• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Data

Eksplorasi data dari masing-masing peubah dilakukan untuk melihat pola data secara umum. Gambar 1 menunjukkan pola deret waktu peubah suku bunga SBI. Terjadi peningkatan suku bunga SBI secara drastis pada permulaan tahun 1998. Hal tersebut dikarenakan terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia. Pada saat krisis moneter, Bank Indonesia menetapkan tingkat suku bunga SBI hingga mencapai 70% yang terjadi pada bulan Agustus 1998. Namun demikian, tidak lama kemudian suku bunga SBI berangsur turun pada akhir tahun 1998. Tingkat suku bunga SBI cenderung turun dan relatif stabil dibawah 18% mulai pertengahan tahun 1999.

Gambar 1 Plot suku bunga SBI.

Pada tahun 1998 IHSG mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu pada bulan September 1998. Hal ini berkaitan dengan

terjadinya krisis moneter dan penetapan suku bunga yang sangat tinggi sehingga menyebabkan turunnya harga saham. Namun seiring dengan pemulihan ekonomi, IHSG terus meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan plot deret waktu IHSG yang cenderung meningkat pada Gambar 2.

Gambar 2 Plot IHSG.

Peubah suku bunga internasional cenderung stabil dari bulan ke bulan sampai Januari 2001. Namun setelah itu terjadi penurunan suku bunga internasional hingga penghujung tahun 2001. Pada tahun 2002 sampai dengan 2004 suku bunga internasional cenderung stabil yaitu sekitar 4%. Kenaikan tingkat suku bunga internasional terjadi pada awal tahun 2005 hingga akhir tahun 2005. Plot deret waktu suku bunga internasional dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Plot suku bunga internasional.

Model ARIMA

Suku Bunga SBI

Langkah awal sebelum mengidentifikasi model ARIMA data suku bunga SBI adalah pemeriksaan kestasioneran data tersebut. Plot deret waktu suku bunga SBI (Gambar 1) menunjukkan pola yang tidak stasioner baik dalam ragam maupun rataan. Untuk menstasionerkan data dalam ragam maka

kointegrasi lebih besar dari nol maka model yang digunakan adalah VECM (Enders, 1995).

4. Analisis model VAR, VARD atau VECM.

5. Interpretasi terhadap model. 6. Uji kelayakan model.

7. Pengkajian fungsi respon impuls dan dekomposisi ragam

8. Peramalan.

d. Evaluasi peramalan dengan MAPE dan membandingkan hasil peramalan antara model ARIMA dengan model VAR.

Analisis data dilakukan dengan

menggunakan Software Eviews Versi 4.1 dan

Microsoft Office Excel 2003.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Eksplorasi data dari masing-masing peubah dilakukan untuk melihat pola data secara umum. Gambar 1 menunjukkan pola deret waktu peubah suku bunga SBI. Terjadi peningkatan suku bunga SBI secara drastis pada permulaan tahun 1998. Hal tersebut dikarenakan terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia. Pada saat krisis moneter, Bank Indonesia menetapkan tingkat suku bunga SBI hingga mencapai 70% yang terjadi pada bulan Agustus 1998. Namun demikian, tidak lama kemudian suku bunga SBI berangsur turun pada akhir tahun 1998. Tingkat suku bunga SBI cenderung turun dan relatif stabil dibawah 18% mulai pertengahan tahun 1999.

Gambar 1 Plot suku bunga SBI.

Pada tahun 1998 IHSG mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu pada bulan September 1998. Hal ini berkaitan dengan

terjadinya krisis moneter dan penetapan suku bunga yang sangat tinggi sehingga menyebabkan turunnya harga saham. Namun seiring dengan pemulihan ekonomi, IHSG terus meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan plot deret waktu IHSG yang cenderung meningkat pada Gambar 2.

Gambar 2 Plot IHSG.

Peubah suku bunga internasional cenderung stabil dari bulan ke bulan sampai Januari 2001. Namun setelah itu terjadi penurunan suku bunga internasional hingga penghujung tahun 2001. Pada tahun 2002 sampai dengan 2004 suku bunga internasional cenderung stabil yaitu sekitar 4%. Kenaikan tingkat suku bunga internasional terjadi pada awal tahun 2005 hingga akhir tahun 2005. Plot deret waktu suku bunga internasional dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Plot suku bunga internasional.

Model ARIMA

Suku Bunga SBI

Langkah awal sebelum mengidentifikasi model ARIMA data suku bunga SBI adalah pemeriksaan kestasioneran data tersebut. Plot deret waktu suku bunga SBI (Gambar 1) menunjukkan pola yang tidak stasioner baik dalam ragam maupun rataan. Untuk menstasionerkan data dalam ragam maka

dilakukan transformasi logaritma. Plot ACF dan PACF pada Lampiran 1 menunjukkan ACF turun secara lambat menuju nol sedangkan PACF nyata pada tiga beda kala pertama. Berdasarkan keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak stasioner dalam rataan sehingga dibutuhkan pembedaan agar diperoleh deret yang stasioner. Setelah dilakukan pembedaan satu kali terlihat bahwa data sudah stasioner dimana plot ACF tidak lagi turun secara lambat menuju nol (Lampiran 2).

Pemeriksaan kestasioneran data deret waktu secara formal dilakukan dengan

menggunakan uji Augmented Dickey Fuller

(ADF). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat bahwa peubah suku bunga SBI tidak stasioner saat I(0) (data sebelum pembedaan)

karena nilai t-hitung > nilai kritis MacKinnon

pada α=5% yang menyatakan bahwa data

tidak stasioner. Sedangkan saat I(1) nilai t-

hitung < nilai kritis MacKinnon, yang berarti

bahwa data telah stasioner.

Tabel 1 Uji Augmented Dickey Fuller

Peubah I(0) Nilai I(1) Nilai

t-hit Kritis t-hit Kritis

sbSBI -2,07 -3,46 -6,36 -3,46

IHSG -1,69 -3,46 -7,95 -3,46

sbInt -0,03 -3,46 -5,29 -3,46

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi model-model tentatif berdasarkan plot ACF maupun PACF. Beberapa alternatif model untuk suku bunga SBI dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Alternatif model ARIMA untuk suku bunga SBI Model No. ARIMA Koefisien Nilai- p AIC Konstanta 0,733 1. (1,1,0) AR(1) 0,000 -3,28 Konstanta 0,775 MA(1) 0,020 2. (0,1,2) MA(2) 0,000 -3,37 Konstanta 0,397 AR(1) 0,000 MA(1) 0,000 3. (1,1,2) MA(2) 0,000 -3,77

Berdasarkan Tabel 2, ketiga model tersebut signifikan dalam parameter pada

α=5% karena memiliki nilai peluang statistik t

(nilai-p) < α=5%. Namun dari ketiga model

tersebut, model yang terbaik adalah ARIMA (1,1,0) karena tidak terdapat autokorelasi sisaan pada model tersebut (Lampiran 3). Model yang lain tidak layak karena berdasarkan pengujian statistik Q terhadap sisaan (Lampiran 4 dan 5) dengan penetapan

α sebesar 5%, terdapat autokorelasi dalam

sisaan model-model tersebut (nilai-p < α=5%).

IHSG

Plot IHSG pada Gambar 2 menunjukkan pola data yang tidak stasioner dalam ragam maupun rataan. Agar data stasioner dalam ragam maka dilakukan transformasi logaritma.

Plot ACF data IHSG (Lampiran 6) terlihat

turun lambat menuju nol sehingga data tidak stasioner dalam rataan. Untuk itu dilakukan pembedaan 1 kali agar data menjadi stasioner. Plot ACF setelah pembedaan 1 kali menunjukkan ACF tidak lagi turun lambat menuju nol (Lampiran 7). Ini menunjukkan bahwa data sudah stasioner. Melalui uji ADF pada Tabel 1 diperoleh hasil bahwa data IHSG stasioner setelah dilakukan pembedaan 1 kali

dimana nilai t-hitung < nilai kritis MacKinnon

pada α=5%.

Alternatif model untuk IHSG dapat dilihat

padaTabel 3. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh

model yang terbaik yaitu model ARIMA (2,1,0). Model yang lain tidak dipilih karena model-model tersebut memiliki koefisien

parameter yang tidak signifikan pada α=5%

(nilai-p < α=5%).

Tabel 3 Alternatif model ARIMA untuk

IHSG Model No. ARIMA Koefisien Nilai- p AIC Konstanta 0,381 AR(1) 0,031 1. (2,1,0) AR(2) 0,043 -3,63 Konstanta 0,363 MA(1) 0,061 2. (0,1,2) MA(2) 0,277 -5,86 Konstanta 0,301 AR(1) 0,230 AR(2) 0,000 MA(1) 0,003 3. (2,1,2) MA(2) 0,000 -5,92

Pada pengujian statistik Q untuk model ARIMA (2,1,0) (Lampiran 8) diperoleh hasil

seluruh nilai-p > α=5% yang artinya tidak

terdapat autokorelasi pada sisaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model tersebut layak.

Suku Bunga Internasional

Plot deret waktu data aktual suku bunga internasional pada Gambar 3 menunjukkan pola data yang tidak stasioner dalam ragam maupun rataan. Sehingga data suku bunga internasional juga ditransformasi dengan transformasi logaritma. Pada Lampiran 9 terlihat bahwa plot ACF data awal turun lambat menuju nol sehingga data tidak stasioner dalam rataan. Untuk itu dilakukan pembedaan 1 kali agar data menjadi stasioner. Setelah pembedaan 1 kali, ACF tidak lagi turun lambat menuju nol (Lampiran 10). Hal tersebut didukung oleh hasil uji ADF pada Tabel 1 yaitu data suku bunga internasional stasioner setelah dilakukan pembedaan 1 kali

dimana nilai t-hitung < nilai kritis MacKinnon

pada α=5%.

Beberapa alternatif model untuk suku bunga internasional seperti terlihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, kedua model menunjukkan nilai koefisien parameter yang

signifikan pada α=5%.

Tabel 4 Alternatif model ARIMA untuk suku bunga internasional Model No. ARIMA Koefisien Nilai- p AIC Konstanta 0,857 1. (1,1,0) AR(1) 0,000 -5,94 Konstanta 0,985 AR(1) 0,000 2. (1,1,1) MA(1) 0,001 -5,97

Pada pengujian statistik Q untuk kedua model tersebut (Lampiran 11 dan 12), seluruh

nilai-p > α=5% yang berarti tidak terdapat

autokorelasi pada sisaan. Dengan kata lain, kedua model tersebut layak. Namun, untuk model terbaik dipilih model ARIMA (1,1,1) karena nilai AIC-nya lebih kecil dari nilai AIC model ARIMA (1,1,0).

Model VAR

Penentuan Panjang Beda Kala atau Ordo VAR

Berdasarkan nilai AIC dan SBC pada saat p=2 diperoleh nilai AIC dan SBC terkecil sehingga model VAR yang digunakan adalah model VAR ordo ke-2 atau VAR dengan beda kala 2. Hasil perhitungan AIC dan SBC selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil perhitungan AIC dan SBC Lag AIC SBC 0 -3,5930 -3,5061 1 -13,8591 -13,5118 2 -14,1373* -13,5296* 3 -13,9957 -13,1275 4 -13,8512 -12,7226 5 -13,7770 -12,3880 6 -13,7592 -12,1097 7 -13,7503 -11,8404 8 -13,8296 -11,6592 9 -13,8448 -11,4140 10 -13,9421 -11,2509 11 -13,8947 -10,9430 12 -13,8120 -10,5998

* mengindikasikan ordo / beda kala yang dipilih oleh kriteria informasi AIC dan SBC

Uji Kointegrasi

Karena data tidak stasioner dalam rataan dan harus dilakukan pembedaan 1 kali terhadap data maka perlu dilakukan uji kointegrasi. Hasil uji ADF sisaan kombinasi linier peubah suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional dapat dilihat pada Tabel 6. Kombinasi linier diperoleh melalui pendugaan metode kuadrat terkecil. Dari uji ADF tersebut diperoleh statistik uji t > nilai

kritis MacKinnon pada α=5% sebesar -2,89,

sehingga sisaan tidak stasioner. Berdasarkan kondisi tersebut maka tidak terdapat kointegrasi antara deret suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional.

Tabel 6 Hasil uji ADF sisaan dari kombinasi linier peubah suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional

Peubah Peubah statistik t

tak bebas bebas sisaan

sbSBI IHSG, sbInt -1,54

IHSG sbSBI, sbInt -0,97

sbInt sbSBI, IHSG -1,39

Hasil uji Johansen pada Tabel 7

memberikan kesimpulan yang sama dengan

hasil metode Engle Granger pada Tabel 6.

Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa H0

diterima pada saat r=0, dimana nilai λtrace(r)<

nilai kritis λtrace

.

Sehingga dapat disimpulkan

tidak terdapat kointegrasi antara suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional.

Tabel 7 Uji Johansen untuk kointegrasi

H0 H1

rank = r rank > r λtrace(r)

Nilai Kritis trace λ 0 0 31,48 42,44 1 1 6,97 25,32 2 2 2,92 12,25 Pendugaan Model

Dari hasil uji kointegrasi disimpulkan tidak terdapat kointegrasi antara suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional

pada α=0.05. Oleh karena itu, model yang

digunakan adalah model VAR dengan pembedaan (VARD) sampai ordo d. Karena ketiga peubah ekonomi tersebut stasioner setelah dilakukan pembedaan 1 kali terhadap data, maka model yang digunakan untuk menjelaskan hubungan ketiga peubah tersebut adalah model VAR pembedaan 1 kali.

Hasil pendugaan model tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk peubah endogen d_sbSBI, peubah yang signifikan adalah d_sbSBI, d_IHSG, dan d_sbInt satu bulan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa selisih nilai antar waktu suku bunga SBI dipengaruhi oleh selisih nilai antar waktu suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional satu bulan sebelumnya. Secara umum, hubungan antara d_sbSBI dengan d_IHSG adalah negatif, karena nilai koefisiennya yang negatif. Artinya jika selisih nilai antar waktu IHSG meningkat maka selisih nilai antar waktu suku bunga SBI cenderung turun. Selisih nilai antar waktu IHSG dua bulan sebelumnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap selisih nilai antar waktu IHSG. Sedangkan untuk peubah d_sbInt,

peubah yang berpengaruh hanyalah d_sbInt satu bulan sebelumnya. Artinya selisih nilai antar waktu suku bunga internasional dipengaruhi oleh selisih antar waktu suku bunga internasional satu bulan sebelumnya.

Hasil pendugaan yang diperoleh cenderung tidak konsisten dengan teori ekonomi yang ada. Dari hasil pendugaan diperoleh bahwa peubah d_IHSG mempengaruhi d_sbSBI, bukan sebaliknya. Ketika tingkat suku bunga tinggi, investor akan cenderung memilih penempatan dananya tidak pada saham. Dengan demikian, tingkat suku bunga yang tinggi akan diikuti dengan penurunan harga saham. Sunariyah (2004) menjelaskan bahwa meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan harga kapital sehingga memperbesar biaya perusahaan dan terjadi perpindahan investasi dari saham ke

deposito atau fixed investasi lainnya. Apabila

faktor-faktor lain dianggap tetap (cateris

paribus) profitabilitas perusahaan akan menurun sehingga disimpulkan tingkat bunga

yang tinggi adalah signal negatif bagi harga

saham.

Hasil pendugaan d_sbSBI menunjukkan bahwa d_sbSBI dipengaruhi oleh d_sbInt. Hasil ini mendukung pernyataan Rowter (2006) yaitu salah satu faktor yang harus dipertimbangkan BI dalam menurunkan atau menaikkan suku bunga adalah perkembangan suku bunga internasional.

Diagnostik Model

Pemeriksaan terhadap sisaan dilakukan

dengan menggunakan uji Portmanteau

Tabel 8 Hasil Pendugaan Model VARD

D_sbSBI D_ IHSG D_ sbInt

D_sbSBI (-1) 0,283726* -0,174434 0,006153 [ 3,71906] [-1,91312] [ 0,21534] D_sbSBI (-2) 0,116432 -0,007295 0,006972 [ 1,56768] [-0,08219] [ 0,25068] D_ IHSG (-1) -0,230218* 0,210602* 0,056851 [-2,62527] [ 2,00944] [ 1,73107] D_ IHSG (-2) -0,000761 -0,271090* 0,044466 [-0,00840] [-2,50509] [ 1,31129] D_ sbInt (-1) 0,655035* 0,079658 0,444137* [ 2,30812] [ 0,23486] [ 4,17882] D_ sbInt (-2) -0,280356 0,040903 0,194689 [-0,97897] [ 0,11951] [ 1,81528] Konstanta -0,003691 0,003439 -0,000454 [-1,08662] [ 0,84710] [-0,35695]

(Lampiran 13). Uji sisaan tersebut menunjukkan bahwa sampai lag ke-12 tidak ada komponen autokorelasi yang signifikan

pada α=5% (nilai-p > α=5%). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa model tersebut layak.

Fungsi Respon Impuls

Fungsi respon impuls dari seluruh peubah suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional selama 10 periode dapat dilihat

pada Lampiran 14, 15 dan 16. Misalkan shock

atau guncangan suku bunga SBI pada periode

ke-t dinotasikan dengan

ε

sbSBI(t), guncangan

IHSG pada periode ke-t dengan

ε

IHSG(t), dan

guncangan suku bunga internasional pada periode ke-t dengan

ε

sbInt(t).

Gambar 4(a) menunjukkan bahwa efek

guncangan

ε

sbSBI(1) sebesar 1 unit akan

menyebabkan kenaikan 1 unit nilai suku bunga SBI pada periode ke-1. Hingga periode ke-n, sistem menuju kestabilan dimana

guncangan

ε

sbSBI(1) sebesar 1 unit akan

menyebabkan nilai peubah suku bunga SBI konvergen menuju nol. Pada Gambar 4(b),

guncangan

ε

IHSG(1) sebesar 1 unit pada suku

bunga SBI pengaruhnya hanya terasa pada periode ke-2 dan periode ke-3, yaitu dengan penurunan nilai suku bunga SBI sebesar 0,23 dan 0,08 unit. Pada Gambar

4(c), pengaruh guncangan

ε

sbInt(1) sebesar 1

unit menyebabkan kenaikan nilai suku bunga SBI hingga mencapai 0,66 unit pada periode ke-2. Namun nilai kenaikannya cenderung turun mendekati nol untuk periode selanjutnya.

Gambar 5 memperlihatkan reaksi IHSG dalam 10 periode terhadap perubahan guncangan IHSG itu sendiri. Dapat dilihat

bahwa guncangan

ε

IHSG(1) sebesar 1 unit

menyebabkan kenaikan nilai IHSG sebesar 1

unit pada periode ke-1. Guncangan

ε

IHSG(1)

sebesar 1 unit membuat kenaikan nilai IHSG sebesar 0,2 unit pada periode ke-2 . Terlihat bahwa terjadi penurunan kenaikan nilai pada IHSG dari periode ke-1 ke periode ke-2 akibat guncangan yang ditimbulkannya. Untuk

periode selanjutnya guncangan

ε

IHSG(1) tidak

berpengaruh terhadap IHSG itu sendiri. Respon suku bunga internasional terhadap guncangannya sendiri dapat dilihat pada Gambar 6. Pada periode ke-1, guncangan

sbInt(1)

ε

menyebabkan kenaikan nilai suku

bunga internasional sebesar 1 unit. Pada periode selanjutnya, guncangannya menyebabkan kenaikan nilai suku bunga internasional yang cenderung turun. Grafik respon impuls selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17.

Gambar 4 Respon suku bunga SBI terhadap guncangan suku bunga SBI 4(a), IHSG 4(b), dan suku bunga internasional 4(c).

4(a) 4(b) 4(c) : SK : aktual : SK : aktual : SK : aktual

Gambar 5 Respon IHSG terhadap guncangan Gambar 6 Respon suku bunga internasional IHSG. terhadap guncangan suku bunga

internasional.

Dekomposisi Ragam

Pada Lampiran 18 terlihat bahwa terhadap peramalan suku bunga SBI, yang dominan adalah suku bunga SBI itu sendiri dimana kontribusinya sekitar 86% hingga 10 periode ke depan. Peramalan suku bunga SBI 10 tahun ke depan sedikit memperoleh kontribusi dari IHSG dan suku bunga internasional.

Untuk peramalan IHSG, kontribusi yang dominan berasal dari IHSG sendiri dimana kontribusinya mencapai 94% hingga 10 periode ke depan. Suku bunga SBI memberikan kontribusi sekitar 6% terhadap peramalan IHSG 10 periode ke depan (Lampiran 19).

Begitu pula halnya dengan suku bunga internasional dimana peramalannya selama 10 periode ke depan didominasi oleh peubahnya sendiri. Peramalan suku bunga internasional hanya mendapatkan sedikit kontribusi dari suku bunga SBI dan IHSG (Lampiran 20). Grafik dekomposisi ragam untuk seluruh peubah dapat dilihat pada Lampiran 21.

Hasil Peramalan Model ARIMA dan VAR

Hasil peramalan suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional dengan menggunakan model ARIMA dan VAR dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 7. Hasil peramalan model ARIMA menunjukkan bahwa suku bunga SBI dan IHSG relatif stabil dari Januari 2006 sampai dengan Mei 2006. Sedangkan peramalan suku bunga internasional menunjukkan terjadinya kenaikan suku bunga internasional periode Januari 2006 hingga Mei 2006. Evaluasi peramalan untuk peubah suku bunga SBI dan suku bunga internasional menghasilkan nilai MAPE yang relatif kecil yaitu sebesar 1,18 dan 1,85. Ini menunjukkan bahwa model ARIMA tersebut efektif digunakan untuk peramalan suku bunga SBI dan suku bunga internasional. Sedangkan evaluasi peramalan

untuk peubah IHSG menghasilkan nilai MAPE yang relatif lebih besar yaitu sebesar 7,16.

Hasil peramalan model VAR menunjukkan bahwa suku bunga SBI dan IHSG relatif stabil dari Januari 2006 sampai dengan Mei 2006. Berbeda dengan suku bunga SBI dan IHSG, peramalan suku bunga internasional menunjukkan terjadinya penurunan suku bunga internasional periode Januari 2006 hingga Mei 2006. Evaluasi peramalan untuk peubah suku bunga SBI menghasilkan nilai MAPE yang relatif kecil yaitu sebesar 1,37. Ini menunjukkan bahwa model VAR tersebut efektif digunakan untuk peramalan suku bunga SBI. Sedangkan evaluasi peramalan untuk peubah IHSG dan suku bunga internasional menghasilkan nilai MAPE yang relatif lebih besar yaitu sebesar 14,29 dan 10,68. Nilai MAPE tersebut menunjukkan bahwa penyimpangan nilai ramalan terhadap nilai aktual relatif besar. Hal ini diperjelas melalui gambar 7(b) dan 7(c), dimana hasil peramalan IHSG dan suku bunga internasional dangan menggunakan model VAR menyimpang agak jauh terhadap nilai aktualnya.

Perbandingan hasil peramalan model ARIMA dengan model VAR dilakukan dengan membandingkan hasil MAPE setiap model untuk masing-masing peubah. Untuk suku bunga SBI, nilai MAPE hasil peramalan dengan model ARIMA adalah 1,18 sedangkan pada model VAR sebesar 1,37. Pada kasus ini, terlihat bahwa nilai MAPE antara kedua model tersebut relatif tidak jauh berbeda. Sedangkan nilai MAPE hasil peramalan model ARIMA dengan model VAR untuk peubah IHSG berbeda relatif besar. Nilai MAPE hasil peramalan model VAR adalah sebesar 14,29, lebih besar dibandingkan model ARIMA yaitu sebesar 7,16. Begitu pula dengan peubah suku bunga internasional,

: SK : aktual

: SK : aktual

Tabel 9 Hasil peramalan model ARIMA dan VAR 5 periode ke depan

Periode Suku Bunga SBI

Aktual Peramalan ARIMA Peramalan VAR

Jan-06 0,1275 0,129 0,1278 Feb-06 0,1274 0,1291 0,1285 Mar-06 0,1273 0,1287 0,1282 Apr-06 0,1274 0,128 0,1287 Mei-06 0,125 0,1273 0,1299 MAPE 1,18 1,37 Periode IHSG

Aktual Peramalan ARIMA Peramalan VAR

Jan-06 1229,7 1218,25 1113,63 Feb-06 1216,14 1206,66 1130,76 Mar-06 1322,97 1201,91 1133,73 Apr-06 1464,4 1213,16 1118,47 Mei-06 1330 1226,74 1103,2 MAPE 7,16 14,29

Periode Suku Bunga Internasional

Aktual Peramalan ARIMA Peramalan VAR

Jan-06 0,075 0,0743 0,07 Feb-06 0,075 0,0759 0,069 Mar-06 0,075 0,0773 0,067 Apr-06 0,0775 0,0785 0,067 Mei-06 0,0775 0,0796 0,066 MAPE 1,85 10,68

dimana nilai MAPE hasil peramalan model VAR sebesar 10,68 jauh lebih besar dibandingkan MAPE hasil peramalan model ARIMA yaitu sebesar 1,85. Secara ringkas, perbandingan hasil peramalan antara model ARIMA dan VAR untuk masing- masing peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan hasil model yang terbaik untuk masing-masing peubah

Model

Peubah ARIMA VAR

sbSBI √ √

IHSG √ X

sbInt √ X

Memasukkan peubah suku bunga SBI dan suku bunga internasional dalam meramal pergerakan IHSG ternyata tidak meningkatkan ketepatan peramalan IHSG. Sebaliknya, melakukan peramalan IHSG tanpa

memasukkan informasi peubah lain memberikan hasil yang lebih akurat. Sehingga untuk peramalan IHSG, peramalan dengan menggunakan ARIMA lebih akurat bila dibandingkan peramalan dengan menggunakan model VAR. Begitu pula halnya dengan peramalan suku bunga internasional, memasukkan informasi suku bunga SBI dan IHSG dalam peramalan suku bunga internasional tidak meningkatkan ketepatan peramalan suku bunga internasional sehingga peramalan dengan menggunakan ARIMA memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan peramalan dengan menggunakan model VAR. Hal ini mungkin dikarenakan peubah-peubah lain yang dimasukkan dalam peramalan IHSG maupun suku bunga internasional kurang tepat dalam meramal pergerakan IHSG maupun suku bunga internasional.

7(a) 7(b)

7(c)

Gambar 7 Peramalan suku bunga SBI, IHSG, dan suku bunga internasional 5 periode ke depan (Januari 2006 sd Mei 2006).

Dokumen terkait