• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Sukuk Negara Ritel

Sukuk negara ritel memiliki beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas sebagai produk investasi syariah, yaitu tidak mengandung unsur riba, gharar, dan

maysir, memerlukan adanya underlying asset, merupakan bukti kepemilikan atau hak manfaat dari suatu aset, pendapatan yang diberikan berupa imbalan atas akad sewa yang dilakukan, serta prosedur yang dilaksanakan harus sesuai dengan prinsip syariah. Sukuk negara ritel diterbitkan secara berkala setiap tahunnya dan pertama kali diterbitkan pada tahun 2009 dengan seri SR-001. Hingga tahun 2014, total sukuk negara ritel yang telah diterbitkan berjumlah 6. Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa karakteristik dari tiap sukuk negara ritel, sedangkan karakteristik umum sukuk negara ritel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3 Karakteristik sukuk negara ritel berdasarkan seri penerbitan

SR-001 SR-002 SR-003 SR-004 SR-005 SR-006 Akad Ijarah Sale and Lease Back Ijarah Asset to be Leased

Imbal Hasil 12% 8,7% 8,15% 6,25% 6% 8,75% Total Penjualan (Triliun Rupiah) 5,56 8,7 7,34 13,61 14,97 19,32 Tanggal Penerbitan 25 Februari 2009 10 Februari 2010 23 Februar i 2011 21 Maret 2012 27 Febru ari 2013 5 Maret 2014 Tanggal Jatuh Tempo 25 Februari 2012 10 Februari 2013 23 Februar i 2014 21 Septemb er 2015 27 Febru ari 2016 5 Maret 2017 Agen Penjual 13 18 20 24 25 28

Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Tabel 4 Pokok ketentuan umum sukuk negara ritel

Pokok Ketentuan Umum Surat Berharga Syariah Ritel Negara

Obligor Pemerintah Republik Indonesia

Penerbit Perusahaan Penerbit SBSN

Akad Ijarah Sale and Lease Back

dan Ijarah Asset to be Leased

Nominal per Unit Rp1 000 000.00

Satuan Pembelian Rp5 000 000.00 dan kelipatannya Maksimum

Pembelian Rp5 000 000 000.00

Tenor 3-3,5 tahun

Imbalan Fixed coupon yang persentasenya sudah

ditentukan di awal akad dan dibayarkan tiap bulan hingga jatuh tempo

Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Terdapat 2 jenis akad ijarah yang telah digunakan selama penerbitan sukuk negara ritel. Yaitu akad ijarah sale and lease back yang digunakan pada

penerbitan sukuk negara ritel seri SR 001, SR 002, serta SR 003, dan akad ijarah asset to be leased yang digunakan pada penerbitan seri SR 004, SR 005, serta SR 006. Kedua akad ini pada dasarnya memiliki mekanisme yang sama karena sama-sama menjalankan akad ijarah (sewa). Mekanisme akad ijarah diterbitkan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah sebagai obligor dan perusahaan penerbit SBSN untuk melakukan akad jual beli dan penyewaan suatu aset, yaitu aset SBSN. Aset SBSN yang dimaksud dalam hal ini adalah aset Barang Milik Negara (BMN) yang dijadikan underlying asset sebagai syarat penerbitan sukuk negara ritel.

Pengertian ijarah sale and lease back adalah akad jual beli atas suatu aset yang kemudian aset tersebut disewakan oleh pembeli kepada penjual. Pada akad

ijarah sale and lease back, aset SBSN yang digunakan berupa barang fisik yang dimiliki oleh pemerintah seperti tanah, bangunan, atau jenis lainnya. Skema sukuk negara ritel dengan akad ijarahsale and lease back dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Skema ijarah sale and lease back

Mekanisme ijarah sale and lease back adalah 1a.) Penjualan hak manfaat aset SBSN oleh pemerintah sebagai obligor kepada Perusahaan Penerbit SBSN atau

Special Purpose Vehivcle (SPV) 1b.) Penerbitan sertifikat sukuk negara ritel oleh SPV sebagai bukti kepemilikan investor atas aset SBSN 1c.) Investor membayar sukuk negara ritel yang telah dibeli 1d.) SPV melakukan pembayaran atas pembelian hak manfaat aset SBSN 2a.) Penyewaan atas hak manfaat aset SBSN kepada pemerintah 2b.) Pemerintah sebagai penyewa melakukan pembayaran imbalan atas sewa aset SBSN sebesar persentase imbalan yang telah disepakati kepada investor sebagai pemberi sewa melalui agen pembayar, dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI) 3.) Saat sudah jatuh tempo, pemerintah akan melakukan pembelian kembali aset SBSN dari investor melalui SPV 4.) Pemerintah melakukan pembayaran atas pembelian aset SBSN kepada investor sebesar nilai nominal penerbitan melalui BI.

SPV Pemerintah (Menteri Keuangan) Agen Pembayar (BI) Investor 1a. 1b. 1c. 1d. 2a. 2b. 3. 4.

Pengertian ijarah asset to be leased adalah akad ijarah yang sebagian objek akadnya telah ditentukan spesifikasinya dan sebagian objek tersebut sudah ada pada saat akad dilakukan, tetapi penyerahan keseluruhan objek dilakukan di masa mendatang. Menurut Monawer dan Aziz (2012), mazhab εaliki, Shafi’i, dan Hambali sepakat dengan kelegalan akad ijarahasset to be leased dan menyatakan bahwa akad ini sesuai dengan syariah Islam. Walaupun penyerahan aset dilakukan di masa mendatang, namun hal ini dinilai tetap sesuai dengan syariah mengingat kondisi ini serupa dengan konsep akad salam. Hal ini sesuai dengan hadits

Barangsiapa melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang

diketahui” (HR. Bukhari).

Kesesuian akad ini dengan prinsip syariah pun telah diakui oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI). Pernyataan ini tertuang pada peraturan AAOIFI Sharia Standard No. 9 tahun 2010 yang membahas mengenai akad ijarah asset to be leased, yaitu

“Aset yang dijadikan objek oleh pemberi sewa diserahkan kepada penyewa sesuai dengan spesifikasi yang dibuat secara akurat, walaupun aset yang dijelaskan tersebut tidak dimiliki oleh pemberi sewa pada saat akad dilakukan. Kesepakatan antara pemberi sewa dan penyewa dibuat untuk menyepakati waktu penyerahan akad dan memberi kesempatan kepada

pemberi sewa untuk memberikan aset seperti yang telah dispesifikasi.”

Aset SBSN yang digunakan pada akad ijarah asset to be leased adalah proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Salah satu proyek yang dijadikan underlying asset sukuk negara ritel adalah proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum yaitu pembangunan rel kereta double deck. Proyek ini menjadi

underlying asset pada SR-005. Proyek Kementerian Pekerjaan Umum lain yang dijadikan underlying asset sukuk negara ritel adalah proyek pembangunan fly over,

under pass, jalan baru, dan jalan bebas hambatan. Gambar 6 menunjukkan skema akad ijarah asset to be leased yang digunakan dalam SBSN.

Gambar 6 Skema ijarah asset to be leased

Pemerintah (Menteri Keuangan) Investor Pemerintah (Pelaksana Teknis) SPV 1. 2. 3. 4. 9. 13. 7. 8. 11. 12. 5. 10. Pembangunan Proyek Akad Aliran Biaya Saat Jatuh Tempo

Mekanisme ijarah asset to be leased adalah 1.) Pemerintah sebagai obligor melakukan pemesanan objek ijarah kepada SPV untuk kemudian disewa dengan akad ijarah asset to be leased 2.) SPV memberikan kuasa kepada Pemerintah untuk melakukan pembangunan proyek objek ijarah (aset SBSN) 3.) Penerbitan sertifikat sukuk negara ritel untuk kemudian ditawarkan kepada investor melalui agen penjual 4.) Investor melakukan pembayaran atas sukuk negara ritel yang telah dibeli 5.) Dana hasil penjualan sukuk negara ritel digunakan untuk pembangunan proyek oleh pemerintah 6.) Pembangunan proyek oleh Pemerintah yang bertindak sebagai pelaksana teknis 7.) Penyewaan objek ijarah antara pemerintah sebagai obligor dan SPV 8.) Pembayaran imbalan berupa uang sewa yang dilakukan secara periodik oleh pemerintah 9.) Pembayaran imbalan yang diterima secara periodik kepada investor melalui agen pembayar 10.) SPV sebagai pemberi kuasa dengan pemerintah sebagai penerima kuasa, melakukan serah terima atas proyek objek ijarah 11.) Pada saat jatuh tempo, pemerintah melakukan pembelian objek ijarah dari investor melalui SPV 12.) Pembayaran atas pembelian objek ijarah sebesar nominal penerbitan sukuk negara ritel sebagai aset SBSN kepada investor melalui agen pembayar 13.) Pelunasan aset SBSN.

Sukuk negara ritel dapat mendatangkan keuntungan bagi investornya. Keuntungan yang ditawarkan adalah:

1. Berdasarkan Undang-Undang SBSN dan Undang-Undang APBN, pembayaran upah dan nilai nominal sukuk negara ritel dijamin oleh negara, sehingga dapat dinyatakan tidak memiliki risiko gagal bayar.

2. Persentase imbalan sukuk negara ritel pada saat diterbitkan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata persentase tingkat bunga deposito bank BUMN. 3. Menawarkan imbalan dengan jumlah tetap sampai pada saat jatuh tempo. 4. Upah sukuk negara ritel dibayar tepat waktu setiap bulannya secara berkala

pada tanggal yang telah ditentukan.

5. Sukuk negara ritel dapat diperdagangkan di pasar sekunder baik melalui bursa efek ataupun transaksi di luar bursa efek.

6. Agen penjual menyediakan kuotasi harga beli yang dapat dieksekusi pada nasabahnya yang membeli di pasar perdana.

7. Dapat memperoleh capital gain bila dijual pada harga yang lebih tinggi dari harga beli setelah menghitung biaya transaksi di pasar sekunder.

8. Dapat dipinjamkan atau digadaikan kepada pihak lain sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang berlaku.

9. Masyarakat dapat turut serta dalam mendukung pembiayaan pembangunan negara.

10. Sebagai akses bagi investor untuk berpastisipasi dalam pasar keuangan tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah.

11. Sesuai dengan prinsip syariah yang melarang adanya ketidakpastian dalam transaksi, sukuk negara ritel diterbitkan berdasarkan aset SBSN yang berupa Barang Milik Negara (BMN).

Sukuk negara ritel sebagai produk investasi juga tidak terhindar dari risiko. Risiko yang perlu dipertimbangkan bagi investor sukuk negara ritel adalah:

1. Risiko pasar, terjadi jika tingkat bunga mengalami peningkatan dan menyebabkan penuruan harga sukuk negara ritel di pasar sekunder. Kerugian

dapat terjadi jika sebelum jatuh tempo, investor menjual sukuk negara ritel pada harga yang lebih rendah dari harga beli.

2. Risiko likuiditas, terjadi jika investor sulit menjual sukuk negara ritel di pasar sekunder pada tingkat harga wajar.

Karakteristik Responden

Identifikasi karakteristik responden dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu sesuai jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, sumber informasi, preferensi risiko, alasan pemilihan sukuk negara ritel.

Klasifikasi Sesuai Jenis Kelamin

Data hasil penelitian menunjukkan dari 100 responden, sebanyak 51 orang atau sebesar 51% responden memiliki jenis kelamin wanita. Sukuk negara ritel merupakan produk investasi yang dijamin pemerintah dengan jaminan aset sehingga merupakan produk investasi dengan risiko rendah. Hal ini merupakan salah satu penyebab sukuk negara ritel banyak diminati oleh wanita. Menurut Obamuyi (2013), wanita cenderung menghindari risiko sehingga lebih memilih jenis investasi dengan risiko yang rendah. Namun karena adanya hubugan positif antara risiko dan keuntungan, investasi dengan risiko yang rendah akan memberikan return atau keuntungan yang rendah pula.

Gambar 7 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Klasifikasi Sesuai Usia

Karakteristik responden berdasarkan klasifikasi usia menunjukkan bahwa responden dengan usia >45 tahun memiliki persentase paling besar, yaitu 33%. Responden dengan rentang umur 41-45 tahun memiliki persentase sebesar 24%, rentang umur 26-35 tahun dan 36-40 tahun sebesar 18%, serta responden dengan rentang umur 20-25 tahun sebesar 7%. Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan pihak bank menjelaskan bahwa hasil ini disebabkan mayoritas pembeli sukuk negara ritel adalah nasabah kelas menengah ke atas ataupun nasabah

priority sehingga mayoritas investor adalah nasabah yang berusia tidak lagi muda dengan keuangan yang lebih matang.

49% 51%

Pria Wanita

Gambar 8 Karakteristik responden berdasarkan usia Klasifikasi Sesuai Pendidikan

Sesuai dengan tingkat pendidikan, karakteristik responden sebesar 56% merupakan responden yang memiliki gelar sarjana. Diikuti dengan responden yang memiliki gelar magister sebesdar 21%, SMA/sederajat sebesar 9%, diploma sebesar 8%, dan doktor sebesar 6%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peminat investor sukuk negara ritel memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Menurut Christanti dan Mahastanti (2011), latar belakang pendidikan yang tinggi memungkinkan investor untuk menganalisis informasi mengenai produk investasi di pasar modal dan investor telah memiliki kemampuan yang baik dalam mengambil keputusan berinvestasi.

Gambar 9 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Klasifikasi Sesuai Pekerjaan

Sesuai dengan kategori pekerjaan, mayoritas responden penelitian ini berprofesi sebagai pegawai swasta. Profesi pegawai swasta didominasi oleh 39 orang atau 39%. Diikuti dengan responden yang berprofesi sebagai wiraswasta sebesar 23%, 17% berprofesi sebagai PNS, 16% sebagai ibu rumah tangga, 4% memiliki pekerjaan di luar pilihan, dan 1% sebagai TNI/Polri.

7% 18% 18% 24% 33% 20-25 Tahun 26-35 Tahun 36-40 Tahun 41-45 Tahun >45 Tahun 9% 8% 56% 21% 6% SMA/Sederajat Diploma Sarjana Magister Doktoral

Gambar 10 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Klasifikasi Sesuai Pendapatan

Dibagi berdasarkan total pendapatan rata-rata per bulan, responden dengan pendapatan >10 juta rupiah per bulan memiliki persentase sebesar 36%, 32% memilki rentang pendapatan 5-10 juta rupiah, dan 32% lainnya berpendapatan 5 juta rupiah. Sesuai dengan hasil wawancara, mayoritas investor sukuk negara ritel melalui perbankan adalah nasabah priority banking sehingga merupakan nasabah berpendapatan tinggi. Selain itu karena sukuk negara ritel hanya dapat dibeli dengan pembelian minimum 5 juta rupiah, hal ini menyebabkan nasabah dengan pendapatan yang rendah sulit untuk membeli produk investasi ini.

Gambar 11 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan Klasifikasi Sesuai Sumber Informasi

Klasifikasi sesuai sumber informasi menunjukkan 59% responden merupakan responden yang mendapat informasi dari promosi yang dilakukan di tempat pembelian. Hal ini disebabkan penelitian ini dilakukan di bank syariah sehingga banyak responden yang menerima informasi dari pihak bank, terutama dari bagian pemasaran bank. Sebesar 22% mendapat informasi dari keluarga/teman, 16% dari media elektronik, dan 3% lainnya mendapat informasi dari sumber lain selain ketiga pilihan yang telah disebutkan sebelumnya.

23% 16% 17% 39% 1% 4% Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga

Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Swasta TNI/Polri Lain-lain 32% 32% 36% < 5 juta 5-10 juta >10 juta

Gambar 12 Karakteristik responden berdasarkan sumber informasi Klasifikasi Sesuai Preferensi Risiko

Sesuai dengan preferensi responden terhadap risiko, 52% responden memilih untuk tidak mengambil risiko dan lebih memilih produk investasi yang aman. Hal ini disebabkan sukuk negara ritel merupakan produk investasi dengan risiko rendah sehingga investor dengan pilihan ini memilih sukuk negara ritel sebagai salah satu produk investasi yang sesuai.

Gambar 13 Karakteristik responden berdasarkan preferensi risiko Alasan Pemilihan Sukuk Negara Ritel

Responden diberikan kesempatan untuk memberikan alasan pembelian sukuk negara ritel sebagai produk investasi. Pertanyaan yang diberikan dalam bentuk pertanyaan terbuka. Jawaban responden dapat dikategorikan ke dalam 5 alasan. Penilaian investor terhadap sukuk negara ritel sebagai produk investasi yang aman mendominasi alasan responden memilih sukuk negara ritel yaitu sebesar 65%. Aman yang dimaksud dalam hal ini adalah aman karena dijamin oleh pemerintah dan memiliki tingkat risiko yang rendah.

59% 16% 22% 3% Promosi di Tempat Pembelian Media Elektronik Keluarga/Teman Lain-lain 52% 15% 29%

4% Tidak mengambil risiko dan

lebih memilih produk investasi yang aman

Melihat situasi dan meminta saran konsultan keuangan

Percaya pada keputusan sendiri dan berhati-hati pada risiko

Gambar 14 Alasan pemilihan sukuk negara ritel Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas yang telah dilakukan untuk menguji kuesioner menunjukkan bahwa pernyataan dalam kuesioner dapat dinyatakan valid dan reliabel. Hasil uji dinyatakan valid jika memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation di atas 0.361 untuk jumlah responden 30 orang pada taraf kesalahan 5%. Seluruh pernyataan memenuhi uji validitas, kecuali pernyataan PPS 4. Pernyataan PPS 4 kemudian akan dihapus dari model penelitian karena tidak memenuhi uji validitas. Hasil uji reliabilitas pada kelima variabel menunjukkan koefisien Cronbach’s Alpha di atas 0.6, sehingga seluruh variabel dinyatakan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis SEM PLS

Model SEM penelitian ini terdiri dari 5 variabel laten dengan indikatornya masing-masing. Variabel minat investor (MI) berperan sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independennya adalah informasi produk investasi (IPI), risiko investasi (RI), pertimbangan produk syariah (PPS), dan kepuasan investor (KI). Analisis yang dilakukan terlebih dahulu adalah analisis pada model pengukuran. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pada model struktural.

Analisis Model Pengukuran

Persamaan blok indikator model pengukuran pada penelitian ini untuk variabel independen dapat dijabarkan sebagai berikut

xi= ΛxiIPI + i dengan i= jumlah indikator; 1,β,γ,…,6

xi= ΛxiRI + i dengan i= jumlah indikator; 1,β,γ,…,6

xi= ΛxiPPS + i dengan i= jumlah indikator; 1,β,γ,5,…8

xi= ΛxiKI + i dengan i= jumlah indikator; 1,β,γ,…,8

65% 14% 9% 3% 9% Aman

Bagi Hasil Kompetitif Sesuai Syariah

Membantu Pembangunan Negara

Selanjutnya persamaan model pengukuran pada penelitian ini untuk variabel dependen dapat dijabarkan sebagai berikut

yi= ΛyiεI + i dengan i= jumlah indikator; 1,β,γ,…,7

Persamaan model seluruh variabel untuk model pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 2.

Terdapat tiga uji yang dilakukan dalam analisis model pengukuran, yaitu uji validitas konvergen, uji validitas diskriminan, dan uji reliabilitas. Tiap uji-uji tersebut dapat diukur dengan melihat parameter tertentu. Analisis model pengukuran dengan ketiga uji tersebut mampu menganalisis tingkat validitas dan reliabilitas tiap indikator dan variabel laten dalam model.

1. Uji validitas konvergen

Parameter yang perlu diperhatikan dalam uji model penelitian ini adalah parameter loading factor. Hasil uji pada loading factor dinyatakan memenuhi jika bernilai 0.5-0.6 untuk penelitian yang bersifat pengembangan teori. Hasil analisis pada model menunjukkan bahwa terdapat 4 indikator yang tidak memenuhi uji, yaitu indikator IPI3, IPI4, KI3, dan RI4. Kemudian dilakukan proses dropping

terhadap keempat indikator tersebut sehingga hanya indikator-indikator valid yang membentuk variabel laten. Gambar 13 menunjukkan model penelitian setelah dilakukan dropping.

Indikator dari suatu variabel laten diharapkan memiliki nilai korelasi yang tinggi. Nilai loading factor mereprentasi besar pengaruh indikator kepada variabel latennya. Indikator yang paling berpengaruh pada IPI adalah kemudahan dalam mendapatkan informasi produk (IPI6) dengan nilai loading factor sebesar 0.851. Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan dalam mendapatkan informasi merupakan indikator yang paling kuat menggambarkan variabel IPI. Penjualan sukuk negara ritel dilakukan melalui agen-agen penjual yang terdiri dari bank dan perusahaan sekuritas yang ditunjuk oleh pemerintah. Bentuk kerja sama yang dilakukan pemerintah memberikan kemudahan bagi investor untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi mengenai sukuk negara ritel dari agen-agen penjual tersebut. Mekanisme penjualan melalui agen penjual memungkinkan bank dan perusahaan sekuritas sebagai media penjual sekaligus sebagai media penyampai informasi. Selain melalui agen penjual, langkah penyampaian informasi melalui media cetak dan media elektronik membantu investor untuk memenuhi kebutuhan informasi produk ini. Pada variabel IPI, indikator yang memiliki loading factor terendah adalah IPI2 yatu indikator seminar/talkshow

yang pernah diikuti. Rendahnya loading factor IPI2 menunjukkan bahwa IPI2 adalah indikator yang paling tidak memengaruhi IPI. Dapat dikatakan bahwa mekanisme seminar/talkshow kurang efektif dalam memengaruhi minat investor berinvestasi pada sukuk negara ritel.

Selanjutnya untuk variabel RI, indikator yang memiliki nilai loading factor paling besar adalah penilaian terhadap sukuk negara ritel sebagai produk investasi yang tidak memiliki risiko gagal bayar (RI1) dengan nilai sebesar 0.719. Dapat dikatakan bahwa RI1 adalah indikator yang paling kuat mereprentasi RI. Menurut hasil kuesioner mengenai alasan investor dalam pemilihan sukuk negara ritel, didapat hasil bahwa mayoritas investor membeli sukuk negara ritel karena menganggap sukuk negara ritel sebagai produk investasi yang aman. Sukuk negara ritel dianggap sebagai produk investasi yang aman karena memiliki tingkat risiko yang rendah dan menapat jaminan dari pemerintah. Jaminan yang diberikan pemerintah menjadikan sukuk negara ritel memiliki tingkat risiko gagal bayar yang sangat rendah.

Indikator yang memiliki nilai terbesar pada variabel PPS adalah PPS8, yaitu indikator kesesuaian syariah dalam pemilihan produk investasi. Hal ini menunjukkan indikator terkuat yang mereprentasi hubungan PPS adalah kesesuaian syariah dalam pemilihan produk investasi. Allah dalam firman-Nya memerintahkan umat Islam untuk tidak mengonsumsi sesuatu yang haram dari segala aspek kehidupan, termasuk dalam bermuamalah.

“Hai orang-orang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela di antaramu…”(QS. An-Nisaa [4]:29).

Nilai loading factor terbesar dalam variabel KI adalah indikator perasaan puas terhadap sukuk negara ritel (KI1) dengan nilai sebesar 0.832. Menurut Kotler (1996), perasaan puas yang dirasakan konsumen timbul dari adanya harapan yang sesuai dengan kinerja atau manfaat produk yang dirasakan oleh konsumen. Indikator pada MI yang memiliki nilai loading factor terbesar adalah MI2 yaitu sebesar 0.766. Indikator MI2 adalah indikator keinginan untuk kembali menjadi investor. Indikator MI dengan nilai loading factor terkecil adalah MI5, yaitu indikator keinginan mencari informasi. Hal ini menunjukkan bahwa responden

penelitian ini kurang memiliki keinginan dalam mencari informasi secara mandiri. Keseluruhan nilai loading factor tiap indikator dapat dilihat pada Lampiran 3.

1. Uji validitas diskriminan

Parameter yang diperhatikan dalam uji validitas diskriminan adalah nilai

cross loading antara indikator dengan variabel latennya. Indikator dinyatakan telah memenuhi uji ini jika nilai cross loading indikator pada variabel latennya lebih besar dibanding nilai pada variabel laten lain. Nilai cross loading yang lebih besar pada variabel latennya jika dibanding pada variabel laten lain, menujukkan bahwa indikator tersebut lebih baik dalam mereprentasi variabel latennya dibanding pada variabel laten lain. Pada model penelitian ini cross loading untuk seluruh indikator pada tiap variabel latennya lebih besar dibanding variabel lain, sehingga dapat dinyatakan telah memenuhi uji ini. Nilai cross loading dapat dilihat pada Lampiran 2.

2. Uji Reliabilitas

Parameter yang diperhatikan adalah Composite Reliability. Suatu variabel dinyatakan memenuhi uji reliabilitas jika memiliki nilai composite reliability 0.6-0.7 untuk model penelitian bersifat pengembangan. Hasil uji reliabilitas pada model penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5, dan menunjukkan seluruh variabel laten memiliki nilai Composite Reliability >0.7 sehingga dapat dinyatakan telah memenuhi uji ini.

Tabel 5 Hasil PLS algorithm

AVE Composite Reliability R Square Cronbach’s Alpha Communality Redundancy IPI 0.4463 0.7581 0.0000 0.5859 0.4463 KI 0.5610 0.8985 0.0000 0.8676 0.5610 MI 0.4741 0.8618 0.6413 0.8137 0.4741 PPS 0.5822 0.9063 0.0000 0.8845 0.5822 RI 0.4658 0.8132 0.0000 0.7134 0.4658

Analisis Model Struktural

Analisis model struktural dilakukan dengan memerhatikan parameter R2 dan nilai koefisien estimasi jalur. Parameter R2 digunakan untuk menilai pengaruh

Dokumen terkait