• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Rantai Pasok Komoditas Kentang di Kabupaten Karo Kabupaten Karo merupakan salah dataran tinggi di Indonesia yang memproduksi kentang sebagai komoditas unggulannya. Pada tahun 2013, kentang yang diproduksi di Kabupaten Karo tercatat sebanyak 404.200 kw, lebih banyak daripada komoditas hortikultura lainnya. Kentang yang pada umumnya diproduksi di Kabupaten Karo adalah kentang jenis Granola yang biasa dikonsumsi sebagai sayur. Proses budidaya kentang dimulai dari persiapan lahan hingga pemanenan yang memerlukan waktu sekitar 100 hari. Selanjutnya, hasil panen kentang akan didistribusikan ke pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

Persaingan perdagangan di Indonesia semakin lama semakin ketat, seiring dengan era globalisasi dan teknologi informasi yang semakin canggih. Permintaan konsumen terhadap barang dan jasa pun semakin kompleks, termasuk permintaan terhadap produk-produk pertanian. Perbaikan internal pada produsen tidak lagi dianggap cukup untuk mampu menjawab permintaan-permintaan konsumen tersebut, ditambah lagi dengan karakteristik komoditas kentang yang diproduksi mudah rusak dan mudah busuk. Rantai pasok menjadi salah satu kebutuhan utama dalam peningkatan daya saing komoditas kentang. Struktur rantai pasok terdiri dari berbagai pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.

12

Struktur rantai pasok bersifat dinamis dan menjelaskan mengenai pihak yang terlibat dan peranannya serta aliran informasi, produk dan uang yang terdapat didalamnya (Astuti et al, 2010). Struktur rantai pasok komoditas kentang yang ditemukan pada sentra sayuran dataran tinggi Kabupaten Karo, Sumatera Utara, umumnya mengikuti pola seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Aliran distribusi komoditas kentang di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara

Aliran saluran distribusi komoditas kentang diatas dibagi menjadi beberapa rantai, sebagai berikut:

1) Struktur rantai pasok 1

Petani  Pengumpul  Pedagang pasar induk Kecamatan Brastagi.

Petani menjual kentang kepada pengumpul tanpa disortir terlebih dahulu. Kentang-kentang ini dijual dengan harga Rp 7000/kg. Kentang kemudian dibawa ke pasar Induk Kecamatan Berastagi. Pada penelitian, ditemukan petani yang juga

Keterangan : Aliran Barang : Aliran Uang Rantai Pasok 1 : Rantai Pasok 2 : Rantai Pasok 3 : Rantai Pasok 4 : Rantai Pasok 5 : Rantai Pasok 6 : Pasar Induk

Pasar Luar Negeri (Malaysia) Pasar Dalam

Negeri Pasar Dalam

Negeri

Pasar Luar Negeri (Malaysia) Pasar Dalam Negeri 3 4 Perusahaan Eksportir Petani Pengumpul A Perusahaan Eksportir Pengumpul B Pengumpul C 1 2 5 6

13 berprofesi sebagai pengumpul sehingga dapat langsung membawa hasil panennya ke pasar induk Kecamatan Brastagi. Pembeli yang ada di pasar induk Kecamatan Brastagi merupakan pembeli grosiran yang akan menjual lagi produknya ke luar daerah.

2)Struktur rantai pasok 2

Petani  Pengumpul  Pasar Dalam Negeri

Kentang-kentang yang diproduksi oleh petani juga didistribusikan kepada para pengumpul dengan harga yang sama yaitu Rp 7000/kg. Pengumpul yang ada di Kecamatan Berastagi juga memiliki kerjasama dengan pedagang pada Pasar Dalam Negeri. Pengumpul akan mengirimkan kentang pada pedagang di Pasar Dalam Negeri yaitu Binjai dan Batam. Biaya pengiriman juga ditanggung oleh pedagang Pasar Dalam Negeri yang melakukan pemesanan. Para pengumpul hanya bertugas untuk mengumpulkan kentang dari para petani sesuai dengan pesanan yang dilakukan oleh pedagang dari Pasar Dalam Negeri.

3)Struktur rantai pasok 3

Petani  Pengumpul  Perusahaan Eksportir  Pasar luar negeri.

Pada aliran rantai pasok ini, petani menjual kentang kepada pengumpul dengan harga Rp 6800/kg. Para pengumpul yang ada di Desa Gurusinga menjalin kerjasama dengan perusahaan eksportir yang berada di Berastagi, Kabupaten Karo, yaitu PT POSNI yang memasarkan kentang ke Malaysia. Kentang dari pengumpul ini didistribusikan kepada PT POSNI dalam waktu satu hari setelah diperoleh dari petani. Setelah itu, sebelum dikirimkan ke Malaysia, kentang-kentang tersebut dimasukkan ke gudang selama dua hari untuk proses pencucian, pemberian grade, dan packaging. Setelah proses tersebut selesai, kentang didistribusikan ke Pelabuhan Belawan untuk dikirimkan ke Malaysia. Proses distribusi kentang dari PT POSNI ke Pelabuhan Belawan memakan waktu enam hingga sepuluh jam, dan berada di Pelabuhan Belawan selama satu hari. Proses pengiriman kentang ke Malaysia memakan waktu paling lama dalam seminggu.

Eksportir dan pengumpul telah memiliki kontrak kerjasama dalam jangka panjang. Kontrak tersebut memuat jumlah pesanan, kualitas dan harga. Meskipun demikian, pelaksanaan kontrak tersebut belum sepenuhnya optimal dikarenakan masalah pada petani. Petani terkadang tidak memenuhi jumlah produksi yang disyaratkan karena telah menjual sayurannya pada pihak lain yang menawar harga lebih tinggi. Akibatnya pengumpul kesulitan memenuhi jumlah kentang yang harus diberikan kepada PT. POSNI.

4)Struktur rantai pasok 4

Petani Pengumpul  Perusahaan Eksportir  Pasar Dalam Negeri

Perusahaan eksportir juga mengirimkan kentang-kentang dari pengumpul kepada Pasar Dalam Negeri seperti ke Batam, Tanjung Balai Karimun, dan Tanjung Pinang. Biaya pengiriman ke Pasar Dalam Negeri seluruhnya ditanggung oleh pedagang dari Pasar Dalam Negeri yang melakukan pemesanan. PT POSNI sebagai perusahaan eksportir hanya bertanggungjawab untuk menyediakan kentang-kentang yang akan dikirimkan sesuai pesanan.

14

5) Struktur rantai pasok 5

Petani  Perusahaan Eksportir  Pasar Luar Negeri.

Petani-petani kentang yang ada di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo juga memiliki kerjasama langsung dengan Perusahaan Eksportir, PT POSNI tanpa melalui perantara pengumpul. Kerjasama ini berisi kontrak kuantitas, harga, dan kualitas. Pada struktur distribusi ini, kentang dari petani dijual dengan harga Rp 6800/kg dan diberikan kepada perusahaan eksportir tanpa dilakukan sortasi oleh petani terlebih dahulu. Sortasi dilakukan oleh perusahaan eksportir. Pihak eksportir biasanya membagi sayuran dari petani ke dalam empat bagian yaitu jenis

Super dengan jumlah kentang sebanyak 4 biji per kilogram, AB dengan jumlah kentang sebanyak 6-8 biji per kilogram, ABC dengan jumlah kentang sebanyak 9-11 biji per kilogram, dan C dengan jumlah kentang sebanyak 12-15 biji per kilogram.

6) Struktur rantai pasok 6

Petani  Perusahaan Eksportir  Pasar Dalam Negeri

Kentang-kentang yang dikirim oleh para petani ke perusahaan eksportir PT POSNI juga dikirimkan kepada pedagang-pedagang Pasar Dalam Negeri, yaitu Batam, Tanjung Balai Karimun dan Tanjung Pinang. Sama seperti pada rantai pasok sebelumnya, petani langsung mengirimkan kentang kepada perusahaan eksportir tanpa melakukan penyortiran. Sortasi dilakukan oleh perusahaan eksportir dan dibagi menjadi empat bagian yaitu kentang dengan grade Super,AB, ABC dan C. Hanya saja, kentang yang dikirimkan kepada pedagang dalam negeri adalah kentang dengan grade ABC, AB, dan C.

Pada penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa aliran rantai pasok yang paling dominan dan efektif digunakan di Kabupaten Karo adalah aliran rantai pasok 2 yaitu aliran distribusi kentang dari petani ke pengumpul lalu ke pasar dalam negeri. Hal ini dikarenakan aliran rantai pasok 2 memberikan marjin keuntungan terbesar bagi petani dibandingkan aliran rantai pasok lainnya. Selain itu, kentang dari petani dapat langsung didistribusikan kepada pelaku rantai pasok selanjutnya, sehingga tidak memakan waktu penyimpanan yang lama dan tidak merusak kentang.

Identifikasi Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Kentang Kabupaten Karo

Menurut Saptana et al (2006), terdapat beberapa permasalahan pokok pengembangan agribisnis sayuran, yaitu : belum terwujudnya ragam, kualitas, kesinambungan pasokan, dan kuantitas yang sesuai dengan dinamika permintaan pasar dan preferensi konsumen. Permasalahan tersebut nampak nyata pada produk hortikultura untuk tujuan pasar konsumen institusi dan ekspor. Permasalahan lain adalah ketimpangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, aset utama lahan, modal, dan akses pasar antar pelaku agribisnis yang menyebabkan struktur kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas sayuran rapuh. Sehingga, dalam peningkatan daya saing komoditas kentang diperlukan suatu kekuatan dalam kelembagaan kemitraan yang terdapat dalam aliran distribusi rantai pasok. Uphoff (1986) menyatakan bahwa pola kelembagaan kemitraan dalam suatu

15 masyarakat terdiri atas tiga pilar utama, yaitu kelembagaan pemerintah/publik (public sector), kelembagaan komunitas (voluntary sector), dan kelembagaan ekonomi/pasar (private sector). Secara konseptual, masing-masing pilar idealnya memiliki posisi dan peranan yang spesifik. Ketiga pilar akan saling berinteraksi sehingga konfigurasi pengaruh diantara ketiganya akan menjadi faktor yang memberi corak kehidupan sistem sosial secara keseluruhan (Syahyuti, 2004). Pada Kabupaten Karo, berdasarkan tiga pilar kelembagaan kemitraan tersebut pelaku rantai pasok komoditas kentang digolongkan sebagai berikut : (1) Kelembagaan Pemerintahan terdiri atas Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo dan Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Karo; (2) Kelembagaan Komunitas terdiri atas Petani Kentang, Kelompok Tani/ Gapoktan (Juma Raja Gunung), dan Pengumpul; dan (3) Kelembagaan Ekonomi/Pasar terdiri atas Lembaga Keuangan, Jasa Angkutan, Perusahaan Eksportir (PT. POSNI), Pasar Dalam Negeri serta Pasar Luar Negeri. Masing-masing pelaku rantai pasok tersebut memiliki peranan spesifik sesuai dengan pilar kelembagaannya dan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan fungsi dan peran yang dilakukan oleh setiap pelaku pada pilar kelembagaan, terdapat permasalahan dan keunggulan yang diidentifikasikan sebagai faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal terdiri dari : Tingginya kemampuan petani dalam mengolah umbi kentang menjadi bibit, ketidakpercayaan petani pada kualitas pupuk subsidi, adanya bencana alam, keterbatasan teknologi pertanian, eksistensi kelembagaan petani yang masih belum optimal, serta kentang yang mudah rusak dan busuk. Faktor-faktor eksternal terdiri dari : Keterbatasan dana, sarana, prasarana dan infrastruktur pendukung pertanian, pelaksanaan program pemerintah yang belum optimal, adanya pelaku usaha/investor yang tertarik dengan hasil pertanian Kabupaten Karo, adanya lembaga keuangan pendukung yang rendah bunga pinjaman, serta adanya persaingan pada perdagangan bebas AEC.

16

Tabel 2 Identifikasi Kelembagaan Pemerintah, Kelembagaan Komunitas, dan Kelembagaan Ekonomi/Pasar di Kabupaten Karo

Kelembagaan Pelaku Sebelum Budidaya Proses Budidaya Pasca Panen Permasalahan Keunggulan Pemerintah Dinas Pertanian

dan Perkebunan Kabupaten Karo 1.Penyaluran dana pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) dari pemerintah pusat 2.Pengembangan bibit unggul pertanian dan pengembangan pupuk organik 3.Pengadaan Jalan Usaha Tani 4.Pembinaan Desa Percontohan 1.Pengoperasian klinik pertaian bagi kentang yang mengalami penyakit 2.Pengadaan pupuk bersubsidi 1.Penyediaan infrastruktur pendukung untuk penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian 2.Pembentukan kelompok tani/ gapoktan 3.Pendataan jumlah

produksi, luas areal tanam dan produktivitas kentang per tahun 4.Mempromosikan hasil produksi pertanian Kabupaten Karo kepada para pelaku usaha atau investor

1.Dana PUAP yang dialokasikan kepada para petani kentang relatif kecil 2.Terbatasnya sarana,

prasarana dan infrastruktur pendukung pertanian yang dapat disediakan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo

3.Pelaksanaan program yang belum optimal

4.Ketidakpercayaan petani terhadap kualitas pupuk bersubsidi dari pemerintah

1. Pelaku usaha / investor mengenal hasil pertanian Kabupaten Karo Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Karo 1. Pengadaan penyuluhan dan pelatihan bagi para petani mengenai budidaya kentang 1.Penyuluhan cara penanggulangan penyakit tanaman kentang kepada petani 2.Memberi informasi bagi petani terkait ketersediaan bantuan dana, pupuk ataupun pestisida dari pemerintah pusat

1. Tidak semua penyuluh menindaklanjuti keluhan petani dengan baik

17

Kelembagaan Pelaku Sebelum Budidaya Proses Budidaya Pasca Panen Permasalahan Keunggulan

Komunitas Petani 1. Persiapan kemampuan

budidaya kentang

2. Persiapan lahan

3. Persiapan bibit

4. Persiapan pupuk dan

pengendali hama 5. Persiapan alat pendukung 1. Proses budidaya kentang 1.Pemanenan

2. Penanganan pasca panen

3. Pemasaran kentang

1.Bencana alam yang

menyulitkan petani dalam membudidayakan kentang

2.Keterbatasan teknologi di

kalangan petani sehingga proses budidaya masih konvensional

1. Petani mampu

mengolah umbi kentang menjadi bibit yang akan dibudidayakan kembali Kelompok Tani/Gapoktan (Juma Raja Gunung) 1.Pemberi informasi

kepada para petani terkait adanya bantuan dana PUAP atau pupuk dan pestisida bersubsidi dari pemerintah

2.Fasilitator antara

penyuluh dan petani terkait penyuluhan atau pelatihan

1.Eksistensi kelembagaan

kelompok tani masih belum optimal

2.Struktur organisasi sangat

sederhana dan tidak ada pembagian tugas yang jelas bagi para anggota

3.Terdapat beberapa divisi

dalam kelompok tani yang tidak menjalankan fungsinya

4.Anggota aktif dalam

kelompok tani hanyalah pengurus inti saja

Pengumpul 1. Membeli kentang dari

petani untuk dipasarkan kembali

2. Sortasi kentang sebelum

didistribusikan

3. Pengemasan kentang

yang akan didistribusikan ke Pasar Induk Roga Kabupaten Karo dan Pasar Dalam Negeri (Batam, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang)

1. Pengumpul mendapat

marjin keuntungan yang sedikit

18

Kelembagaan Pelaku Sebelum Budidaya Proses Budidaya Pasca Panen Permasalahan Keunggulan

Ekonomi / Pasar Lembaga Keuangan (Kredit Usaha) 1. Penyedia pinjaman modal berupa uang

1. Memudahkan petani

dalam memenuhi modal usaha karena bunga pinjaman yang rendah

Jasa Angkutan 1. Mengangkut pupuk

yang akan digunakan pada budidaya kentang 1. Mendistribusikan kentang kepada pembeli selanjutnya 1. Efisiensi dalam pengangkutan Perusahaan Eksportir ( PT. POSNI )

1.Kontrak kerja sama dengan Pasar Dalam Negeri dan Pasar Luar Negeri (harga, jumlah, kualitas)

2.Mencari petani atau pengumpul yang mau bekerjasama dalam penyediaan kentang (tidak terikat kontrak) 1.Membeli kentang

dari petani atau pengumpul untuk dipasarkan kembali 2.Sortasi kentang yang

akan didistribusikan

3.Pengemasan Kentang

yang akan didistribusikan ke Pasar Dalam Negeri dan Pasar Luar Negeri

1.Petani atau pengumpul tidak mampu

menyediakan jumlah kentang yang dibutuhkan oleh perusahaan eksportir

2.Kentang dapat mengalami

kerusakan dalam proses distribusi sehingga menyebabkan kerugian bagi perusahaan eksportir

1. Jaringan kerjasama

perusahaan eksportir dengan mitra telah cukup luas

Pasar Dalam Negeri (Batam, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang) dan Pasar Luar Negeri (Malaysia)

1.Kontrak kerja sama dengan perusahaan eksportir penyedia kentang (harga, jumlah, kualitas)

1.Membeli kentang

dari pengumpul atau perusahaan eksportir untuk dipasarkan kembali

19 Analisis Faktor Internal dan Eksternal Komoditas Kentang Kabupaten Karo

Peningkatan daya saing komoditas kentang dapat diperoleh dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Tingginya kinerja setiap komponen sangat dibutuhkan dalam memberikan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Sehingga, dilakukanlah analisis terhadap kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang (analisis SWOT) terhadap komoditas kentang sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Karo. Analisis SWOT ini merupakan salah satu alat formulasi pengambilan keputusan serta untuk menentukan strategi yang ditempuh berdasarkan kepada logika untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Ikhsan dan Aid, 2011). Analisis ini akan menjadi suatu acuan yang dapat digunakan untuk merancang suatu model pencapaian rencana strategis untuk komoditas kentang yang berdaya saing. Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi komoditas kentang di Kabupaten Karo diuraikan dalam Tabel 3 berikut :

20

Tabel 3 Matriks SWOT

Analisis Internal

Analisis Eksternal

Kekuatan (S) 1. Kabupaten Karo merupakan

dataran tinggi yang cocok digunakan untuk budidaya kentang

2. Kentang merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Karo

3. Tersedianya penyuluh untuk membantu penanggulangan masalah pertanian di Kabupaten Karo 4. Adanya kegiatan promosi

hasil-hasil pertanian Kabupaten Karo kepada pelaku usaha

Kelemahan (W) 1. Bencana alam yang

menyulitkan petani dalam membudidayakan kentang 2. Proses budidaya kentang yang

masih konvensional karena keterbatasan kemampuan petani dalam penerapan teknologi pertanian 3. Kelembagaan yang masih

belum optimal

4. Ketidakpercayaan petani terhadap kualitas pupuk bersubsidi dari pemerintah

Peluang (O) 1. Tingginya minat pelaku

usaha dari luar negeri maupun dalam negeri terhadap komoditas kentang Kabupaten Karo

2. Adanya kebijakan pemerintah pusat untuk mengembangkan bibit unggul kentang 3. Adanya dukungan pemerintah

pusat melalui penurunan dana pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) dan subsidi pupuk

4. Tingginya kemampuan petani untuk mengolah umbi menjadi bibit kentang 5. Adanya lembaga keuangan

yang rendah bunga pinjaman

Strategi S-O 1. Meningkatkan jumlah

produksi komoditas kentang (S1,S2, O1)

2. Memperluas lahan tanam komoditas kentang untuk meningkatkan jumlah produksi (S1, S2, O1) 3. Meningkatkan upaya

pengembangan bibit unggul kentang dengan melibatkan petani (S3, O4,O2) 4. Meningkatkan kemampuan

kelembagaan kelompok tani dalam menjalin kerjasama dengan mitra usaha (S4, O1)

5. Meningkatkan kualitas pupuk komoditas kentang dengan bantuan pemerintah pusat (S2, S3, O3)

Strategi W-O 1. Meningkatkan sosialisasi

tentang kualitas pupuk subsidi serta manfaatnya dalam meminimalisir biaya produksi (W4, O4) 2. Pemanfaatan bantuan dana

PUAP dan pinjaman rendah bunga dari lembaga keuangan di Kabupaten Karo untuk meningkatkan modal petani dalam mengadopsi teknologi pertanian (W2, O3, O4) 3. Meningkatkan penanggulangan penyakit tanaman melalui pengoperasian klinik pertanian (W2, O2) Tantangan (T) 1. Terbatasnya bantuan dana,

sarana dan prasana untuk budidaya kentang dari pemerintah pusat 2. Perjanjian Perdagangan

Bebas AEC yang menyebabkan banyaknya pilihan produk bagi konsumen, termasuk komoditas kentang 3. Adanya fluktuasi harga

kentang

Strategi S-T 1. Meningkatkan mutu

komoditas kentang dalam menghadapi persaingan melalui pelatihan peningkatan kemampuan petani dan penggunaan sumber daya yang berkualitas (S1, S2, S3, T2)

Strategi W-T 1. Meningkatkan

pembangunan infrastruktur pendukung pertanian untuk menanggulangi

permasalahan akibat bencana alam di Kabupaten Karo (W1, T1)

2. Meningkatkan kualitas penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian (W2, T1) 3. Peningkatan pelatihan

petani untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian dan kesejahteraan kelembagaan petani (W3, T2)

Perumusan Strategi Peningkatan Daya Saing Kentang melalui implementasi

The House Model

Faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diperoleh kemudian digunakan untuk merumuskan suatu model strategi peningkatan komoditas kentang yang berdaya saing, yaitu dengan merumuskan konsep The House Model.

21 Konsep ini merupakan suatu gambaran usaha organisasi untuk mengubah mimpi menjadi suatu tindakan yang direpresentasikan dalam sebuah gambar berbentuk rumah dengan atap, pilar dan pondasinya. Atap rumah merupakan visi organisasi yaitu suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang (Gasperz, 2003). Penetapan visi atau tujuan ini memiliki lima komponen sebagai dasar penetapan, yaitu : tujuan harus memperlihatkan hasil langsung dari pemanfaatan input, bersifat spesifik, terukur, dapat dicapai dan realistik (Prijambodo, 2014). Dalam hal ini, komoditas kentang di Kabupaten Karo diharapkan dapat memenuhi visi “Komoditas sayuran unggulan kentang yang produktif dan berdaya saing”. Visi tersebut didukung oleh pilar-pilar yang disebut sebagai key way dan action-milestone yang diperoleh dari matriks SWOT yang telah dirumuskan sebelumnya. Selanjutnya, bagian terakhir dari The House Model yang dirumuskan adalah pondasi. Pondasi merupakan tindakan pendukung yang dilakukan untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Pada pembahasan ini, pondasi yang dirumuskan adalah upaya peningkatan efektivitas regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo. Gambar 7 berikut ini adalah struktur dari The House Model

sebagai salah satu model strategi peningkatan daya saing komoditas kentang .

Gambar 7 The House Model Komoditas Kentang Kabupaten Karo

Komoditas sayuran unggulan kentang yang produktif dan berdaya saing

SUMBER DAYA MANUSIA PRODUK

1.Meningkatkan jumlah produksi komoditas kentang (SO 1) 2.Memperluas lahan tanam

komoditas kentang untuk meningkatkan jumlah produksi (SO 2)

3.Meningkatkan mutu komoditas kentang dalam menghadapi persaingan melalui pelatihan peningkatan kemampuan petani dan penggunaan sumber daya yang berkualitas (ST 1) 4.Meningkatkan kualitas pupuk

komoditas kentang dengan bantuan pemerintah pusat (SO 5)

5.Meningkatkan upaya pengembangan bibit unggul kentang dengan melibatkan petani (SO 3)

6.Meningkatkan sosialisasi tentang kualitas pupuk subsidi serta manfaatnya dalam meminimalisir biaya produksi (WO 1) 1.Meningkatkan pembangunan infrastruktur pendukung pertanian untuk menanggulangi permasalahan akibat bencana alam di Kabupaten Karo (WT1) 2.Meningkatkan penanggulangan penyakit tanaman melalui pengoperasian klinik pertanian (WO3) 3.Meningkatkan kualitas

penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian (WT 2)

Upaya peningkatan efektivitas regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo INFRASTRUKTUR

1.Meningkatkan kemampuan

kelembagaan kelompok tani dalam menjalin kerjasama dengan mitra usaha (SO 4)

2.Pemanfaatan bantuan dana PUAP dan pinjaman rendah bunga dari lembaga keuangan di Kabupaten Karo untuk meningkatkan modal petani dalam mengadopsi teknologi pertanian (WO 2) 3.Peningkatan pelatihan petani untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian dan kesejahteraan kelembagaan petani (WT 3)

22

The House Model tersebut menunjukkan bahwa untuk mencapai suatu peningkatan daya saing komoditas kentang di Kabupaten Karo, terdapat beberapa alternatif strategi yang dapat digunakan. Strategi-strategi tersebut kemudian dirumuskan menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU) yang merupakan suatu ukuran atau indikator yang akan memberikan informasi sejauh mana keberhasilan pencapaian kinerja terhadap sasaran strategis yang telah ditetapkan suatu organisasi atau perusahaan dalam mencapai tujuannya (Moeheriono, 2012). Tabel 4 menunjukkan Indikator Kinerja Utama Komoditas Kentang di Kabupaten Karo : Tabel 4 Indikator Kinerja Utama Komoditas Kentang Kabupaten Karo

No. Sasaran

Strategis Indikator Pemicu

Indikator Kinerja

Utama Defenisi Operasional

1. Optimalisasi produksi dan produktivitas komoditas kentang di Kab. Karo Meningkatkan jumlah produksi komoditas kentang

Jumlah produksi optimal kentang per tahun

Peningkatan jumlah Produksi Kentang (Ton) Memperluas lahan tanam

komoditas kentang

Luas lahan panen kentang per tahun

Peningkatan luas lahan tanam kentang (Ha) Meningkatkan mutu

komoditas kentang melalui pelatihan peningkatan kemampuan petani dan penggunaan sumber daya yang berkualitas

Jumlah produktivitas kentang per tahun

Peningkatan produktivitas kentang (Ton/ Ha)

Meningkatkan kualitas pupuk untuk komoditas kentang

Persentase

pengembangan pupuk organik

Presentase peningkatan pupuk organik yang dikembangkan

(%) Meningkatkan upaya

pengembangan bibit unggul pertanian

Persentase pengembangan bibit unggul kentang

Persentase peningkatan bibit unggul kentang yang

dikembangkan (%) Meningkatkan sosialisasi

tentang kualitas pupuk subsidi serta manfaatnya dalam meminimalisir biaya produksi

Jumlah ketersediaan pupuk subsidi di tingkat petani

Peningkatan jumlah pupuk yang disubsidi oleh pemerintah

(Ton) 2. Optimalisasi infrastruktur pertanian, sarana dan prasarana serta alsintan Meningkatkan pembangunan infrastruktur pendukung pertanian

Luas Jalan Usaha Tani

Peningkatan pengadaan jalan untuk pengangkutan sarana

produksi dan hasil produk pertanian (Meter) Meningkatkan penanggulangan penyakit tanaman Jumlah klinik pertanian yang beroperasi

Peningkatan klinik pertanian yang memberi pelayanan yang

berkualitas (Unit) Meningkatkan kualitas

penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian

Jumlah pengadaan alat penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian di tingkat petani

Pengadaan seperangkat alat penanganan pasca panen dan

pengolahan hasil pertanian yang tersedia di tingkat petani

Dokumen terkait