• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Usahatani Tembakau di Daerah Penelitian

Kegiatan usahatani tembakau rakyat di Desa Batu Karang teridiri dari pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiagan, pemberantasan hama dan penyakit, panen, pasca panen yaitu pengirisan, penjemuran, pengirisan tembakau dan pengemasan.

a. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahn bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yaag sesuai bagi pertumbuhan dan pembentukan hasil. Lahan yang telah memadat dan kerasharus diolah kembali, agar menjadi agregat-agregat tanah yang lebih halus sehingga berstruktur remah (gembur).

Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau rakyat biasanya dimulai pada awal musim kemarau atau akhir musim penghujan. Pengolahan tanah untuk tembakau rakyat ini tidak begitu intensif bila dibandingkan dengan pengerjaan tanah untuk tembakau Deli atau tembakau cerutu.

Sebelum lahan diolah perlu dibersihkan dari semua sisa-sisa tanaman dan jangan sampai ditumpukan di tengah areal. Sisa tanaman hendaknya diangkut kepinggir, dikeringkan kemudian dibenamkan. Kalau ditumpuk di tengah atau di tepi areal dapat menjadi sumber hama/penyakit tanaman.Selanjutnya tanah yang sudah dibuka dibiarkan terkena sinar matahari dan dibiarkan sampai setengah kering.

Pengolahan lahan di daerah penelitian dilakukan dengan mencangkul tanah dengan kedalaman 15-20 cm. Bongkahan tanah di pecah dengan menggunakan cangkol kemudian tanah diratakan.

b. Penanaman

Petani di Desa Batukarang sebelum melakukan penanaman terlebih dulu melakukan pemupukan secara merata. Pupuk yang digunakan yaitu NPK dengan rataan penggunaan sebanyak 125,15 kg/Ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan mencampurkan tanah dan pupuk dengan menggunakan cangkul. Penentuan jarak tanam tidak terlalu diperhatikan, karena petani bisa

memperkirakan jarak tanam tembakau. Pada umumnya jarak tanam tembakau dilokasi penelitian sekitar 50-80 cm.

c. Pemupukan

Pemupukan yang dimaksud disini adalah pemupukan kedua setelah adanya pemupukan pertama yang diberikan sebelum penanaman bibit. Kegiatan pemupukan dilakukan setelah tanaman tembakau berumur 14-25 hari. Pada umumnya jenis pupuk yang dipakai oleh petani di lokasi penelitian adalah NPK, KCL, Amapos, dan Garam. Dosis pemakaian pupuk dilokasi penelitian untuk pupuk NPK sebesar 125,15 kg/Ha, pupuk KCL sebesar 128,55 kg/Ha, pupuk Amapos sebesar 119,48 kg/Ha dan garam sebesar 107,06 kg/Ha.

d. Penyiangan

Di daerah Penelitian Desa Batukarang petani melakukan penyiangan 2 kali yaitu pada umur 3 minggu dan 6 minggu setelah penanaman. Penyiangan dilakukan dengan cara mengoret sehingga gulma habus terkoret dan mati. Alat yang digunakan cangkul serta mencabut dengan tangan. Tujuan dilakukan penyiangan ini agar gulma di sekitar areal tembaku bersih dan tidak menjadi inang bagi hama dan penyakit pada tanaman lain.

e. Pemberantasan Hama dan Penyakit

Pemberantasan hama dan penyakit di lokasi penelitian dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida. Pada umumnya jenis pestisida yang digunakan di lokasi penelitian adalah prevaton, pegasus, serva, samik, alika dan drus ban merupakan pestisida untuk pemberantasan hama dan untuk pemberantasan penyakit digunakan pestisida indrofol, beleton, antracol, dithet45, Score, Metindo dan Kadilak.

f. Panen

Pemanenan tembakau dilakukan dengan cara pemetikan daun tembakau. Pemetikan daun tembakau di lokasi penelitian dimulai saat tanaman tembakau sudah berumur 60-70 hari dan selesai pemetikan dampai umur 120 hari. Daun tembakau sudah dapat di petik apabila daun sudah cukup tua atau berwarna hijau kekuning-kuningan.

g. Pengirisan

Pengirisan dilakukan dengan menggunakan pisau sebagai alat pengiris tembakau dan sangkalan sebagai alat penjepit dan pengukur tingkat ketipisan dalam melakukan pengirisan tembakau.

h. Penjemuran

Penjemuran dilakukan setelah tembakau selesai di iris. Tembakau yang telah selesai di iris di susun di atas kirang-kirang sebagai alat penjemur tembakau dan di jemur di bawah sinar matahari. Penjemuran tembakau bertujuan agar tembakau kering, kembang dan berubah menjadi warna cokelat. Tembakau yang sudah kembang dan berwarna cokelat adalah tembakau yang sudah siap untuk di pasarkan.

Ketersediaan Sarana Produksi di Daerah Penelitian a. Luas lahan

Tanaman tembakau dapat tumbuh baik pada lahan yang berstruktur gemur,remah,mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik sehingga dapat meningkatkan drainase. Tembakau dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian antara 200-3.000 m dpl, sedangkan Desa Batukarang terletak terletak pada ketinggian 700 m dpl, sehingga daerah ini cocok ditanami tembakau. Lahan yang dimiliki petani merupakan lahan milik sendiri dan lahan sewa.

Luas lahan pertanian di Desa Batukarang adalah sebesar 940 Ha dan luas lahan rata-rata yang digunakan untuk usaha tani tembakau adalah sebesar 0,325 Ha. Jika dibandingkan dengan jumlah keluarga di daerah tersebut sebanyak 2554 KK, maka dapat diketahui rasio kepemilikikan lahan untuk masing-masing keluarga tani sebesar 0,37 Ha/KK.

b. Bibit

Petani tembakau Desa Batukarang memperoleh bibit tembakau dari pedagang bibit yang berada di Desa Batukarang. Jenis bibit tembakau yang digunakan yaitu bibir tembakau virginia. Harga bibit tembakau tembakau sebesarRp 50/ Batang dengan kebutuhan bibit rata-rata sebanyak 26317,85 batang /Ha

c. Garam dan Pupuk

Jenis garam yang digunakan petani adalah garam dapur yang berfungsi untuk mencerahkan warna pada daun tembakau. Di daerah penelitian tidak semua petani menggunakan garam. Rata-rata penggunaan garam yang digunakan petani di lokasi penelitian sebanyak 107,06 kg/Ha. Untuk kebutuhan pupuk pada umumnya ditentukan petani sesuai dengan luas lahan yang digunakannya dan berdasarkan kebutuhan kesuburan tanah tersebut. Pada umumnya petani di lokasi penelitan menggunakan pupuk Amapos, NPK, dan KCL. Dengan rata-rata penggunaan Amapos sebanyak 119,48 Kg/Ha, NPK sebanyak 125,15 Kg/Ha, KCL sebanyak 128,55Kg/Ha. Dengan harga masing- masing yaitu garam Rp 2000/Kg, pupuk Amapos Rp 7000/Kg, pupuk NPK sebanyak Rp 7000/Kgdan KCL sebanyak Rp 8000/ Kg.

Petani di Desa Batukarang membeli pupuk dari kios pedagang saprodi yang berada di Kecamatan Payung. Pupuk yang di beli petani tergolong harga yang cukup tinggi, namun petani tetap membelinya di bandingkan petani harus membeli pupuk di Kecamatan Brastagi atau Kabanjahe. Maka dapat dikatakan bahwa kebutuhan petani tembakau akan pupuk belum cukup tersedia.

d. Pestisida

Petani di Desa Batukarang menggunakan pestisida untuk menghindari penurunan produksi tembakau. Jenis pestisida yang digunakan petani bermacam-macam dan tidak semua petani menggunakan pestisida yang sama. Adapun jenis pestisida yang digunakan petani yaitu Prevaton,

Pegasus, Serva, Samik, Dithet 45, Antrakol, Indrofol, Beleton, Drus Ban, Alika, Srore, Metindo, Kadilak, Cek Point.

Dengan rata –rata penggunaan pestisida dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 9. Rata-rata penggunaan Pestisida di daerah penelitian selama 1 musim tanam

No Jenis Pestisida Dosis Penggunaan

(ml/Ha) 1 Prevaton 77,38 ml/Ha 2 Pegasus 100,66 ml/Ha 3 Serva 133,69 ml/Ha 4 Samik 127,80 ml/Ha 5 Dithet 45 137,07 ml/Ha 6 Antrakol 156,25 ml/Ha 7 Indrofol 216,64 ml/Ha 8 Beleton 155,83 ml/Ha

9 Drus Ban 132,68 ml/Ha

10 Alika 125,54 ml/Ha

11 Score 135,00 ml/Ha

12 Metindo 120,00 ml/Ha

13 Kadilak 82,50 ml/ Ha

14 Cek Point 90,00 ml/Ha

Total 1791,04 ml/Ha

Sumber : Data diolah dari lampiran 6

Adapun harga pestisida yang dibeli petani yaitu Prevaton Rp 60.000-120.000/btl, Pegasus Rp 40.000-60.000/btl, Serva Rp 20.000/btl, Samik Rp 40.000/btl, Dithet 45 Rp 80.000-100.000/btl, Antrakol Rp 45.000-120.000/btl, Indrofol Rp 40.000/btl, Beleton Rp 45.000/btl, Drus Ban Rp 15.000/btl, Alika Rp 65.000/btl, Score Rp 40.000/btl, Metindo Rp 30.000/btl, Kadilak Rp 80.000/btl, Cek Point Rp 65.000/btl.

Petani di Desa Batukarang membeli pestisida di kios pedangan pestisida yang berada Kecamatan Payung dan ada juga petani yang membeli pestisida di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe. Petani di Desa Batukarang yang membeli pestisida Di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe di sebabkan karna terbatasnya jenis pestisida yang ada di kios pestisida di Kecamatan Payung. Jarak dari Kecamatan Payung ke Kecamatan Berastagi yaitu 8 Km sedangkan jarak antara Kecamatan Payung ke Kecamatan Kabanjahe 19 Km. Sehingga ketika petani ingin membeli pestisida di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe jarak masih dapat di terjangkau oleh petani. Maka dapat dikatakan bahwa kebutuhan petani tembakau akan pupuk masih cukup tersedia.

e. Peralatan

Peralatan merupakan salah satu sarana produksi untuk mendukung kegiatan usaha tani. Petani di desa Batukarang menggunakan peralatan seperti cangkul, sprayer, pisau pengiris, ember, tali rafia, goni, kirang-kirang, batu asah dan sangkalan. Sebagian peralatan ada yang di beli di warung-warung yang ada di Desa Batukarang. Untuk membeli peralatan seperti cangkol, batu asah dan pisau pengiris petani harus pergi ke Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe. Jarak Dari Kecamatan Payung ke Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe merupakan jarak yang masih dapat ditempuh oleh petani yang berada di desa Batu Karang. Maka dapat dikatakan bahwa kebutuhan petani tembakau akan peralatan cukup tersedia..

f. Tenaga Kerja

Dalam melakukan kegiatan usahatani tembakau tenaga kerja dibutuhkan untuk mengerjakan berbagai macam kegiatan yang meliputi kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiagan, pemberantasan hama dan penyakit, panen, pengirisan, penjemuran, penyortiran dan pengemasan. Curahan tenaga kerja merupakan faktor pendukung berlangsungnya proses usahatani. Penggunaan tenaga kerja yang di pakai di Desa Batukarang dalam kegiatan usahatani berdasarkan pada hari kerja orang yang berkerja pada lahan usahatani per hari.

Tabel 10. Rataan Penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar Dalam 1 Musim Tanam Di Daerah Penelitian.

NO Jenis Tahapan Pekerjaan Penggunaan

Tenaga Kerja (HKO) 1 Pengolahan Lahan 7,3 2 Penanaman 6,06 3 Pemupukan 3,46 4 Penyiangan 3,4

5 Pemberantasa hama & penyakit 2,86

6 Panen 3,63

7 Pengirisan 2,53

8 Penjemuran 3,2

9 Penyortiran 2,8

10 Pengemasan 2,93

Total Tenaga Kerja 38,2

Berdasarkan tabel diatas bahwa rataan kebutuhan tenaga kerja per hektar dalam 1 musim tanam (3 bulan) sebanyak 38 HKO. Luas lahan di Desa Batu Karang sebesar 765 ha dan jumlah penduduk usia produktif 2580 jiwa, sehingga diperoleh potensi penggunaan tenaga kerja sebanyak 3 HKO per hektar untuk mengusahakan usahataninya per harinya. Maka untuk 1 Ha lahan untuk usahatani tembakau rakyat dalam 1 musim tanam ( 3 bulan) digunakan tenaga kerja 270 HKO. Penggunaan tenaga kerja di daerah penelitian selama 1 musim yaitu sebanyak 38 HKO/Ha. Sehingga dapat dikatakan kebutuhan akan tenaga kerja di daerah penelitian cukup tersedia.

Tingkat Produksi dan Produktifitas Tembakau rakyat Daerah Penelitian

Produksi tembakau rakyat di daerah penelitian di desa Batu karang rata-rata sebesar 165,83 Kg dengan rata-rata produktifitas sebesar 531,8 Kg/Ha atau 0,531 Ton/Ha.

Tabel 11. Luas Tanaman dan Produksi Tembakau Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun 2011

Kabupaten/Kota

Regency/City

Luas Tanaman/Area (Ha) No Sisa Tahun Lalu Rest Tanam Planted Panen Harvested Produksi Production (ton) Kabupaten/Regency 1 Nias - - - - 2 Mandailing Natal 1,50 5,70 3,70 0,38 3 Tapanuli Selatan - - - - 4 Tapanuli Tengah - - - - 5 Tapanuli Utara - - - - 6 Toba Samosir - - - - 7 Labuhanbatu - - - - 8 Asahan - - - - 9 Simalungun - - - - 10 Dairi - 257,00 257,00 221,10 11 Karo - 19,00 11,00 15,00 12 Deli Serdang - - - - 13 Langkat - - - - 14 Nias Selatan - - - - 15 Humbang Hasundutan 62,05 205,00 144,00 125,00 16 Pakpak Bharat - 26,00 24,00 13,18 17 Samosir - - - - 18 Serdang Bedagai - - - - 19 Batu Bara - - - -

20 Padang Lawas Utara - - - -

21 Padang Lawas - - - - 22 Labuhanbatu Selatan - - - - 23 LabuhanbatUtara - - - - 24 Nias Utara - - - - 25 Nias Barat - - - - Kota/City 26 Gunungsitoli - - - -

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2013

Dari tabel diatas dapat dilihat terdapat 5 Kabupaten dari 25 Kabupaten dan 1 Kota Mayda di Provinsi Sumatera Utara yang memproduksi tanaman tembakau rakyat. 5 Kabupaten itu yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Dairi, Karo, Humbang Hasundutan dan Pakpak Bharat merupakan sentral penghasil tembakau di Sumatera Utara dengan luas tanaman dan hasil produksi tembakau yang berbeda- beda.

Adapun produksi tembakau dari ke lima Kabupaten yang merupakan sentral Penghasil tembakau sebagai berikut.

Produksi tembakau di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 380 Kg/Ha atau 0,38 Ton/Ha dengan rata-rata produktivitas sebesar 102,70 Kg/Ha Produksi tembakau di Kabupaten Dairi sebesar 221.100 Kg/Ha atau 221,10 Ton/Ha dengan rata-rata produktivitas sebesar 860,31 Kg/Ha. Produksi tembakau di Kabupaten Karo sebesar 15000 Kg/Ha atau 15,00 Ton/Ha dengan rata-rata produktivitas sebesar 1363,63 Kg/Ha. Produksi tembakau di Kabupaten Humbang Hasudutan sebesar 125.00 Kg/Ha atau 125,00Ton/Ha dengan rata-rata produktivitas sebesar 868 Kg/Ha. Dan produksi tembakau di Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 13180 Kg/Ha atau 13,18 Ton/Ha dengan rata-rata produktivitas sebesar 549,16 Ton/Ha.

Bila produksi dan produktivitas tembakau di daerah penelitian yaitu di Desa Batu karang dibandingkan dengan ke lima kabupaten penghasil tembakau di Provinsi Sumatera Utara, maka dapat diketehui bahwa :

a. Produksi tembakau rakyat di daerah penelitian 214,17 Kg lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Mandailing Natal. Sedangkan Produktivitas tembakau rakyat di daerah penelitian 0,429 Ton/Ha lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Mandailing Natal.

b. Produksi dan produktivitas tembakau rakyat di daerah penelitian 220.934,17 Kg dan 0,329 Ton/Ha lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Dairi.

c. Produksi dan produktivitas tembakau rakyat di daerah penelitian 12334,17 Kg dan 0,832 Ton/Ha lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Karo

d. Produksi dan produktivitas tembakau rakyat di daerah penelitian 220.934,17 Kg dan 0,337 Ton/Ha lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Humbang Hasudutan e. Produksi dan produktivitas tembakau rakyat di daerah penelitian 13014,17 Kg dan

0,018 Ton/Ha lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Pakpak Bharat.

Maka dengan demikian produksi dan produktivitas tembakau rakyat di daerah penelitian tergolong rendah.

Dari uraian diatas maka hipotesis 2 yang menyatakan produksi dan produktivitas di daerah penelitian tinggi di tolak.

Analisis Usahatani di Daerah Penelitian

Tabel 11 : Analisis Usahatani Tembakau Rakyat Per Petani dan Per Hektar Di Daerah Penelitian selama 1 Musim Tanam

.

No Jenis Biaya Rata-Rata/Petani Rata-Rata/Ha

(Rp/Kg) (Rp/Kg) 1 Biaya 1.1 Lahan - Sewa 1.666.666,67 1762202.38 - Milik Sendiri 51.166,67 58.740,07 1.2 Bibit 427.500 1.315.892,86 1.3 Garam 60.769,23 188.415,75 1.4 Pupuk - Pupuk Amapos 219.000 708.857,14 - Pupuk NPK 277.586,21 881.867,82 - Pupuk KCL 311.551,72 975.952,40 1.5 Tenaga Kerja - Pengolahan Lahan 390.000 1.284.047,61 - Penanaman 321.666,67 1.012.777,78 - Pemupukan 173.333,33 574.444,44 - Penyiangan 170.000 547.023,80 - Pemberantasan hama dan penyakit 143.333,33 451.825,39 - Panen 183.333,33 601.349,20 - Pengirisan 126.666,67 408.472,22 - Penjemuran 160.000 553.849,20 - Penyortiran 4.200.000 514.841,27 - Pengemasan 4.400.000 511.230,15 1.6 Penyusutan Peralatan 2.570.165,47 8.539.385,41 Total Biaya 6.792.532,14 21.005.162,27 2 Harga tembakau 90.000 90.0000 3 Penerimaan 14.925.000 47.862.857,14 4 Pendapatan 8.092.167,85 26.857.694,87

5 BEP Volume Produksi 75,87 248,94

6 BEP Harga 42.160,83 42.160,83

7 R/C 2,15 2,15

Sumber: Data diolah dari Lampiran 2-18

Dari tabel11 dapat dilihat biaya produksi di daerah penelitian terdiri dari biaya lahan,garam ,bibit, pupuk, tenaga kerja dan penyusutan dengan total sebesar Rp6.792.532,14 per petani dan Rp21.005.162,27 per hektar. Penerimaan rata-rata yang diperoleh dari penjualan tembakau Rp

90.000 yaitu sebesar Rp14.925.000 per petani dan Rp47.862.857,14 per hektar. Dan total pendapatan petani di lokasi penelitian sebesar Rp8.092.167,85 per petani dan Rp26.857.694,87 per hektar.

Tabel 12. Pendapatan Usahatani Tembakau Per HKO di Daerah Penelitian

NO Uraian Per Petani

(Rp)

Per Hektar (Rp)

1 Pendapatan Usahatani 8.092.167,85 26.857.694,87

2 Jumlah Tenaga Kerja 32 125

3 Pendapatan Usahatani/HKO 252.880 214.861

Sumber: Data diolah dari Lampiran 2-15

Berdasarkan tabel 12 diatas dapat diketahui bahwa pendapatan usahatani per petani dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan akan diperoleh sebesar Rp 8.092.167,85 per petani dan pendapatan usahatani per hektar sebesar Rp26.857.694,87. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1 HKO pada usahatani tembakau di daerah penelitian sebenarnya mendapatkan upah sebesar Rp 252.880 per luas lahan petani atau Rp 214.861 untuk luas per hektar dan jika dibandingkan dengan upah buruh harian lepas per hari/HKO di daerah penelitian sebesar Rp 50.00, maka dapat diketahui bawha masyarakat di Desa Batukarang lebih menguntungkan mengusahakan usahatani tembakau daripada menjadi buruh tani.

Dengan demikian hipotesis (1) yang menyatakan tingkat pendapatan usahatani di daerah peneltian relatif lebih tinggi daripada upah harian rata-rata di daerah penelitian, diterima.

Kelayakan Usahatani

Analisis kelayakan usahatani tembakau dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani tembakau yang diusahakan petani di daerah penelitian layak atau tidak. Untuk mengetahui kelayakan digunakan kriteria Break Even Point (BEP) dan Return of Cost Ratio (R/C).

Dari tabel dapat diketahui bahwa perhitungan BEP volume produksi selama 1 musim tanam adalah sebesar 75,87 Kg sedangkan untuk produksi tembakau selama 1 musim tanam di daerah penelitian telah melampaui titik impas yaitu sebesar 165,83 kg. Dan untuk perhitungan BEP volume produksi selama 1 musim tanam per hektar di daerah penelitian diperoleh titik impas yaitu sebesar

248,94 Kg sedangkan untuk produksi tembakau selama 1 musim tanam per hektar di daerah penelitian telah melampaui titik impas yaitu sebesar 531,8 Kg.

Dan untuk perhitungan BEP harga tembakau selama 1 musim tanam dan per hektar yaitu sebesar 42160,83 sedangkan harga tembakau selama 1 musim tanam di daerah penelitian yaitu sebesar Rp.90.000/Kg. Maka dapat dikatakan harga penjualan petani bahwa harga penjulan petani telah melalui titik impas (BEP) harga tembakau, maka kegiatan usahatani tembakau di daerah peneltian telah menguntungkan.

Untuk R/C Ratio yaitu sebesar 2,15 artinya setiap biaya Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,15. Hal ini disebabkan karna harga jual tinggi dan jumlah yang dijual banyak sehingga penerimaannya tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan kecil. Berdasarkan uji kriteria kelayakan yang menyatakan usaha dikatakan layak apabila R/C>1, maka kegiatan usahatani di daerah penelitian layak untuk di usahakan. Maka hipotesis (3) yang menyatakan kegiatan usahatani layak untuk dikembangkan dapat diterima.

BAB VI

Dokumen terkait