• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Sekolah

Sekolah dasar yang menjadi penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Papandayan yang terletak di Jalan Papandayan No 25, Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Sekolah ini berdiri pada tahun 1949 dan memiliki status akreditasi A.

Status sekolah dan status tanah adalah milik pemerintah dengan luas area 3 703 m² dengan sarana bangunan sekitar 30 bangunan dengan kapasitas listrik 6 200 watt. Sumber air yang digunakan yaitu berasal dari air PAM. Bangunan sekolah Papandayan berdiri dengan keadaan permanen, baik, terpelihara dan masih layak pakai. Ruang kelas terdiri dari 23 ruangan, ruang guru 1 ruangan, ruang kepala sekolah satu ruangan, ruang tata usaha 1 ruangan, ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) 1 ruangan, perpustakaan 1 ruangan, ruang laboratoriun komputer 1 ruangan, musholla sedang dalam tahap pembangunan dan kamar mandi yang tersedia sebanyak 18 buah. Meja murid tersedia sebanyak 462 buah, kursi murid 642 buah, lemari 30 buah, meja guru 36 buah, kursi guru 51 buah, papan tulis 26 buah, rak buku 18 buah, memiliki buku inventaris dan buku yang tersedia di perpustakan terdapat 1 250 buah buku bacaan.

Jumlah murid yang ada sekarang sekitar 1 104 orang dengan jumlah guru yang telah memenuhi standar kebutuhan minimal. Guru kelas terdiri dari 28 orang, guru agama 4 orang, guru penjaskes 5 orang, guru honor 15 orang, TU 3 orang. Prestasi yang banyak diraih oleh siswa SDN Papandayan yaitu dalam bidang kesenian sunda, pencak silat, siswa berprestasi, catur, sepak bola dan lain sebagainya.

Visi dari SDN Papandayan yaitu ”Menjadikan Siswa Madani dan Sekolah yang dicintai Masyarakat dengan Dilandasi Iman dan Taqwa” sedangkan misi sekolahnya yaitu ”Menyiapkan Suasana yang Kondusif Antara Kepala Sekolah, Guru, Siswa-Siswi, Orangtua Murid, Komite Sekolah dan Masyarakat Sekitarnya”. Strategi yang digunakan yaitu menciptakan suasana belajar yang tenang dan nyaman, pertama dalam materi untuk menghadirkan siswa-siswi yang cerdas dengan tutur kata yang sopan berdasarkan tata krama dan keinginan untuk membulatkan tekad demi meraih cita-cita dan membiasakan diri bertanggung jawab dengan langkah kejujuran.

Karakteristik Keluarga

Menurut BKKBN (1998) besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Banyak sedikitnya anggota keluarga berhubungan dengan distribusi makanan dalam suatu keluarga (Suhardjo 1989). Anak yang jarang sarapan pagi 43.3% termasuk kedalam keluarga sedang (5-7 orang) sedangkan anak yang selalu sarapan pagi 56.7% termasuk ke dalam keluarga kecil (≤ 4 orang).

Bekerja merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud memperoleh atau membantu penghasilan. Anak yang jarang sarapan pagi maupun anak yang selalu sarapan pagi memiliki persentase pendapatan sebagian besar termasuk

kedalam kategori tinggi (>Rp 4 000 000,- ) yaitu sekitar 43.3% dan 50%. Hal ini dapat dihubungkan dengan tingkat pendidikan ayah yang sebagian besar adalah tamat perguruan tinggi dan mereka juga sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi juga akan semakin baik dan tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik (Martianto & Ariani 2004).

Sebagian besar anak yang jarang sarapan pagi pendidikan ayah adalah perguruan tinggi (53.3%) dan ibu tamat SMA (43.3%) sedangkan anak yang selalu sarapan pagi sebagian besar pendididkan ayah juga tamat perguruan tinggi (56.7%) dan ibu tamat SMA (53.3%). Pendidikan tertinggi ayah maupun ibu pada anak yang jarang sarapan pagi dan pada anak yang selalu sarapan pagi sama-sama didominasi pada perguruan tinggi (ayah) dan tamat SMA (ibu). Anak yang jarang sarapan pagi maupun anak yang selalu sarapan pagi tidak terdapat orang tua yang pendidikannya tidak tamat SD tetapi ada orang tua yang tamat SD dan tamat SMP. Tingkat pendidikan seseorang menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menerima suatu masukan atau pengetahuan. Keadaan gizi seorang anak dipengaruhi oleh orang tua dan pendidikan orang tua tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan gizi anak. Terdapat dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu, tingkat pendidikan ayah secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi keluarga, dan pendidikan ibu disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperanan dalam menyusun pola makanan untuk rumah tangga (Tarwotjo et al. 1988; Sunandar 2002).

Menurut Wales (2009) pekerjaan jika diartikan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia dan jika dalam arti sempit istilah adalah pekerjaan yang digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Sebagian besar pekerjaan ayah pada anak yang jarang sarapan pagi (50%) maupun pada anak yang selalu sarapan pagi (46.7%) adalah sebagai pegawai swasta. Sebagian besar pekerjaan ibu pada anak yang jarang sarapan pagi (60%) maupun pada anak yang selalu sarapan pagi (63.3%) sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan yang baik akan memberikan penghasilan atau pendapatan yang baik pula sehingga keluarga dapat mencukupi kebutuhan akan pangan dan kesehatan anggota keluarganya. Pekerjaan seseorang akan berkaitan dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya (Suranadi & Chandradewi 2008). Persentase jenis pekerjaan ayah dan ibu pada anak yang jarang sarapan pagi maupun pada anak yang selalu sarapan pagi didominasi oleh pegawai swasta (ayah) dan ibu rumah tangga (ibu).

Umur orang tua berkisar antara 29-53 tahun. Umur ayah pada anak yang jarang sarapan pagi berkisar antara 35-49 tahun dengan rata-rata 41.9±4.1tahun. Kisaran umur ayah pada anak yang selalu sarapan pagi yaitu 32-53 tahun dengan rata-rata 42.3±6.1 tahun. Umur ibu pada anak yang jarang sarapan pagi antara 32-46 tahun dengan rata-rata 39.1±3.7 tahun sedangkan kisaran umur ibu pada anak yang selalu sarapan pagi berkisar antara 29-46 tahun dengan rata-rata 37.4±5.0 tahun. Umur ayah pada anak yang jarang sarapan pagi 100% berada pada kisaran

umur (30-49 tahun) dan umur ibu juga demikian sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi umur ayah 86.7% berada pada kisaran umur (30-49 tahun) dan 13.3% berada pada umur (≥ 50 tahun) dan ibu 100% berada pada kisaran umur (30-49 tahun) (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan karakteristik keluarga Variabel Jarang sarapan Selalu sarapan Total

n % n % n % 1. Besar keluarga* Kecil 12 40 17 56.7 29 48.3 Sedang 13 43.4 10 33.3 23 38.3 Besar 5 16.7 3 10 8 13.3 2. Pendapatan** Rendah 5 16.7 3 10 8 13.3 Sedang 12 40 12 40 24 40 Tinggi 13 43.3 15 50 28 46.7

3. Pendidikan : Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n % n % n % SD 2 6.7 2 6.7 2 6.7 2 6.7 4 6.7 4 6.7 SMP 2 6.7 3 10 1 3.3 1 3.3 3 5 4 6.7 SMA 10 33.3 13 43.3 10 33.3 16 53.3 20 33.3 29 48.3 Perguruan tinggi 16 53.3 12 40 17 56.7 11 36.7 33 55 23 38.3 4. Pekerjaan : Tidak bekerja 0 0 18 60 0 0 19 63.3 0 0 37 61.7 PNS 3 10 3 10 5 16.7 1 3.3 8 13.4 4 6.7 Wiraswasta 7 23.3 1 3.3 6 20 5 16.7 13 21.7 6 10 Pegawai swasta 15 50 8 26.7 14 46.7 2 6.7 29 48.3 10 16.7 Buruh 1 3.3 0 0 2 6.7 1 3.3 3 5 1 1.7 Lainnya 4 13.3 0 0 3 10 2 6.7 7 11.7 2 3.3 5. Umur 30-49 tahun 30 100 30 100 26 86.7 30 100 56 93.3 60 100 ≥ 50 tahun 0 0 0 0 4 13.3 0 0 4 6.7 0 0

Keterangan : * Kecil = ≤ 4 orang ** Rendah = < Rp 1.000.000

Sedang = 5-7 orang Sedang = Rp 1.000.000 – Rp 4.000.000 Besar = ≥ 8 orang Tinggi = Rp > 4.000.000

Karakteristik Anak

Penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu anak yang jarang melakukan sarapan pagi dan anak yang selalu melakukan sarapan setiap pagi. Karakteristik anak yang diamati meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan dan status kesehatannya. Tabel 10 menunjukan sebaran berdasarkan karakteristik anak. Anak dalam penelitian ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 anak yang jarang sarapan pagi dan 30 orang anak yang selalu sarapan pagi.Sebaran karakteristik anak dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran berdasarkan karakteristik anak Variabel Jarang sarapan Selalu sarapan Total n % n % n % 1. Umur : 9 tahun 9 3.3 5 16.7 14 23.3 10 tahun 10 73.3 18 60 28 46.7 11 tahun 11 23.3 7 23.3 18 30 Total 30 100 30 100 60 100 2. Jenis kelamin : Laki-laki 16 53.3 10 33.3 26 43.3 Perempuan 14 46.7 20 66.7 34 56.7 Total 30 100 30 100 60 100 3. Berat badan : 20 - 34.9 kg 17 56.7 16 53.3 33 55 35 – 44.9 kg 8 26.7 8 26.7 16 26.7 ≥ 45 kg 5 16.7 6 20 11 18.3 Total 30 100 30 100 60 100 4. Tinggi badan : 120 – 129.9 cm 2 6.7 8 26.7 10 16.7 130 – 139.9 cm 17 56.7 11 36.7 28 46.7 ≥ 140 cm 11 36.7 11 3.7 22 36.7 Total 30 100 30 100 60 100 5. Status Kesehatan : Pernah sakit 13 43.3 4 13.3 17 28.3

Tidak pernah sakit 17 56.7 26 86.7 43 71.7

Total 30 100 30 100 60 100

Anak yang berumur 6-12 tahun merupakan umur anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar. Penilitian ini dilakukan pada anak SDN dengan rentang umur 9-11 tahun. Anak-anak yang berada pada umur ini umumnya sudah dapat memilih dan menentukan makanan yang disukainya (Dewi 2012). Faktor umur merupakan hal yang penting diketahui dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan kesalahan dalam interpretasi status gizi (Supariasa et al 2001). Anak yang jarang sarapan pagi (73.3%) berumur 10 tahun dan anak yang selalu sarapan pagi (60%) juga berumur 10 tahun.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor penentu kebutuhan dan pengeluaran energi. Kebutuhan energi seseorang di dasarkan pada angka metabolisme basal (AMB), aktivitas fisik dan pengaruh dinamika khusus makanan dan AMB tersebut dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan (Almatsier 2006). Anak yang jarang sarapan pagi sebagian besar (53.3%) berjenis kelamin laki-laki sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi (66.7%) berjenis kelamin perempuan.

Tinggi badan pada anak yang jarang sarapan pagi rata-rata sekitar 137±8.5 cm dengan berat badan rata-rata 35.5±10.5 kg sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi rata-rata tinggi badan 139.3±6.7 cm dengan berat badan rata-rata 36.4±10.7 kg, pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya usia (Supariasa et al 2001). Rata-rata berat badan pada anak yang jarang sarapan dan pada anak yang selalu sarapan pagi yaitu 35.9±10.5 kg, hal ini

sudah mendekati berat badan yang ideal menurut Widyakarya Pangan Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) dimana anak umur 10-12 tahun idealnya memiliki berat badan rata-rata 36.4±9.57 kg. Rata-rata tinggi badan anak yang jarang sarapan dan yang selalu sarapan pagi yaitu 138,2±7.7 cm dan masih berada dibawah rata-rata tinggi badan untuk umur 10-12 tahun menurut (WKNPG) yaitu 143.1±10.05 cm, hal tersebut dapat dipengaruhi umur anak-anak dalam penelitian ini adalah 9-11 tahun sedangkan berat badan dan tinggi badan menurut WKNPG untuk anak umur 10-12 tahun.

Status kesehatan diamati selama seminggu terakhir. Status kesehatan pada anak yang jarang sarapan pagi dengan persentase 43.3% pernah mengalami sakit sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi 13.3% pernah mengalami sakit. Sakit yang dialami seperti diare, flu dan batuk.

Fasilitas belajar, dukungan keluarga dan keikutsertaan bimbingan belajar anak

Fasilitas belajar yang memadai dibutuhkan agar anak dapat belajar dengan lebih baik. Fasilitas belajar diantaranya penerangan yang cukup, meja belajar, buku-buku pegangan dan kelengkapan peralatan praktek belajar. Selain fasilitas yang memadai dibutuhkan pula dukungan keluarga agar anak tersebut dapat memaksimalkan pengetahuan yang dimilikinya. Penelitian ini selain menanyakan mengenai fasilitas belajar, dukungan keluarga juga menanyakan tentang keikutsertaan anak dalam bimbingan belajar di luar sekolah (les) dan dukungan keluarga terhadap proses belajar anak tersebut. Berikut disajikan tabel sebaran anak berdasarkan kelengkapan fasilitas belajar dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran kelengkapan fasilitas belajar anak Variabel

Jarang sarapan Selalu sarapan Total Ada (n) (%) Tidak (n) (%) Ada (n) (%) Tidak (n) (%) Ada (n) (%) Tidak (n) (%) Ʃ Sarana Belajar : Meja 21 70 9 30 24 80 6 20 45 75 15 25 60 Lampu 18 60 12 40 21 70 9 30 39 65 21 35 60 Buku pelajaran 30 100 0 0 30 100 0 0 60 100 0 0 60 Buku tulis 30 100 0 0 30 100 0 0 60 100 0 0 60 Buku gambar 30 100 0 0 30 100 0 0 60 100 0 0 60 Pensil 30 100 0 0 30 100 0 0 60 100 0 0 60 Pulpen 30 100 0 0 30 100 0 0 60 100 0 0 60 Penghapus 30 100 0 0 30 100 0 0 60 100 0 0 60 Penggaris 30 100 0 0 30 100 0 0 60 100 0 0 60 Kelengkapan fasilitas belajar anak rata-rata semuanya baik pada anak yang jarang sarapan pagi maupun anak yang selalu sarapan pagi memiliki fasilitas belajar yang mereka butuhkan seperti buku tulis, buku pelajaran, buku gambar, pensil, pulpen, penghapus dan penggaris anak-anak memilikinya 100% namun untuk meja belajar pada anak yang jarang sarapan pagi (70%) yang memilikinya sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi (80%). Lampu belajar pada anak yang jarang sarapan pagi (60%) memilikinya sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi (70%). Dukungan keluarga dan keikutsertaan bimbingan belajar anak dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran dukungan keluarga pada anak dan keikutsertaan anak dalam bimbingan belajar

Variabel Jarang sarapan Selalu sarapan Total

n % n % n %

1. Dukungan keluarga :

Ada 29 96.7 26 86.7 55 91.6

Tidak ada 1 3.3 4 13.3 5 8.4

2. Bimbingan belajar (Les) :

Ada 14 46.7 15 50 29 48.4

Tidak ada 16 53.3 15 50 31 51.6

Dukungan keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah apakah di rumah anak tersebut ada yang membimbing mereka belajar dan membimbing mereka dalam mengerjakan tugas rumah (PR). Berdasarkan Tabel 12 pada anak yang jarang sarapan pagi (96.7%) biasa mengerjakan tugas sekolah dengan dibantu oleh keluarga mereka dan pada anak yang selalu sarapan pagi (86.7%). Anak yang jarang sarapan pagi memiliki persentase dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang selalu sarapan pagi.

Persentase bimbingan belajar yang diikuti oleh anak yang jarang sarapan pagi (46.7%) sedangkan anak yang selalu sarapan pagi (50%). Anak yang selalu sarapan pagi lebih besar persentasenya mengikuti bimbingan belajar dibandingkan dengan anak yang jarang sarapan pagi.

Alokasi waktu belajar anak

Tabel 13 menunjukan rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis kegiatan. Kegiatan yang dilakukan anak dirumah ditentukan oleh beberapa hal yaitu, peraturan keluarga, tuntutan pekerjaan rumah, jumlah akses yang dimiliki dan banyaknya anggota keluarga (Hurlock 1991).

Tabel 13 Deskriptif statistik alokasi waktu belajar anak Variabel

Jarang sarapan Selalu sarapan Hari sekolah Hari libur Hari sekolah Hari libur Jam/hari % Jam/hari % Jam/hari % Jam/hari % 1. Waktu belajar* 5.5 22 1 4 6 25 1 4 2. Waktu tidur 9 38 9 38 9 38 9 38 3. Waktu hiburan** 6 25 11 46 6 25 11 46 4. Lainnya*** 3.5 15 3 12 3 12 3 12 Total 24 100 24 100 24 100 24 100

Keterangan : *Pada hari sekolah anak melakukan kegiatan belajar di sekolah, di rumah dan di tempat khusus (bimbingan belajar bagi yang mengikutinya) sedangkan pada hari libur kegiatan belajar hanya dilakukan di rumah saja. ** Waktu hiburan (waktu bermain, rekreasi, nonton TV dan lain-lain) *** Lainnya (sholat, makan, mandi, mengaji dan lain-lain).

Anak yang jarang sarapan pagi menggunakan waktunya untuk belajar pada hari sekolah selama 5.5 jam/hari (23%) sedangkan pada hari libur hanya 1 jam/hari (4%) sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi waktu belajar pada hari sekolah 6 jam/hari (25%) dan pada waktu libur 1 jam/hari (4%). Alokasi

waktu tidur anak yang jarang sarapan pagi dan anak yang selalu sarapan pagi pada hari sekolah dan hari libur memiliki kesamaan yaitu 9 jam/hari (38%). Waktu hiburan pada anak yang jarang sarapan pagi dan pada anak yang selalu sarapan pagi juga memiliki kesamaan dimana saat hari sekolah dilakukan selama 6 jam/hari (25%) sedangkan pada hari libur 11 jam/hari (46%). Waktu lainnya seperti sholat, makan dan mandi dilakukan oleh anak yang jarang sarapan pagi pada hari sekolah selama 3.5 jam/hari (15%) dan pada hari libur 3 jam/hari (12%) sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi pada hari sekolah maupun hari libur dilakukan selama 3 jam/hari (12 %).

Kebiasaan Sarapan

Menurut Khomsan (2002) makan pagi atau sarapan pagi merupakan salah satu waktu makan yang sangat penting. Manfaat sarapan pagi salah satu faktor pentingnya yaitu yang berasal dari sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah yang berdampak positif pada produktivitas dan konsentrasi belajar bagi anak sekolah. Selain itu sarapan dapat memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan untuk proses fisiologis dalam tubuh (seperti protein, lemak, vitamin dan mineral).

Konsumsi pangan merupakan suatu jenis pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Komposisi dari jenis pangan yang disajikan dalam konsumsi pangan tersebut disebut dengan menu. Sebaran kebiasaan sarapan anak dapat dilihat pada Tabel 14.

Waktu sarapan dan lokasi sarapan anak terdiri dari dua kategori yaitu di rumah dan di sekolah. Anak yang jarang sarapan pagi sebesar 90% anak biasanya melakukan sarapan pagi di rumah sebelum berangkat ke sekolah begitu juga halnya dengan anak yang selalu sarapan pagi, mereka melakukan sarapan pagi di rumah sebelum berangkat ke sekolah dengan persentase 100%. Anak yang jarang sarapan pagi terdapat 10% anak melakukan sarapan pagi di sekolah dikarenakan jarak rumah mereka yang lumayan jauh dari sekolah sehingga mereka biasa membawa makanan dari rumah yang kemudian dimakan setelah berada di sekolah. Analisis uji beda menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara waktu dan lokasi sarapan pada anak yang jarang sarapan pagi dan pada anak yang selalu melakukan sarapan pagi.

Kategori makan tergantung dari kebiasaan masing-masing keluarga. Kebiasaan makan biasanya diatur oleh ibu yang memiliki peran penting dalam kegiatan dalam rumah tangga tersebut. Kategori makan merupakan salah satu komponen yang membentuk kebiasaan makan seseorang (Sanjur 1982). Berdasarkan pendataan kategori sarapan pagi pada anak dalam penelitian ini terdapat 9 orang anak yang tidak pernah sarapan pagi, 21 orang anak jarang melakukan sarapan pagi dan 30 orang anak selalu melakukan sarapan pagi. Sarapan biasanya dilakukan pada pukul 06.00-09.00 setiap harinya (Martianto 2006). Analisis uji beda menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) mengenai kategori makan pada anak yang jarang sarapan pagi dan pada anak yang selalu melakukan sarapan pagi.

Sebagian besar anak yang jarang sarapan pagi (85%) maupun anak yang selalu sarapan pagi (97%) mengkonsumsi menu sarapan pagi yang terdiri dari makanan pokok yang disertai dengan lauk hewani, lauk nabati dan sayur. Anak

yang jarang sarapan pagi dan anak yang selalu sarapan pagi sama-sama memiliki kerangka menu sarapan pagi yang sama namun anak yang selalu sarapan pagi lebih besar persentasenya dibandingkan dengan anak yang jarang sarapan pagi, hal tersebut dapat disebabkan karena jumlah anak yang melakukan sarapan lebih banyak pada anak yang selalu sarapan pagi dibandingkan dengan anak yang jarang sarapan pagi. Secara umum, jenis komposisi pangan pada anak telah memenuhi kebutuhan minimal sarapan yakni terdiri dari sumber karbohidrat dan protein (Hardinsyah 2011). Analisis uji beda menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) mengenai jenis menu hidangan pada anak yang jarang sarapan pagi dan pada anak yang selalu melakukan sarapan pagi.

Tingginya penggunaan pangan instan sebagai pangan sarapan akan berdampak kurang baik bagi kondisi tubuh karena bahan yang dikandung oleh pangan instan tersebut biasanya mengandung zat gizi yang rendah atau terbatas seperti kalsium, vitamin, magnesium, folat dan serat namun kandungan lemak natriumnya cukup tinggi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI 2009). Sebaran konsumsi makanan siap saji dapat dilihat pada (Tabel 14) dimana sebagian besar anak yang jarang sarapan pagi (52% ) tidak pernah mengkonsumsi makanan siap saji sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi (53%) termasuk dalam kategori jarang mengkonsumsi makanan siap saji tersebut. Analisis uji beda menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) penggunaan pangan instan pada anak yang jarang sarapan pagi dan pada anak yang selalu melakukan sarapan pagi. Anak yang jarang sarapan pagi tidak ada yang termasuk kedalam kategori mengkonsumsi pangan instan sering dan setiap hari sedangkan pada anak yang selalu sarapan pagi masuk kedalam semua kategori tersebut (tidak pernah, jarang, sering dan selalu/setiap hari). Sebagian anak yang selalu sarapan pagi ada yang termasuk kedalam ketegori sering maupun selalu mengkonsumsi pangan instan hal tersebut diduga disebabkan oleh padatnya aktivitas rumah tangga yang dilakukan ibu sehingga menyebabkan ibu lebih memilih cara penyedian pangan yang praktis dan ekonomis.

Menurut Almatsier (2006) penganekaragaman konsumsi pangan pada dasarnya merupakan upaya perubahan perilaku manusia dalam memilih pangan untuk dikonsumsi. Tingkat keberagaman jenis pangan anak pada anak yang jarang sarapan pagi (85.7%) maupun pada anak yang selalu sarapan pagi (97%) sama-sama termasuk pada kategori keragaman pangan tinggi. Berdasarkan persentasenya diketahui bahwa keanekaragaman pangan pada anak yang selalu sarapan pagi lebih besar dibandingkan dengan anak yang jarang sarapan pagi. Analisis uji beda menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) mengenai keragaman pangan pada anak yang jarang sarapan pagi dan pada anak yang selalu melakukan sarapan pagi. Bervariasinya penggunaan jenis pangan yang dikonsumsi sebagai pangan sarapan pagi menyebabkan keragaman jenis pangan yang dikonsumsi baik pada anak yang jarang sarapan pagi maupun pada anak yang selalu sarapan pagi tersebut termasuk pada kategori tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Ayu (2012) dimana terdapat hubungan yang positif antara pendapatan dengan daya beli keluarga terhadap pangan sehingga pangan yang tersedia pada rumah tangga tersebut semakin beragam.

Ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga cenderung menyediakan sarapan pagi yang lebih bervariasi dibandingkan dengan ibu yang memiliki

aktivitas diluar rumah dan hidangan yang disediakan juga cenderung lebih beragam (Hardinsyah 2011).

Tabel 14 Sebaran kebiasaan sarapan anak Variabel Jarang sarapan Selalu sarapan Total p-value n % n % n % 1.Waktu Sarapan : 0.021 Sebelum berangkat sekolah 19 90 30 100 49 96.1

Saat berada di sekolah (bekal sarapan pagi)

2 10 0 0 2 3.9 Total 21 100 30 100 51 100 2. Lokasi Sarapan : 0.021 Di rumah 19 90 30 100 49 96.1 Di sekolah 2 10 0 0 2 3.9 Total 21 100 30 100 51 100 3. Kategori Sarapan : 0.000 Tidak pernah 9 30 0 0 9 15 Jarang 21 70 0 0 21 35 Selalu 0 0 30 100 30 50 Total 30 100 30 100 60 100

4. Jenis Menu Sarapan :

0.000 Makanan pokok + Lauk hewani 2 10 0 0 2 4

Makanan pokok + Lauk hewani + Lauk nabati

1 5 1 3 2 4

Makaan pokok + Lauk hewani + Lauk nabati + Sayur

18 85 29 97 47 92

Total 21 100 30 100 51 100

5. Makanan siap saji :

0.000 Tidak pernah 11 52 3 10 14 27.4 Jarang 10 48 16 53 26 51 Sering 0 0 8 27 8 15.6 Selalu 0 0 3 10 3 5.8 Total 21 100 30 100 51 100

6. Keragaman jenis pangan :

0.000

Rendah 2 9.5 0 0 2 3.9

Sedang 1 4.8 1 3 2 3.9

Tinggi 18 85.7 29 97 47 92.2

Total 21 100 30 100 51 100

Keterangan : Total anak 51 orang karena 9 orang anak tidak pernah sarapan pagi

Menurut Kral et al. (2010) ketika seseorang tidak melakukan sarapan pagi, tingkat konsumsi kalorinya lebih rendah 362 kalori dibandingkan dengan seseorang yang melakukan sarapan pagi, anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi akan bersiko mengalami hipoglikemia dan akan cenderung mengkonsumsi jajanan disekolah yang cenderung mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya. Kadar glukosa darah akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas dan kondisi aktivitasnya. Anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi dapat disebabkan karena kebiasaan tidak sarapan tersebut dibangun oleh keluarganya yang memang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi. Kebiasaan orang tua tersebut akhirnya dilakukan juga oleh anak tersebut. Selain faktor keluarga penyebab lain anak tidak sarapan pagi adalah berasal dari faktor

fisiologis dari dalam diri anak tersebut yang membuat anak menjadi malas sarapan pagi dan faktor biologis dimana anak sering sakit perut setelah sarapan pagi.

Kondisi kurangnya nafsu makan juga menjadi salah satu permasalahan yang sering kali dialami oleh anak usia sekolah. Tidak terbiasanya melakukan sarapan pagi akan dapat membuat organ lambung selalu berada dalam keadaan kosong pada pagi hari dan hal tersebut jika dibiarkan secara terus menerus maka akan dapat menimbulkan efek yang negatif bagi kondisi tubuh.

Konsumsi Pangan Pola Konsumsi Pangan

Menurut Almatsier (2006) karbohidrat merupakan sumber energi utama dan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Negara-negara berkembang kurang lebih 80%

Dokumen terkait