• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m2, sedangkan luas seluruh Desa yaitu 182.5 ha/m2. Jumlah kepala keluarga yaitu 2490 KK dan berjumlah 10660 orang, terdapat 568 orang yang bekerja di sektor pertanian. Luas tanaman padi, jagung, dan umbi-umbian masing-masing adalah 15 ha, 5 ha, dan 25 ha. Hasil tanaman pangan umumnya dipasarkan atau dijual ke pasar, tengkulak, pengecer, atau tidak dijual. Saat penelitian dilakukan kondisi pertanian masyarakat Desa Cihideung Ilir dalam kondisi baik dan tidak terjadi paceklik atau serangan hama.

Karakteristik Petani Responden

Metode pengambilan data dilakukan secara sengaja yaitu petani yang sedang melakukan usahatani padi, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, dan mentimun. Serta pada pembudidaya ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Petani/pembudidaya responden dipilih sebanyak 11 orang dengan masing-masing komoditas minimal terdapat 5 petani yang sedang bertani atau sedang membudidayakan ikan. Petani responden tidak hanya menanam padi atau jagung saja, tetapi juga pernah atau sedang menanam tanaman lain atau juga merangkap sebagai pembudidaya. Dari 11 petani/pembudidaya responden, terdapat 7 orang yang menanam padi, 6 orang menanam jagung, 8 orang menanam ubi jalar, 7 orang menanam ketela pohon, 7 orang menanam bengkuang, 5 orang menanam mentimun, 5 orang membudidaya ikan mas, 5 orang membudidaya ikan mujair, dan 5 orang membudidaya ikan bawal.

Umur termuda petani/pembudidaya responden adalah 28 tahun dan umur tertua adalah 56 tahun. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki. Umur petani responden yang berusia 21-30 tahun sebanyak 1 orang atau 9.09 persen. Umur petani yang berusia 31-40 tahun sebanyak 2 orang atau 18.18 persen. Data mengenai umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi umur petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

21-30 1 9.09

31-40 2 18.18

41-50 4 36.36

51-60 4 36.36

Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden masih tergolong rendah karena persentase terbesar yaitu 45.45 persen tamat SD. Petani/pembudidaya responden yang tamat SMP sebanyak 2 orang atau 18.18 persen dan petani/pembudidaya yang tamat SMA sebanyak 4 orang atau 36.36 persen. Data mengenai tingkat pendidikan responden di desa Cihideung Ilir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 5 45.45

SMP 2 18.18

SMA 4 36.36

Total 11 100

Petani responden yang memiliki luas lahan kurang dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 12.50 persen dan petani yang memiliki lahan 1000-5000 m2 sebanyak 5 orang atau 62.50 persen. Luas lahan sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima petani dari komoditi pangan yang ditanam. Luas lahan yang dimiliki petani responden adalah sawah irigasi dengan status kepemilikan sendiri, sewa, ataupun bagi hasil. Data mengenai struktur luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas Sawah Irigasi Petani Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Luas Sawah Irigasi (m2) Jumlah (Orang) Persentase (%)

≤1000 1 12.50

1000-5000 5 62.50

>5000 2 25.00

Total 8 100

Pembudidaya responden yang memiliki luas kolam 500-1000 m2 sebanyak 4 orang atau 80 persen dan pembudidaya yang memiliki kolam lebih dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 20 persen. Luas kolam sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima pembudidaya dari ikan yang dibudidayakan. Luas kolam yang dimiliki pembudidaya responden status kepemilikannya adalah sendiri dan bagi hasil. Data mengenai struktur luas kolam petani responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas Kolam Pembudidaya Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Luas Kolam (m2) Jumlah (Orang) Persentase (%)

500-1000 4 80.00

>1000 1 20.00

23

Karakteristik Pedagang Responden

Pedagang responden yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 29 orang, yang terdiri dari 3 tengkulak, 5 penggilingan, 12 pedagang besar, 6 pedagang kecil, dan 3 pedagang pengecer. Dari 29 pedagang responden, terdapat 13 orang yang berdagang padi/beras, 8 orang berdagang jagung, 12 orang berdagang ubi jalar, 12 orang berdagang ketela pohon, 9 orang berdagang bengkuang, 9 orang berdagang mentimun, 13 orang berdagang ikan mas, 12 orang berdagang ikan mujair, dan 8 orang berdagang ikan bawal.

Pedagang responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang atau 89.66 persen, sedangkan pedagang responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang atau 10.34 persen. Umur termuda pedagang responden adalah 17 tahun dan tertua adalah 60 tahun. Komposisi umur pedagang responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi Umur Pedagang Responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

≤20 2 6.90 21-30 6 20.69 31-40 11 37.93 41-50 4 13.79 51-60 6 20.69 Total 29 100

Tingkat pendidikan pedagang responden sebagian besar tamat SMP. Pedagang responden yang tamat perguruan tinggi hanya 1 orang, hal tersebut dikarenakan responden sudah pensiun dari pekerjaannya dan menjalani masa pensiunnya dengan menjadi pedagang pengecer. Data mengenai tingkat pendidikan pedagang responden ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Tingkat pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 8 27.59

SMP 12 41.38

SMA 8 27.59

Perguruan Tinggi 1 3.45

Beras Saluran tataniaga

Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari tengkulak dan penggilingan, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Jenis padi yang ditanam oleh petani Cihideung Ilir salah satunya adalah jenis IR 64 dan merupakan jenis padi yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis IR 64. Sistem tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga, yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-penggilingan-pedagang besar-konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-penggilingan-konsumen

Saluran tataniaga 5 : petani-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 6 : petani-konsumen

Saluran distribusi beras pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 4.

Saluran Tataniaga 1

Saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Petani menjual padi kepada tengkulak masih dalam bentuk gabah basah. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa petani yang menjual gabahnya melalui tengkulak terdapat 1 dari 7 orang petani yang diwawancarai. Alasan petani menjual gabahnya kepada tengkulak dalam bentuk gabah adalah karena petani tidak perlu menjemur atau menggiling gabahnya, karena umumnya yang dijual petani adalah gabah basah. Harga jual gabah basah dari petani ke tengkulak antara Rp 2000,- sampai Rp 2200,- per Kg gabah basah atau Rp 3333,- sampai Rp 3667,- per Kg beras. Umumnya dari 100% gabah beras yang dihasilkan adalah 60% nya (Nursalim & Yetti 2007).

25 Gambar 4 Saluran distribusi komoditas beras

Umumnya petani yang menjual gabahnya ke tengkulak karena lokasi sawah atau rumahnya jauh dari penggilingan, sehingga jika menjual ke penggilingan diperlukan biaya tambahan berupa biaya transportasi untuk mengangkut gabah petani ke penggilingan padi.

Tengkulak kemudian menjual gabah dari peteni ke penggilingan dan masih dalam bentuk gabah basah, gabah dari tengkulak ini dijual dengan harga Rp 2200,- sampai Rp 2500,- per Kg gabah atau setara dengan Rp 3667,- sampai Rp 4167,- per Kg beras. Dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras dengan harga Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras. Pedagang .besar menjual beras yang telah dibelinya dari tengkulak kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras. Perbedaan harga jual yang lebih murah atau lebih rendah dari harga beli disebabkan karena pedang besar tidak membeli beras dari penggilingan yang diteliti namun membeli berasnya dari luar kota dengan alasan harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan jika membeli dari pengilingan di Bogor. Kemudian pedagang pengecer menjual beras kepada konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Petani menjual padi kepada penggilingan masih dalam bentuk gabah basah. Jenis tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani umumnya menjual langsung gabah basahnya pada penggilingan karena petani tidak perlu menjemur atau menambah biaya untuk penggilingan. Jika petani menggilingkan padi di penggilingan, maka petani akan dikenakan biaya 10% dari beras yang dihasilkan atau petani harus membayar Rp 6000,- /10 Kg beras yang dihasilkan. Harga jual gabah basah dari petani ke penggilingan antara Rp 2300,- sampai Rp 2500,- per Kg gabah basah atau Rp 3833,- sampai Rp 4167,- beras (setelah dikonversi dengan membagi 0.6). Sedangkan harga jual beras dari penggilingan ke pedagang besar adalah Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 3

Saluran tataniaga tiga merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-pedagang besar-konsumen. Saluran tataniaga tiga ini hamper sama dengan saluran tataniaga dua yaitu petani menjual gabahnya ke

27

penggilingan, dan dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras. Pedagang besar menjual berasnya kepada pedagang pengecer atau langsung menjualnya kepada konsumen. Menurut wawancara yang dilakukan peneliti, harga jual beras dari pedagang besar ke pedagang pengecer atau langsung kepaa konsumen tidak ada perbedaan harga, yaitu Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 4

Saluran tataniaga empat merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara. Dari petani ke konsumen hanya terdapat satu perantara yaitu penggilingan. Saluran tataniaga empat ini jarang terjadi, biasanya konsumen yang membeli beras langsung ke penggilingan adalah tetangga atau penduduk di Desa Cihideung Ilir yang dekat dengan penggilingan. Harga jual beras dari penggilingan ke konsumen adalah Rp 6500 – Rp 7000,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 5

Saluran tataniaga lima merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang pengecer-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara yang biasanya dalam pasar konsumsi disebut pengecer. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 4 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani setelah panen tidak langsung menjual gabahnya kepada tengkulak atau penggilingan, namun menggilingkan gabahnya ke penggilingan dengan biaya 10% dari beras yang dihasilkan. Petani akan menyimpan berasnya di lumbung untuk kebutuhan sehari-hari dan jika petani merasa berasnya berlebih, maka kelebihan berasnya akan dijual. Biasanya kelebihan beras ini oleh petani akan dijual kepada pedagang pengecer atau warung yang terdapat di Desa Cihideung Ilir, yang umumnya adalah tetangga, saudara, atau istri petani itu sendiri. Petani menjual berasnya kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 6500,- per Kg dan dijual kembali oleh pedagang pengecer dengan Harga Rp 7000,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 6

Saluran tataniaga enam adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran nol tingkat (zero level channel) atau dinamakan juga saluran pesaran langsung.

Terdapat tiga cara utama dalam penjualan langsung yaitu door-to-door, mail order, dan toko milik pabrikan sendiri. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa cara penjualan yang paling banyak adalah melalui toko milik pabrikan sendiri, yaitu pada tetangga atau kerabat petani yang ingin membeli langsung dari petani dengan harga Rp 7000,- per Kg beras.

Tabel 8 menyajikan harga komoditas beras diberbagai tingkat distribusi. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari penggilingan ke pedagang besar dengan nilai coefficient of variance sebesar 0.08, Standar deviasi Rp 472.58/Kg, dan selisih antara minimum dam maksimal sebesar Rp 900,- per Kg beras, keberagaman harga ini diduga karena perbedaan kualitas beras yang dihasilkan dari gabah yang telah digiling dan perbedaan tempat pembelian atau perbedaan tempat penggilingan. Sedangkan harga dari petani ke pedagang kecil, petani ke konsumen, dan pedagang kecil ke konsumen sama atau tidak terdapat perbedaan, dengan coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Tidak adanya perbedaan harga di tingkat konsumen dan pedagang kecil disebabkan karena saat wawancara terjadi tidak terdapat pergolakan harga.

Tabel 8 Harga beras (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 3 3444 192.55 0.06 3333 3667 Petani Penggilingan 3 3944 192.45 0.05 3833 4167 Petani Pedagang Kecil 4 6500 0 0.00 6500 6500

Petani Konsumen 5 7000 0 0.00 7000 7000

Tengkulak Penggilingan 4 3833 235.78 0.06 3667 4167 Penggilingan Pedagang Besar 3 5967 472.58 0.08 5600 6500 Penggilingan Konsumen 2 6750 353.55 0.05 6500 7000 Pedagang Besar Pedagang pengecer 3 5667 230.94 0.04 5400 5800 Pedagang Besar Konsumen 3 5667 230.94 0.04 5400 5800 Pedagang Kecil Konsumen 4 7000 0 0.00 7000 7000 Harga Zat Gizi Beras

Harga energi beras tertinggi terdapat pada tingkat konsumen sebesar Rp 196.1,- per 100 Kal, sedangkan harga energi terendah sebesar Rp 96.5,- per 100 Kal terdapat pada tingkat tengkulak. Harga protein beras yang tertinggi sebesar Rp 83.3,- per g terdapat pada tingkat konsumen dan harga protein beras yang terendah sebesar Rp 41,- per g terdapat pada tingkat tengkulak. Harga zat gizi beras secara rinci disajikan pada Tabel 9.

29

Tabel 9 Harga zat gizi beras di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Harga (Rp/Kg) Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 3444 96.5 41.0 Petani Penggilingan 3944 110.5 47.0

Petani Pedagang Kecil 6500 182.1 77.4

Petani Konsumen 7000 196.1 83.3

Tengkulak Penggilingan 3833 107.4 45.6 Penggilingan Pedagang Besar 5967 167.1 71.0

Penggilingan Konsumen 6750 189.1 80.4

Pedagang Besar Pedagang Kecil 5667 158.7 67.5 Pedagang Besar Konsumen 5667 158.7 67.5 Pedagang Kecil Konsumen 7000 196.1 83.3

Jagung Manis Saluran tataniaga

Jagung yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan jenis jagung manis atau sweet corn. Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda.Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir, yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang

kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran distribusi jagung pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 5.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Petani jagung tidak dapat menjual hasil panennya langsung kepada konsumen karena hasil panen jagung yang terlalu banyak serta petani tidak biasa menyimpan hasil panen. Setelah petani jagung panen, umumnya langsung dijual ke tengkulak dengan harga Rp 1000,- sampai Rp 2500,- per Kg jagung. Harga ini tergantung oleh harga yang berlaku saat panen dan tergantung pada jenis jagung yang ditanam, semakin bagus jenis jagung yang ditanam, maka semakin tinggi harganya.

30 Gambar 5 Saluran distribusi komoditas jagung manis

31

Setelah itu tengkulak menjual lagi jagung tersebut kepada pedagang besar di pasar atau biasa disebut tengkulak pasar dengan harga Rp 1500,- sampai Rp 3000,- per Kg jagung. Lalu didiversikan pada pedagang kecil dengan harga Rp 2500,- per Kg.

Saat jagung berada pada pedagang besar, jagung tidak di sortir atau dipilih-pilih. Pembelian jagung masih dalam bentuk karungan dan belum dibersihkan atau masih kotor, pensortiran terjadi pada pedagang kecil. Pedagang kecil dapat menjual jagung baik yang sudah dibersihkan atau belum dibersihkan kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 4000,- sampai Rp 6500,-. Harga Rp 4000 jika tidak dibersihkan dan harga Rp 6500,- jika jagung sudah dibersihkan. Biasanya pedagang pengecer membeli jagung yang sudah dibersihkan dengan harga Rp 6500,- per Kg jagung dan menjualnya ke konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg Jagung.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Petani jagung menjual hasil panennya kepada tengkulak dan dijual kembali oleh tengkulak kepada pedagang besar. Pedagang besar kemudian menjualnya kepada pedagang kecil di pasar. Pada saluran tataniaga ini konsumen dapat membeli langsung jagung kepada pedagang kecil di pasar dengan harga Rp 3000- Rp 4000,- per Kg jagung. Pada pedagang kecil jagung dibersihkan dari kulit yang tidak perlu dan dijual kepada konsumen dengan harga Rp 4000,- dan bila jagung sudah dibersihkan dapat dijual dengan harga mencapai Rp 6500,- per Kg. Menurut hasil wawancara, konsumen membeli jagung manis di pasar dengan keadaan masih belum dibersihkan dengan tujuan harga yang ditawarkan relatif murah.

Berdasarkan data harga jagung pada berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling bervariasi adalah harga dari petani kepada tengkulak dengan nilai coefficient of variance sebesar 0.32, hal ini disebabkan karena perbedaan kualitas dan perbedaan tengkulak yang membeli hasil panen jagung. Sedangkan harga relatif sama terdapat pada harga pedagang besar ke pedagang kecil dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Tidak adanya perbedaan ini diduga karena pedagang besar yang menjadi responden hanya dua orang sehingga di duga terdapat pedagang besar lain yang membeli jagung dari tengkulak dengan harga yang berbeda. Berdasarkan nilai standar deviasi yang tertinggi yaitu harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer

dengan nilai Rp 1204.16/Kg, hal ini diduga karena selisih minimum dan maksimum penjualan yang tinggi yaitu Rp 2500,- per Kg. Harga jual dan harga beli jagung dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Harga komoditas jagung di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 6 1817 587.93 0.32 1000 2500 Tengkulak Pedagang Besar 5 2200 543.14 0.25 1500 3000 Pedagang Besar Pedagang Kecil 2 2500 0.00 0.00 2500 2500 Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 5300 1204.16 0.23 4000 6500 Pedagang Kecil Konsumen 2 3500 707.11 0.20 3000 4000 Pedagang pengecer Konsumen 3 6833 288.68 0.04 6500 7000

Harga Zat Gizi Jagung Manis

Harga energi tertinggi jagung manis berada pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen sebesar Rp 464.8,- per 100 Kal, sedangkan harga energi terendah berada di tingkat tengkulak dengan harga Rp 123.6,- per 100 Kal. Harga protein tertinggi terdapat pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen dengan harga Rp 134,- per g dan harga protein terendah terdapat pada tingkat tengkulak dengan harga Rp 35.6,- per g. Harga zat gizi jagung manis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Harga zat gizi jagung (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

Harga (Rp/Kg)

Harga Zat Gizi

Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal) Protein (Rp/g) Petani Tengkulak 1817 123.6 35.6

Tengkulak Pedagang Besar 2200 149.7 43.1

Pedagang Besar Pedagang Kecil 2500 170.1 49.0 Pedagang Kecil Pedagang pengecer 5300 360.5 103.9

Pedagang Kecil Konsumen 3500 238.1 68.6

Pedagang pengecer Konsumen 6833 464.8 134.0

Ubi Jalar Saluran tataniaga

Ubi jalar mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan sepanjang tahun. Varietas ubi jalar sangat beragam. Dua kelompok ubi jalar yang umum dibudidayakan adalah jenis ubi jalar yang memiliki daging ubi keras (padat) , kering dan berwarna putih dan jenis ubi jalar dengan daging umbi lunak, kadar air tinggi dan warnanya kuning–oranye.

33

Ubi jalar yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan ubi jalar putih. Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda .

Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-tengkulak-pedagang besar -konsumen

Saluran distribusi ubi jalar di berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 6.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu yaitu saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Seperti halnya dengan jagung, para petani ubi tidak langsung menjual hasil panennya kepada konsumen. Biasanya para petani ubi setelah memasuki masa panen, akan menghubungi tengkulak untuk menjual hasil panennya. Kemudian tengkulak menyiapkan pegawai untuk mencabuti ubi dan ditimbang di rumah tengkulak, sehingga petani ubi tidak menanggung biaya untuk mencabuti ubi dan menerima laba bersih Rp 800,- Kg ubi jalar. Harga ini tergantung dari harga ubi yang berlaku saat panen. Desa cihideung Ilir merupakan desa penghasil ubi yang cukup besar karena hampir seluruh petani menanam ubi, hal ini dikarenakan menanam ubi lebih sedikit biaya perawatan dan ubi jalar mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering sehingga laba yang diperoleh lebih besar daripada jika menanam sayuran. Dari tengkulak kemudian dibawa dengan truk ke pedagang besar.

Terdapat dua tempat yang dipilih tengkulak untuk menjual bahan pangan yang dibeli dari petani, yaitu pertama Pasar Anyar dan kedua Pasar Induk Salabenda Bogor.

34 Gambar 6 Saluran distribusi komoditas ubi jalar

35

Pilihan tempat penjualan ini didasarkan oleh langganan tengkulak sehingga mernurut Limbong dan Sitorus (1985) berlaku “the law of market” yang artinya yaitu : kalau petani bebas memilih pasar, dan petani tersebut memilih harga yang lebih tinggi daripada harga yang rendah, maka batas antara dua pasar yang bersaing akan berada pada suatu titik batas, dimana harga dikurangi ongkos

Dokumen terkait