• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Ekonomi

Pendapatan mahasiswa dapat berasal dari pemberian orang tua, beasiswa, pemberian keluarga/kerabat, upah kerja maupun lainnya. Frekuensi pendapatan

13 bisa didapatkan secara harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Data pendapatan mahasiswa ditabulasi secara deskriptif dan dikonversi ke dalam Dolar Amerika (USD) dengan nilai tukar antara bulan Desember 2013-Juni 2014 (Lampiran 1) dengan kisaran nilai konversi sebagai berikut:

Tabel 4 Kisaran nilai tukar Rupiah dan Ringgit periode Desember 2013-Juni 2014 Kurs Nilai Tukar

USD/MYR 3.257005229 USD /IDR 11 724.51471 IDR/MYR 3 631.20

Pendapatan mahasiswa diakumulasikan hingga menggambarkan pendapatan per tahunnya. Selanjutnya dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai pendapatan tertinggi, terendah, interval kelompok, dan jumlah subjek untuk setiap kelompoknya maupun secara keseluruhan dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5 Tingkat ekonomi subjek per tahun

Penda Indonesia Malaysia Total

-patan INA MYS INA MYS INA MYS

NT 1 535.245 9 126.177 7 368.732 5 894.986 7 368.732 9 126.177 NR 716.448 1 023.497 1 596.559 798.279 716.448 798.279 IK 272.932 2 700.894 1 924.058 1 698.902 2 217.428 2 217.428 Catatan: Indonesian (INA), Malaysian (MYS)

Berdasarkan hasil tersebut, pendapatan tertinggi terdapat dalam kelompok Indonesia-Malaysian sedangkan pendapatan terendah terdapat dalam kelompok Indonesia-Indonesian. Kelompok mahasiswa yang memiliki interval kelompok paling besar adalah kelompok Indonesia-Malaysian yang menggambarkan keragaman dan perbedaan kondisi ekonomi yang cukup jauh. Sedangkan kelompok mahasiswa yang memiliki interval kelompok paling kecil adalah kelompok Indonesia-Indonesian yang menggambarkan kondisi ekonomi subjek yang cenderung homogen.

Selanjutnya, pendapatan mahasiswa digolongkan ke dalam tiga kategori ekonomi yakni ekonomi rendah, sedang dan tinggi. Penggolongan ini dilakukan berdasarkan nilai pendapatan terendah dan tertinggi untuk setiap kelompoknya maupun secara keseluruhan (Tabel 6 dan 7).

Berdasarkan hasil pengolahan, terlihat keberagaman kategori ekonomi untuk setiap kelompok. Sebagian besar mahasiswa tergolong ke dalam status ekonomi rendah hingga sedang. Hal ini diakibatkan oleh tingginya kesenjangan total tingkat ekonomi mahasiswa di setiap kelompok. Mahasiswa Indonesia dan Malaysia yang bersekolah di Malaysia memiliki rataan status ekonomi yang lebih baik dibandingkan yang bersekolah di Indonesia. Persebaran ini mengikuti biaya hidup Malaysia yang lebih tinggi daripada Indonesia. Hasil juga menunjukkan bahwa rataan status ekonomi mahasiswa Malaysia secara keseluruhan lebih tinggi daripada mahasiswa Indonesia. Hasil ini sesuai dengan penggolongan oleh Bank Dunia (2012) bahwa pendapatan per kapita per tahun Malaysia (21 430 USD) tergolong ke dalam negara dengan pendapatan menengah keatas sedangkan

14

Indonesia (8 740 USD) tergolong ke dalam negara dengan pendapatan menengah kebawah.

Tabel 6 Kategori penggolongan tingkat ekonomi

Lokasi Tinggal Kebangsaan Status Ekonomi

Rendah Sedang Tinggi

Indonesia INA < 989.380 989.380 ≤ x ≤ 3 519.691 > 3 519.691 MYS < 3 724.390 3 724.390 ≤ x ≤ 6 425.284 > 6 425.284 Malaysia INA < 3 520.617 3 520.617 ≤ x ≤ 5 444.675 > 5 444.675 MYS < 2 497.182 2 497.182 ≤ x ≤ 4 196.084 > 4 196.084 Total INA < 2 933.876 2 933.876 ≤ x ≤ 5 151.304 > 5 151.304 MYS < 3 574.245 3 574.245 ≤ x ≤ 6 350.211 > 6 350.211 Total < 3 519.691 3 519.691 ≤ x ≤ 6 322.934 > 6 322.934 Tabel 7 Penggolongan tingkat ekonomi

Status Ekonomi

Indonesia Malaysia

INA MYS INA MYS

n % n % n % n %

Rendah 19 54.29 22 73.33 4 28.57 15 60 Sedang 13 37.14 5 16.67 6 42.86 7 28 Tinggi 3 8.57 3 10 4 28.57 3 12

Total 35 100 30 100 14 100 25 100

Setelah itu, dilakukan pula penghitungan proporsi pengeluaran mahasiswa untuk pangan terhadap pengeluaran total dan didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 8 Persentase pengeluran pangan

Lokasi Tinggal Kebangsaan Persentase Pengeluaran Pangan

Indonesia INA 72.79 MYS 39.94 Malaysia INA 56.72 MYS 62.45 Total INA 57.63 MYS 60.39 Total 59.01

Berdasarkan hasil pengolahan, diketahui bahwa kelompok mahasiswa dengan persentase alokasi pengeluaran untuk pangan terkecil adalah mahasiswa Malaysia yang berada di Indonesia, sedangkan yang terbesar adalah mahasiswa Indonesia yang berada di Indonesia. Hal ini menunjukkan secara umum status ekonomi mahasiswa Indonesia yang berada di Indonesia adalah rendah (pengeluaran untuk pangan diatas 70%) karena sebagian besar pendapatannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer (pangan). Namun, jika dikelompokkan berdasarkan kewarganegaraan, persentase pengeluaran pangan pada mahasiswa Malaysia lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa status

15 ekonomi mahasiswa yang tinggi berada pada kelompok Malaysia-Indonesian dan Indonesia-Malaysian, yakni mahasiswa yang belajar bukan di negara asalnya.

Pengetahuan Gizi

Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan menguji subjek melalui 20 pertanyaan tertutup berbentuk pilihan ganda dengan 4 opsi mengenai gizi dan pengetahuan umum seputar susu. Pertanyaan meliputi pengetahuan dasar mengenai gizi seperti definisi zat gizi, pengertian diet, dan zat pembangun. Pertanyaan selanjutnya mencakup pengetahuan dasar mengenai susu dan kandungan gizi susu seperti definisi susu, bentuk protein dalam susu dan penyakit akibat kekurangan kalsium. Setelah pengetahuan dasar, diberikan pertanyaan mengenai pengetahuan umum tentang susu seperti hewan yang menghasilkan susu, collostrum, definisi susu rendah lemak, produk turunan susu, dan kelainan mencerna susu. Selanjutnya diberikan pertanyaan lanjutan mengenai karakteristik susu yang baik dan informasi yang perlu diketahui sebagai konsumen susu seperti bentuk-bentuk pengolahan susu, pH ideal susu segar, rentang umur aman mengonsumsi susu sapi, dan detil masa simpan berbagai hasil pengolahan susu serta cirinya ketika sudah tidak layak konsumsi.

Kuesioner ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris) namun konten dan pemahamannya tetap sama. Selanjutnya, data ditabulasi secara deskriptif dan digolongkan berdasarkan kategori Khomsan (2000) dengan hasil sebagai berikut: Tabel 9 Pengetahuan gizi

Pengetah-uan Gizi

Indonesia Malaysia Total

INA MYS INA MYS INA MYS

n % n % n % n % n % n %

Rendah 30 86 7 23 5 36 4 16 35 71 11 20 Sedang 4 11 17 57 8 57 19 76 12 24 36 65

Tinggi 1 3 6 20 1 7 2 8 2 4 8 15

Total 35 100 30 100 14 100 25 100 49 100 55 100 Berdasarkan hasil yang diperoleh, didapat bahwa secara keseluruhan mahasiswa berkebangsaan Malaysia memiliki pengetahuan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa berkebangsaan Indonesia, walaupun mayoritas masih tergolong ke dalam kategori sedang. Secara keseluruhan pengetahuan gizi mahasiswa berada pada kategori sedang dan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa mengenai gizi dan susu masih belum mendalam dan perlu ditingkatkan.

Setelah dianalisis lebih lanjut, mahasiswa Indonesia baik yang bersekolah di Indonesia maupun di Malaysia mayoritas mengetahui pengetahuan dasar mengenai kandungan gizi susu dan tidak mengetahui informasi mengenai karakteristik susu. Sedangkan untuk mahasiswa Malaysia baik yang bersekolah di Indonesia maupun di Malaysia memahami informasi dasar mengenai kandungan gizi susu dan informasi yang perlu diketahui konsumen seperti rentang umur aman mengonsumsi susu sapi dan metode pengolahan produk susu. Namun, kelompok subjek ini mayoritas tidak mengetahui masa simpan produk susu untuk menjaga agar kualitasnya tetap baik.

16

Kebiasaan dan Pola Makan

Kebiasaan dan pola makan meliputi jenis produk susu dan olahan yang dikonsumsi, cara pengolahannya, waktu mengonsumsi dan kedudukan produk susu dan olahannya dalam menu makanan. Data diperoleh melalui kuesioner Food Frequencies yang dimodifikasi sehingga menggambarkan kebiasaan dan pola makan subjek.

Karakteristik kebiasaan dan pola makan berbeda untuk setiap kelompok (Lampiran 4 dan 5). Produk susu dan olahannya yang paling digemari oleh kelompok Malaysia-Malaysian adalah susu bubuk (64%) diikuti dengan yogurt (60%) dan susu cair plain dalam kemasan (48%). Sedangkan produk susu dan olahan yang paling digemari oleh kelompokMalaysia-Indonesian adalah susu cair dalam kemasan berperisa, susu bubuk dan yogurt dengan proporsi yang sama yakni 64.29%. Produk susu dan olahannya yang paling digemari oleh kelompok Indonesia-Malaysian adalah susu cair dalam kemasan plain (66.67%), diikuti dengan susu bubuk (60%) dan es krim (53.33%). Sedangkan produk susu dan olahan yang paling digemari oleh kelompok Indonesia-Indonesian adalah susu cair dalam kemasan berperisa (65.71%), diikuti dengan susu cair dalam kemasan plain dan es krim dengan proporsi sebesar 31.34% dan 34.29%. Perbedaan preferensi subjek antara susu cair dalam kemasan berperisa dengan plain mungkin diakibatkan oleh kebiasaan keluarga yang cenderung menyediakan susu cair dalam kemasan berperisa di rumah (Hendijani and AbKarim 2010).

Menurut USDA (2011, 2012 & 2013a), terdapat tiga jenis produk yang mendominasi pasar di Indonesia yaitu susu siap minum UHT (26%), susu kental manis (35%), dan susu bubuk (39%). Selama tujuh tahun terakhir industri susu cair dalam kemasan mengalami pertumbuhan sebesar 17.39% sedangkan susu kental manis mengalami pertumbuhan sebesar 4.745%. Pertumbuhan penjualan susu kental manis menurun dan diprediksi akan semakin menurun seiring dengan perubahan preferensi konsumen yang semakin matang dengan beralih pada susu segar karena proses pembuatan susu kental manis menggunakan susu produksi lokal dengan kualitas yang rendah, gula dan susu bubuk impor. Namun, 57% pangsa pasar di Indonesia masih dikuasai oleh tiga produsen besar susu bubuk.

Cara pengolahan produk susu dan olahannya untuk setiap kelompok hampir sama, yakni mengonsumsi langsung seluruh produk susu dan olahannya (84.21%). Hanya saja pada produk keju, baik keju cheddar maupun keju singles, mayoritas responden di semua kelompok lebih memilih untuk mengonsumsinya bersamaan dengan pangan lain. Sedangkan untuk susu cair dalam kemasan plain beberapa subjek memilih untuk mengonsumsinya bersamaan dengan pangan lain seperti sereal, walaupun mayoritas subjek tetap memilih untuk mengonsumsinya langsung tanpa disertai dengan pangan lain.

Waktu mengonsumsi produk susu dan olahannya untuk setiap kelompok hampir sama, yakni mengonsumsi produk susu seperti susu segar, susu cair dalam kemasan baik yang berperisa maupun tidak dan susu bubuk untuk dikonsumsi sebagai sarapan dan snack. Sedangkan untuk yogurt, susu berfermentasi dan es krim lebih disukai untuk dikonsumsi sebagai snack. Produk keju seperti keju cheddar dan keju singles lebih dipilih untuk menjadi menu makan malam dan dikonsumsi sebagai snack.

17 Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner, didapatkan kesimpulan bahwa produk susu seperti susu segar, susu cair dalam kemasan berperisa maupun plain dan susu bubuk lebih dipilih untuk dikonsumsi sebagai menu sarapan dengan kedudukan sebagai minuman. Sedangkan produk olahan susu seperti yogurt, susu berfermentasi dan es krim lebih disukai untuk dikonsumsi sebagai snack tanpa adanya campuran dengan bahan makanan lain. Produk keju seperti keju cheddar dan keju singles lebih dipilih untuk menjadi menu makan malam dan dikonsumsi sebagai snack bersamaan dengan makanan lain atau sebagai pelengkap menu yang dikonsumsi.

Alasan Mengonsumsi

Alasan subjek mengonsumsi produk susu dan olahannya dikategorikan menjadi 6 jenis, yakni faktor kebiasaan keluarga, fungsi organoleptik yang diwakili dengan rasa, alasan kesehatan, alasan kepraktisan, alasan kemudahan akses mendapatkan produk dan alasan karena menghindari produk lain (Boniface and Umberger 2012). Subjek diperbolehkan untuk memilih lebih dari satu alasan. Terdapat 304 jenis produk susu dan produk olahannya yang dikonsumsi oleh 104 responden di kedua negara. Adapun penguraian hasil tabulasi (Lampiran 4) adalah sebagai berikut: sebanyak 17.43% subjek memilih alasan kebiasaan keluarga, 48.68% memilih karena alasan rasa produk, 43.75% memilih produk karena alasan kesehatan. Sebanyak 12.83% subjek memilih produk karena alasan kepraktisan dan 13.49% memilih karena kemudahan mendapatkan produk susu dan produk olahannya. Tidak ada responden yang memilih produk susu dan olahannya karena menghindari produk lain.

Alasan kesehatan merupakan alasan yang banyak dipilih oleh subjek. Hal ini dikarenakan masyarakat umum sudah mengetahui manfaat dan khasiat susu dan produk olahannya bagi kesehatan. Namun, alasan rasa produk menjadi alasan yang paling banyak dipilih. Hal ini sedikit berbeda dengan yang di sampaikan oleh Prescott et al. (2002) yang menyatakan bahwa alasan yang paling kuat bagi penduduk Malaysia untuk mengonsumsi susu adalah karena alasan kesehatan. Kandungan lemak dalam susu dan produk olahannya yang tinggi memberikan rasa creamy dan tekstur yang baik sehingga menghasilkan kombinasi rasa yang disukai oleh subjek.

Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan meliputi akses subjek dalam mendapatkan pangan, ketersediaan dan produksi produk susu dan olahannya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi. Subjek tidak akan bisa mengonsumsi produk jika tidak ada akses ataupun ketersediaan produk di pasaran, walaupun subjek menginginkannya dan memiliki pendapatan yang cukup untuk membelinya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, jenis produk susu dan olahan yang tersedia di Indonesia berbeda dengan yang tersedia di Malaysia. Terdapat 8 dari 9 jenis produk susu dan olahannya yang diamati dapat dijumpai di Malaysia, sedangkan seluruh produk susu dan olahannya yang diamati dapat dijumpai di Indonesia. Produk susu yang tidak dijumpai di Malaysia adalah produk susu segar (susu dengan pengolahan pemanasan sederhana tanpa adanya pengemasan khusus). Hal ini dikarenakan lokasi penelitian di Indonesia berdekatan dengan

18

peternakan sapi yang menyediakan susu segar. Namun, jumlah dan varian rasa ataupun bentuk produk susu dan olahannya lebih banyak dijumpai di pasar Malaysia.

Harga dan ukuran setiap jenis produk susu berbeda di setiap negara. Di Malaysia, setiap jenis produk dengan ukuran kemasan yang sama memiliki harga yang sama, sedangkan di Indonesia harga setiap jenis produk bisa berbeda jauh antara merek dagang satu dengan yang lainnya, walaupun bentuk dan ukuran kemasannya sama. Hal ini mengakibatkan persaingan antar produsen Malaysia semakin kompetitif, dimana produsen dituntut untuk memberikan kualitas terbaik dengan harga pasar yang sama dengan kompetitornya untuk memperebutkan pasar. Sedangkan kompetisi produk susu di Indonesia cenderung lebih bebas. Mengantisipasi segmentasi pasar yang lebih luas dengan menjangkau pembeli dengan daya beli rendah, beberapa produsen produk susu di Indonesia mengeluarkan produk susu dalam kemasan yang lebih kecil dan produk susu berfermentasi yang memiliki kandungan susu lebih sedikit dibandingkan produk susu siap minum lainnya (USDA 2012).

Tabel 10 Harga jual rata-rata berbagai produk susu dan olahannya

Produk Harga Jual rata-rata (USD)*

Indonesia Malaysia

Susu Segar 0.299 0

Susu Cair dalam Kemasan plain 0.384 0.553

Susu Cair dalam Kemasan Berperisa 0.384 0.553

Susu Bubuk 0.128 0.246 Yogurt 0.384 0.553 Susu Berfermentasi 0.290 0.307 Es Krim 0.341 0.614 Keju Cheddar 1.279 1.535 Keju Singles** 1.194 3.162

*per kemasan sesuai dengan takaran saji **kemasan dengan takaran saji terkecil

Harga untuk susu segar di Indonesia berkisar antara IDR 3000-3500 (0.256-0.299USD) untuk ukuran kemasan 250mL. Sedangkan untuk susu cair dalam kemasan plain dan berperisa di Indonesia berkisar antara IDR 3700-4500 (0.316-0.384USD) dan di Malaysia dijual dengan harga MYR 1.8 (0.553USD) untuk ukuran kemasan 250mL. Harga susu bubuk di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan harga susu bubuk di Malaysia untuk setiap takaran sajinya (30gram) yakni IDR 1500 (0.128USD) dan MYR 0.8 (0.246USD). Namun, untuk jenis susu yang dilengkapi oat dengan takaran saji 35gram harga jual di Malaysia lebih mahal dibandingkan dengan di Indonesia yakni IDR 1000 (0.085USD) dan MYR 1.2 (0.368USD).

Selain produk susu, terdapat pula produk olahan susu seperti yogurt, susu berfermentasi, es krim dan keju (cheddar dan singles). Secara umum, harga jual produk olahan susu yang dijual di Malaysia lebih mahal dibandingkan dengan produk yang dijual di Indonesia. Seperti yogurt dengan takaran saji 135gram harga jual di Indonesia adalah 0.384USD sedangkan di Malaysia adalah 0.553USD. Hal ini juga terjadi pada susu berfermentasi dengan takaran saji 150mL yakni 0.290USD dan 0.307USD, serta es krim dengan takaran saji 30gram

19 yakni 0.341USD dan 0.614USD. Produk olahan susu seperti keju cheddar kemasan 200gram memiliki nilai jual 1.279USD di Indonesia dan 1.535USD di Malaysia. Sedangkan untuk satu lembar keju singles dijual dengan harga 0.119USD di Indonesia dan 0.316USD di Malaysia.

Akses subjek dalam memperoleh susu dan produk olahannya juga diobservasi secara langsung. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat 4 supermarket di Indonesia dan 1 supermarket di Malaysia dalam radius 2KM dari lokasi tempat tinggal subjek. Namun, jika diukur berdasarkan kapasitas dan ukuran penjualan, supermarket di Malaysia memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan supermarket-supermarket yang ada di Indonesia. Supermarket adalah lokasi yang paling diminati oleh subjek untuk mendapatkan susu dan produk olahannya (63.16%). Hal ini dikarenakan harga jual produk di supermarket cenderung lebih murah dengan pilihan varian, jenis dan ukuran kemasan yang lebih beragam sehingga meningkatkan preferensi konsumen untuk mengonsumsinya. Selain itu supermarket juga dinilai lebih baik dalam menangani dan menjaga kualitas produk yang mudah rusak seperti produk olahan susu (USDA 2013b).

Tabel 11 Tingkat ketersediaan berbagai produk susu dan olahannya

Produk Tingkat Ketersediaan*

Indonesia Malaysia

Susu Segar 1 0

Susu Cair dalam Kemasan Plain 2 3

Susu Cair dalam Kemasan Berperisa 3 3

Susu Bubuk 3 3 Yogurt 1 3 Susu Berfermentasi 2 3 Es Krim 2 3 Keju Cheddar 1 3 Keju Singles 1 3

*berdasarkan kategori pada Tabel 12

Tabel 12 Kategori tingkat ketersediaan berbagai produk susu dan olahannya Kategori Deskripsi Jumlah

Penjual Kuantitas dan Variasi Ketersediaan Intensitas Re-stock per Bulan 0 Tidak ada 0 0 0 1 Kurang <2 <25% <5 2 Cukup 2-5 25%-75% 5-10 3 Banyak >5 >75% >10

Selain supermarket, mini-market 24 jam juga diamati dalam penelitian ini. Mini market 24jam memiliki nilai preferensi 36.51%. Terdapat 5 jenis minimarket 24 jam yang terdapat di sekitar tempat tinggal subjek di Indonesia dengan jumlah 8 buah, sedangkan di Malaysia terdapat 2 jenis mini market 24 jam dengan jumlah 3 buah. Dyck et al. (2012) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih berbelanja di mini-market 24 jam daripada di warung kelontong atau sumber penyedia lain yang tidak modern.

20

Sumber penyedia lain adalah warung kelontong dengan nilai preferensi sebesar 7.57%. Jumlah warung kelontong yang menyediakan susu dan produk olahannya di Indonesia mencapai lebih dari 30 toko sedangkan di Malaysia jumlahnya tidak lebih dari 10 toko. Jumlah dan varian susu dan produk olahan yang dijual lebih beragam di warung kelontong Malaysia jika dibandingkan dengan warung kelontong di Indonesia. Hal ini sesuai dengan USDA (2013b) yang menyatakan peran pengecer kecil (salah satu contohnya adalah warung kelontong) sebesar 56% dari total penjualan secara keseluruhan.

Penyalur produk susu dan olahannya di Indonesia dilakukan oleh lembaga milik negara yakni “Susu Murni Nasional” yang mengolah hasil produksi para petani susu di pengalengan dengan preferensi sebesar 0.99%, sedangkan di Malaysia belum dijumpai penyalur harian seperti itu. Selain itu, di Malaysia tidak dijumpai pasar ataupun peternakan sapi di sekitar tempat tinggal subjek, sedangkan di Indonesia terdapat 2 buah pasar dengan preferensi sebesar 0.33% dan satu buah peternakan sapi di sekitar lokasi tempat tinggal subjek dengan preferensi sebesar 1.32%.

Banyaknya jumlah varian produk olahan susu di Malaysia di stimulus oleh derasnya arus impor barang sehingga mendorong pertumbuhan industri makanan yang signifikan. Industri pangan Malaysia sebagian besar memfokuskan produksinya untuk memenuhi permintaan domestik, walaupun beberapa perusahaan besar menargetkan pangsa pasar ke ASEAN bahkan Jepang. Berdasarkan data Malaysian Investment Development Authority (MIDA) negara tersebut melakukan ekspor sebesar 4.4 Juta Dolar Amerika, termasuk didalamnya adalah produk olahan susu (USDA 2013b).

Secara keseluruhan, akses produk susu dan olahannya lebih mudah dijumpai di Indonesia dibandingkan di Malaysia. Namun, dari segi ketersediaan jenis, jumlah dan varian produk lebih beragam pada produk yang dijual di Malaysia dibandingkan dengan yang disediakan di Indonesia. Teknik pemasaran dan distribusi di Malaysia dinilai lebih efektif dan efisien, sedangkan kompetisi pasar persaingan sempurna lebih terasa di penyedia susu dan produk olahan di Indonesia.

Konsumsi Susu

Penelitian ini mengukur intensitas dan kuantitas konsumsi responden yang diwakili dengan jumlah dan frekuensi mengonsumsi susu dalam kegiatan meminum susu, yang dalam hal ini berupa susu segar, susu cair dalam kemasan baik yang berperisa maupun tidak dan susu bubuk. Sedangkan kualitas konsumsi didapatkan dari kontribusi zat gizi dari pilihan jenis susu yang dikonsumsi terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata responden. Intensitas dan kuantitas konsumsi dinyatakan dalam total konsumsi. Sedangkan, kualitas konsumsi diukur berdasarkan kontribusi susu dalam memenuhi AKG rata-rata. Total konsumsi ditabulasi hingga merepresentasikan data konsumsi per tahun subjek dalam liter.

Berdasarkan hasil akumulasi konsumsi susu subjek, diketahui bahwa kelompok dengan rataan konsumsi susu tertinggi adalah kelompok Malaysia-Indonesian sedangkan rataan konsumsi susu terendah adalah kelompok Indonesia-Indonesian. Namun, secara keseluruhan konsumsi susu mahasiswa Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa Malaysia. Hal ini sesuai dengan

21 data yang menunjukkan rata-rata konsumsi susu masyarakat Indonesia pertahun berkisar antara 11L (USDA 2011), 11.95L (KEMENPERIN & USDA 2012) sampai 12.83L (USDA 2013a). Jumlah ini masih jauh dibandingkan dengan rata-rata konsumsi susu masyarakat Malaysia yang mencapai 50.9L/kapita/tahun (USDA 2013b). Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan jumlah konsumsi yang lebih tinggi. Hal ini bisa diakibatkan oleh pengetahuan akan manfaat susu bagi kesehatan mahasiswa lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat pada umumnya yang mendorong mahasiswa untuk lebih mengonsumsi susu dan memilih produk susu yang lebih segar serta lebih alami seperti susu segar dan susu cair dalam kemasan (USDA 2011 & 2012).

Tabel 13 Konsumsi susu

Nilai Indonesia Malaysia Total

INA MYS INA MYS INA MYS

Minimum 0 0 9 0 0 0

Maksimum 270 276 184.200 294 270 294 Rata-rata 51.771 78.500 97.800 77.880 39.773 46.358 Std. deviasi 61.838 77.156 62.155 80.877 55.556 66.998 n 35 30 14 25 49 55

Kelompok dengan rata-rata konsumsi tertinggi dan terendah adalah kelompok subjek yang berkebangsaan Indonesia, hanya saja berbeda lokasi tempat tinggalnya. USDA (2013a) menyatakan bahwa pertumbuhan konsumsi susu siap minum di Indonesia didorong oleh berkembangnya kesadaran konsumen akan manfaat susu bagi kesehatan dan bertambahnya jumlah masyarakat kelompok menengah (dengan pengeluaran 2-20USD/hari) yang mengalami peningkatan sebanyak 56.5% di tahun 2010 dan berjumlah 37.6% dari populasi total pada tahun 2013. Mahasiswa yang bersekolah di Malaysia tergolong dalam kategori sosial ekonomi tinggi secara keseluruhan namun dengan proporsi pengeluaran pangan yang cukup besar yakni 56.72%. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh harga jual produk susu yang lebih tinggi di Malaysia sehingga mendorong perilaku yang lebih konsumtif pada subjek kelompok Malaysia-Indonesian. Selain itu, menurut laporan tahunan USDA (2013b), sebanyak 60% dari populasinya berada pada kelompok sosial menengah keatas dan mengalami peningkatan daya beli. Secara signifikan gaya hidup masyarakat Malaysia mengalami peningkatan kearah gaya hidup modern dan serba praktis. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan konsumsi makanan dan minuman impor dari negara barat. Hal ini juga mungkin mempengaruhi pelajar asal Indonesia yang belajar di sana. Secara umum, konsumsi susu seseorang dapat dipengaruhi oleh perbedaan

Dokumen terkait