh semakin besar dan dapat digunakan untuk investasi yang lebih baik.

Dokumen terkait