• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Tempat Penelitian

Wisata Agro Istana Susu Cibugary adalah suatu konsep usaha terpadu berbasis wisata yang terdiri dari peternakan sapi perah, pengolahan susu, pembuatan pupuk, saung-saung, kebun, taman dan kolam dengan pemandangan lepas Bumi Perkemahan Cibubur yang berada di kawasan Jakarta Timur. Luas lahan adalah 2000 m2 dan secara geografis peternakan sapi perah ini berbatasan dengan Kecamatan Makasar Jakarta Timur (utara), Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi (timur), Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor (selatan) dan Kecamatan Ciracas Jakarta Timur (barat). Kegiatan yang dilakukan di Agro Wisata ini mencakup peternakan sapi perah, pengolahan produk susu serta paket wisata kunjungan bagi sekolah-sekolah, instansi maupun masyarakat.

Kondisi mikroklimat di peternakan sapi perah meliputi suhu udara maksimum 34.4 ºC, suhu udara minimum 22 ºC, kelembaban udara 78%. Suhu lingkungan yang optimum untuk sapi perah dewasa berkisar antara 5 ºC sampai 21 ºC. Sesuai dengan Adriyani et al. (1980), kelembaban udara yang baik untuk pemeliharaan sapi perah adalah sebesar 60% dengan kisaran 50% sampai 75%. Suhu kandang yang terlalu panas dan kelembaban yang terlalu tinggi dapat berpengaruh buruk pada proses reproduksi khususnya pada saat pembuahan (Hardjopranjoto 1995). Stres panas dapat memperpendek lama birahi, dan penurunan intensitas birahi menyebabkan waktu inseminasi buatan tidak tepat, serta ovulasi yang diperpendek menyebabkan tumbuhnya kasus kawin berulang. Kondisi ini merupakan kondisi yang kurang ideal untuk peternakan sapi perah yang berada di kawasan DKI Jakarta, namun rekayasa lingkungan dapat memperkecil pengaruh tersebut salah satunya dengan membuat naungan dan pengadaan tanaman pelindung. Tingkat pemanfaatan lahan dan pengadaan tanaman pelindung di Wisata Agro Istana Susu Cibugary sudah sangat baik yang terdiri dari rumah tempat tinggal, saung-saung, kandang, kebun, rumah para pekerja dengan kondisi lingkungan yang asri, sejuk, rindang dan terdapat tanaman-tanaman pelindung yang dirawat dan dijaga untuk mengurangi suhu udara disekitar peternakan.

Jumlah sapi perah yang diperlihara sebanyak 50 ekor, terdiri dari pejantan (1 ekor), induk (30 ekor), sapi jantan muda (1 ekor), dara (11 ekor), pedet Jantan (3 ekor), pedet betina (4 ekor), dengan rata-rata produksi susu 10-15 liter/ekor. Bangsa sapi yang dipelihara adalah peranakan FH. Bobot badan sapi laktasi berkisar antara 350 kg sampai 420 kg yang diseleksi dengan mempelajari data produksi susu, silsilah (keturunan), bentuk tubuh, bentuk dan urat ambing, kesehatan kuku serta lama beradaptasi di Jakarta. Menurut Rustamadji (2004), ciri-ciri sapi peranakan FH adalah produksi susu dapat mencapai 15 sampai 20 liter per hari per masa laktasi dan lebih tahan panas jika dibandingkan dengan sapi FH, sehingga lebih cocok di daerah tropis, mudah beradaptasi di lingkungan barunya sehingga bangsa sapi yang diperlihara dipeternakan ini sudah tepat sesuai dengan kondisi wilayah yang ada. Manajemen reproduksi yang dilakukan oleh peternak sudah cukup baik, sapi perah dikawinkan dengan cara inseminasi buatan

yang dilakukan dari BIB dinas. Penerapan manajemen produksi dan reproduksi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Manajemen produksi dan reproduksi di Peternakan Sapi Perah Wisata Agro Istana Susu Cibugary

Manajemen produksi dan reproduksi

Hasil Umur kawin 21–30 bulan Umur beranak 31–36 bulan Waktu dikawinkan

kembali setelah beranak

61–90 hari Calving interval 13–18 bulan

Masa kering sapi laktasi 1.5 bulan sebelum beranak

Penerapan manajemen produksi dan reproduksi yang dilakukan di peternakan ini sudah baik. Umur kawin 21 sampai 30 bulan, sehingga umur beranak sekitar 31 sampai 36 bulan mampu memberikan produksi yang baik. Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua (tiga tahun) menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur muda (dua tahun). Produksi susu terus meningkat dengan tambahnya umur sapi sampai sapi itu umur tujuh tahun atau delapan tahun, yang kemudian setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11 sampai 12 tahun hasil susu nya akan rendah sekali. Hal ini disebabkan produktivitas yang menurun dan senilitas. Meningkatnya hasil susu pada laktasi dari umur dua tahun sampai umur tujuh tahun itu berkaitan dengan umur pertumbuhan dan jumlah tenunan dalam ambing juga bertambah. Menurut Sudono (1999), turunnya hasil susu pada hewan tua disebabkan aktivitas-aktivitas kelenjar-kelenjar ambing sudah berkurang. Kemampuan sapi dara tersebut tak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan badannya, tetapi juga pertumbuhan ambingnya yang mencapai pertumbuhan yang maksimum pada laktasi ke tiga atau ke empat.

Waktu dikawinkan kembali setelah beranak yang dilakukan di peternakan ini sudah baik yaitu 61-90 hari. Semakin lama periode masa kosong sapi perah akan mengakibatkan penurunan performa reproduksi sapi perah, sehingga banyak waktu dan biaya terbuang. Dengan demikian sapi perah sebaiknya dikawinkan dari 60 sampai 90 hari setelah beranak karena interval perkawinan setelah beranak menentukan panjang interval kelahiran, hal ini akan berpengaruh terhadap produksi susu. Noakes (1996) menyatakan bahwa waktu kosong adalah jumlah hari atau jarak antara waktu kelahiran sampai saat perkawinan yang berhasil hingga terjadi kebuntingan. Masa kosong merupakan salah satu ukuran untuk menilai efisiensi reproduksi karena lamanya masa kosong pada sapi perah tergantung pada jumlah kawin per kebuntingan dan deteksi birahi. Menurut Hardjopranjoto (1995), jarak antara melahirkan sampai bunting kembali yang baik adalah tidak lebih dari 4 bulan. Waktu kosong yang panjang membuat ternak lebih lama waktunya untuk memproduksi susu selama masa laktasi, sehingga kemampuan reproduksinya menurun akibat pakan yang dikonsumsi lebih

digunakan untuk kebutuhan produksi susu. Pemanfaatan pakan oleh sapi perah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi. Menurut Warwick dan Legates (1979), masa kosong yang ideal bagi seekor sapi perah adalah antara 90 sampai 105 hari dengan rata-rata 100 hari. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai selang beranak antara 12 sampai 13 bulan.

Hasil studi termasuk baik, walaupun nilai efisiensinya perlu dipertimbangkan. Efisiensi reproduksi dikatakan baik apabila seekor induk sapi dapat menghasilkan satu pedet dalam satu tahun (Ball dan Peters 2004). Calving interval yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Bila calving interval diperpendek akan menurunkan produksi susu pada laktasi yang sedang berjalan atau berikutnya dan begitu pula sebaliknya. Menurut Hasnawati (2008), semakin lambat dilakukannya perkawinan kembali setelah beranak akan membuat induk sapi perah menyusui pedetnya hingga berumur 4 bulan sehingga induk memerlukan pakan lebih banyak.

Masa kering sapi perah di peternakan sapi perah ini adalah 1.5 bulan sebelum beranak dan penerapan manajemen ini sudah baik. Hal ini dimaksudkan agar sapi memiliki kondisi yang bagus ketika melahirkan. Rataan masa kering untuk sapi berkisar antara satu setengah sampai dua bulan berpengaruh terhadap produksi susu. Menurut Sudono et al. (2003), produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya dipengaruhi oleh lamanya masa kering yang telah lalu. Produksi susu akan naik dengan bertambahnya masa kering tujuh atau delapan minggu, tetapi dengan masa kering yang lebih lama lagi produksi susu tidak akan bertambah.

Recording oleh peternak sudah dilakukan namun belum sempurna dan setiap 4 atau 5 bulan dilakukan uji lab oleh UPT Bambu Apus untuk mengetahui kualitas susu yang dihasilkan. Kondisi dan manajemen pemeliharaan di Peternakan sapi perah Wisata Agro Istana Susu Cibugary dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kondisi dan manajemen pemeliharaan sapi perah di Wisata Agro Istana Susu Cibugary

Kondisi dan Manajemen Kandang

Hasil

Bahan lantai Semen dengan tambahan karpet karet Jenis kandang Kandang induk, pejantan, pedet Waktu membersihkan kandang 2 kali dalam sehari sebelum diperah Frekuensi pembersihan kandang 2 kali sehari

Waktu membersihkan sapi 2 kali dalam sehari sebelum diperah Konsentrat yang diberikan antara 1–4 kg/ekor/hari HMT yang diberikan 20–40 kg/ekor Pemberian vitamin dan mineral 10–15 gram/ekor

Tipe kandang yang digunakan di Wisata Agro Istana Susu Cibugary adalah tail to tail. Menurut Ginting dan Sitepu (1989), rata-rata setiap seekor sapi

membutuhkan luas lantai 3.5 sampai 4 m2 belum termasuk bangunan untuk tempat pakan, air minum, dan selokan untuk pembuangan air. Daya tampung kandang sebanyak 70 ekor jika dalam kondisi padat namun pemilik peternakan hanya mengisi kandangnya sebanyak 50 ekor agar tidak terlalu penuh, panas dan sapi perah bisa nyaman bergerak. Fasilitas kandang yang tersedia yaitu gudang pakan, saluran air, keran air, tempat milk can, kamar mandi, kipas angin di langit-langit, selang air, rumah untuk pekerja, dapur. Pemeliharaan pedet dan dara dipisah. Kontruksi kandang kuat dan kokoh namun drainase kandang kurang baik karena air sering tergenang dan tidak ada tempat khusus menampung kotoran. Tempat pakan sudah baik dan peralatan kandang pun sudah cukup lengkap. Jarak kandang sapi perah dari rumah tempat tinggal sekitar 10 meter hal ini merupakan jarak ideal antara kandang dengan bangunan rumah. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan pada kandang sapi perah adalah lantai, selokan, dinding, atap, ventilasi serta tempat pakan dan minum. Menurut Siregar (2001), sebaiknya kandang antara 20 sampai 30 cm lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Kandang sebaiknya diarahkan ke timur atau membujur ke utara selatan agar bagian dalam kandang memperoleh sinar matahari pagi yang memadai. Sinar matahari bermanfaat untuk mengeringkan lantai kandang sehingga mengurangi resiko terjangkitnya penyakit. Waktu pemerahan susu adalah pada pukul 05.00 dan pukul 14.00. Pemerahan dilakukan secara manual dengan tangan yang diolesi vaselin. Penanganan pasca pemerahannya, susu ditampung dengan menggunakan milk can

setelah itu langsung didistribusikan ke agen langganan ataupun didinginkan ke dalam freezer untuk diolah lebih lanjut.

Pakan yang diberikan pada sapi perah di peternakan ini, berupa rumput lapang, ampas tahu dan konsentrat pabrikan. Pemberian konsentrat dan hijauan dilakukan sebanyak 2 kali sehari setelah sapi diperah. Jumlah konsentrat yang diberikan adalah 1 sampai 4 kg/ekor/hari dan jumlah hijauan yang diberikan adalah 20 sampai 40 kg/ekor/hari. Jumlah konsentrat dan hijauan yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan dan tubuh ternak. Susilorini et al. (2008) menyatakan bahwa standar pemberian konsentrat adalah satu persen dari berat badan sapi per hari untuk setiap satuan ternak dan standar nilai koefisien teknis pakan hijauan adalah sepuluh persen dari berat badan sapi untuk setiap satuan ternak. Pemberian konsentrat bertujuan untuk menyeimbangkan ransum dengan menyediakan zat-zat makanan yang rendah nilainya dalam hijauan (Sudono 1999).

Jenis HMT yang diberikan pada ternak adalah rumput lapang yang diarit dari luar lokasi peternakan dengan radius antara 10 sampai 15 km dari kompleks peternakan. Ketersediaan jumlah HMT masih cukup memenuhi kebutuhan ternak sapi perah yang ada. Selain hijauan dan konsentrat, pemberian vitamin dilakukan secara teratur yang diberikan saat pemberian konsentrat. Pemberian air minum yang dilakukan di peternakan ini secara ad libitum yang mana sumber air minum berasal dari air sumur atau mata air yang ada di agro wisata ini yang sudah sangat mencukupi kebutuhan akan air yang digunakan. Pemberian air sangat penting untuk produksi susu, karena susu 87 persen terdiri atas air dan 50 persen dari badan sapi terdiri atas air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu yang dihasilkan sapi, suhu sekelilingnya dan macam makanan yang diberikan (Sudono 1999).

Jumlah limbah yang dihasilkan di peternakan ini cukup banyak sekitar 2000 kg. Van et al. (1994) menyatakan bahwa satu ekor sapi perah dewasa dapat menghasilkan feses 30 sampai 40 kg dan urin 20 sampai 25 kg setiap hari. Peternakan sapi perah belum mempunyai instalasi biogas, penanganan limbah padat yang dihasilkan tidak dimanfaatkan, tetapi langsung disiram ke selokan sedangkan limbah cair yang dihasilkan dialirkan ke saluran air yang bermuara ke kolam penampungan limbah kompleks peternakan. Sapi yang sakit ditangani sendiri dan kadang-kadang menggunakan jasa dokter hewan.

Peternakan sapi perah di Wisata Agro Istana Susu Cibugary adalah usaha warisan keluarga yang dikelola bersama-sama dengan sumber modal berasal dari keluarga tanpa pinjaman kredit. Segala keputusan yang menyangkut pengelolaan di musyawarahkan, jika terkait teknis diserahkan pada pengelola peternakan ini. Hasil analisis finansial dan kondisi kelembagaan peternakan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Analisis finansial dan status peternak di Wisata Agro Istana Susu Cibugary

Kondisi Hasil

Harga jual susu segar Rp 9000–10000/liter Keuntungan dari usaha sapi perah

tiap bulan

>Rp 2000000

Pekerjaan sampingan Sapi potong dan kambing perah Pendapatan pekerjaan sampingan >RP 2000000

Upah Pekerja Rp 1500000–2000000/orang

Koperasi Ada

Lembaga Kredit Tidak ada Program penyuluhan 2–3 kali/tahun Vaksinasi 2–3 kali/tahun

Produk utama peternakan sapi perah tersebut adalah susu segar yang sudah memiliki pelanggan setiap hari, berasal dari Bekasi, Tanjung Priok, Bintaro, Lebak Bulus, Cibubur. Selain itu, susu segar yang dihasilkan diolah menjadi susu pasteurisasi dan yoghurt yang dijual di wisata agro. Kondisi kelembagaan tidak berjalan dengan semestinya, peran koperasi hanya sebagai penyedia pakan, kegiatan simpan pinjam tidak berjalan termasuk penyaluran susu. Program penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah atau dinas tidak tepat sasaran dan efektif baik sumber daya manusia maupun materi penyuluhan.

Peternakan sapi perah Wisata Agro Istana Susu Cibugary berlokasi di kompleks peternakan sapi perah DKI Jakarta yang kondisi masyarakatnya heterogen baik yang sudah tinggal selama puluhan tahun di kompleks tersebut maupun masyarakat pendatang. Pekerjaan masyarakat di lokasi wisata bervariasi dari peternak, buruh, swasta, pedagang. Tanggapan masyarakat yang tinggal di kompleks terhadap usaha wisata ternak tersebut adalah adanya manfaat ekonomi yang dirasakan, yakni muncul usaha yang berhubungan, mudahnya mendapatkan

susu segar, adanya kunjungan dari luar, muncul usaha pengolahan susu dan jajanan lain dan juga kondisi jalan dan akses menjadi jauh lebih baik. Tanggapan pengunjung di Wisata Agro Istana Susu Cibugary disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Tanggapan pengunjung terhadap Wisata Agro Istana Susu Cibugary

Perihal Hasil

Pilihan Paket Wisata yang tersedia Puas

Harga yang ditawarkan untuk setiap paket wisata Puas dan terjangkau Media publikasi yang dimiliki wisata agro Cukup puas Akses mencapai lokasi kawasan wisata agro Cukup mudah Kenyamana, keindahan dan kebersihan pada

wisata agro istana susu cibugary

Baik Kompetensi atau kemampuan pemandu wisata Baik Keramahan, kesigapan dan kesopanan pemandu

wisata maupun pekerja di agrowisata

Baik Administrasi dan pelayanan saat berkunjung Baik

Kebisingan, pencemaran air, polusi udara (bau) tidak teralu dirasakan dan tingkat keamanan bahkan jauh lebih baik. Pengunjung di Wisata Agro Istana Susu Cibugary berasal dari sekolah-sekolah, instansi ataupun masyarakat umum. sebagian besar pengunjung puas dengan pelayanan yang diberikan berupa fasilitas yang ada di lokasi, layanan administrasi dan sumber daya manusia yang tersedia.

Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 46.01 %, masuk dalam kategori kurang berkelanjutan (26-50) karena terdapat 2 faktor krisis atau atribut yang memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu sarana pengolahan limbah dan tingkat kemiringan kandang yang kurang memadai. Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi terdiri atas 11 (sebelas) atribut, yaitu (1) suhu, (2) kelembaban, (3) curah hujan, (4) space ternak, (5) ketinggian, (6) kemiringan, (7) pemanfaatan limbah ternak, (8) sarana pengolah limbah, (9) tingkat pemanfaatan lahan, (10) pengadaan tanaman pelindung, (11) penyediaan rumput. Atribut yang perlu diperhatikan ataupun diperbaiki adalah atribut yang memberikan kontribusi yang lebih besar dalam keberlanjutan dimensi ekologi adalah atribut yang lebih panjang atau nilainya lebih besar pada ordinasi sumbu x. Hasil analisis MDS dengan Rapdairy dimensi ekologi serta hasil analisis

Gambar 2 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi serta peran masing-masing atribut ekologi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square

(RMS)

Sarana pengolah limbah di peternakan Cibugary masih dilakukan secara sederhana. Peternakan ini belum memiliki instalasi biogas sementara jumlah limbah yang dihasilkan setiap hari banyak. Penanganan limbah cair tidak dilakukan, langsung dialirkan ke saluran air (selokan) kompleks untuk dialirkan ke kolam penampungan limbah. Penanganan limbah padat seperti feses atau sisa pakan juga tidak dilakukan secara berkala. Menurut Sudono (2003), penanganan limbah perlu dilakukan agar sapi perah bebas dari bibit penyakit, menghindari timbulnya bau yang tidak sedap agar kandang selalu bersih, tidak lembab, tidak tergenang karena kandang yang ideal untuk sapi perah adalah kandang dengan lantai kering. Hal tersebut dapat mempengaruhi produksi susu sapi perah baik secara kuantitas maupun kualitas (Dewi et al. 2011).

Kemiringan lokasi peternakan sapi perah di Cibugary termasuk dalam kategori datar. Kondisi ini sulit diubah karena komplek peternakan tersebut merupakan kawasan yang dibangun oleh pemerintah DKI Jakarta. Faktor kemiringan sangat menentukan dalam usaha peternakan sapi perah karena berhubungan dengan manajemen limbah dan drainase kandang. Menurut Kamiludin (2009), dalam pembuatan kandang perlu tingkat kemiringan lantai beberapa derajat agar feses, urine maupun sisa makanan mudah mengalir ke saluran yang terdapat di pinggir kandang. Siregar (2001), menyebutkan bahwa supaya air mudah mengalir atau kering, lantai kandang harus diupayakan miring dengan kemiringan kurang lebih 2º. Lantai miring ke arah saluran pembuangan dan tidak licin. Dengan demikian, kotoran kandang mudah dibersihkan dengan air (Foley et al. 1973).

Kondisi lantai yang miring mempermudah proses pembersihan kandang karena aspek ini merupakan salah satu faktor penting dalam peternakan sapi perah untuk menghindari permasalahan sanitasi, penyakit, kualitas susu yang dihasilkan dan juga bau yang tidak sedap yang akan mengganggu kenyamanan masyarakat dan pengunjung. Sarana pengolahan limbah dan tingkat kemiringan merupakan atribut yang sangat perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam mendukung status keberlanjutan usaha peternakan sapi perah karena faktor lingkungan ini

diperkirakan berkontribusi sekitar 70% terhadap produksi susu pada sapi perah (Anggraeni 2009).

Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan yang diperoleh untuk dimensi ekonomi sebesar 67.19% dan termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan (51-75). Hasil ini menunjukkan bahwa dimensi ekonomi telah memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan dimensi ekologi. Jumlah atribut yang memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan ekonomi adalah 11 (sebelas) atribut yang meliputi (1) keuntungan usaha, (2) tingkat upah yang diberikan, (3) kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD), (4) sumber modal, (5) kepemilikan usaha, (6) rata-rata kepemilikan sapi laktasi, (7) penggunaan tenaga kerja, (8) permintaan produksi, (9) besarnya subsidi, (10) pemasaran produksi, (11) ketersediaan sarana produksi

Berdasarkan hasil analisis Leverage, atribut-atribut yang sensitif atau faktor kritis yang juga perlu diperhatikan dan diperbaiki karena memiliki pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan ekonomi adalah (1) pemasaran produksi, (2) kontribusi terhadap PAD, (3) permintaan produksi, (4) kepemilikan usaha, (5) penggunaan tenaga kerja, (6) sumber modal. Hasil analisis MDS dengan Rapdairy dimensi ekonomi serta analisis Leverage dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi serta peran masing-masing atribut ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root

mean square (RMS)

Pemasaran 90% susu di Wisata Agro Istana Susu Cibugary adalah dengan cara langsung ke konsumen. Setiap hari sudah ada konsumen tetap (agen) yang menampung produksi susu Cibugary yang berasal dari Bekasi, Priok, Bintaro, Lebak Bulus maupun daerah Cibubur. Meskipun berstatus pelanggan tetap, tidak ada perjanjian yang mengikat antara peternak Cibugary dan agen tesebut. Kondisi ini sangat berdampak pada kontinuitas pemasaran apabila terjadi pemberhentian pembelian oleh agen. Untuk mengatasi kemungkinan tersebut, diperlukan suatu

bentuk kerjasama pemasaran susu Cibugary untuk menjaga stabilitas produksi. Dalam jangka panjang, kualitas susu bisa ditingkatkan dan upaya diversifikasi produk olahanpun pelru dilakukan.

Kontribusi terhadap pendapatan asli daerah belum optimal. Kompleks peternakan DKI Jakarta adalah kawasan khusus yang dibangun oleh pemerintah agar usaha peternakan sapi perah di DKI Jakarta tidak punah. Dengan adanya Agro Wisata Istana Susu Cibugary masyarakat DKI Jakarta bisa berwisata sekaligus mendapatkan edukasi tentang peternakan sapi perah yang sudah sangat langka di daerah ibukota sekaligus mempertahankan warisan budaya masyarakat betawi yang hampir punah seiring dengan pembangunan gedung-gedung bertingkat. Sehingga perlu perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan dan membuat peternakan rakyat di kompleks peternakan Cibugary ini tetap berlanjut dan lestari. Pembangunan kawasan agribisnis berbasis peternakan merupakan salah satu alternatif program terobosan yang diharapkan dapat menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan peternakan yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Mandaka dan Hutagaol 2005; Mukson et al. 2009; Suryanto 1993).

Permintaan terhadap susu Agro Wisata Istana Susu Cibugary termasuk ke dalam kategori yang tinggi selain permintaan tetap dari agen. Konsumen lain berasal dari masyarakat sekitar, pondok pesantren maupun ketika terdapat kegiatan kunjungan ke agrowisata. Menurut Sumartini (2010), penjualan susu segar langsung ke wisatawan atau penghuni villa dapat meningkatkan nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini terkait dengan kepercayaan yang baik dari konsumen terhadap kualitas susu yang dihasilkan sehingga perlu dijaga dan dipertahankan. Penerimaan yang berasal dari penjualan susu dipengaruhi oleh jumlah ternak yang dimiliki. Semakin banyak ternak yang dimiliki maka produksi susu yang dihasilkan semakin banyak dan berpengaruh terhadap penjualan susu. Penjualan susu yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap penerimaan (Londa et al. 2013).

Tenaga kerja di peternakan sapi perah tersebut berjumlah 4 orang dengan curahan waktu rata-rata 13 jam perhari. Tidak ada kriteria khusus yang dipilih dalam memilih tenaga kerja namun jika dilihat para pekerja memiliki pengalaman beternak dan pengetahuan sapi perah yang cukup baik sehingga pemilik

Dokumen terkait