• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Halaman 50-64)

Hasil

Dari hasil pengambilan sampel di lapangan yang meliputi pengambilan sampel ikan, air dan sedimen Pengambilan sampel ikan dilakukan disetiap stasiun berjumlah 12 ekor. Pengambilan sampel air dan sedimen juga dilakukan pada masing-masing statiun di mana sampel air diletakkan di dalam botol akua 1500 ml dan sampel sedimen dimasukkan di dalam plastik sampel 1 kg. Sampel air dan sedimen juga dimasukkan ke dalam cool box. Data ikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Pengukuran Panjang, Lebar dan Bobot

Ikan Manyung Keterangan

Berdasarkan hasil pengujian Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS) pada sampel daging ikan manyung menunjukkan hasil yang positif terhadap logam timbal dan besi. Kandungan logam berat timbal dan besi juga didapatkan pada air dan sedimen. Kandungan logam tersebut berat tersebut bervariasi pada setiap stasiun karena dipengaruhi lingkungan, aktivitas kegiatan manusia dan bahan pencemar (polutan). Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di perairan Percut Sei Tuan diperoleh data fisika kimia perairan yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Hasil Analisis Parameter Fisika Kimia

Parameter Stasiun Baku Mutu*

I II III

Fisika

Suhu Perairan (0C) 28 28 30 28-30

Kecerahan Air (m) 0,25 0,23 0,29 >3

Salinitas Air (‰) 28 28 29 35

Kedalaman Air (m) 2,4 2,5 2,3 -

Kimia

pH Air 7,2 7 6,2 6,5-8,5

Oksigen Terlarut (mg/l) 4,8 4,3 4,3 >5

* Baku Mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004.

Pada pengukuran parameter fisika perairan di setiap stasiun ditemukan tidak terdapat perbedaan yang siginifikan. Hal ini dapat dilihat dari suhu perairan pada stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3 berturut-turut adalah 28 0C, 28 0C, dan 30 0C.

Parameter fisika salinitas air juga tidak terdapat perbedaan yang siginifikan pada setiap stasiun yaitu 28 ppt, 28 ppt, 29 ppt. Pada parameter kimia perairan terdapat perbedaan yang cukup besar terlihat pada pH air dan juga oksigen terlarut di setiap stasiun. Perbedaan ini disebabkan karena aktifitas makhluk hidup seperti ikan, kepiting bakau, kerang dan lingkungan sekitar yaitu aktifitas manusia dan pembuangan limbah industri.

Dari hasil analisis laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dengan metode AAS di dapatkan temuan logam berat timbal dan besi pada daging ikan manyung, pada air dan sedimen di setiap stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7.

Tabel 5. Hasil Analisis Logam Berat Pb pada Ikan Manyung

Sampel Kandungan Logam Berat Baku Mutu

Si St 1 Si St 2 Si St 3 Daging Ikan <0,003

mg/kg

<0,003 mg/kg

<0,003 mg/kg 2 mg/kg (SNI 01-4106-1996)

Hasil analisis logam berat Fe pada ikan manyung dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Hasil Analisis Logam Berat Fe pada Ikan Manyung

Sampel Kandungan Logam Berat Baku Mutu

Si St 1 Si St 2 Si St 3

Adapun hasil analisis kandungan logam berat Pb dan Fe pada sedimen dan air dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Hasil Analisis Logam Berat Pb dan Fe pada Sedimen dan Air

Sampel Kandungan Logam Berat Baku Mutu

Pb Fe Pb Fe

* Sediment quality standard with standard sediment quality guidelines for metals and associated levels of concern to be used in doing assessments of sediment quality (2003).

Pembahasan

Kondisi Lingkungan Perairan Suhu Perairan

Hasil pengukuran suhu perairan pada saat pengambilan sampel di stasiun1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 28 0C, 28 0C, dan 30 0C (Tabel 4). Suhu air tertinggi terdapat pada stasiun 3. Hal ini tentu saja mempengaruhi konsentrasi logam berat itu sendiri. Bila dilihat bahwa pada stasiun 3 konsentrasi logam berat Fe tertinggi pada ikan, air, dan sedimen (Tabel 6 dan 7 ). Semakin tinggi suhu, maka tingkat akumulasi logam berat akan semakin tinggi. Menurut Hutagalung (2001), suhu berkorelasi positif dengan toksisitas logam berat, dimana peningkatan suhu akan menyebabkan toksisitas dari suatu logam berat meningkat.

pH

Derajat keasaman (pH) pada saat pengambilan sampel menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda pada setiap stasiun (Tabel 4). Nilai pH pada masing-masing stasiun berurutan adalah 7,2, 7, 6,2. Nilai pH pada setiap stasiun masih dalam batas toleransi. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 menetapkan kisaran kisaran pH yang sesuai adalah 6,5-8,5.

Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun di peroleh kisaran 4,3-4,8 mg/l, pada stasiun 1 nilai DO adalah 4,8 mg/l, stasiun 2

sebesar 4,3 mg/l, stasiun 3 sebesar 4,3 mg/l (Tabel 4). Kadar oksigen terlarut pada setiap stasiun berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 menetapkan kisaran kisaran pH yang sesuai adalah >5 mg/l. Rendahnya nilai DO mengindikasikan bahwa perairan tersebut telah terjadi pencemaran limbah logam berat terutama logam Fe (Tabel 6 dan 7). Menurut Begum et al (2009), rendahnya kadar oksigen terlarut diduga dipakai oleh bakteri untuk mengurairan zat pencemar agar bahan buangan yang ada pada kolom air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia sehingga berdampak pada penurunan kadar oksigen terlaut tersebut.

Salinitas

Hasil pengukuran salinitas menunjukkan nilai pada stasiun 1 sebesar 28 ppt, stasiun 2 sebesar 28 ppt, dan stasiun 3 sebesar 29 ppt (Tabel 4). Nilai salinitas yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh air tawar dan masuknya air laut yang dipengaruhi oleh pergerakan arus yang terjadi pada daerah tersebut. Pada saat pengambilan data kualitas parameter fisika kimia perairan diambil pada saat pasang sehingga mengakibatkan salinitas berfluktuasi. Hutagalung (1991) mengatakan bahwa penurunan salinitas, pH, dan naiknya suhu menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar karna ketersediaan logam tersebutt semakin meningkat.

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan

Logam berat timbal yang masuk ke dalam badan perairan dipengaruhi oleh berbagai aktivitas fisik dan lingkungan. Fardiaz (2002) mengatakan bahwa aktivitas fisik yang terjadi berasal dari aktivitas industri seperti pembuatan baterai, pelapis kabel, pipa, dan bahan bakar kapal-kapal nelayan. Aktivitas fisik lainnya

yang berasal dari kegiatan manusia adalah pembongkaran hasil tangkapan, pembungan sampah di badan perairan dan perbaikan kapal. Dari hasil pengujian sampel yang dilakukan, ikan manyung positif terpapar logam berat tersebut dengan konsentrasi <0,003 mg/kg pada setiap stasiun. Menurut Palar (1994), logam berat tersebut masuk ke dalam tubuh organisme melalui rantai makanan dan insang.

Ikan manyung sebagai ikan demersal tentu saja dapat dengan mudah terpapar logam berat karena aktivitas industri dan manusia seperti aktivitas pelayaran industri, kapal-kapal nelayan, dan industri perkebunan. Ikan menjadi salah satu biota yang dijadikan sebagai bioindikator logam berat berat di perairan.

Karena ikan termasuk ke dalam tingkat trofik level tertinggi. Cahyani et al (2016) mengatakan bahwa ikan yang terakumulasi logam berat kemudian dikonsumsi oleh manusia, maka logam berat tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh manusia. Dan logam berat yang telah melebihi ambang batas yang ditetapkan dapat membahayakan kehidupan manusia. Dari hasil pengujian sampel yang dilakukan dengan menggunakan metode AAS menyebut bahwa kandungan ikan manyung positif mengandung logam berat Pb dan Fe dengan konsentrasi yang bervariasi dalam setiap stasiun.

Hasil pengukuran pada sampel ikan manyung (A. thalassinus) di setiap stasiun diperoleh logam berat timbal (Pb dengan nilai konsentrasi <0,003 mg/kg.

Hal ini berarti bahwa ikan manyung yang berada di daerah Estuari Percut Sei Tuan positif mengandung logam berat Pb namun dengan konsentrasi yang sangat rendah dan masih dalam kondisi yang normal. Menurut Hutagalung (1991) kadar

normal dan maksimum logam berat timbal (Pb) adalah 0,00003 mg/kg dan 0,01 mg/kg.

Adhani dan Husaini (2007) mengatakan bahwa baku mutu kadar ambang terendah timbal yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan kadar timbal dalam darah atau Blood Lead Level (BLL). Kadar BLL adalah ≥10 μg/ dL sedangkan menurut SNI 7387 (2009), baku mutu ikan dan hasil olahannya adalah 2,0 mg/kg. Kadem (2004) menyatakan bahwa organisasi Internasional menetapkan baku mutu logam berat timbal seperti FSANZ sebesar 0,2 mg/kg, CAC 0,3 mg/kg, UNI Eropa sebesar 0,3 mg/kg, dan Singapura sebesar 2 mg/kg.

Pb yang terkandung dalam makanan dalam makanan yang berasal dari ikan pada umumnya sudah terakumulasi dalam waktu yang lama dalam tubuh ikan yang jika dikonsumsi akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air

Logam berat adalah salah satu zat yang paling sering mencemari badan perairan. Adanya logam berat dalam tubuh biota perairan mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah terpapar cemaran logam berat yang berasal dari alam dan kegiatan manusia. Menurut Dahlia (2006), Kegiatan industri yang intensif dan aktivitas manusia seperti kegiatan pertambangan, industri penggilingan dan industri manufaktur telah mengakibatkan pelepasan limbah logam berat ke badan perairan.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb pada sampel air yang diambil dari setiap stasiun menunjukkan hasil positif namun dengan konsentrasi rendah yaitu <0,003 mg/kg. Logam berat Pb yang masuk ke badan perairan berasal dari aktivitas manusia seperti industri perkebunan, industri rumah tangga, kegiatan

bongkar muat hasil tangkapan nelayan, kegiatan perbaikan kapal nelayan, dan lain-lain. Kandungan logam berat Pb pada air belum melewati baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmen LH No. 51 tahun 2004 yaitu 0,008 mg/l.

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Sedimen

Erlangga (2007) mengatakan konsentrasi logam berat dalam sedimen tergantung pada beberapa faktor seperti sumber mineral sedimen antara sumber alami atau asli aktivitas manusia melalui lapisan permukaan atau lapisan dasar sedimen partikel yang terbawa sampai ke dasa atau melalui penyerapan dan logam berat terlarut dari air yang bersentuhan. Hal ini yang membuat logam berat mudah terikat dan tersimpan dalam sedimen untuk waktu yang lama. Menurut Amin (2002) mengemukakan bahwa tipe sedimen dapat mempengaruhi kandungan logam berat seperti timbal dan besi dalam sedimen, dengan kategori kandungan logam berat dalam lumpur > lumpur berpasir > berpasir.

Dari hasil pengamatan di laboratorium BARISTAND Medan, kandungan logam berat Pb dalam sedimen dari stasiun 1, 2 dan 3 tidak terjadi perubahan kandungan logam yang berarti. Hal ini mungkin terjadi karena pada saat pengambilan sampel kondisi pasang dan arus air meningkat.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb dalam sedimen dari stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 adalah <0,003 mg/kg dan masih tergolong rendah dan belum melebihi baku mutu. Menurut IACD/CEDA (International Association of Draging Companies/ Central Dragging Association) (1999) bahwa nilai baku

mutu logam berat 85 kg/l - 1000 kg/l. Baku mutu logam berat pada lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, padahal senyawa logam berat lebih banyak terakumulasi dalam sedimen (Rochyatun et al, 2006).

Kandungan Logam Berat Besi (Fe) pada Ikan

Berdasarkan hasil penelitian kandungan logam berat besi (Fe) pada daging ikan manyung, konsentrasi terendah terdapat dalam stasiun 1 dengan nilai konsetrasi 6,49 mg/kg. Bila dilihat dari pengaruh tempat pengambilan sampel pada stasiun ini tidak terdapat pencemaran karena pada stasiun ini banyak terdapat mangrove dan merupakan muara sungai Percut Sei Tuan. Hal lain yang berpengaruh adalah sudah meluasnya pencemaran logam berat besi sampai menuju muara sungai yang tentu saja dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Menurut BSN (2009), Kandungan logam berat pada stasiun 1 sudah melewati baku mutu logam berat Fe yaitu 1 mg/kg.

Kandungan logam berat Fe pada stasiun 2 juga tergolong tinggi yaitu 58,2 mg/kg. Pada stasiun ini terdapat aktivitas industri perkebunan kelapa sawit yang membuang limbah langsung ke badan perairan. Hal ini berdampak langsung terhadap biota seperti ikan manyung yang sudah terpapar logam berat besi. Ikan manyung yang biasanya ditangkap nelayan di wilayah ini akan dipasarkan kepada masyarakat luas yang tentunya akan berdampak buruk bagi kesehatan bila dikonsumsi dalam jangka waktu panjang

Kandungan logam berat Fe yang paling tinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 63,2 mg/kg. Kandungan logam berat yang ditemukan tersebut berasal dari limbah aktivitas manusia seperti limbah industri rumah tangga, bongkar muat hasil tangkapan nelayan, dan alat-alat tangkap nelayan yang sudah rusak. Menurut BSN (2009), Kandungan logam berat pada stasiun 1 sudah melewati baku mutu logam berat Fe yaitu 1 mg/kg. Hal ini tentu saja memiliki efek yang sangat buruk

untuk manusia karena logam berat akan terakumulasi dalam jaringan tubuh dan akan menyebabkan penurunan kesehatan.

Kandungan Logam Berat Besi (Fe) pada Air

Hasil pengukuran logam berat Fe pada air dengan menggunakan metode AAS menunjukkan konsentrasi logam berat tertinggi terdapat dalam stasiun 3 dengan nilai 0,48 mg/l. Nilai konsentrasi tersebut sudah melewati baku mutu air laut menurut BKIPM (2016) yaitu sebesar 0,3 mg/l. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan yang berada dekat dengan perumahan warga telah terkontaminasi dengan logam berat Fe dan sudah melewati ambang batas. Hal ini akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung kepada warga melalui aktivitas seperti mencuci, menangkap ikan, dan mengkonsumsi biota perikanan secara langsung. Yalcin et al (2008) mengatakan bahwa adanya tingkatan rantai makanan menjadikan logam berat dapat berpindah dari lingkungan ke organisme, dan pada akhirnya dari organisme satu ke organisme yang lain.

Hasil pengukuran logam berat Fe pada stasiun 2 adalah yang terendah dengan konsentrasi sebesar 0,15 mg/l. Pada stasiun ini terdapat perkebnan kelapa sawit. Kandungan logam berat Fe dalam air pada stasiun ini berada di bawah baku mutu air laut menurut BKIPM (2016) yaitu 0,30 mg/l. Hal ini disebabkan karena logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengenceran akibat pengaruh pasang surut, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan (Supriyantini dan Endrawati, 2015).

Konsentrasi logam berat Fe dalam air pada stasiun 1 berada pada ambang batas baku mutu logam berat besi untuk air laut yaitu 0,30 mg/l. Pada daerah

muara memiliki kandungan logam berat Fe yang tinggi bila dibandingkan dengan stasiun 2. Hal ini terjadi karena kandungan logam berat besi di muara disebabkan oleh kandungan Fe yang berasal dari beberapa sumber, yaitu dari tanah, reservasi air dari besi, endapan-endapan buangan industri, dan korosi dari pipa-pipa air yang mengandung logam besi yang dibawa aliran air sungai.

Kandungan Logam Berat Besi (Fe) pada Sedimen

Kandungan logam berat pada sedimen di semua stasiun lebih tinggi dibandingkan pada sampel air. Hal ini disebabkan karena adanya proses sedimentasi yang dialami logam berat Fe. Kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dari sampel air karena logam berat yang masuk ke dalam perairan akan diserap oleh partikel-partikel tersuspensi. Menurut Hutagaol (2012), logam berat yang ada dalam kolom air akan mengalami proses penggabungan dengan senyawa-senyawa lain, baik berupa bahan organik maupun anorganik yang mempengaruhi laju proses pengendapan dan sedimentasi.

Hasil pengukuran konsentrasi logam berat Fe menunjukkan bahwa stasiun 3 memiliki konsentrasi tertinggi yaitu 37,1 mg/kg. Nilai yang didapat menunjukkan bahwa sedimen pada stasiun 3 mengandung logam berat Fe dengan konsentrasi tinggi dan sudah melewati baku mutu yaitu 20 mg/kg. Diduga sedimen yang terpapar logam berat berasal dari aktivitas manusia seperti limbah rumah tangga. Menurut Husainy (2014), kandungan logam berat yang terdapat dalam air dan sedimen dipengaruhi oleh masuknya limbah hasil aktivitas manusia yang mengandung logam berat seperti limbah industri, limbah domestik dan limbah pertanian, aliran sungai dan angin.

Hasil pengukuran logam berat Fe pada sampel sedimen stasiun 1 menunjukkan nilai yang sedikit lebih kecil dari stasiun 3 yaitu sebesar 36,2 mg/kg. konsentrasi ini sudah melewati toleransi baku mutu logam berat Fe untuk sedimen yaitu sebesar 20 mg/kg. Sumber cemaran logam berat pada stasiun ini adalah limbah hasil industri dan limbah rumah tangga yang terbawa oleh pergerakan arus dan mengendap pada muara sungai.

Konsentrasi logam berat Fe terendah terdapat pada stasiun 2. Pada stasiun ini konsentrasi Fe sebesar 15,6 mg/kg. Konsentrasi logam berat Fe pada stasiun ini masih tergolong normal karena berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan dengan nilai 20 mg/kg. Faktor penyumbang logam berat terbesar pada stasiun 2 adalah kegiatan industri perkebunan kelapa sawit di mana limbah buangannya masuk ke badan perairan dan sumber logam berat Fe juga berasal dari aliran air dan aktivitas sedimen yang mudah mengikat partikel halus.

Upaya Pengendalian Pencemaran

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran yaitu dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak membuang limbah ke dalam badan perairan. Perlu dilakukan pengelolaan limbah yang tepat untuk meminimalisir terjadinya pencemaran logam berat Pb dan Fe di perairan Estuari Percut Sei Tuan Sumatera Utara. Pencegahan ini dapat berjalan apabila semua pihak bekerjasama baik antara pihak pemerintah dan masyarakat.

Untuk masyarakat pesisir Percut Sei Tuan dihimbau untuk mengurangi mengkonsumsi ikan manyung, mengolah dengan benar dan tepat ikan manyung.

Masyarakat juga diminta untuk tidak membuang sampah baik itu organik ataupun

anorganik terutama sampah plastik ke dalam badan perairan karena akan berdampak pada lingkungan perairan.

Dalam dokumen ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Halaman 50-64)

Dokumen terkait