• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Beban Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng Tahun 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Beban Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng Tahun 2015."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG IGD RSUD KABUPATEN BULELENG

OLEH: LUH SUARDANI

NIM. 1302115003

KEMENTERIAN KEPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG IGD RSUD KABUPATEN BULELENG

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH: LUH SUARDANI

NIM. 1302115003

KEMENTERIAN KEPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Luh Suardani

NIM : 1302115003

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana

Program Studi : Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, 18 Februari 2015 Yang membuat pernyataan,

(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof.Dr.dr. Putu Astawa Sp.OT(K),M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Prof dr. Ketut Tirtayasa, MS.,AIF, selaku ketua PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan.

3. Ni Nyoman Ayuningsih, S.Kp, MM sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 4. Ns. Kadek Saputra, S.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah

memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 5. Direktur RSUD Kabupaten Buleleng yang telah memberikan kesempatan

penelitian pada instansi yang dipimpin.

6. Ka.Bag.Keperawatan RSUD Kabupaten Buleleng beserta stafnya atas waktu dan kesempatan diberikan dalam menjalani proses penelitian di IGD.

7. Ka.Bag. Diklit RSUD Kabupaten Buleleng beserta stafnya atas surat izin penelitiannya.

8. Rekan sejawat di IGD atas waktu dan kesediaannya sebagai responden, sehingga turut membantu kelancaran selama proses penelitian.

9. Keluargaku atas doa dan motivasinya, teman-teman PSIK B 2013 atas supportnya serta seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Pebruari 2015

(7)

vii ABSTRAK

Suardani Luh, 2015. Hubungan antara Beban Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng Tahun 2015. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ni Nyoman Ayuningsih, S.Kp., MM. (2) Ns. I Kadek Saputra, S.Kep.

Rumah sakit adalah institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. RSUD Kabupaten buleleng merupakan pusat rujukan di wilayah bali utara dan sekitarnya. hal ini terlihat dari jumlah kunjungan di ruang IGD kurang lebih 50 pasien perhari atau sekitar 1.500 pasien di setiap bulannya. Kunjungan pasien di IGD menunjukkan kenaikan yang signifikan di setiap tahunnya. Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu ruangan rawat jalan dengan tingkat kerja yang tinggi, studi tentang beban kerja di ruang IGD RSUD Buleleng dengan metode SWAT menunjukkan beban kerja tinggi ( >60%) dan kecenderungan memiliki kepuasan kerja yang tergolong sedang, bahkan ada yang rendah. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Kabupaten Buleleng. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dan kepuasan kerja perawat di IGD RSUD Kabupaten Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan adalah semua perawat yang bertugas di Ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng yang berjumlah 18 orang perawat dengan metode total sampling yang dilakukan tanggal 5-17 Januari 2015. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar perawat memiliki beban kerja yang tergolong sedang (61%), kepuasan kerja yang tergolong sedang (45%). Terdapat hubungan yang signifikan dari kedua variabel yaitu p=0,014 (p<0,05) yang berarti Ho ditolak, dan hal ini menyatakan “ada hubungan antara beban kerja dengan kepuasan kerja perawat di ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng.” Kekuatan hubungan tersebut termasuk kategori sedang (r-0,566) dan arah korelasinya negatif. Hal ini berarti semakin tinggi beban kerja maka semakin rendah kepuasan kerja perawat. Begitupun sebaliknya Semakin rendah beban kerja maka semakin tinggi kepuasan kerja perawat. Maka diharapkan kepada pihak Rumah Sakit untuk menganalisis lebih lanjut tentang beban kerja perawat yang tinggi dan memberikan solusi yang tepat untuk mengatasinya sehingga akan menciptakan kepuasan kerja bagi perawat di ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng.

(8)

viii ABSTRACT

Suardani Luh, 2015. The Relationship between Nurse’s Workload with Job Satisfaction in Emergency Room at RSUD Buleleng in the Year 2015 Final Assigment, Nursing Science Departement, Medical Faculty, Udayana University of Denpasar, Advisors (1) Ni Nyoman Ayuningsih, S.Kp, MM. (2) Ns. I Kadek Saputra, S.Kep.

The hospital is an institution that organizes personal health services in the plenary, which provides inpatient, outpatient and emergency department. RSUD Kabupaten Buleleng is a referral center in northern Bali and the surrounding region. it can be seen from the number of emergency department visits in the space of approximately 50 patients per day, or about 1,500 patients each month. Visit patients in the ER showed a significant increase in each year.

Emergency Room (ER) is one outpatient ward with a high work rate, the study of nurse’s workload in the ER room RSUD Kabupaten Buleleng with SWAT method showed high workload (> 60%) and their job satisfaction were classified as moderate, and some even lower. ,Because of this situation, researchers was interested to know about relationship between nurse’s workload and Job Satisfaction In ER of RSUD Kabupaten Buleleng. The purpose of this research was to determine the relationship between workload and job satisfaction of nurses in ER RSUD Kabupaten Buleleng.

This research is a descriptive correlative with cross sectional approach. The samples used were all nurses on duty in the ER RSUD Kabupaten Buleleng with total sampling and was collected 18 nurses as samples on 5-17 January 2015.The results showed that most of the nurses have a relatively moderate workload (61%), job satisfaction were moderate (45%). There is a significant relationship of two variables: p = 0.014 (p <0.05), which means that Ho is rejected, and it is stated "there is a relationship between workload and job satisfaction of nurses in the ER RSUD Kabupaten Buleleng." The strength of these relationships include category moderate (r-0.566) and negative correlation direction. This means that the higher the lower the workload of nurses job satisfaction. Vice versa The lower the workload, the higher the job satisfaction of nurses. It is expected to the hospital for further analyzes of nurses high workload and provide appropriate solutions to overcome them so that will create job satisfaction for nurses in ER RSUD Kabupaten Buleleng.

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK……….vii

ABSTRACT………..viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Kerja ... 9

2.1.1 Pengertian Beban Kerja... 9

2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja ... 11

2.1.3 Prosedur Penghitungan Beban Kerja ... 11

2.1.4 Pendekatan Penghitungan Beban Kerja ... 12

2.2 Kepuasan Kerja ... 24

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja ... 24

2.2.2 Indikator Kepuasan Kerja ... 27

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ... 28

2.3 Hubungan Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja ... 30

(10)

x

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34

3.3 Hipotesis ... 36

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 37

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 4.3.1 Populasi Penelitian ... 37

4.3.2 Sampel Penelitian ... 38

4.3.3 Tehnik Sampling ... 38

4.4 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data ... 39

4.4.1 Jenis Data Yang Dikumpulkan……….. 39

4.4.2 Cara Pengumpulan Data……… 39

4.4.3 Instrumen Pengumpulan Data………39

4.5 Validitas Dan Reliabilitas Instrumen……….41

4.6 Pengolahan Dan Analisis Data………...42

4.6.1 Tehnik Pengolahan Data………43

4.6.2 Tehnik Analasis Data……….43

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian……….48

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian……….48

5.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian………48

5.1.3 Hasil Pengamatan Subyek Penelitian Sesuai Variabel Penelitian………...51

5.1.4 Hasil Analisa Data……….52

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian………54

5.2.1 Beban Kerja………...54

5.2.2 Kepuasan Kerja……….55

5.2.3 Hubungan Antara Beban Kerja Dan Kepuasan Kerja Perawat Di IGD RSUD Buleleng………58

5.3 Keterbatasan Penelitian……….59

BAB VI PENUTUP 1.1 Simpulan………61

1.2 Saran………..62 DAFTAR PUSTAKA

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Tenaga Berdasarkan Klasifikasi Ketergantungan Pasien……..19

Tabel 2. Skala Akhir SWAT………22

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat………35

Tabel 4. Tingkat Hubungan Dua Variabel Berdasarkan Nilai Rho Spearman….47 Tabel 5. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat IGD

RSUD Kabupaten Buleleng……….…53

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Antara Beban Kerja

Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang IGD RSUD

Kabupaten Buleleng ... 33

Gambar 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 49

Gambar 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Gambar 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 50

Gambar 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja

di IGD ... 50

Gambar 5.5 Beban Kerja Perawat Di Ruang IGD RSUD Kabupaten

Bulelen ... 51

Gambar 5.6 Gambaran Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang IGD RSUD

Kabupaten Buleleng ... 52

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Pengantar Kuesioner

Lampiran 3 : Surat Persetujuan menjadi Responden

Lampiran 4 : Lembar Instrument Penelitian

Lampiran 5 : Tabel Master Data

Lampiran 6 : Hasil Uji Statistik

Lampiran 7 : Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 8 : Surat Permohonan Izin Penelitian Dan Pengambilan Data

Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 10 : Ethical Clearance

(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

IGD : Instalasi Gawat Darurat

WHO : World Health Organization

DEPKES : Departemen Kesehatan

RI : Republik Indonesia

EKG : Elektrokardigram

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

USA : United States Of America

SWAT : Subjective Workload Assesment Technique

NGT : Naso Gastric Tube

WSD : Water Seal Drainage

(15)
(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rumah Sakit adalah Institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

dan gawat darurat (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

tentang Rumah Sakit). Rumah sakit merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan

yang mengutamakan upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)

yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan

(promotif), pencegahan (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan. Salah satu

bentuk pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan (Kusnanto, 2007).

Menurut Bina Diknakes (2010) bahwa Pelayanan keperawatan merupakan

kegiatan yang selalu ada selama 24 jam di rumah sakit dan salah satu unit integral

dalam suatu rumah sakit adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD).

IGD sebagai ujung tombak dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit.

Memiliki jam operasional selama 24 jam dengan fungsi untuk menerima,

menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala bervariasi dan gawat

darurat. Disamping itu pula IGD menyediakan sarana untuk penatalaksanaan

pasien dalam keadaan bencana dari suatu daerah yang memerlukan pemeriksaan

medis segera. Apabila hal ini tidak dilakukan akan berkibat fatal bagi penderita.

Dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit, tim perawat di ruang IGD

(17)

dan harus bersiaga secara terus-menerus terhadap kondisi pasien di rumah sakit

(Sari, 2012).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buleleng merupakan rumah

sakit pusat rujukan di wilayah Bali Utara dan sekitarnya. Hal ini terlihat dari

jumlah kunjungan di ruang gawat darurat ± 50 pasien perhari atau sekitar 1.500

pasien di setiap bulannya. Kunjungan pasien di IGD menunjukkan kenaikan yang

signifikan di setiap tahunnya. Menurut data Rekam Medis RSUD Kabupaten

Buleleng dari bulan Januari-Desember 2013 sebanyak 15.253 penderita dan

bulan Januari-September 2014 sebanyak 19.869 penderita.

Pelayanan kepada pasien di IGD terdiri dari tenaga medis (dokter dan perawat)

serta tenaga non medis (pramuhusada). Jumlah tenaga perawat di Instalasi Gawat

Darurat adalah sebanyak 24 orang (perawat paste pagi 5 orang dan perawat

pelaksana 19 orang). Tugas perawat di IGD RSUD Kabupaten Buleleng antara

lain: menyeleksi pasien yang datang ke IGD sesuai triage, melakukan asuhan

keperawatan untuk pasien gawat darurat (memasang oksigen, memasang infus,

pemeriksaan tanda-tanda vital, EKG, melakukan injeksi, pemberian obat

perawatan luka, melakukan heckting (jahitan) pada bagian kulit, nebulizer, dan

lain-lain), melakukan asuhan keperawatan non gawat darurat, melengkapi

pencatatan dan pelaporan perawat setiap hari, membuat surat rujukan, menyiapkan

pasien untuk pemeriksaan dokter, memelihara dan menyiapkan alat medis agar

siap pakai, melaksanakan transportasi pasien ke ruangan rawat inap, memasukkan

data pasien ke billing, membuat rencana asuhan keperawatan (menentukan

(18)

rujukan dan sebagai tim ambulansi, mengecek pengisian kelengkapan blangko

pasien, Visum Et Repertum dan keracunan, melakukan Komunikasi, Informasi dan

Edukasi (KIE) dan melengkapi blanko perjanjian Informed Concent,

melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Dengan kompleksitas kerja

yang demikian, maka perawat yang bertugas di IGD dituntut untuk memiliki

kemampuan lebih jika dibandingkan dengan perawat yang melayani pasien di unit

yang lain. Sehingga untuk bekerja di IGD membutuhkan kecekatan, ketrampilan,

dan kesiagaan setiap saat (Syaer, 2011).

Beban kerja yang diberikan kepada perawat yang bertugas di IGD sangatlah

fluktuatif, hal ini dikarenakan sangat tergantung dari seberapa serius perawatan

medis yang harus dilakukan kepada pasien. Disamping itu beban kerja seorang

perawat menjadi lebih terasa berat dan berlebih karena waktu kerja (shift) yang

panjang, waktu istirahat yang kurang, harapan pimpinan rumah sakit untuk selalu

memberikan pelayanan yang terbaik, tuntutan keluarga terhadap keselamatan

pasien, karakteristik pasien yang berbeda-beda dan sebagainya. Perawat IGD juga

harus selalu bersiaga untuk menerima dan merawat pasien sebanyak apapun dan

separah apapun kondisinya (Kusmiati, 2008).

Hasil penelitian Direktorat Keputusan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) tahun 2010, menyatakan

bahwa perawat-perawat yang bekerja di rumah sakit di Asia Tenggara termasuk

Indonesia memiliki beban kerja berlebih akibat dibebani tugas-tugas non

(19)

Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Perawat Instalasi Gawat Darurat Di Rumah

Sakit (Depkes, 2005), bahwa jenis kegiatan produktif yang dilakukan perawat

selama dilakukan observasi yaitu berupa penerimaan pasien baru, pembersihan

dan perawatan luka, mobilisasi pasien, nebulizer, memberikan obat, memasang

infus, EKG, dan dokumentasi perawatan merupakan tindakan yang diperkenankan

dilakukan oleh perawat IGD, sedangkan untuk tindakan heckting, operasi kecil,

dan administrasi bukan merupakan tindakan yang diperkenankan dilakukan oleh

perawat IGD. Namun pada kenyataannya perawat yang bertugas di IGD RSUD

Kabupaten Buleleng disamping mengerjakan tugas keperawatan juga mengerjakan

tugas non keperawatan. Hal inilah yang menimbulkan terjadinya kelebihan beban

kerja baik fisik maupun non fisik (mental dan emosional) yang kemungkinan

dapat menghambat produktivitas dan pemberian asuhan keperawatan kepada

pasien.

Berdasarkan hasil studi tentang beban kerja di ruang IGD RSUD Buleleng

terhadap 10 orang tenaga keperawatan dengan menggunakan metode SWAT

(Subjective Worklood Assesment Tehnique) diperoleh bahwa responden memiliki

beban kerja tinggi yaitu diatas 60%, dimana kisaran beban kerjanya antara

76,3-100%. Hasil prosentase beban kerja inilah yang menunjukkan bahwa perawat

yang bertugas di ruang IGD RSUD Buleleng memiliki beban kerja berat yang jika

tidak diatasi dengan baik akan berdampak buruk bagi produktivitas perawat

tersebut.

Menurut Soehartati (2007) bahwa bila seseorang mempunyai beban kerja yang

(20)

mempengaruhi kepuasan kerja perawat diantaranya adalah komponen upah atau

gaji, pekerjaan, pengawasan, promosi karir, kelompok kerja dan kondisi kerja.

Kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh status profesional, persyaratan tugas,

pembayaran, kebijakan organisasi dan otonomi (Eugenia, 2009). Berdasarkan

studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara terhadap10 orang perawat

yang bertugas di ruang IGD RSUD Buleleng pada 10 item kepuasan kerja dengan

19 pertanyaan antara lain tentang gaji/salary, kondisi kerja, kebijakan

perusahaan/instansi, hubungan antar pribadi, supervisi, prestasi, pengakuan

pekerjaan, tanggung jawab, serta tentang promosi/pengembangan karir, dari

pertanyaan ini diperoleh bahwa sekitar 70% perawat di ruang IRD RSUD

Buleleng mengatakan kurang puas atau tingkat kepuasan kerja rendah (skor

40-55). Sedangkan kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting

bagi individu dalam bekerja untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hal ini

mencakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi

organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi : jenis pekerjaan, minat, bakat,

penghasilan, insentif. Dan ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja

tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan

yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian

produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal (Johan,

2006).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang

Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang

(21)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik

untuk membahas lebih lanjut dengan rumusan masalah sebagai berikut :

“Adakah Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di

Ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng tahun 2014”?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan beban

kerja dengan kepuasan kerja perawat di ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi beban kerja perawat di ruang IGD RSUD Kabupaten

Buleleng.

2. Mengidentifikasi kepuasan kerja perawat di ruang IGD RSUD Kabupaten

Buleleng.

3. Menganalisis hubungan beban kerja dengan kepuasan kerja perawat di

ruang IGD RSUD Kabupaten Buleleng.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

Sebagai kontribusi bagi pihak manajemen rumah sakit untuk menyusun suatu

(22)

beban kerja dengan kepuasan kerja perawat di ruang IGD RSUD Kabupaten

Buleleng.

1.4.2 Manfaat teoritis

Adapun manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Dapat menjelaskan kaitan antara beban kerja dengan kepuasan kerja

perawat.

2. Diharapkan dapat digunakan sebagai kontribusi pada kajian keilmuan bagi

para peneliti selanjutnya terhadap pengembangan literatur beban kerja

yang dihubungkan dengan kepuasan kerja.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan studi literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari penelitian

ini adalah: sebagaimana yang ditulis oleh Yuniarti,S.,Wuryaningsih,S,H. dan

Setiawan,H., (2012) dengan judul hubungan beban kerja dengan tingkat kepuasan

pasien terhadap pelayanan keperawatan di IGD RSUD Bontang. Penelitian ini

menggunakan desain penelitian analitik korelasional dengan metode cross

sectional. Populasi penelitiannya adalah perawat pelaksana sejumlah 19 orang dan

30 pasien yang berkunjung di IGD RSUD Bontang dengan teknik systematic

random sampling . Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data

digunakan uji statistic Corelation Spearman Rho. Hasil penelitian menunjukkan

beban kerja perawat di IGD RSUD Bontang sebagian besar (74%) dalam kategori

berat.Tingkat kepuasan pasien dalam menerima pelayanan di IGD RSUD

Bontang sebagian besar (70%) tidak puas. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

(23)

pelayanan keperawatan Instalasi Gawat Darurat yang bersifat negatif. Semakin

berat beban kerja semakin rendah tingkat kepuasan pasien, sebaliknya semakin

ringan beban kerja semakin tinggi tingkat kepuasan pasien.

Adapun Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada

variabel terikat yang diteliti yaitu kepuasan pasien, sedangkan pada penelitian ini

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beban Kerja

2.1.1 Pengertian Beban Kerja

Menurut Moekijat (2004) beban kerja adalah volume dari hasil kerja atau catatan

tentang hasil pekerjaan yang dapat menunjukan volume yang dihasilkan oleh

sejumlah pegawai dalam suatu bagian tertentu. Jumlah pekerjaan yang harus

diselesaikan oleh sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu atau beban

kerja dapat dilihat pada sudut pandang obyektif dan subyektif. Secara obyektif

adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan.

Sedangkan beban kerja secara subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang

terhadap pernyataan tentang perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan

pekerjaan dan kepuasan kerja. Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau

aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit

pelayanan keperawatan (Marquis dan Huston, 2004).

Menurut Caplan & Sadock (2006) beban kerja sebagai sumber ketidakpuasan

disebabkan oleh kelebihan beban kerja secara kualitatif dan kuantitatif.

Kelebihan beban kerja secara kuantitatif meliputi:

a. Harus melakukan observasi penderita secara ketat selama jam kerja.

b. Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan

keselamatan penderita.

c. Beragam jenis pekerjaan yang dilakukan demi kesehatan dan keselamatan

(25)

d. Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama 24 jam.

e. Kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah penderita.

Sedangkan kelebihan beban kerja secara kualitatif mencakup:

a. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi

sulitnya pekerjaan.

b. Tuntutan keluarga untuk kesehatan dan keselamatan penderita.

c. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas.

d. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

e. Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan

klien di ruangan.

f. Menghadapi pasien yang karakteristik tidak berdaya, koma, kondisi

terminal.

g. Setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja

Untuk memperkirakan beban kerja keperawatan pada sebuah unit pasien tertentu,

manajer harus mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi beban kerja

diantaranya (Caplan & Sadock, 2006);

a. Berapa banyak pasien yang dimasukkan ke unit perhari, bulan atau tahun.

b. Kondisi pasien di unit tersebut.

c. Rata-rata pasien menginap.

d. Tindakan perawatan langsung dan tidak langsung yang akan dibutuhkan

oleh masing-masing pasien.

(26)

f. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan masing-masing

tindakan perawatan langsung dan tak langsung.

2.1.3 Prosedur Penghitungan Beban Kerja

Menurut Asri (2006), menyebutkan bahwa secara terperinci prosedur perhitungan

beban kerja tenaga dokter dan perawat dapat dibagi seperti langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Mempersiapkan peralatan yang dipakai dalam perhitungan beban kerja.

Alat utama yang dipakai adalah :

1). Stop watch yaitu alat mengukur waktu.

2). Alat tulis yang digunakan untuk membuat catatan yang akan berguna

dalam pengukuran.

b. Menetapkan metode kerja yang akan digunakan dalam perhitungan beban kerja

terutama menetapkan metode standar seperti menyiapkan susunan tempat kerja

yang akan diteliti, peralatan dan lain-lain.

c. Memilih pekerja yang tepat, berpengalaman dan terlatih dalam bidangnya atau

disebut sebagai pekerja normal

d. Menyiapkan perlengkapan peralatan sehingga pengukuran tidak akan berhenti

di tengah jalan.

e. Memperhatikan dan mencatat actual time (waktu nyata) setiap pekerjaan.

f. Menghitung waktu normal.

g. Menetapkan waktu cadangan (allowance).

h. Menetapkan waktu standar.

(27)

Seperti kita ketahui perawat merupakan proporsi tenaga yang paling besar di

rumah sakit, diperkirakan sekitar 70% personel adalah perawat (Ilyas, 2004).

Dengan dominannya jumlah perawat di rumah sakit , sejumlah peneliti, praktisi,

dan asosiasi telah melakukan riset untuk dapat menghitung tenaga perawat dengan

mengembangkan formula khusus untuk menghitung kebutuhan tenaga perawat.

a. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Gillies

Menurut Gilles (2006), membagi tindakan keperawatan menjadi tindakan

keperawatan langsung, tidak langsung, dan penyuluhan kesehatan. Arti umum

keperawatan langsung adalah perawatan yang diberikan anggota staf

keperawatan secara langsung kepada pasien tersebut dan perawatan tersebut

dihubungkan secara khusus kepada kebutuhan fisik dan psikologisnya.

Perawatan tidak langsung adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan atas nama

pasien tetapi di luar kehadiran pasien yang berhubungan kepada lingkungan

pasien atau keberadaan finansial dan kesejahteraan sosial si pasien, perawatan

tidak langsung termasuk kegiatan seperti perencanaan perawatan,

penghimpunan peralatan dan perbekalan, diskusi dengan anggota tim

kesehatan lain, penulisan dan pembacaan catatan kesehatan pasien, pelaporan

kondisi pasien kepada rekan kerja, dan menyusun sebuah rencana bagi

perawatan pasien. Pengajaran kesehatan mencakup semua usaha oleh anggota

staf keperawatan untuk memberitahu, dan memotivasi pasien dan keluarganya

menyangkut perawatan setelah keluar dari rumah sakit.

b. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Ilyas.

(28)

1). Kegiatan langsung : semua kegiatan yang mungkin dilaksanakan oleh

seorang perawat terhadap pasien, misalnya menerima pasien, anamnesa

pasien, mengukur tanda vital, menolong BAB/BAK, merawat luka,

mengganti balutan, mengangkat jahitan, kompres, memberi

suntikan/obat/imunisasi, penyuluhan kesehatan.

2). Kegiatan tidak langsung : setiap kegiatan yang dilakukan oleh perawat

yang berkaitan dengan fungsinya, tetapi tidak berkaitan langsung dengan

pasien, seperti : menulis rekam medik, mencari kartu rekam medis pasien,

meng up-date data rekam medis, dokumentasi asuhan keperawatan.

3). Kegiatan tambahan : kegiatan pribadi yaitu semua kegiatan yang berkaitan

dengan kepentingan perawat yang diamati seperti makan, minum, pergi ke

toilet : maupun bagian atau organisasi rumah sakit seperti menginput harga

obat, ngamprah obat.

Untuk menghitung beban kerja bukan sesuatu yang mudah. Selama ini

kecenderungan kita dalam mengukur beban kerja berdasarkan keluhan dari

personel bahwa mereka sangat sibuk dan menuntut diberikan waktu lembur (Ilyas,

2004). Sedangkan untuk menghitung beban kerja personel menurut Ilyas (2004)

ada tiga cara yang dapat digunakan yaitu :

a). Work Sampling

Tehnik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang

dipangku oleh personil pada suatu unit, bidang ataupun jenis tenaga tertentu.

(29)

(1). Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja

(2). Kaitan antara aktifitas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu

jam kerja.

(3). Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak

produktif

(4). Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam work sampling adalah sebagai berikut :

(1). Menentukan jenis personil yang diteliti

(2). Melakukan pemilihan sample bila jumlah personil banyak. Dalam tahap

ini dilakukan simple random sampling untuk mendapatkan presentasi

populasi perawat yang akan diamati.

(3). Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan

sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat dan juga kegiatan

langsung yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak

langsung.

(4). Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.

(5). Mengamati kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2-15 menit

tergantung kebutuhan peneliti.

(6). Pada work sampling yang diamati adalah kegiatan dan penggunaan

waktunya, tanpa memperhatikan kualitas kerjanya (Ilyas, 2004).

(30)

Tehnik ini dilaksanakan dengan mengamati secara cermat kegiatan yang

dilakukan oleh personil yang sedang diamati. Pada time and motion study, kita

juga dapat mengamati sebagai berikut :

(1). Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja.

(2). Kaitan antara petugas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam

kerja.

(3). Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak

produktif.

(4). Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam time and motion study adalah

sebagai berikut :

(1). Menentukan jenis personil yang diteliti.

(2). Menentukan sampel dari perawat yang akan diteliti dengan cara purposive

sampling

(3). Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan

sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif dapat juga kegiatan langsung

yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak langsung.

(4). Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.

(5). Pengamatan dapat dilakukan selama 24 jam (3 shift) secara terus menerus,

bagaiman perawat melakukan aktivitasnya dan bagaimana kualitasnya

menjadi faktor penting dalam time and motion study. Kualitas kerja dapat

dilihat dari kesesuian antara kegiatan yang dilakukan dengan standar profesi

(31)

c). Daily Log

Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang-orang

yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk

kegiatan tersebut. Penggunaan tehnik ini sangat tergantung pada kerjasama dan

kejujuran dari personel yang diteliti. Dengan meggunakan formulir kegiatan dapat

dicatat jenis kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan dilakukan.

c. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Menurut Douglas

Menurut Douglas tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit didapatkan

jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore, dan malam tergantung pada

tingkat ketergantungan pasien. Tingkat ketergantungan pasien diklasifikasikan

berdasarkan teori Dorothea Orem. Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan

dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat

diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara

kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan

diri). Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien berdasarkan teori Dorothea Orem

yaitu:

1). Minimal Care :

a). Mampu naik turun tempat tidur

b). Mampu ambulasi dan berjalan sendiri

c). Mampu makan dan minum sendiri

d). Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan

e). Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)

(32)

g). Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan

h). Status psikologi stabil

g). Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik

h). Operasi ringan

2). Partial Care

a). Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik turun tempat tidur

b). Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan

c). Membutuhkan b antuan dalam menyiapkan makanan

d). Membutuhkan bantuan untuk makan atau disuap

e). Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

f). M embutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan

g). Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar

mandi

h). Pasca operasi minor (24 jam)

i). Melewati fase akut dari pasca operasi mayor

j). Fase awal dari penyembuhan

k). Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam

l). Gangguan emosional ringan

3). Total Care

a). Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur

b). Membutuhkan latihan pasif

c). Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena/NGT

(33)

e). Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan

f). Dimandikan perawat

g). Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter

h). Keadaan pasien tidak stabil

i). Perawatan kolostomi

j). Menggunakan WSD

k). Menggunakan alat traksi

l). Irigasi kandung kemih secara terus menerus

m). Menggunakan alat bantu respirator

n). Pasien tidak sadar

Menurut Douglas, mengklasifikasikan ketergantungan pasien berdasarkan standar

waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut :

1). Keperawatan Mandiri (Self care) : 1-2 jam/hari dimana pasien masih mampu

melakukan pergerakan atau berjalan, makan, mandi maupun eleminasi tanpa

bantuan. Bantuan hanya diberikan terhadap tindakan khusus.

2). Keperawatan Sebagian (Partial Care) : 3-4 jam/hari dimana pasien masih

punya kemampuan sebagian tetapi untuk melakukan pergerakan secara penuh

seperti berjalan, bangun, makan, mandi dan eleminasi perlu dibantu oleh

seorang perawat.

3). Keperawatan Total (Total Care) : 5-7 jam/hari dimana pasien memerlukan

bantuan secara penuh, atau tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat

(34)

tidak mampu melakukan pergerakan, mandi dan eleminasi perlu dibantu dan

[image:34.595.111.507.193.323.2]

pada umumnya memerlukan dua perawat.

Tabel 1. Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan klasifikasi ketergantungan pasien

Waktu Klasifikasi Kebutuhan Perawat

Pagi Siang Sore

Minimal 0,17 0,14 0,07

Intermediate 0,27 0,15 0,10

Maksimal 0,36 0,30 0,20

Douglas (dalam PPE, 2004)

d. Metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique ( SWAT )

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) pertama kali

dikembangkan oleh Gary Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong

Laboratory, Ohio USA digunakan analisis beban kerja yang dihadapi oleh

seseorang yang harus melakukan aktivitas baik yang merupakan beban kerja fisik

maupun mental yang bermacam-macam dan muncul akibat meningkatnya

kebutuhan akan pengukuran subjektif yang dapat digunakan dalam lingkungan

yang sebenarnya (real world environment). Dalam penerapannya SWAT akan

memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk

mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja.

SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi dimensional dari

beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu (time

load), beban mental (mental effort load), dan beban psikologis (psychological

(35)

tinggi (Sritomo,2007). Yang dimaksud dengan dimensi secara definisi adalah

sebagai berikut :

1) Time Load : adalah yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam

perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas. Beban waktu rendah, beban

waktu sedang, beban waktu tinggi)

2) Mental Effort Load : adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak

usaha mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu

tugas (beban usaha mental rendah, beban usaha mental sedang, beban usaha

mental tinggi)

3) Psychological Stress Load : adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan,

frustasi yang dihubungkan dengan performansi atau penampilan tugas (Beban

tekanan psikologis rendah, beban tekanan psikologis sedang, beban tekanan

psikologis tinggi).

Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari 2 tahapan, yaitu tahap penskalaan

(scale development) dan tahap penilaian (event scoring). Pada langkah pertama 27

kombinasi tingkatan tingkatan beban kerja mental diurutkan dengan dari 27 kartu

kombinasi dari urutan beban kerja terendah sampai dengan beban kerja tertinggi,

menurut persepsi masing-masing pekerja. Dalam pengurutan kartu tersebut tidak

ada suatu aturan mana yang benar atau yang salah. Dalam hal ini pengurutan kartu

yang benar adalah yang dilakukan menurut intuisi dan preferensi yang dipahami

oleh responden. Dari hasil pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam

sebuah skala interval dari beban kerja dengan range 0-100 (dapat dilihat pada

(36)

dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang dan tinggi) untuk setiap

tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi

tersebut yang dapat dari tahap penskalaan kemudian dipakai sebagai beban kerja

untuk aktivitas yang bersangkutan (Wignjosoebroto, 2007).

Hasil dari konversi ini maka dapat diketahui beban kerja masing-masing pekerja,

adapun kategori beban kerja dari masing-masing pekerja adalah sebagai berikut ;

1) Beban kerja rendah ratingnya berada di nilai 40 ke bawah.

2) Beban kerja sedang jika ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60.

3) Beban kerja tinggi jika nilai SWAT ratingnya berada di nilai 61 sampai 100

Tabel 2. Skala Akhir SWAT

Menurut Zadry (2007), pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat

[image:36.595.204.445.386.685.2]
(37)

tekstil, pabrik-pabrik (perakitan) kendaraan bermotor, perusahaan penyedia jasa,

dan pabrik-apbrik (perusahaan) yang memerlukan tingkat kecermatan yang tinggi,

sektor perhubungan, seperti untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para

pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.

Selain itu Zadry (2007), juga mengungkapkan tentang cara pelaksanaan SWAT

sebagai berikut :

1) Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pengukuran kepada

subjek (orang) yang akan diteliti.

2) Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus diurutkan oleh

subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload yang

terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap subjek.

3) Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh subjek, kemudian

di‘download’ di computer-program SWAT sehingga didapatkan nilai dari

SWAT score untuk tiap subjek.

4) Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer mengkonversikan

performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban

kerjanya (workload), yang terdiri dari :

a) Time Load (T) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

b) Mental Effort Load (E) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

c) Psychological Stress Load (S) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40,

maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila

(38)

tinggi, artinya subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan

tambahan lain.

5) Mengkaji pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah pekerjaan

yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya (kombinasi dari

Time Load, Mental Effort, dan Stress Load) dikategorikan sebagai pekerjaan

dengan beban kerja rendah (1), menengah (2), atau tinggi (3) menurut yang

bersangkutan.

6) Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk

ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat

diantisipasi langkah selanjutnya.

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Pengertian kepuasan kerja

Wexley dan Yuki (2005) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan

emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari penghargaan atas

sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya. Dikatakan lebih lanjut bahwa

kepuasan kerja merupakan hasil dari prestasi seseorang terhadap sampai seberapa

baik pekerjaannya menyediakan sesuatu yang berguna baginya.

Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum

terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima

seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.

Pegawai yang menikmati pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja keras dan

balas jasa dirasa adil dan layak (Fathoni, 2001).

(39)

komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau kognitif, afektif, dan

evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah ”keadaan emosi yang

senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman

kerja seseorang.”

Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik

pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Terdapat tiga dimensi

yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja

merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan

kerja dapat dilihat dan dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan

menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan.

Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Menurut

Handoko (2004) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai keadaan

emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para

pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan sikap

seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif pegawai

terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Departemen personalia atau pihak manajemen harus senantiasa memonitor

kepuasan kerja, karena hal ini dapat mempengaruhi tingkat absensi, perputaran

tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital

lainnya.

Menurut Malthis (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari

mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat

(40)

secara umum adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan,

hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja, dan kesempatan untuk maju.

Setiap dimensi menghasilkan perasaan puas secara keseluruhan dengan pekerjaan

itu sendiri. Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap

individu pegawai berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja ini dapat

diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan labour turnover yang kecil, maka

secara relatif kepuasan kerja pegawai baik tetapi sebaliknya jika kedisiplinan,

moral kerja dan labour turnover besar, maka kepuasan kerja pegawai pada

perusahaan dinilai kurang.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja

pegawai merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana mereka memandang

pekerjaannya. Kepuasan pegawai dapat memberikan beberapa manfaat,

diantaranya adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan

dengan pegawai. Kepuasan atau ketidakpuasan pegawai adalah respon pegawai

terhadap evaluasi tingkat kesesuaian antara harapan sebelumnya dan kinerja

desain pekerjaan aktual yang dirasakan oleh pegawai. Jadi, tingkat kepuasan

pegawai terhadap pekerjaannya dan karirnya merupakan fungsi dari perbedaan

antara kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karir yang dirasakan dengan

harapan pegawai. Apabila kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya

tidak sesuai dengan harapan atau harapan melebihi kinerja desain dan evaluasi

pekerjaan dan karirnya, maka pegawai akan kecewa. Sedangkan apabila kinerja

desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya sesuai dengan harapan atau bahkan

(41)

adalah keadaan emosional seseorang terhadap pekerjaannya, ketika dia

menemukan titik temu antara apa yang dia harapkan dari pekerjaan itu dan apa

yang telah diberikan perusahaan terhadap dirinya.

2.2.2 Indikator Kepuasan Kerja

As’sad (2001) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan indikasi

menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi (absenteeism),

tingginya keluar masuknya pegawai (turnover), menurunnya produktivitas kerja

atau prestasi kerja pegawai (performance). Apabila indikasi menurunnya

kepuasan kerja pegawai tersebut muncul ke permukaan, maka hendaknya segera

ditangani supaya tidak merugikan perusahaan.

Menurut Wibowo (2007), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi

timbulnya kepuasan kerja, sebagai berikut.

a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)

Kepuasan yang ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan

kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

b. Discrepancies (perbedaan)

Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi

harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang

diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.

c. Value attainment (pencapaian nilai)

Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang memberikan

(42)

d. Equity (keadilan)

Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat

kerja.

e. Dispositional / genetic components (komponen genetik)

Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian

merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Menurut Luthans (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja

seperti diuraikan berikut ini :

a. Pekerjaan itu sendiri

Yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang

menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan

yang dapat memberikan status.

b. Upah/gaji

Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor yang

kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.

c. Promosi

Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam

terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbeda-beda

dan bervariasi pula imbalannya.

d. Supervisi

Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting.

(43)

Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan

kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi

pegawai individu.

f. Kondisi kerja/lingkungan kerja

Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya,

maka pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun

bila kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya,

pegawai akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.

Walaupun uraian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor kepuasan kerja

cukup variatif, namun As’ad (2001) berpendapat bahwa dengan sepuluh faktor

kepuasan kerja nampaknya jauh lebih beragam. Kesepuluh faktor diuraikan

sebagai berikut:

a. Kesempatan untuk maju, dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk

memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

b. Keamanan kerja, sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi

pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi

perasaan pegawai selama kerja.

c. Gaji, lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang

mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

d. Perusahaan dan manajemen, dimana perusahaan dan manajemen yang baik

adalah faktor yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil.

(44)

e. Pengawasan (supervisi), bagi pegawai, supervisor dianggap sebagai figure ayah

dan sekaligus atasan. Supervisi yang buruk berakibat absensi dan turn over.

f. Faktor intrinsik dari pekerjaan, dimana atribut yang ada pada pekerjaan

mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan

akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

g. Kondisi kerja, termasuk disini adalah kondisi kerja, ventilasi, penyinaran,

kantin, dan tempat parkir.

h. Aspek sosial, merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi

dipandang sebagai faktor yang menunjang kepuasan atau ketidakpuasan dalam

pekerjaan.

i. Komunikasi, di mana komunikasi yang lancar antara pegawai dengan pihak

manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya dalam hal ini

adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan

mengakui pendapat ataupun prestasi pegawai. Keadaan ini akan sangat

berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaan.

j. Fasilitas, termasuk didalamnya fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau

perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan

menimbulkan rasa puas.

2.3 Hubungan beban kerja dengan kepuasan kerja

Tenaga keperawatan sebagai bagian dari sistem ketenagaan kesehatan, diharapkan

(45)

global (Achir Yani, 2002). Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai

apabila ada keseimbangan antara jumlah tenaga dengan beban kerja perawat di

suatu rumah sakit (Depkes RI, 2002). Dalam membuat perencanaan

ketenagaan harus benar-benar diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan

dampak pada beban kerja yang tinggi, yang dapat mengakibatkan turunnya

kualitas pelayanan keperawatan. Sistem kerja yang tidak dirancang dengan

baik dapat menyebabkan keluhan subyektif, beban kerja menjadi tidak efektif

dan tidak efisien, yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan dalam

bekerja, sehingga produktivitas kinerjapun menjadi menurun (Bina Diknakes,

2001). Kurangnya tenaga keperawatan baik kuantitas maupun kualitas akan

sangat mengganggu pada asuhan keperawatan yang diberikan, karena akan

semakin menambah beratnya beban kerja, yang pada gilirannya mengakibatkan

prestasi kerja menurun dan kepuasan kerjapun berkurang, hal ini juga dapat

mengakibatkan kepuasan pasien turut berkurang (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan hasil survey Nasional yang dilakukan Anna (2001) bahwa salah

satu hal yang menyebabkan kualitas pelayanan keperawatan menurun

adalah beban kerja yang tinggi (2928 responden), waktu istirahat yang

kurang (5711 respoden), merasa kelelahan (3617 responden).

Menurut Irwady (2007) bahwa beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas

tenaga kesehatan khususnya perawat , dimana 53,2% waktu benar-benar produktif

digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan

untuk kegiatan penunjang. Analisa beban kerja perawat dapat dilihat dari

(46)

tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, waktu kerja

yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang

berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat

menyelesaikan kerjanya dengan baik. Kepuasan kerja merupakan hal yang

penting karena secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi

produktivitas kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan

asuhan keperawatan kepada pasien. Dengan terwujudnya kepuasan kerja dari

perawat diharapkan akan tercipta suatu pelayanan keperawatan yang baik.

Gambar

Tabel 1. Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan klasifikasi ketergantungan pasien
Tabel 2. Skala Akhir SWAT

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan tingkat stres kerja antara perawat kritis dan perawat gawat darurat di RSUD Dr Moewardi Surakarta.. (tidak

(6) Tidak ada hubungan antara beban kerja total (fisik, psikologis, dan sosial) dengan waktu tanggap perawat gawat darurat menurut persepsi pasien di IGD RSU Pandan Arang

Tujuan penelitian mengetahui adanya hubungan antara beban kerja mental dengan kinerja perawat di ruangan ICU dan IGD Rumah Sakit Adi Husada Kapasari Surabaya. Penelitian ini

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara beban kerja perawat dengan pelayanan personal hygiene kepada pasien diruang rawat inap RSUD Banyumas. Metode : Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat Medik memiliki presentase terbesar pada kategori beban kerja berat adalah

Tujuan penelitian mengetahui adanya hubungan antara beban kerja mental dengan kinerja perawat di ruangan ICU dan IGD Rumah Sakit Adi Husada Kapasari Surabaya. Penelitian ini

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai hubungan motivasi dan beban kerja dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap RSUD Kota Makassar dapat disimpulkan bahwa

Hubungan beban kerja mental dengan burnout perawat di ruang IGD Rumah Sakit UNS Burnout Beban kerja mental r = - 0,178 P > 0,395 n = 25 Sumber : Data primer 2022 Berdasarkan