• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsensampai konsumen di desa Cihideung Ilir kecamatan Ciampea kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsensampai konsumen di desa Cihideung Ilir kecamatan Ciampea kabupaten Bogor"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HARGA PANGAN DAN ZAT GIZI

PADA TINGKAT PRODUSEN SAMPAI KONSUMEN

DI DESA CIHIDEUNG ILIR

KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

FIBRY RETNANINGSIH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

FIBRY RETNANINGSIH. Analysis of Food and Nutrients Prices at The Level of Producers To Consumers in The Cihideung Ilir Village Ciampea Bogor . Supervised by Dadang Sukandar.

This study about the price of food and nutrients at the level of producer to consumers in The Cihideung Ilir Village Ciampea Bogor . Purpose of this study is to analyze the prices of food and nutrients at the level of consumers and producers, to analyze the trading system of channels and agencies. This study used survey method and data prosesed using Microsoft Excel.

Food in this study such as rice, sweet corn, sweet potatoes, cassava, yam, cucumber, gold fish, tilapia fish, and pomfret fish. Result of these studies show that each food has a different channel trading system. Tract of rice trading system is from farmers – traders/middlemen – wholeseller – milling – retailers – consumers. Trading system of sweet corn, sweet potatoes, cassava, yam, cucumber, gold fish, and tilapia fish is farmers - traders/middlemen – wholeseller – small traders – retailers – consumers.

Food prices from farmers to consumers having different ranges of each food. Rice prices at the consumer level reaches 2x the price level producers/farmers. Corn prices at the consumer level reached 3.7x at the farm level prices. Sweet potato prices at the consumer level reached 3.7x at the farm level prices. Prices of cassava at the level of consumer prices reached 6.6x at the farm level. Yam prices at the consumer level reached 2.1x at the farm level prices. Cucumber prices at the consumer level reached 4.6x at the farm level prices. Price gold fish at the level of consumer prices reached 1.3x at the level of farmers. Tilapia fish prices at the level of consumer prices reached 1.7x at the farmers level. Pomfret fish prices at the level of consumer prices reached 1.7x at farmers level.

(3)

RINGKASAN

FIBRY RETNANINGSIH. Analisis Harga Pangan dan Zat Gizi pada Tingkat Produsen Sampai Konsumen di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009) rendahnya ketersediaan dan konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dapat terjadi karena adanya masalah dalam distribusi dan akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan. Distribusi pangan meliputi keterjangkauan, informasi dan data, biaya, sarana dan infrastruktur yang mendukung. Oleh karena itu harga pangan sangat ditentukan oleh faktor distribusi dan secara tidak langsung juga mempengaruhi harga zat gizi pangan. Tujuan umum penyusunan proposal ini adalah untuk mengetahui harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsen sampai konsumen di Kecamatan Ciampea.

Penelitian ini menggunakan menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor pada bulan Desember 2010 – Februari 2011. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jalur distribusi pangan dan harga pangan. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi dan Zat Gizi Pangan. Data jalur distribusi dan harga pangan diperoleh melalui beberapa tahap. Tahap pertama yaitu pengambilan data yang dimulai dengan melakukan survey ke lokasi penelitian (Desa Cihideung Ilir), kemudian dipilih tempat yang banyak petani beras, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, dan pembudidaya ikan air tawar seperti ikan bawal, ikan mujair, dan ikan mas yaitu di RW 01, RW 02, dan RW 03.

Beras mempunyai enam saluran tataniaga, harga beras sampai dengan konsumen mencapai 2x harga pada tingkat petani. Setelah panen, umumnya petani menjual gabahnya ke tengngkulak atau ke penggilingan. Harga beras sampai dengan konsumen mencapai Rp 7000,- per Kg. Jagung mempunyai dua saluran tataniaga. Perbedaannya adalah dari pedagang kecil dapat menjual ke pedagang pengecer atau langsung ke konsumen. Petani jagung menjual jagung yang belum dibersihkan dengan harga Rp 1000,- sampai Rp 2500,- per Kg. dan sampai ke konsumen dengan harga Rp 4000,- per Kg. Jika jagung sudah dibersihkan dari kulit-kulit yang tidak perlu, harga jagung dapat mencapai Rp 7000,- sampai pada konsumen. Ubi jalar mempunyai tiga saluran tataniaga, yaitu pedagang besar dapat menjual ke pedagang kecil atau langsung ke konsumen dan dari pedagang kecil dapat menjual ke pedagang pengecer atau langsung ke konsumen.

Harga ubi jalar di tingkat petani Rp 800 per Kg, harga ini sudah bersih karena biaya pencabutan dan kuli di tanggung oleh tengkulak. Harga ubi ditingkat konsumen mencapai Rp 3000,- per Kg.Ketela pohon mempunyai tiga saluran tataniaga seperti ubi jalar. Harga ketela pohon di tingkat petani antara Rp 300,- sampai Rp 600,- per Kg. Harga ketela pohon di tingkat konsumen dapat mencapai Rp 2000,- per Kg. Bengkuang terdapat dua saluran tataniaga. Harga bengkuang di tingkat petani antara Rp 1700,- sampai Rp 2000,- per Kg. Harga di tingkat konsumen bervariasi dari harga Rp 3500,- sampai Rp 8000,- per Kg. Mentimun mempunyai dua saluran tataniaga. Harga di tingkat petani berkisar antara Rp 1000,- sampai Rp 1200,- per Kg. Harga di tingkat konsumen mencapai Rp 5000,- per Kg.

(4)

untuk sampai ke konsumen. Harga ikan mas di tingkat petani yaitu Rp 16000,- sampai Rp 16500,- per Kg dan sampai pada konsumen mencapai Rp 22000,- per Kg. Ikan mujair mempunyai empat saluran tataniaga seperti ikan mas. Harga ikan mujair di tingkat petani yaitu Rp 8000,- sampai Rp 9000,- per Kg. Harga ikan mujair di tingkat konsumen mencapai Rp 16000,-. Ikan bawal mempunyai dua saluran tataniaga, yaitu petani dapat menjual ke tengkulak atau langsung ke pedagang besar. Harga jual ikan bawal di tingkat petani antara Rp 8500,- sampai Rp 10000,- per Kg, sedangkan harga di tingkat konsumen mencapai Rp 17000,- per Kg.

Harga energi di tingkat konsumen yang paling murah yaitu ketela pohon dengan harga Rp 129.9,-/100 Kal diikuti oleh beras Rp 196.1,-/100 Kal, ubi jalar Rp 340.9,-/100 Kal, jagung Rp 464.8,-/100 Kal, bengkuang Rp 649.7,-/100 Kal, ikan mujair Rp 1685.4,-/100 Kal, ikan bawal Rp 1714.3,-/100 Kal, ikan mas Rp 2558.1,-/100 Kal, dan yang paling mahal adalah mentimun Rp 6458.8,-/100 Kal.

(5)

Judul Skripsi : Analisis Harga Pangan dan Zat Gizi pada Tingkat Produsen sampai Konsumen di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Nama : Fibry Retnaningsih

NIM : I14062860

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir Dadang Sukandar, M.Sc NIP. 19590725 198509 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(6)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana WaTa’ala karena atas rahmat dan karunia-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan lancar. Penulis juga tidak lupa melimpahkan salam serta shalawat kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, beserta para pengikutnya yang selalu setia bersamanya.

Selama pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan tugas akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Ir Dadang Sukandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan saran kepada penulis.

2. Dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji skripsi, Dr. Ir Dodik Briawan, MCN yang telah memberikan saran perbaikan dalam penyempurnaan skripsi.

3. Dr. Ir Budi Setiawan, MS selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, dan Dr. Ir Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing akademik.

4. Orang tua penulis H. M Suratno dan Nunik Wahyuningsih, adik penulis M Arif WS dan M Ikhsan RS yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

5. Suami tercinta D Mitrasetio Pribadi, Amd.Kom, anak tersayang Silviani Putriningsih, Ir. R Sad Hutomo Pribadi M.Si dan Ani Suryanti selaku bapak dan ibu mertua penulis yang telah banyak membantu memberikan saran kepada penulis.

6. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) dan rekan-rekan dan sahabat Gizi Masyarakat IPB angkatan 43, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Tak ada gading yang tak retak. Penulis memahami masih terdapat kekurangan dalam pembuatan tugas ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya karya yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Boyolali, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 3 Februari 1988. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari Ayahandayang bernama Muhammad Suratno dan Ibunda yang bernama Nunik Wahyuningsih.Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN Ngaru-aru II Boyolali dan dilanjutkan di SDN 07 Pagi Jakartapada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP 247 Jakarta) dan selesai pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulismelanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA N 1 Boyolali) dan selesai pada tahun 2006.

Tahun 2006 penulis di terima di Program Sarjana IPB melalui jalurUSMI sebagai Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi mayor Ilmu Gizi dan Minor Perkembangan Anak Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia dan selesai pada tahun 2011.

Selama menjadi mahasiswi IPB, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti BEM IPB Bersatu tahun 2006, Koperasi Mahasiswa tahun 2006, Pramuka tahun 2006 dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti Program kreativitas mahasiswa.

(8)

DAFTAR ISI

DATAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Tataniaga Pertanian ... 3

Sistem Pangan dan Gizi ... 5

Distribusi Pangan ... 6

Komoditas Pangan ... 7

Saluran dan Lembaga Pemasaran ... 11

Marjin Tataniaga ... 12

Harga dan Kebijakan Harga Pangan ... 13

Grading dan Standarisasi ... 14

Pemanfaatan Lahan Pekarangan ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODE PENELITIAN... 17

Desain, Tempat, dan Waktu ... 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 17

Pengolahan dan Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 21

Karakteristik Petani Responden ... 21

Karakteristik Pedagang Responden ... 23

Beras ... 24

Jagung Manis ... 29

Ubi Jalar ... 32

Ketela Pohon ... 37

Bengkuang ... 41

(9)

ii

Ikan Mas ... 48

Ikan Mujair ... 51

Ikan Bawal ... 55

Harga Pangan dan Gizi ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jenis dan cara pengumpulan data... 18

2. Komposisi umur petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ... 21

3. Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ... 22

4. Luas sawah irigasi petani responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ... 22

5. Luas kolam pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ... 22

6. Komposisi umur pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor ... 23

7. Tingkat pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor ... 23

8. Harga beras (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi ... 28

9. Harga zat gizi Beras di berbagai tingkat distribusi ... 29

10. Harga komoditas jagung di berbagai tingkat distribusi ... 32

11. Harga zat gizi jagung di berbagai tingkat distribusi ... 32

12. Harga komoditas ubi jalar di berbagai tingkat distribusi ... 36

13. Harga zat gizi ubi jalar di berbagai tingkat distribusi ... 37

14. Harga komoditas ketela pohon di berbagai tingkat distribusi ... 40

15. Harga zat gizi ketela pohon di berbagai tingkat distribusi ... 41

16. Harga komoditas bengkuang di berbagai tingkat distribusi ... 43

17. Harga zat gizi bengkuang di berbagai tingkat distribusi ... 44

18. Harga komoditas mentimun di berbagai tingkat distribusi ... 47

19. Harga zat gizi mentimun di berbagai tingkat distribusi ... 47

20. Harga komoditas ikan mas di berbagai tingkat distribusi ... 51

21. Harga zat gizi ikan mas di berbagai tingkat distribusi ... 51

22. Harga komoditas ikan mujair di berbagai tingkat distribusi ... 54

23. Harga zat gizi ikan mujair di berbagai tingkat distribusi ... 55

24. Harga komoditas ikan bawal di berbagai tingkat distribusi ... 57

25. Harga zat gizi ikan bawal di berbagai tingkat distribusi ... 58

(11)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Sistem Pangan dan Gizi ... 6

2. Bagan kerangka pemikiran ... 16

3. Contoh pola saluran pemasaran / distribusi bahan pangan ... 18

4. Saluran Distribusi Komoditas Beras ... 25

5. Saluran Distribusi Komoditas Jagung ... 30

6. Saluran Distribusi Komoditas Ubi Jalar ... 34

7. Saluran Distribusi Komoditas ketela pohon ... 38

8. Saluran Distribusi Komoditas bengkuang ... 42

9. Saluran Distribusi Komoditas mentimun ... 46

10. Saluran Distribusi Komoditas ikan mas ... 49

11. Saluran Distribusi Komoditas ikan Mujair ... 53

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner ... 62

2. Data pengolahan untuk harga pangan ... 65

3. Tabulasi harga pangan(Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi ... 65

(13)

3

PENDAHULUAN

Latar belakang

Terpenuhinya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau oleh seluruh rumah tangga merupakan sasaran utama dalam pembangunan ekonomi setiap negara di dunia. Bagi Indonesia, rumusan mengenai definisi ketahanan pangan diformulasikan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Dalam implementasinya, GBHN 1999-2004 mengarahkan agar ketahanan pangan nasional dicapai dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, serta memperhatikan kesejahteraan para produsennya, yang pada umumnya adalah para petani, peternak, dan nelayan kecil.

Peraturan pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002, yang merupakan penjabaran dari UU no 7 tahun 1996, telah menetapkan peraturan perundangan yang terkait dengan perubahan strategi pembangunan ketahanan pangan. Secara operasional, implementasi PP No. 68 Tahun 2002 tersebut akan bertumpu pada usaha-usaha yang terkait : (a) peningkatan produksi dan produktivitas, (b) pengelolaan pemanfaatan produksi dalam negeri dan pemasukan/impor, (c) pengelolaan cadangan pangan, dan (d) distribusi pangan. Operasionalisasi keempat usaha pokok di atas akan menentukan pencapaian ketahanan pangan rakyat Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang.

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009) rendahnya ketersediaan dan konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dapat terjadi karena adanya masalah dalam distribusi dan akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan. Distribusi pangan meliputi keterjangkauan, informasi dan data, biaya, sarana dan infrastruktur yang mendukung. Oleh karena itu harga pangan sangat ditentukan oleh faktor distribusi dan secara tidak langsung juga mempengaruhi harga zat gizi pangan.

(14)

Perumusan Masalah

Harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsen sampai konsumen dapat berbeda, tergantung panjang atau pendeknya saluran distribusi yang terlibat. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagaimana saluran dan lembaga tataniaga pangan, meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen?

2. Berapa harga pangan meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen?

3. Berapa harga zat gizi pangan meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsen sampai konsumen di Kecamatan Ciampea. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut:

Tujuan Khusus

1. Menganalisis saluran dan lembaga tataniaga pangan, meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen.

2. Menganalisis harga pangan meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen.

3. Menganalisis harga energi dan protein pada serealia, umbi-umbian, dan ikan, serta menganalisis harga energi dan phospor pada sayur-mayur pada tingkat produsen sampai konsumen.

Kegunaan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tataniaga Pertanian

Menurut Sudiyono (2002), tataniaga pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan melaksanakan satu atau lebih tataniaga. Tataniaga pertanian tidak hanya meliputi aliran komoditi pertanian yang terjadi setelah proses produksi pada usahatani, tetapi juga meliputi penyediaan input produksi untuk melakukan proses produksi.

Limbong dan Sitorus (1985) mengungkapkan bahwa tataniaga pertanian mencakup semua kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu termasuk didalamya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya.

Khols dan Uhl (2002) mendefinisikan tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang didalamnya terdapat aliran barang dan jasa dari titik produksi sampai ke titik konsumen. Produksi adalah penciptaan kepuasan, proses membuat kegunaan barang dan jasa. Kepuasan dibentuk dari proses produktif yang diklarifikasikan menjadi kegunaan bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan. Pendekatan dalam tataniaga pertanian terbagi menjadi tiga, yaitu : pendekatan kelembagaan, pendekatan fungsi, dan pendekatan sistim.

1. Pendekatan kelembagaan

(16)

Marketing adalah perantara individu-individu atau yang mengkonsentrasikan spesialisasi bisnis dalam pelaksanaan fungsi tataniaga, termasuk fungsi pembelian dan penjualan barang-barang dalam aliran produk dari produsen ke konsumen akhir. Macam-macam Middlemen Marketing diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Merchant Middlemen adalah perusahaan yang memiliki dan memperdagangkan produk (menguasai dan memiliki) terdiri dari retailer dan wholesaler.

b. Agent Middlemen adalah perusahaan yang mewakili pemilik dalam memperdagangkan produk, terdiri dari broker dan comissionmen. c. Speculative Middlemen adalah perusahaan yang mencari untung dari

penjualan atau pembelian produk karena fluktuasi harga jangka pendek.

d. Processors dan manufactures adalah organisasi yang melekukan aktifitas mengubah bentuk.

e. Facilitative organization adalah organisasi yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses pemasaran tetapi membantu kelancaran proses pemasaran.

2. Pendekatan Fungsi

Pendekatan fungsi merupakan pendekatan yang mempelajari masalah-masalah pemasaran dari segi kegiatan atau fungsi-fungsi yang dalakukan dari proses penyaluran barang dan jasa mulai dari titik produsen sampai titik konsumen (Limbong & Sitorus 1985). Melalui metode ini dapat diklarifikasikan kegiatan yang berlangsung dalam proses tataniaga dengan menjabarkan proses tersebut kedalam fungsi-fungsi tataniaga, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan, yang terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

b. Fungsi fisik meliputi aktivitas penanganan, pergerakan, perubahan fisik dari suatu komoditi, yang meliputi fungsi penyimpanan, fungsi transportasi, dan fungsi pengolahan.

(17)

5

3. Pendekatan Sistim

Proses tataniaga berubah secara kontinyu dalam kombinasi kelembagaan dan fungsi, oleh karena itu diperlukan pendekatan sistim. Empat masalah utama diantaranya adalah sistim input-output, sistim kekuatan, sistim komunikasi, dan sistim tingkah laku untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Limbong dan Sitorus (1985) menyebut pendekatan ini sebagai pendekatan teori ekonomi, yang lebih menitiberatkan kepada masalah-masalah penawaran, permintaan, harga, bentuk-bentuk pasar dan lain-lain. Pendekatan ini harus terpusat pada koordinasi antar tingkat lembaga tataniaga.

Limbong dan Sitorus (1985) juga mengungkapkan satu hal lagi terkait dengan pendekatan dalam pemasaran, yaitu pendekatan barang. Pendekatan ini adalah pendekatan yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produksi ke titik konsumen. Beberapa permasalahan yang sering ada yaitu mengenai kerusakan, kehilangan dan kesegaran. Selain itu juga muncul masalah yang timbul setelah komoditi itu dipanen.

Menurut Mubyarto (1989) tataniaga di Indonesia merupkan bagian yang paling lemah dalam mata rantai perekonomian atau dalam aliran barang-barang. Artinya bahwa efisiensi dibidang tataniaga masih rendah, sehingga kemungkinannya untuk dipertinggi masih besar. Sistim tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat: 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu.

Sistem Pangan dan Gizi

(18)

normal dan sebaliknya jika ada satu atau lebih komponen sistem pangan dan gizi terganggu, maka status individu dapat menjadi kurang atau tidak normal.

Komponen distribusi pangan meliputi transportasi, penyimpanan, pengolahan, pengemasan dan pemasaran. Pada distribusi pangan yang diteliti yaitu beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal pengamatan yang diteliti tidak mencakup pengolahan dan pengemasan, sehingga bahan pangan masih dalam keadaan mentah sampai ke tangan konsumen. Bahan pangan biasanya mengalami proses pengankutan atau transportasi, penyimpanan bila perlu, dan pemasaran.

Sistem pangan dan gizi adalah suatu rangkaian masukan, proses, dan keluaran sejak pangan masih dalam tahap produksi (berupa bahan produk primer maupun olahan) sampai dengan tahap akhir, yaitu pemanfaatannya dalam tubuh manusia yang diwujudkan oleh status gizi (Baliwati YF & Roosita K 2004). Hal ini berarti dalam sistem tersebut terdapat serangkaian komponen atau subsistem, yaitu produksi/ketersediaan pangan, distribusi, konsumsi, dan gizi seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.

Gambar 1 Sistem pangan dan gizi Distribusi Pangan

(19)

7

Penny (1990) mengungkapkan pasar adalah tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk berdagang. Pasar timbul setelah terjadi proses ekonomi yang didasari oleh perencanaan yang bersifat kekeluargaan. Pasar pada saat ini berkembang jauh lebih luas dan lebih penting sebagai faktor penentu bagi produksi dan distribusi.

Suatu wilayah dikatakan mempunyai akses pangan yang tinggi jika di wilayah tersebut terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok. Dikatakan mempunyai akses pangan yang sedang jika tidak terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok di wilayah tersebut, namun jarak pasar kurang dari sama dengan 3 km dari wilayah tersebut, dan dikatakan akses pangan rendah jika jarak pasar terdekat lebih dari 3 km (Deptan 2007).

Mata pencaharian berhubungan erat dengan akses pangan meliputi produksi rumah tangga dan alat untuk memperoleh pendapatan. Matapencaharian meliputi suatu kemampuan rumah tangga, asset-aset dan aktivitas yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan) (World Food Programme 2005). Fungsi dari akses terhadap sumber nafkah adalah daya beli rumah tangga, berarti akses pangan terjamin, seiring terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang. Keterjangkauan pangan tergantung pada kesinambungan sumber nafkah. Jumlah orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak punya akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap panga dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut (Deptan dan WFP 2005).

Komoditas Pangan 1. Beras

Beras merupakan komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional (BPS 2008). Peningkatan produksi beras dalam negeri menjadi salah satu prioritas pembangunan pertanian nasional, salah satunya melalui revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan sejak bulan Juni 2005.

(20)

mg natrium; 71 mg kalium; 0.1 mg tembaga; 0.5 mg seng; 0.2 mg tiamin; 2.6 mg niasin.

Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa beras sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Secara kasar ditaksir kira-kira 30% produksi beras dalam negeri dijual oleh petani produsen dan sisanya untuk keperluan konsumsi petani sendiri. Untuk bagian yang masuk ke pasar ini kira-kira 80% diperdagangkan/disalurkan oleh usaha-usaha tataniaga swasta dan selebihnya oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), lembaga tataniaga pemerintah yang mempunyai cabang-cabang Depot Logistik sampai ke kota-kota kabupaten.

Pada saluran swasta, petani menjual padi/gabah kepada para tengkulak atau pedagang kecil yang ada di desa-desa atau khusus dating dari kota. Pedagang-pedagang kecil ini kemudian menggilingkan padi/gabahnya pada huller kecil-kecil di desa setempat atau menjual langsung ke penggilingan padi besar. Bila padi/gabahnya digilingkan sendiri maka beras yang dihasilkan dibawa ke kota untuk dijual pada pedagang beras besar dan kemudian pedagang beras besar (wholeseller) ini menjualnya lagi kepada pedagang pengecer. Pedagang-pedagang beras besar biasanya mempunyai penggilingan beras sendiri.

Beras yang diperdagangkan melalui saluran pemerintah (BULOG) pada tingkat terbawah (desa, kecamatan, kabupaten) sebenarnya masih melalui pedagang swasta. BULOG hanya mengadakan kontrak pembelian minimum 5 ton dengan pedagang-pedagang beras kecil atau penggilingan padi di ibukota kabupaten atau propinsi.

2. Jagung

Jagung manis berasal dari suku Indian, bernama Squnto, yang kemudian menyebar ke Eropa, Afrika, dan Asia. Di Indonesia jagung manis sangat digemari oleh hamper seluruh masyarakat dari segala lapisan. Kandungan gizi jagung manis sangat mudah rusak. Segera setelah dipetik, zat gulanya berangsur-angsur berubah menjadi zat tepung. Cairan yang menyerupai susu dan manis di dalam biji sedikit-demi sedikit akan meleleh dan menjadi seperti bubur. Perubahan itu akan menyebabkan jagung manis yang mula-mula terasa manis lambat laun akan berubah menjadi hambar. Jagung manis akan kehilangan 50% atau separuh kandungan zat gulanya hanya dalam tempo satu hari (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999).

(21)

9

31.5 g KH; 1.3 g serat; 0.9 g abu; 6 mg kalsium; 122 mg fosfor; 1.1 mg besi; 261 ug karoten total; 0.24 mg tiamin; 9 mg vitC.

3. Ubi Jalar

Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999).

Komposisi zat gizi ubi jalar per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 77.8 g air; 88 kkal energi; 0.4 g protein; 0.4 g lemak; 20.6 g KH; 4 g serat; 0.8 g abu; 30 mg kalsium; 10 mg fosfor; 0.5 mg besi; 2 mg natrium; 4 mg kalium; 0.1 mg tembaga; 0.2 mg seng; 13 ug bkaroten; 264 ug karoten total; 0.25 mg tiamin; 0.06 mg riboflavin; 36 mg vitC.

4. Ketela Pohon

Ketela pohon (Manihot esculenta Crantz dahulu dikenal dengan nama Manihot utilisima Pohl), yang disebut pula ubi kayu, kaspe, budin, sampeu atau singkong, merupakan salah satu jenis makanan rakyat di Indonesia. Di jawa dan Madura tanaman ini menduduki tempat yang ketiga setelah padi dan jagung (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999).

Komposisi zat gizi ketela pohon per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 61.4 g air; 154 kkal energi; 1 g protein; 0.3 g lemak; 36.8 g KH; 0.9 g serat; 0.5 g abu; 77 mg kalsium; 24 mg fosfor; 1.1 mg besi; 2 mg natrium; 394 mg kalium; 0.06 mg tiamin; 31 mg vitC.

5. Bengkuang

Bengkuang berasal dari Amerika Tengah dan Mexico. Tanaman ini diperkenalkan ke Philipina oleh Spanyol melalui jalur Acapulco-Manila dan sampai ke Ambon pada akhir abad ke-17. Kini bengkuang dapat ditemukan hampir diseluruh daerah tropis dan subtropis. Daerah penghasil utama bengkuang adalah Asia Tenggara, Mexico, Amerika Tengah dan Hawai (Westphal and Jansen, 1993).

(22)

lemak; 12.8 g KH; 0.5 g abu; 15 mg kalsium; 18 mg fosfor; 0.6 mg besi; 0.04 mg tiamin; 0.06 mg riboflavin; 20 mg vitC.

6. Mentimun

Mentimun merupakan family Cucurbitaceae dengan nama lain cucumis sativus Mentimun dianggap berasal dari India, tempat tanaman ini ditanam selama ribuan tahun. Mentimun juga dikenal dibudidayakan oleh bangsa mesir dan Yunani. Buah mentimun mudah dimakan sebagai sayuran salad atau acar dan juga digunakan sebagai sayuran rebus (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999).

Komposisi zat gizi mentimun per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 97.9 g air; 8 kkal energi; 0.2g protein; 0.2 g lemak; 1.4 g KH; 0.3 g serat; 0.3 g abu; 29 mg kalsium; 95 mg fosfor; 0.8 mg besi; 314 ug karoten total; 0.01mg tiamin; 0.7 mg vitC.

7. Ikan Mas

Ikan mas (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia. Di Indonesia, ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya. Menurut Djoko Suseno (2000), di Indonesia pertama kali ikan mas berasal dari daratan Eropa dan Tiongkok yang kemudian berkembang menjadi ikan budi daya yang sangat penting.

Komposisi zat gizi ikan mas per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 80 g air; 86 kkal energi; 16 g protein; 2 g lemak; 2 g abu; 20 mg kalsium; 150 mg fosfor; 2 mg besi; 45 ug retinol; 0.05 mg tiamin.

8. Ikan Mujair

Komposisi zat ikan mujair per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 79.7 g air; 89 kkal energi; 18.7 g protein; 1 g lemak; 1.1 g abu; 96 mg kalsium; 209 mg fosfor; 1.5 mg besi; 6 ug retinol; 5 ug karoten total; 0.03 mg tiamin.

9. Ikan Bawal

(23)

11

dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1980. Pada perkembangannya, ikan yang bias tumbuh besar ini dipanen seukuran 100 g serupa dengan ukuran ikan bawal yang asli ikan laut. Oleh karena itu namanya menjadi bawal air tawar. perkembangan tubuh bawal air tawar juga cukup pesat. Berat ikan bawal air tawar pada umur 6 minggu sudah 3 g, 12 minggu mencapai 25 g, sedangkan setelah 6 bulan dapat mencapai 500 g.

Ikan bawal air tawar adalah ikan pemakan segala (omnivore). Ikan ini makan dengan mencaplok pakannya. Beberapa penani memberinya pakan sampah pasar sebagai makanan utama (Susanto 2006).

Komposisi zat ikan bawal per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 78 g air; 91 kkal energi; 19 g protein; 1.7 g lemak; 1.3 g abu; 20 mg kalsium; 150 mg fosfor; 2 mg besi; 45.45 ug retinol; 0.05 mg tiamin.

Saluran dan Lembaga Pemasaran

Saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen, sehingga mengakibatkan jalur berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat di dalam kegiatan pemasaran, Saluran pemasaran adalah himpunan perusahaan atau perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang dan jasa tersebut, selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus 1985).

Pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1985) adalah segala usaha kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang-barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dituukan untuk lebih mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya.

Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1983) panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung pada:

1. Jarak antara produsen dan konsumen

Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka makin panjang pola saaluran yang terjadi

(24)

semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya.

3. Cepat tidaknya produk rusak

Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek karena harus segera diterima konsumen.

4. Posisi keuangan pengusaha

Pedagang dengan posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur yang dapat di tempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat.

Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga adalah perbedaan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat pengecer. Pengertian marjin tataniaga hanya mengacu pada perbedaan harga dan tidak menyatakan jumlah produk yang dipasarkan (Dahl dan Hammond 1977). Menurut Sudiyono (2002) komponen marjin tataniaga ini terdiri dari: 1) biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang disebut biaya tataniaga atau biaya fungsional dan 2) keuntungan lembaga tataniaga.

Marjin tataniaga sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga diberbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistim pemasaran. Pengertian marjin tataniaga sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani adanya kesenjangan (gap) antara pasar ditingkat petani dengan pasar ditingkat pengecer. Tomek dan Robinson (1990), memberikan dua alternative dari defisiensi marjin pemasaran, yaitu:

1. Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen.

2. Harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran jasa-jasa pemasaran tersebut.

Limbong dan Sitorus (1985) mengungkapkan bahwa sifat umum dari marjin tataniaga yaitu:

(25)

13

diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani sampai ke tingkat pengecer untuk konsumen akhir.

2. Marjin tataniaga produk pertanian cenderung akan naik dalam jangka panjang dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani.

3. Marjin tataniaga relatif stabil dalam jangka pendek terutama dalam hubungannya dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian. Besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran trtentu dapat dinyatakan sebagai jumlah daeri marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indicator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tata niaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase.

Harga dan Kebijakan Harga Pangan

Menurut Mubyarto (1989) salah satu gejala ekonomi yang sangat penting yang berhubungan dengan perilaku petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen adalah harga. Dalam aspek ekonomi pangan, harga merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Pentingnya harga pangan terutama ditingkat petani-produsen (dengan tetap malindungi konsumen) dilakukan oleh pemerintah diberbagai Negara melalui kebijakan intervensi. Secara umum kebijakan pemerintah dibidang harga pangan adalah untuk mencapai salah satu kombinasi dari beberapa hal berikut: (1) membantu meningkatkan pendapatan petani, (2) melindungi petani kecil untuk tetap memiliki insentif penghasilan pangan, (3) mencapai swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan pangan, (4) menurunkan ketidakstabilan harga dan pendapatan petani, dan (5) memperhatikan daya beli konsumen agar kebutuhan pangan penduduk terpenuhi.

(26)

Penetuan harga zat gizi juga harus memperhitungkan faktor BDD (Berat Dapat Dimakan). Perhitungan harga zat gizi adalah sebagai berikut :

atau

Menurut Hardinsyah (1985) salah satu unsur gizi yang perlu diinformasikan kepada para pemeran-pemeran pengambil keputusan di rumah tangga adalah komposisi gizi dalam bahan makanan atau pangan dan harga-harga satuan zat gizidari setiap bahan pangan yang umum di pasar atau di lingkungannya, sehingga konsumen atau para pengambil keputusan konsumsi di rumah tangga dapat mempertimbangkan unsur gizi dalam makanan atau pangan yang akan dikonsumsinya. Dalam menjelaskan atau membandingkan harga zat gizi, pangan perlu dikelompokkan menurut sumber zat gizi utamanya. Secara ekonomi maksud pengelompokan pangan yaitu menurut sifat substitusinya. Sehingga pada masing-masing kelompok dapat dilihat keragaman harga zat gizi dan dapat disusun dari yang termurah sampai yang termahal. Dengan menggunakan daftar harga zat gizi dapat direncanakan susunan hidangan dengan biaya yang murah. Bila ini dipahami konsumen maka kondisi tertentu konsumsi pangan dan gizi dapat diperbaiki secara efektif tanpa meningkatkan pendapatan konsumen atau rumah tangga.

Kebijakan komoditi beras di Indonesia dikenal kebijakan Pemerintah dalam hal penetapan harga dasar (floor price) dan harga atas (ceiling price). Kebijakan yang tepat dalam hal harga beras ini merupakan hal yang penting karena beras dihasilkan oleh hampir 60% petani kecil di pedesaan, beras dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk, bentuk kurva permintaanya inelastic, dan lebih dari itu semua bahwa harga beras berpengaruh besar terhadap keadaan social ekonomi masyarakat (Hardinsyah 1985).

Grading dan Standarisasi

(27)

15

Pemenfaatan Lahan Pekarangan

(28)

KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini mengenai harga pangan dan zat gizi bahan pangan yaitu beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal di desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea. Masing-masing bahan pangan dianalisis jalur distribusi dari petani sampai ke tangan konsumen untuk mengetahui harga pangan sehingga dapat dianalisis harga pangan dan zat gizinya. Arus distribusi bahan pangan untuk sampai ke tangan konsumen dapat melalui beberapa lembaga tataniaga. Hal ini, dipengaruhi oleh jarak distribusi, biaya, dan volume penjualan. Analisis saluran dan lembaga tataniaga dilakukan untuk mengetahui pola distribusi masing-masing bahan pangan.

Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran Bahan Pangan Distribusi

Ket :

: variabel yang tidak diteliti : variabel tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak Lembaga

pemasaran/tataniaga

Konsumen Petani

Analisis Struktur Pasar

Analisis Saluran

Pemasaran Keragaman

Analisis Harga Pangan

Analisis Harga Zat Gizi Pangan Ketahanan Pangan

Konsumsi

(29)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Bogor karena terdapat banyak petani dan kelompok tani. Di kecamatan Ciampea juga banyak dijumpai petani beras, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, dan pembudidaya ikan air tawar seperti ikan bawal, ikan mujair, dan ikan mas, sehingga peneliti memilih Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea untuk menjadi lokasi penelitian. Sedangkan untuk lokasi pedagang besar dan pedagang kecil yaitu di Pasar Anyar Bogor dan Pasar Induk Salabenda, penentuan lokasi pedagang besar dan pedagang kecil ini atas rekomendasi dari petani. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 – Februari 2011.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jalur distribusi pangan dan harga pangan. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi dan Zat Gizi Pangan. Data jalur distribusi dan harga pangan diperoleh melalui beberapa tahap. Tahap pertama yaitu pengambilan data yang dimulai dengan melakukan survei ke lokasi penelitian (Desa Cihideung Ilir), kemudian dipilih tempat yang banyak petani dan pembudidaya ikan air tawar, yaitu di RW 01, RW 02, dan RW 03. Terdapat tujuh pangan yang ditanam petani, dua pangan yang diusahkan peternak dan tiga ikan yang dibudidayakan. Pangan yang dibudidayakan yaitu padi/beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, pisang, ayam kampung, telur ayam kampung, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Penelitian ini hanya mengambil sembilan komoditas pangan yaitu padi/beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Sedangkan untuk pisang, ayam kampung, dan telur ayam kampung tidak diteliti karena data yang ada kurang mencukupi.

(30)

Tahap keempat yaitu menanyakan harga jual di tingkat pedagang besar. pedagang kecil, dan terakhir adalah di tingkat konsumen.

Data sekunder diperoleh dari data kantor desa Cihideung Ilir untuk data gambaran umum lokasi penelitian atau profil desa, sedangkan data zat gizi pangan diperoleh dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) PERSAGI 2005. Secara lengkap jenis dan cara pengambilan data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Jenis Data Sumber/Responden Instrumen

Cara Pengumpulan

data

Primer

-Harga pangan ditingkat

petani/produsen Petani Kuesioner Wawancara

-Harga pangan ditingkat

pengumpul/tengkulak Pengumpul Kuesioner Wawancara

-Harga pangan ditingkat

pedagang besar Pedagang besar Kuesioner Wawancara

-Harga pangan ditingkat

pedagang kecil Pedagang kecil Kuesioner Wawancara

- Harga pangan ditingkat

konsumen Konsumen Kuesioner Wawancara

-Luas lahan Petani Kuesioner Wawancara

Sekunder

-Profil desa Desa Cihideung Ilir

-Zat GiziBahan Makanan DKBM 2001

Pengolahan Dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis. Proses pengolahan data yang dilakukan meliputi coding, entry, editing/cleaning, dan analisis. Analisis data diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Office Excel. Data saluran dustribusi masing-masing komoditi dianalisis untuk mengetahui pola distribusi/pemasaran komoditi tersebut.

Gambar 3 Contoh saluran pemasaran/distribusi bahan pangan

Data berupa harga pangan di berbagai tingkat distribusi kemudian dianalisis harga zat gizi dan terdapat pada Lampiran 2.

Petani Pedagang Konsumen

kecil

Pengumpul Pedagang

(31)

19

Dari tabel tersebut diolah berdasarkan masing- masing komoditi dan ditabulasikan. Tabulasi harga pangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Harga zat gizi bahan pangan yaitu harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu satuan zat gizi tertentu (Rp/satuan zat gizi). Penetuan harga zat gizi juga harus memperhitungkan faktor BDD (Berat Dapat Dimakan). Perhitungan harga zat gizi adalah sebagai berikut :

Harga zat gizi pangan kemudian ditabulasikan dan dianalis berdasarkan kandungan zat gizi protein dan energi untuk beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Sedangkan mentimun dianalisis dari kandungan zat gizi phospor dan energi. Tabulasi harga zat gizi pangan ditunjukkan pada Lampiran 4.

Definisi Operasional

Harga: jumlah uang yang dibayar oleh konsumen untuk sebuah produk

Pangan: Bahan yang dimakan guna memenuhi keperluan tubuh untuk tumbuh, bekerja, dan perbaikan jaringan.

Harga Pangan: jumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk mendapatkan suatu pangan dengan ukuran tertentu

Gizi: mempunyai arti hubungan pangan dengan kesehatan dan proses-proses dimana organisme menggunakan pangan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan, fungsi organ dan jaringan tubuh secara normal dan produksi energi.

Zat gizi: Bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi tertentu yang digunakan dalam metabolisme tubuh

Harga zat Gizi: harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu satuan zat gizi tertentu (Rp/satuan zat gizi)

Distribusi: Tindakan yang bertalian dengan pergerakan bahan pangan dari produsen ke tangan konsumen

Petani: sejumlah orang yang menanam padi, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, dan mentimun.

Pembudidaya ikan air tawar: sejumlah orang yang membudidayakan ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal

(32)

Penggilingan: tempat untuk menggiling padi menjadi beras serta tempat untuk menampung penjualan gabah atau beras dari tengkulak

Pedagang besar: pedagang yang menerima bahan pangan dari pedagang pengumpul

Pedagang kecil: pedagang yang menerima bahan pangan dari pedagang besar dan terdapat di pasar

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m2, sedangkan luas seluruh Desa yaitu 182.5 ha/m2. Jumlah kepala keluarga yaitu 2490 KK dan berjumlah 10660 orang, terdapat 568 orang yang bekerja di sektor pertanian. Luas tanaman padi, jagung, dan umbi-umbian masing-masing adalah 15 ha, 5 ha, dan 25 ha. Hasil tanaman pangan umumnya dipasarkan atau dijual ke pasar, tengkulak, pengecer, atau tidak dijual. Saat penelitian dilakukan kondisi pertanian masyarakat Desa Cihideung Ilir dalam kondisi baik dan tidak terjadi paceklik atau serangan hama.

Karakteristik Petani Responden

Metode pengambilan data dilakukan secara sengaja yaitu petani yang sedang melakukan usahatani padi, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, dan mentimun. Serta pada pembudidaya ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Petani/pembudidaya responden dipilih sebanyak 11 orang dengan masing-masing komoditas minimal terdapat 5 petani yang sedang bertani atau sedang membudidayakan ikan. Petani responden tidak hanya menanam padi atau jagung saja, tetapi juga pernah atau sedang menanam tanaman lain atau juga merangkap sebagai pembudidaya. Dari 11 petani/pembudidaya responden, terdapat 7 orang yang menanam padi, 6 orang menanam jagung, 8 orang menanam ubi jalar, 7 orang menanam ketela pohon, 7 orang menanam bengkuang, 5 orang menanam mentimun, 5 orang membudidaya ikan mas, 5 orang membudidaya ikan mujair, dan 5 orang membudidaya ikan bawal.

Umur termuda petani/pembudidaya responden adalah 28 tahun dan umur tertua adalah 56 tahun. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki. Umur petani responden yang berusia 21-30 tahun sebanyak 1 orang atau 9.09 persen. Umur petani yang berusia 31-40 tahun sebanyak 2 orang atau 18.18 persen. Data mengenai umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi umur petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

21-30 1 9.09

31-40 2 18.18

41-50 4 36.36

51-60 4 36.36

(34)

Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden masih tergolong rendah karena persentase terbesar yaitu 45.45 persen tamat SD. Petani/pembudidaya responden yang tamat SMP sebanyak 2 orang atau 18.18 persen dan petani/pembudidaya yang tamat SMA sebanyak 4 orang atau 36.36 persen. Data mengenai tingkat pendidikan responden di desa Cihideung Ilir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 5 45.45

SMP 2 18.18

SMA 4 36.36

Total 11 100

Petani responden yang memiliki luas lahan kurang dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 12.50 persen dan petani yang memiliki lahan 1000-5000 m2 sebanyak 5 orang atau 62.50 persen. Luas lahan sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima petani dari komoditi pangan yang ditanam. Luas lahan yang dimiliki petani responden adalah sawah irigasi dengan status kepemilikan sendiri, sewa, ataupun bagi hasil. Data mengenai struktur luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas Sawah Irigasi Petani Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Luas Sawah Irigasi (m2) Jumlah (Orang) Persentase (%)

≤1000 1 12.50

1000-5000 5 62.50

>5000 2 25.00

Total 8 100

Pembudidaya responden yang memiliki luas kolam 500-1000 m2 sebanyak 4 orang atau 80 persen dan pembudidaya yang memiliki kolam lebih dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 20 persen. Luas kolam sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima pembudidaya dari ikan yang dibudidayakan. Luas kolam yang dimiliki pembudidaya responden status kepemilikannya adalah sendiri dan bagi hasil. Data mengenai struktur luas kolam petani responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas Kolam Pembudidaya Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Luas Kolam (m2) Jumlah (Orang) Persentase (%)

500-1000 4 80.00

>1000 1 20.00

(35)

23

Karakteristik Pedagang Responden

Pedagang responden yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 29 orang, yang terdiri dari 3 tengkulak, 5 penggilingan, 12 pedagang besar, 6 pedagang kecil, dan 3 pedagang pengecer. Dari 29 pedagang responden, terdapat 13 orang yang berdagang padi/beras, 8 orang berdagang jagung, 12 orang berdagang ubi jalar, 12 orang berdagang ketela pohon, 9 orang berdagang bengkuang, 9 orang berdagang mentimun, 13 orang berdagang ikan mas, 12 orang berdagang ikan mujair, dan 8 orang berdagang ikan bawal.

Pedagang responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang atau 89.66 persen, sedangkan pedagang responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang atau 10.34 persen. Umur termuda pedagang responden adalah 17 tahun dan tertua adalah 60 tahun. Komposisi umur pedagang responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi Umur Pedagang Responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

≤20 2 6.90

21-30 6 20.69

31-40 11 37.93

41-50 4 13.79

51-60 6 20.69

Total 29 100

Tingkat pendidikan pedagang responden sebagian besar tamat SMP. Pedagang responden yang tamat perguruan tinggi hanya 1 orang, hal tersebut dikarenakan responden sudah pensiun dari pekerjaannya dan menjalani masa pensiunnya dengan menjadi pedagang pengecer. Data mengenai tingkat pendidikan pedagang responden ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Tingkat pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 8 27.59

SMP 12 41.38

SMA 8 27.59

Perguruan Tinggi 1 3.45

(36)

Beras Saluran tataniaga

Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari tengkulak dan penggilingan, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Jenis padi yang ditanam oleh petani Cihideung Ilir salah satunya adalah jenis IR 64 dan merupakan jenis padi yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis IR 64. Sistem tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga, yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-penggilingan-pedagang besar-konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-penggilingan-konsumen

Saluran tataniaga 5 : petani-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 6 : petani-konsumen

Saluran distribusi beras pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 4.

Saluran Tataniaga 1

Saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Petani menjual padi kepada tengkulak masih dalam bentuk gabah basah. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa petani yang menjual gabahnya melalui tengkulak terdapat 1 dari 7 orang petani yang diwawancarai. Alasan petani menjual gabahnya kepada tengkulak dalam bentuk gabah adalah karena petani tidak perlu menjemur atau menggiling gabahnya, karena umumnya yang dijual petani adalah gabah basah. Harga jual gabah basah dari petani ke tengkulak antara Rp 2000,- sampai Rp 2200,- per Kg gabah basah atau Rp 3333,- sampai Rp 3667,- per Kg beras. Umumnya dari 100% gabah beras yang dihasilkan adalah 60% nya (Nursalim & Yetti 2007).

(37)
(38)

Umumnya petani yang menjual gabahnya ke tengkulak karena lokasi sawah atau rumahnya jauh dari penggilingan, sehingga jika menjual ke penggilingan diperlukan biaya tambahan berupa biaya transportasi untuk mengangkut gabah petani ke penggilingan padi.

Tengkulak kemudian menjual gabah dari peteni ke penggilingan dan masih dalam bentuk gabah basah, gabah dari tengkulak ini dijual dengan harga Rp 2200,- sampai Rp 2500,- per Kg gabah atau setara dengan Rp 3667,- sampai Rp 4167,- per Kg beras. Dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras dengan harga Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras. Pedagang .besar menjual beras yang telah dibelinya dari tengkulak kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras. Perbedaan harga jual yang lebih murah atau lebih rendah dari harga beli disebabkan karena pedang besar tidak membeli beras dari penggilingan yang diteliti namun membeli berasnya dari luar kota dengan alasan harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan jika membeli dari pengilingan di Bogor. Kemudian pedagang pengecer menjual beras kepada konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Petani menjual padi kepada penggilingan masih dalam bentuk gabah basah. Jenis tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani umumnya menjual langsung gabah basahnya pada penggilingan karena petani tidak perlu menjemur atau menambah biaya untuk penggilingan. Jika petani menggilingkan padi di penggilingan, maka petani akan dikenakan biaya 10% dari beras yang dihasilkan atau petani harus membayar Rp 6000,- /10 Kg beras yang dihasilkan. Harga jual gabah basah dari petani ke penggilingan antara Rp 2300,- sampai Rp 2500,- per Kg gabah basah atau Rp 3833,- sampai Rp 4167,- beras (setelah dikonversi dengan membagi 0.6). Sedangkan harga jual beras dari penggilingan ke pedagang besar adalah Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 3

(39)

27

penggilingan, dan dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras. Pedagang besar menjual berasnya kepada pedagang pengecer atau langsung menjualnya kepada konsumen. Menurut wawancara yang dilakukan peneliti, harga jual beras dari pedagang besar ke pedagang pengecer atau langsung kepaa konsumen tidak ada perbedaan harga, yaitu Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 4

Saluran tataniaga empat merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara. Dari petani ke konsumen hanya terdapat satu perantara yaitu penggilingan. Saluran tataniaga empat ini jarang terjadi, biasanya konsumen yang membeli beras langsung ke penggilingan adalah tetangga atau penduduk di Desa Cihideung Ilir yang dekat dengan penggilingan. Harga jual beras dari penggilingan ke konsumen adalah Rp 6500 – Rp 7000,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 5

Saluran tataniaga lima merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang pengecer-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara yang biasanya dalam pasar konsumsi disebut pengecer. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 4 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani setelah panen tidak langsung menjual gabahnya kepada tengkulak atau penggilingan, namun menggilingkan gabahnya ke penggilingan dengan biaya 10% dari beras yang dihasilkan. Petani akan menyimpan berasnya di lumbung untuk kebutuhan sehari-hari dan jika petani merasa berasnya berlebih, maka kelebihan berasnya akan dijual. Biasanya kelebihan beras ini oleh petani akan dijual kepada pedagang pengecer atau warung yang terdapat di Desa Cihideung Ilir, yang umumnya adalah tetangga, saudara, atau istri petani itu sendiri. Petani menjual berasnya kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 6500,- per Kg dan dijual kembali oleh pedagang pengecer dengan Harga Rp 7000,- per Kg beras.

Saluran tataniaga 6

(40)

Terdapat tiga cara utama dalam penjualan langsung yaitu door-to-door, mail order, dan toko milik pabrikan sendiri. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa cara penjualan yang paling banyak adalah melalui toko milik pabrikan sendiri, yaitu pada tetangga atau kerabat petani yang ingin membeli langsung dari petani dengan harga Rp 7000,- per Kg beras.

Tabel 8 menyajikan harga komoditas beras diberbagai tingkat distribusi. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari penggilingan ke pedagang besar dengan nilai coefficient of variance sebesar 0.08, Standar deviasi Rp 472.58/Kg, dan selisih antara minimum dam maksimal sebesar Rp 900,- per Kg beras, keberagaman harga ini diduga karena perbedaan kualitas beras yang dihasilkan dari gabah yang telah digiling dan perbedaan tempat pembelian atau perbedaan tempat penggilingan. Sedangkan harga dari petani ke pedagang kecil, petani ke konsumen, dan pedagang kecil ke konsumen sama atau tidak terdapat perbedaan, dengan coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Tidak adanya perbedaan harga di tingkat konsumen dan pedagang kecil disebabkan karena saat wawancara terjadi tidak terdapat pergolakan harga.

Tabel 8 Harga beras (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 3 3444 192.55 0.06 3333 3667 Petani Penggilingan 3 3944 192.45 0.05 3833 4167 Petani Pedagang Kecil 4 6500 0 0.00 6500 6500

Petani Konsumen 5 7000 0 0.00 7000 7000

Tengkulak Penggilingan 4 3833 235.78 0.06 3667 4167 Penggilingan Pedagang Besar 3 5967 472.58 0.08 5600 6500 Penggilingan Konsumen 2 6750 353.55 0.05 6500 7000 Pedagang Besar Pedagang pengecer 3 5667 230.94 0.04 5400 5800 Pedagang Besar Konsumen 3 5667 230.94 0.04 5400 5800 Pedagang Kecil Konsumen 4 7000 0 0.00 7000 7000

Harga Zat Gizi Beras

(41)

29

Tabel 9 Harga zat gizi beras di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

Harga (Rp/Kg)

Harga

Penjual Pembeli

Energi (Rp/100Kal)

Protein (Rp/g)

Petani Tengkulak 3444 96.5 41.0

Petani Penggilingan 3944 110.5 47.0

Petani Pedagang Kecil 6500 182.1 77.4

Petani Konsumen 7000 196.1 83.3

Tengkulak Penggilingan 3833 107.4 45.6 Penggilingan Pedagang Besar 5967 167.1 71.0

Penggilingan Konsumen 6750 189.1 80.4

Pedagang Besar Pedagang Kecil 5667 158.7 67.5 Pedagang Besar Konsumen 5667 158.7 67.5 Pedagang Kecil Konsumen 7000 196.1 83.3

Jagung Manis Saluran tataniaga

Jagung yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan jenis jagung manis atau sweet corn. Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda.Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir, yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang

kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran distribusi jagung pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 5.

Saluran tataniaga 1

(42)
(43)

31

Setelah itu tengkulak menjual lagi jagung tersebut kepada pedagang besar di pasar atau biasa disebut tengkulak pasar dengan harga Rp 1500,- sampai Rp 3000,- per Kg jagung. Lalu didiversikan pada pedagang kecil dengan harga Rp 2500,- per Kg.

Saat jagung berada pada pedagang besar, jagung tidak di sortir atau dipilih-pilih. Pembelian jagung masih dalam bentuk karungan dan belum dibersihkan atau masih kotor, pensortiran terjadi pada pedagang kecil. Pedagang kecil dapat menjual jagung baik yang sudah dibersihkan atau belum dibersihkan kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 4000,- sampai Rp 6500,-. Harga Rp 4000 jika tidak dibersihkan dan harga Rp 6500,- jika jagung sudah dibersihkan. Biasanya pedagang pengecer membeli jagung yang sudah dibersihkan dengan harga Rp 6500,- per Kg jagung dan menjualnya ke konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg Jagung.

Saluran tataniaga 2

Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Petani jagung menjual hasil panennya kepada tengkulak dan dijual kembali oleh tengkulak kepada pedagang besar. Pedagang besar kemudian menjualnya kepada pedagang kecil di pasar. Pada saluran tataniaga ini konsumen dapat membeli langsung jagung kepada pedagang kecil di pasar dengan harga Rp 3000- Rp 4000,- per Kg jagung. Pada pedagang kecil jagung dibersihkan dari kulit yang tidak perlu dan dijual kepada konsumen dengan harga Rp 4000,- dan bila jagung sudah dibersihkan dapat dijual dengan harga mencapai Rp 6500,- per Kg. Menurut hasil wawancara, konsumen membeli jagung manis di pasar dengan keadaan masih belum dibersihkan dengan tujuan harga yang ditawarkan relatif murah.

(44)

dengan nilai Rp 1204.16/Kg, hal ini diduga karena selisih minimum dan maksimum penjualan yang tinggi yaitu Rp 2500,- per Kg. Harga jual dan harga beli jagung dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Harga komoditas jagung di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

n mean SD CV min max

Penjual Pembeli

Petani Tengkulak 6 1817 587.93 0.32 1000 2500 Tengkulak Pedagang Besar 5 2200 543.14 0.25 1500 3000 Pedagang Besar Pedagang Kecil 2 2500 0.00 0.00 2500 2500 Pedagang Kecil Pedagang pengecer 3 5300 1204.16 0.23 4000 6500 Pedagang Kecil Konsumen 2 3500 707.11 0.20 3000 4000 Pedagang pengecer Konsumen 3 6833 288.68 0.04 6500 7000

Harga Zat Gizi Jagung Manis

Harga energi tertinggi jagung manis berada pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen sebesar Rp 464.8,- per 100 Kal, sedangkan harga energi terendah berada di tingkat tengkulak dengan harga Rp 123.6,- per 100 Kal. Harga protein tertinggi terdapat pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen dengan harga Rp 134,- per g dan harga protein terendah terdapat pada tingkat tengkulak dengan harga Rp 35.6,- per g. Harga zat gizi jagung manis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Harga zat gizi jagung (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari

Harga (Rp/Kg)

Harga Zat Gizi

Penjual Pembeli

Energi (Rp/100Kal)

Protein (Rp/g)

Petani Tengkulak 1817 123.6 35.6

Tengkulak Pedagang Besar 2200 149.7 43.1

Pedagang Besar Pedagang Kecil 2500 170.1 49.0 Pedagang Kecil Pedagang pengecer 5300 360.5 103.9

Pedagang Kecil Konsumen 3500 238.1 68.6

Pedagang pengecer Konsumen 6833 464.8 134.0

Ubi Jalar Saluran tataniaga

(45)

33

Ubi jalar yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan ubi jalar putih. Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda .

Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu:

Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen

Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen

Saluran tataniaga 3 : petani-tengkulak-pedagang besar -konsumen

Saluran distribusi ubi jalar di berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 6.

Saluran tataniaga 1

Saluran tataniaga satu yaitu saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Seperti halnya dengan jagung, para petani ubi tidak langsung menjual hasil panennya kepada konsumen. Biasanya para petani ubi setelah memasuki masa panen, akan menghubungi tengkulak untuk menjual hasil panennya. Kemudian tengkulak menyiapkan pegawai untuk mencabuti ubi dan ditimbang di rumah tengkulak, sehingga petani ubi tidak menanggung biaya untuk mencabuti ubi dan menerima laba bersih Rp 800,- Kg ubi jalar. Harga ini tergantung dari harga ubi yang berlaku saat panen. Desa cihideung Ilir merupakan desa penghasil ubi yang cukup besar karena hampir seluruh petani menanam ubi, hal ini dikarenakan menanam ubi lebih sedikit biaya perawatan dan ubi jalar mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering sehingga laba yang diperoleh lebih besar daripada jika menanam sayuran. Dari tengkulak kemudian dibawa dengan truk ke pedagang besar.

(46)
(47)

35

Pilihan tempat penjualan ini didasarkan oleh langganan tengkulak sehingga mernurut Limbong dan Sitorus (1985) berlaku “the law of market” yang artinya yaitu : kalau petani bebas memilih pasar, dan petani tersebut memilih harga yang lebih tinggi daripada harga yang rendah, maka batas antara dua p

Gambar

Gambar 1 Sistem pangan dan gizi  Distribusi Pangan
Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran Bahan Pangan Distribusi
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 9 Harga zat gizi beras di berbagai tingkat distribusi  Harga Dari  Harga  (Rp/Kg)  Harga Penjual Pembeli Energi (Rp/100Kal)  Protein (Rp/g)  Petani  Tengkulak  3444  96.5  41.0  Petani  Penggilingan  3944  110.5  47.0
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat dilihat dari prosentase tertinggi sebelum treatment mahasiswa selalu mengalami kesulitan (93,33%) dan sesudah treatment mahasiswa berada satu tingkat di

Secara parsial, pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran tenaga kerja di Sumatera Barat. Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara pengangguran

Penelitian ini dibingkai dalam topik besar implementasi metode tematik pada anak tunagrahita yang secara khusus melihat praktek pendidikan di sekolah menengah pertama

Karakter morfologi dan agronomi yang dapat diamati berjumlah 48 karakter, dari karakter morfologi dan agronomi tersebut ada beberapa karakter yang sama antara karakter padi

Template matching merupakan proses tahap akhir dimana untuk mendapatkan informasi apakah karakter yang telah didapat fiturnya di Integral proyeksi tersebut.. Pada

adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) mengetahui kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi

Penelitian ini menggambarkan bahwa produk yang ditawarkan oleh pelaku bisnis toko online sesuai dengan profile facebooker, dimana produk yang paling banyak di tagged adalah

Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan hasil uji parsial antara NPF terhadap PPAP yang menunjukkan bahwa NPF (X 2 ) memiliki pengaruh signifikan negatif (berlawan arah)