• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perusahaan transportasi yang terdaftar di BEI periode 2007-2012 sebanyak 19 perusahaan. Dari 19 perusahaan terdapat tujuh perusahaan listing di BEI setelah tahun 2007 dan delisting sebelum tahun 2012, satu perusahaan tidak

11 memiliki data yang lengkap, dua perusahaan mempunyai laporan dalam bentuk dollar dan hanya sembilan perusahaan yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar perusahaan transportasi terpilih

No. Kode perusahaan Nama perusahaan Sektor

1 APOL PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk Laut

2 CMPP PT Centris Multipersada Pratama Tbk Darat 3 HITS PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk Laut 4 IATA PT Indonesia Air Transportation Tbk Udara

5 MIRA PT Mitra Rajasa Tbk Darat

6 RAJA PT Rukun Raharja Tbk Darat

7 SMDR PT Samudera Indonesia Tbk Laut

8 TMAS PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk Laut

9 ZBRA PT Zebra Nusantara Tbk Darat

Analisis z-score dilakukan dengan menggunakan variabel X1 working capital/total assets, X2 retained earning/total assets, X3 earning before interest and tax/total assets, X4 market value of equity/book value of debt. Perusahaan masuk dalam kategori sehat jika nilai z-score>2.60, perusahaan dalam kategori financial distress jika nilai z- score<1.1 dan perusahaan dengan nilai z- score antara 1.1-2.60 dikategorikan grey area atau dapat dikatakan perusahaan tidak dalam kondisi financial distress maupun dalam kondisi sehat.

Kondisi Financial distress Perusahaan Transportasi Indonesia

Hasil analisis z-score menunjukkan bahwa hampir seluruh perusahaan transportasi yang dianalisis pernah mengalami kondisi financial distress pada periode 2007-2012 yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis kondisi financial distress perusahaan transportasi Kode

perusahaan

Z-score dan kategori kondisi perusahaan a

2007 2008 2009 2010 2011 2012 APOL 01.924 GA 01.463 GA 0-0.901 FD -2.655 FD -6.638 FD -5.685 FD IATA -0.488 FD 00.564 FD 0-0.315 FD -0.487 FD 00.632 FD -0.202 FD ZBRA -0.984 FD -0.982 FD 0-1.644 FD -2.473 FD -3.089 FD -3.694 FD MIRA 00.013 FD -0.295 FD 0-4.558 FD -6.007 FD 06.432 Sehat 3.526 Sehat CMPP 00.394 FD -0.290 FD 0-1.837 FD -1.124 FD 01.444 GA 2.127 GA RAJA 10.955 Sehat 66.150 Sehat 207.951 Sehat -2.151 FD -1.398 FD 1.748 GA TMAS 00.355 FD 00.982 FD 0-1.250 FD -1.080 FD 00.398 FD 0.230 FD HITS 06.209 Sehat 02.987 Sehat 003.127 Sehat -0.393 FD -2.351 FD 0.836 FD SMDR 05.377 Sehat 04.381 Sehat 001.874 GA 02.510 GA 02.501 GA 2.251 GA a

Kategori FD (financial distress), GA (grey area) dan sehat diperoleh dari pengolahan data laporan keuanggan dari APOL, IATA, ZBRA, MIRA, CMPP, RAJA, TMAS, HITS, dan SMDR pada tahun 2007 hingga 2012.

12

Analisis Financial Disress Perusahaan Transportasi Sektor Darat

Fluktuasi kondisi financial distress perusahaan transportasi sektor darat Indonesia yang terdiri dari CMPP, MIRA, RAJA dan ZBRA dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kondisi financial disress perusahaan transportasi sektor darat Hasil analisis kondisi financial distress CMPP pada periode 2007-2012 mengalami penurunan di awal periode dan peningkatan di akhir periode. Nilai z-score CMPP dari tahun 2007 terus menurun bahkan bernilai negatif pada tahun 2008 hingga 2010 dan mengalami sedikit peningkatan di tahun 2011 dan 2012, sehingga kondisi CMPP meningkat dari financial distress menjadi grey area seperti yang tergambar pada Gambar 2. Kondisi ini terjadi akibat dari nilai rasio X1 yang rendah kecuali pada tahun 2011dan 2012 karena ditahun ini aktiva lancar masih lebih besar dari kewajiban jangka pendek. Sedangkan pada tahun 2007-2010 nilai aktiva lancar selalu lebih rendah dari kewajiban jangka pendek yang berarti perusahaan menghadapi kesulitan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Selain itu nilai dari rasio X3 yang rendah juga ikut mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan. Kondisi tersebut menandakan perusahaan tidak mampu menghasilkan laba usaha yang cukup dari penggunaan aktiva yang tersedia. Penurunan kinerja keuangan yang terjadi pada tahun 2010 juga dipengaruhu oleh kebijakan CMPP yang melakukan pelepasan asset tetap yang tidak produktif sehingga jumlah asset perusahaan secara keseluruhan mengalami penurunan.

MIRA adalah perusahaan yang mengalami peningkatan kondisi dari financial distress pada tahun 2007-2010 menjadi sehat pada tahun 2011 dan 2012 seperti yang tergambar pada Gambar 2. Kondisi financial distress yang dialami MIRA pada tahun 2007-2010 disebabkan oleh kewajiban jangka pendek yang lebih besar dari aktiva lancar, tidak adanya laba ditahan, laba usaha yang rendah, serta total kewajiban yang lebih tinggi dari total ekuitas. Pada tahun 2011 dan

Tahun N il a i Z -s c o r e 2012 2011 2010 2009 2008 2007 200 150 100 50 0 Variable RA JA ZBRA C MPP MIRA

13 2012 kondisi MIRA meningkat dari financial distress menjadi sehat karena peningkatan nilai dari rasio X1, X2, X3, dan X4. Kondisi tersebut menandakan kinerja keuangan perusahaan mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya. Kinerja keuangan yang membaik dapat dilihat dari total aktiva lancar yang lebih besar dari kewajiban jangka pendek serta nilai total ekuitas yang lebih tinggi dari nilai total kewajiban. Kondisi yang dialami MIRA dapat menjadi gambaran bahwa perusahaan belum mampu memperbaiki dan mengendalikan kondisi keuangan pada tahun 2007-2010 dan baru bisa memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya pada tahun 2011 dan 2012 dikarenakan pada tahun tersebut MIRA melakukan restrukturisasi hutang dengan melepas saham anak perusahaan sehingga perusahaan mampu menyelesaikan persoalan hutang dan pada tahun tersebut juga perusahaan mulai melakukan perdagangan kembali sahamnya di BEI setelah sebelumya BEI menghentikan perdagangan saham perusahaan akibat dari perolehan opini disclaimer selama dua tahun berturut-turut atas audit laporan keuangan tahun 2009 dan 2010.

RAJA mengalami kondisi sehat selama tiga tahun berturut-turut pada tahun 2007 hingga tahun 2009, tetapi kondisi tersebut menurun menjadi financial distress pada tahun 2010 dan 2011 hingga kembali meningkat menjadi grey area pada tahun 2012 seperti yang tergambar pada Gambar 2. Hal ini terjadi karena pada tahun 2007-2009 nilai dari rasio X1 yang tinggi. Sedangkan pada tahun 2010-2011 nilai dari rasio X1 mengalami penurunan hingga nilai aktiva lancar lebih kecil dari kewajiban jangka pendek serta nilai total ekuitas yang lebih rendah dari nilai total kewajiban. Tahun 2010 RAJA melakukan akuisisi PT. Panji Raya Alamindo (PRA) dan PT. Triguna Internusa Pratama (TIP). Pada tahun 2011 beban usaha meningkat akibat terkonsolidasinya beban usaha anak perusahaan yaitu PRA dan TIP atas beban bunga pinjaman bank dan beban bunga atas penerbitan surat hutang. Hal tersebut menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan sehingga RAJA harus mengalami kondisi financial distress.

Kondisi financial distress selalu dialami ZBRA pada periode 2007-2012. Pada periode ini ZBRA tidak mengalami perbaikan kondisi karena selalu mengalami kondisi financial distress dengan nilai z-score yang terus menurun seperti yang terlihat pada Gambar 2. Kondisi tersebut disebabkan oleh nilai aktiva lancar yang lebih kecil dari kewajiban jangka pendek dan rendahnya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari total aktiva yang tesedia. Penurunan yang dialami ZBRA menggambarkan bahwa perusahaan mengalami kemunduran pada kinerja keuanganan di setiap tahunnya. Menurunnya kinerja keuangan yang dialami ZBRA merupakan salah satu dampak dari menurunnya performa unit (taksi) dan menurunnya jumlah armada setiap tahunnya. Pada tahun 2008 perusahaan memiliki 600 unit taksi, turun menjadi 555 unit pada tahun 2009 dan 2010, dan kemudian turun lagi menjadi 255 unit pada tahun 2012. Penurunan jumlah armada yang terus terjadi mempengaruhi pendapatan perusahaan yang tidak sebanding dengan biaya operasional perusahaan sehingga berpengaruh terhadap kinera perusahaan dan kondisi financial distress selama periode 2007-2012.

14

Analisis Financial Disress Perusahaan Transportasi Sektor Laut

Kondisi financial distress perusahaan transportasi sektor laut Indonesia berfluktuasi untuk setiap perusahaan seperti yang tergambar pada Gambar 3. Dari empat perusahaan transportasi sektor laut hanya SMDR yang tidak pernah mengalami kondisi financial distress.

Gambar 3 Kondisi financial disress perusahaan transportasi sektor laut APOL mengalami kondisi keuangan yang terus menurun pada periode 2007-2012. Hal tersebut terjadi karena nilai z-score APOL terus menurun seperti yang tergambar pada Gambar 3. Nilai z-score yang terus menurun menggambarkan bahwa pada periode tersebut perusahaan mengalami kemunduran pada kinerja keuangan khususnya pada tahun 2011. Pada tahun ini APOL mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan penurunan di tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun 2010 nilai z-score sebesar 2.655 turun menjadi -6.638 pada tahun 2011. Nilai z-score menurun APOL menandakan bahwa perusahaan belum mampu mempertahankan maupun meningkatkan kinerja keuangannya pada periode 2007-2012, sehingga perusahaan harus mengalami perubahan kondisi dari grey area menjadi financial distress. Pada tahun 2007 dan 2008 APOL memiliki nilai z-score positif, hanya saja nilai dari rasio X1,X2,X3, dan X4 masih rendah sehingga APOL berada pada kondisi grey area. Nilai tersebut terus menurun dari tahun ke tahun hingga pada tahun 2009 hingga 2012 nilai z-score APOL sangat rendah. Kondisi yang terjadi pada APOL merupakan dampak dari krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Krisis tersebut membuat kondisi industri pelayaran internasional lesu sehingga berdampak pada kondisi APOL yang bergerak di bidang pelayaran internasional. Kondisi tersebut ikut berperan dalam terjadinya masalah keuangan perusahaan karena tidak seimbangnya antara besar beban hutang dengan kemampuan perusahaan dan anak

Tahun N il a i Z -s c o r e 2012 2011 2010 2009 2008 2007 5,0 2,5 0,0 -2,5 -5,0 -7,5 Variable SMDR TMA S A POL HITS

15 perusahaan dalam menghasilkan arus kas. Kesulitan keuangan yang terjadi pada APOL terus terjadi hingga tahun 2011.

Kondisi financial distress HITS pada periode 2007-2012 hanya terjadi pada tahun 2010 hingga 2012. Pada tahun 2007 hingga 2009 HITS dalam kondisi sehat seperti yang tergambar pada Gambar 3. Perubahan kondisi sehat menjadi financial distress terjadi karena pada tahun 2007 rasio X1 dari HITS tinggi. Hal ini menandakan perusahaan masih mampu mengatasi kewajiban jangka pendeknya karena nilainya lebih kecil dari aktiva lancar. Tetapi dari tahun 2007 hingga 2012 rasio X1 mengalami penurun yang berarti nilai kewajiban jangka pendek lebih besar dari aktiva lancar. Selain itu penurunan kondisi ini disebabkan oleh nilai laba ditahan dan laba usaha yang semakin menurun setiap tahunnya sehingga menyebabkan pada tahun 2010 hingga 2012 HITS berada dalam kondisi financial distress. Penurunan kondisi yang signifikan pada tahun 2010 akibat dari masalah hukum yang menimpa perusahaan sehingga perusahaan mengalami kendala operasional yang mengakibatkan menurunnya pendapatan usaha perusahaan. pada tahun 2010 perusahaan juga mencadangkan kerugian atas kasus hukum yang dialami perusahaan. Masalah tersebut menyebabkan perusahaan mengalami gangguan keuangan dan mengakibatkan penurunan kondisi keuangan perusahaan.

SMDR menjadi satu-satunya perusahaan yang tidak pernah mengalami kondisi financial distress pada periode 2007-2012. Perkembangan dan penurunan yang dialami SMDR masih dalam kondisi aman karena masih dalam kondisi sehat pada tahun 2007 dan 2008 dan grey area pada tahun 2009 hingga 2012 seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3. Pada tahun 2007 dan 2008 SMDR dalam kondisi sehat karena memiliki nilai z>2.60. Namun pada tahun 2009-2012 SMDR mengalami perubahan kondisi menjadi grey area karena penurunan nilai z-score yang disebabkan oleh menurunnya nilai rasio dari X1, X2, X3, dan X4. Nilai dari ke empat rasio tersebut masih positif hanya saja ada penurunan pada nilai total ekuitas perusahaan hingga nilai total kewajiban menjadi lebih besar dan laba usaha yang menurun ditahun 2009. Kondisi penurunan laba usaha tidak bertahan lama karena ditahun 2010-2012 perusahaan mengalami peningkatan laba usaha sehingga perusahaan tidak harus mengalami kondisi financial distress. SMDR tidak pernah berada pada kondisi financial distress disebabkan karena setiap tahunnya perusahaan selalu melakukan pengembangan pada bisnisnya, seperti pada tahun 2007 perusahaan melakukan perluasan usaha dengan memasuki bisnis transportasi luar negeri, pada tahun 2010 perusahaan membuka cabang-cabang baru dan pada tahun 2011 perusahaan membeli dua kapal baru untuk mendukung kinerja perusahaan.

TMAS selalu mengalami perubahan nilai z-score selama periode 2007-2012. Kenaikan dan penurunan yang dialami TMAS tersebut tidak diikuti dengan perubahan kondisi financial distress yang terus terjadi pada periode 2007-2012 seperti yang tergambar pada Gambar 3. Setiap tahunnya TMAS selalu mendapatkan nilai rasio X1, X2, X3, dan X4 yang rendah. Hal ini yang menyebabkan perusahaan selalu mengalami financial distress karena perusahaan tidak mampu menghasilkan laba yang cukup dari penggunaan aktiva yang tersedia sehingga perusahaan kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan. Pada tahun 2009 perusahaan mengalami penurunan kondisi keuangan yang disebabkan oleh perbesaran armada dengan membeli sembilan unit kapal. Kondisi keuangan TMAS mulai meningkat secara signifikan pada tahun 2011 akibat dari

16

penjualan delapan unit kapal yang dianggap sudah tidak efisien. Penjualan tersebut membuat penurunan yang signifikan atas biaya operasional perusahaan maupun biaya financial perusahaan.

Analisis Financial Disress Perusahaan Transportasi Sektor Udara

Pada sektor transportasi udara terdapat IATA yang selalu mengalami kondisi financial distress pada periode 2007-2012 dengan nilai z-score yang berfluktuasi seperti yang tergambar pada Gambar 4.

Gambar 4 Kondisi financial disress perusahaan transportasi sektor udara Salah satu penyebab dari kondisi tersebut adalah nilai dari rasio X1 yang rendah. Financial distress yang dialami IATA juga disebabkan oleh nilai kewajiban jangka pendek yang lebih besar dari total aktiva dan nilai total kewajiban yang lebih besar dari nilai total ekuitas. Kewajiban jangka pendek IATA di tahun 2008 mengalami penurunan sehingga nilainya tidak lebih besar dari aktiva jangka pendeknya tetapi kondisi ini tidak membuat perusahaan lepas dari kondisi financial distress. Penurunan kondisi keuangan yang terjadi pada tahun 2009 merupakan dampak dari krisis keuangan global yang terjadi pada akhir tahun 2008 yang menyebabkan permintaan menurun. Kerugian derivatif dan beben bunga yang besar merupakan salah satu penyebab menurunnya kinerja keuangan perusahaa. Pada tahun 2011 perusahaan berhasil menaikan harga sewa pesawat melalui kontrak penyediaan, pengoperasian, dan perawatan helikopter yang dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Pada tahun 2011 pendapatan IATA lebih banyak dihasilkan melalui contract charther dari pada spot charther. Contract charther mengalami peningkatan (17,71%) dari 175 kontrak pada tahun2010 naik manjadi 206 kontrak pada tahun 2011.

Hasil Forecasting nilai Z-score Perusahaan Transportasi Indonesia Forecasting atau peramalan diperlukan perusahaan untuk gambaran kondisi perusahaan di masa yang akan datang dan dapat digunakan sebagai peringatan

Tahun N il a i Z -s c o r e 2012 2011 2010 2009 2008 2007 0,75 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50

17 atau antisipasi jika perusahaan diramalkan mengalami kondisi financial distress. Hasil forcasting terhadap nilai z-score perusahaan transportasi dilakukan menggunakan MINITAB dengan model Linear Trend atau Quadratic Trend. Pemilihan model ditentukan oleh nilai MAPE, MAD, dan MSD terkecil yang dipilih untuk dijadikan model forecasting. Asumsi yang digunakan dalam adalah ceteris paribus, dengan asumsi bahwa faktor-faktor eksternal seperti kenaikan harga BBM serta kebijakan pemerintah dianggap konstan. Hasil forecasting nilai z-score perusahaan transportasi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil forecasting nilai z-score perusahaan transportasi Indonesia Perusahaan Sektor Tahun Nilai Z-score Kategori

CMPP Darat 2013 5.460 Sehat

2014 9.204 Sehat

MIRA Darat 2013 12.451 Sehat

2014 21.177 Sehat

RAJA Darat 2013 -136.075 Financial distress

2014 -266.960 Financial distress

ZBRA Darat 2013 -4.690 Financial distress

2014 -5.688 Financial distress

APOL Laut 2013 -8.492 Financial distress

2014 -10.324 Financial distress

HITS Laut 2013 1.038 Financial distress

2014 3.091 Sehat

SMDR Laut 2013 3.373 Sehat

2014 4.743 Sehat

TMAS Laut 2013 1.529 Grey area

2014 3.018 Sehat

IATA Udara 2013 -0.143 Financial distress

2014 0.306 Financial distress Hasil peramalan terhadap nilai z-score pada tahun 2013 dan 2014 menunjukkan bahwa pada sektor transportasi darat terdapat dua perusahaan yaitu CMPP dan MIRA yang diramalkan mengalami peningkatan nilai z-score dan berada pada kondisi sehat. Sedangkan dua perusahaan di sektor darat lainnya (RAJA dan ZBRA) diramalkan akan mengalami penurunan nilai z-score dan berada pada kondisi financial distress seperti yang tergambar pada Tabel 4. Di sektor transportasi laut ada APOL yang diramalkan mengalami penurunan nilai z-score pada tahun 2013 dan 2014 sehingga perusahaan harus berada pada kondisi financial distress. Tiga perusahaan lain di sektor laut yaitu HITS, SMDR dan TMAS diramalkan akan mengalami peningkatan nilai z-score. HITS diramalkan mengalami peningkatan nilai z-score dari 1.038 (financial distress) meningkat menjadi 3.091 (sehat). Pada tahun 2013 dan 2014 SMDR juga diramalkan akan mengalami peningkatan sehingga SMDR menjadi satu-satunya perusahaan yang dianalisis dan diramalkan tidak pernah mengalami kondisi financial distress. Sedangkan hasil peramalan TMAS menunjukkan peningkatan nilai z-score sebesar 1.529 pada tahun 2013 yang berarti perusahaan diramalkan akan mengalami kondisi grey area dan pada tahun 2014 nilai dari z-score TMAS mengalami peningkatan menjadi 3.018 sehingga perusahaan diramalkan mengalami peningkatan kondisi menjadi sehat. Di sektor transportasi udara terdapat IATA yang diramalkan mengalami peningkatan nilai z-score tetapi

18

nilainya masih rendah dan masuk dalam kategori financial distress (z<1.1) yaitu sebesar -0.143 pada tahun 2013 dan 0.306 pada tahun 2014.

Hasil Analisis Regresi

Model regresi linear berganda yang dihasilkan adalah:

Z = 0.136 + 0.0191 CR - 0.00298 ROA + 0.00316 ROE + 0.0108 NPM

Uji-F (ANOVA)

Hipotesis untuk uji-F adalah :

H0 : Model tidak mampu menjelaskan keragaman z-score H1 : Model mampu menjelaskan keragaman z-score

Dari hasil uji-F diperoleh F-hitung sebesar 6906.74, dengan nilai -p(0,000) < α 5% maka hipotesis H0 ditolak yang artinya model sudah mampu menjelaskan keragaman dari z-score.

Uji-T (Menguji Pengaruh Masing-Masing Peubah X Terhadap Y)

1. Pengaruh CR terhadap z-score

H0 : CR tidak berpengaruh nyata terhadap z-score H1 : CR berpengaruh nyata terhadap z-score

Dari hasil uji-t diperoleh nilai p(0,000) < alpha 5% maka H0 ditolak yang artinya CR berpengaruh nyata terhadap z-score. Nilai koefisien sebesar 0.0190904 artinya kenaikan 1% CR mampu meningkatkan z-score sebesar 0.0190904 satuan.

2. Pengaruh ROA terhadap z-score

H0 : ROA tidak berpengaruh nyata terhadap z-score H1: ROA berpengaruh nyata terhadap z-score

Dari hasil uji-t diperoleh nilai p(0,047) < alpha 5% maka H0 ditolak yang artinya ROA berpengaruh nyata terhadap z-score. Nilai koefisien sebesar -0.002976 artinya kenaikan 1% ROA mampu meningkatkan nilai z-score sebesar -0.002976 satuan.

3. Pengaruh ROE terhadap z-score

H0 : ROE tidak berpengaruh nyata terhadap z-score H1 : ROE berpengaruh nyata terhadap z-score

Dari hasil uji-t diperoleh nilai p(0,001) < alpha 5% maka H0 ditolak yang artinya ROE berpengaruh nyata terhadap z-score. Nilai koefisien sebesar 0.0031622 artinya kenaikan 1% ROE mampu meningkatkan nilai z-score sebesar 0.0031622 satuan.

4. Pengaruh NPM terhadap z-score

H0 : NPM tidak berpengaruh nyata terhadap z-score H1 : NPM berpengaruh nyata terhadap z-score

Dari hasil uji-t diperoleh nilai p(0,000) < alpha 5% maka H0 ditolak yang artinya NPM berpengaruh nyata terhadap z-score. Nilai koefisien sebesar 0.010837 artinya kenaikan 1% NPM mampu meningkatkan nilai z-score sebesar 0.010837 satuan.

19

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Heteroskedastisitas

Hipotesis untuk uji heteroskedastisitas adalah : H0 : Homoskedastisitas

H1: Heteroskedastisitas

Hasil dari uji heteroskedastisitas menunjukkan nilai p-value (0,922) > α

5%, maka hipotesis H0 diterima yang artinya asumsi heteroskedastisitas terpenuhi.

2. Asumsi Autokorelasi

Dari hasil analisis didapat nilai Durbin-Watson statistic sebesar 1.64560. Nilai tabel dari dL adalah 1.3357 dan dU sebesar 1.7200. Nilai DW terletak diantara dL < DW < dU maka dapat dikatakan DW berada pada daerah abu-abu/tidak dapat disimpulkan. Karena nilai DW dekat dengan 2, maka secara kasar dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi.

3. Uji Asumsi Multikolinieritas

Berdasarkan uji-klein jika suatu nilai korelasi parsial antar variabel X lebih kecil dari R-square maka tidak ada multikolinieritas. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada multikolinieritas karena nilai korelasi parsial antar variabel X lebih kecil dari R-square (99.9%).

Dari hasil analisis menunjukkan p-value dari CR, ROA, ROE, dan NPM,

lebih kecil dari nilai α (0.05) yang berarti bahwa keempat rasio independen tersebut berpengaruh nyata terhadap z-score (financial distress). Pengaruh positif atau negatif dari masing-masing rasio terhadap fianancial distress dapat dilihat dari konstanta masing-masing rasio. R-squared dari model ini adalah 99.9% yang berarti fianancial distress dapat dijelaskan oleh variabel CR, ROA, ROE, dan NPM sebesar 99.9%.

Variabel CR memiliki nilai p-value 0,000 < α (0.05), maka dapat dikatakan

variabel memiliki pengaruh nyata terhadap z-score. CR memiliki koefisien sebesar 0.0190904 yang berarti bahwa CR memiliki pengaruh positif terhadap nilai z-score dan merupakan variabel yang paling berpengaruh dibanding empat variabel lainnya. CR merupakan rasio yang dapat menunjukkan kemampuan perusahaan membayar hutang-hutang jangka pendeknya. CR yang semakin tinggi menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang semakin tinggi dan perusahaan akan semakin jauh dari kondisi financal distress.

ROA memiliki nilai p-value 0.047< α (0.05) dan memiliki koefisien sebesar -0.002976, maka dapat dikatakan variabel berpengaruh nyata terhadap z-score. ROA merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari total aktiva yang dimiliki. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap z-score yang berarti semakin besar nilai ROA maka semakin rendah nilai z-score yang berarti perusahaan akan semakin mendekati kondisi financial distress. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunaan atas aset yang tinggi dalam menghasilkan laba menyebabkan penyusutan aset yang tinggi karena menurut data laporan keuangan perusahaan transportasi, penyusutan yang terjadi pada aset tetap seperti bangunan, mesin, kendaraan, sarana dan prasarana rata-rata memiliki masa manfaat ekonomi yang cepat antara 5-10 tahun. Berdasarkan penyusutan aktiva (pasal 11 undang-undang nomer 17 tahun 2000) aset tetap yang dimiliki perusahaan transportasi

20

masuk dalam penyusutan harta berwujud kelompok dua dan tiga dengan tarif penyusutan 6,25%-12,5% untuk metode garis lurus dan 12,5%-25% untuk metode saldo menurun. Masa manfaat ekonomis yang cepat serta penyusutan yang cukup tinggi membuat aktiva menjadi menurun dan dapat menyebabkan financial distress.

ROE merupakan salah satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap z-score dengan p-value 0.001. ROE memiliki koefisien sebesar 0.0031622 yang berarti variabel berpengaruh positif terhadap z-score. Hal ini berarti peningkatan nilai ROE akan meningkatkan nilai z-score dan semakin tinggi nilai z-score maka perusahaan akan semakin jauh dari financial distress. ROE merupakan rasio yang dapat menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dari modal yang ditanamkan yang dapat menguntungkan para pemegang saham. Semakin besar nilai ROE maka semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dan

Dokumen terkait