• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Akar Unit (unit root test)

Uji stasioneritas merupakan tahap awal sebelum melakukan estimasi model

time series. Pengujian ini dilakukan agar tidak terjadi regresi spurious yang menyebabkan hasil estimasi menjadi tidak tepat karena adanya unit root dalam variabel penelitian. Uji stasioneritas ini dilakukan pada tingkat level dan first diference. Alasannya adalah karena data time series pada umumnya tidak stasioner pada level, sehingga perlu dilakukan pengujian selanjutnya pada tingkat

first difference.

Pengujian akar unit atau unit root test dilakukan dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Pengujian ini didasarkan pada nilai absolut statistik t dan nilai kritis MacKinon. Jika nilai statistik t lebih kecil dari nilai kritis MacKinon maka tolak Ho, artinya data yang digunakan adalah stasioner atau tidak mengandung akar unit.Kestasioneran data

time series juga dapat dilihat dari nilai probabilitasnya (critical value) yang kurang dari 1%, 5% atau 10%.

Berdasarkan uji ADF yang telah dilakukan pada tingkat level hanya variabel Inflasi yang stasioner . Hal ini dilihat dari nilai mutlak statistik t yang lebih besar dari nilai kritis MacKinon lima persen serta nilai probabilitasnya yang lebih kecil dari nilai kritis lima persen. Sedangkan variabel kredit perbankan, PDB, dan Suku Bunga Kredit stasioner setelah dilakukan uji ADF pada tingkat first

difference . Hal tersebut dilihat dari nilai mutlak statistik t yang lebih besar dari nilai kritis MacKinon lima persen serta nilai probabilitasnya yang lebih kecil dari nilai kritis lima persen. Adapun hasil pengujian akar unit dapat dilihat dari Tabel 1

Tabel 1 Hasil Pengujian Akar Unit Tingkat Level dan First Difference

Variabel Level First Difference

t statistik Probabilitas t statistik Probabilitas

LNKredit -2.335620 0.4065 -4.127183 0.0118*

LNPDB -2.258787 0.4473 -3.796629 0.0255*

INF -6.049670 0.0000* -7.487803 0.0000*

SBK -2.128560 0.5174 -6.019088 0.0000*

Sumber: Lampiran

Keterangan: * stasioner pada taraf nyata 5%

Penentuan Lag Optimum

Lag dalam sebuah sistem VAR merupakan hal yang penting. Di samping

berguna untuk menunjukan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel

lainnya, penentua lag optimal juga berguna untuk menghilangkan masalah

autokolerasi dalam sebuah sistem VAR. Penetapan lag optimum biasanya

didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC), Final Prediction Error

(FPE), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Schwarz Information Criterion (SC).

Besarnya lag yang dipilih dalam penelitian ini adalah lag yang

menghasilkan nilai SC terkecil. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai SC terkecil terdapat pada lag empat yaitu sebesar -3.437226. Hal ini menunjukkan bahwa lag optimal menurut nilai SC berada di lag empat. Hasil pengujian lag

optimum dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 2 Hasil Pengujian Lag Optimal

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -109.6480 NA 0.001339 4.735335 4.891268 4.794262 1 101.5584 378.4116 3.94e-07 -3.398268 -2.618601 -3.103631 2 134.0446 52.79000 2.01e-07 -4.085191 -2.681790 -3.554844 3 175.6051 60.60913 7.20e-08 -5.150214 -3.123080 -4.384157 4 214.1143 49.74095* 3.03e-08* -6.088094* -3.437226* -5.086327* Sumber: Lampiran Keterangan:* lag optimal

Uji Stabilitas VAR

Uji stabilitas VAR dilakukan untuk melihat apakah model yang digunakan sudah stabil. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada dalam unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga Impuls Respon Function (IRF) dan Forecast Error Variance Deecomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid.

Berdasarkan uji stabilitas yang dilakukan model stabil pada lag 3. Hal tersebut dapat terihat pada tabel bahwa nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai modulus kurang dari satu pada lag 3. Hasil uji stabilitas VAR ditujukan tabel berikut.

Tabel 3 Hasil Uji Stabilitas VAR

Root Modulus 0.992121 0.992121 0.900960 0.900960 -0.443676 0.443676 0.322394 - 0.277631i 0.425461 0.322394 + 0.277631i 0.425461 0.410980 0.410980 0.093638 - 0.383088i 0.394366 0.093638 + 0.383088i 0.394366 Sumber: Lampiran

Uji Kausalitas Granger

Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat di antara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas meningkatkan kinerja forecasting dari variabel tidak bebas. Berdasarkan hasil uji kausalitas granger didapatkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan kredit perbankan di Indonesia. Artinya, pertumbuhan ekonomi mampu memengaruhi kredit perbankan di Indonesia. Demikian pula sebaliknya, kredit perbankan mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil tersebut sesuai dengan hasil yang didapat oleh Inggrid (2006) dan Pradhan et al (2009).

Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa kredit perbankan memiliki hubungan kausalitas dua arah dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan kausalitas dua arah tersebut terjadi karena semakin tinggi kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka akan memacu pertumbuhan ekonomi pada sektor yang disalurkan kredit dan akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di

Indonesia, kebijakan pemerintah dalam usaha mendorong investasi menyebabkan perkembangan sektor keuangan, melalui kenaikan penggunaan kredit sebagai alternatif pembiayaan. Hal ini, selanjutnya membawa ekspansi pada sektor perbankan dan jasa-jasa keuangan lain, guna memfasilitasi investasi dan akhirnya menghasilkan pertumbuhan output. Sebaliknya, pertumbuhan aktivitas ekonomi memerlukan lebih banyak kapital untuk melakukan ekspansi usaha yang sebagian besar di supply oleh sektor perbankan melalui penyaluran kredit modal kerja maupun kredit investasi . Selain itu, meningkatnya aktivitas perekonomian juga akan meningkatkan penyaluran kredit konsumsi.

Uji kausalitas antara kredit perbankan dengan inflasi menunjukan hubungan satu arah. Artinya, kredit perbankan dapat menjelaskan inflasi. Peningkatan kredit perbankan khususnya kredit konsumsi dapat memicu pertumbuhan permintaan aggregat diatas output potensial yang mengakibatkan meningkatnya kegiatan ekonomi. Pada gilirannya akan berdampak kepada peningkatan inflasi.

Hubungan kausalitas satu arah dapat ditemukan juga pada kredit perbankan dengan suku bunga kredit. Hal ini berarti kredit perbankan dapat memengaruhi suku bunga kredit tetapi suku bunga kredit tidak memengaruhi kredit perbankan. Pertumbuhan kredit akan meningkatkan suku bunga kredit. Artinya jika pertumbuhan kredit tidak diawasi, pertumbuhan kredit yang tinggi akan dapat menyebabkan meningkatnya suku bunga kredit. Pertumbuhan kredit mencerminkan meningkatnya penyaluran kredit. Bagi perbankan sendiri, kredit yang disalurkan memiliki resiko diantaranya adalah adanya non-performing loan

(Agung et al, 2001). Dengan meningkatnya resiko tersebut, sudah tentu bank akan meningkatkan suku bunga untuk meminimalisir resiko. Sementara suku bunga kredit tidak memengaruhi kredit perbankan, karena perbankan pada dasarnya mereflesikan perilaku nasabahnya, dimana umumnya mereka berperilaku inelastis terhadap tingkat bunga, sehingga di pasar kredit, kredit yang ditawarkan perbankan akan diserap pasar pada tingkat bunga berapa saja. Berarti yang menjadi kendala bagi nasabah dalam suatu perekonomian utang tergantung pada kesempatan akses memperoleh kredit, bukan pada faktor harga dari kredit atau tingkat bunganya. Dengan kata lain, dalam penyaluran kredit tingkat suku bunga kredit bukanlah pertimbangan utama bank dalam memberikan kredit, melainkan mempertimbangkan juga performa calon debitur tersebut serta sektor yang didukungnya.

Tabel 4 Hasil Granger Causality

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

LNPDB does not Granger Cause LNKREDIT 49 23.7108 4.E-09

LNKREDIT does not Granger Cause LNPDB 22.5012 8.E-09

INF does not Granger Cause LNKREDIT 49 1.13214 0.3470

LNKREDIT does not Granger Cause INF 3.59410 0.0212

SBK does not Granger Cause LNKREDIT 49 0.17356 0.9137

LNKREDIT does not Granger Cause SBK 5.70246 0.0023

Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui hubungan jangka panjang antar variabel. Variabel yang tidak stasioner pada jangka panjang kemungkinan terkointegrasi. Hubungan saling memengaruhi dapat terlihat dari kointegrasi antar variabel yang terjadi. Jika terdapat kointegasi antar variabel maka hubungan saling memengaruhi berjalan dan informasi tersebar secara paralel. Persyaratan untuk proses kointegrasi yaitu semua variabel harus stasioner pada derajat yang sama.

Tabel 5 Hasil Uji Kointegrasi Johanssen’s Trace Statistic Hypothesized

No.of CE(s) Eigenvalue

Trace Statistic

0.05

Critical Value Prob.**

None * 0.601919 100.0778 63.87610 0.0000

At most 1 * 0.470548 54.02277 42.91525 0.0027

At most 2 0.233154 22.22713 25.87211 0.1331

At most 3 0.163956 8.953694 12.51798 0.1832

Sumber:Lampiran

Jumlah persamaan yang terkointegrasi dapat diketahui dengan membandingkan nilai Trace Statistic terhadap nilai critical value. Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima persen. Apabila nilai Trace Statistic lebih besar daripada nilai critical value lima persen maka persamaan tersebut terkointegrasi. Hasil uji kointegrasi Johansen menunjukkan terdapat dua persamaan yang terkointegrasi pada taraf lima persen. Artinya, di antara variabel kredit perbankan, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan suku bunga kredit terdapat dua persanaan linear jangka panjang yang terkandung di dalam model. Dengan adanya kointegrasi, hasil selanjutnya menggunakan model VECM.

Hasil Estimasi VECM

Hasil estimasi VECM pada model penelitian ini menjelaskan hubungan variabel jangka pendek dan jangka panjang. Variabel dependen dari model penelitian ini adalah kredit perbankan, sedangkan variabel independen dalam model ini adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan suku bunga kredit. Dalam penelitian ini, signifikansi suatu variabel terhadap variabel lainnya dinilai pada taraf nyata lima persen. Hasil estimasi VECM dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Estimasi VECM

Variabel Koefisien T-statistik

Jangka Pendek CointEq1 -0.036701 -2.47532* D(LNKREDIT(-1)) 0.404667 3.02343* D(LNKREDIT(-2)) 0.053860 0.45603 D(LNPDB(-1)) 0.533134 4.02412* D(LNPDB(-2)) -0.568688 -3.22469* D(INF(-1)) 0.003015 1.56120 D(INF(-2)) 0.001401 0.91018 D(SBK(-1)) -0.001204 -0.29102 D(SBK(-2)) 0.007303 1.62607 Jangka Panjang LNKREDIT(-1) 1.000000 LNPDB(-1) 2.895131 9.96572* INF(-1) - 0.160046 -4.91422* SBK(-1) -0.062724 -2.69041*

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5% Sumber: Lampiran, data diolah

Tabel 6 memperlihatkan hubungan variabel pada jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pada jangka pendek terdapat tiga variabel yang signifikan terhadap kredit perbankan. Variabel tersebut adalah variabel kredit perbankan itu sendiri pada lag pertama yang secara signifikan berpengaruh positif terhadap kredit perbankan, yang berarti bahwa kenaikan sebesar satu persen pada kredit perbankan periode sebelumnya akan menaikan kredit perbankan itu sendiri pada periode sekarang sebesar 0.404667 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kredit perbankan periode sebelumnya menentukan kredit perbankan pada periode sekarang, karena kredit perbankan pada periode sebelumnya berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah yang cenderung menambah penyaluran kredit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Variabel kedua adalah pertumbuhan ekonomi pada lag pertama yang

berpengaruh positif pada kredit perbankan. Hal ini berarti kenaikan sebesar satu persen pada pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya akan menaikan kredit perbankan pada periode berjalan sebesar 0.533134 persen. Artinya Pertumbuhan ekonomi turut memengaruhi kredit perbankan.Variabel selanjutnya berpengaruh negatif secara signifikan pada kredit perbankan pada jangka pendek adalah pertumbuhan ekonomi pada lag kedua. Artinya, ketika terjadi kenaikan satu persen pada pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, maka akan menurunkan kredit perbankan pada periode berjalan sebesar 0.568688 persen.

Artinya pertumbuhan ekonomi pada dua periode sebelumnya dapat menurunkan kredit perbankan. Hal ini dapat diakibatkan juga dengan keadaan perekonomian sekarang ini, seperti menurunnya kegiatan ekspor impor terkait pelemahan ekonomi global akan memperlambat akselerasi pada kredit valas. Dan juga terjadi perlambatan kredit pada sektor sektor listrik air dan gas, sektor pertambangan, sektor jasa dunia usaha dan sektor jasa sosial yang cukup berdampak pada perlambatan pertumbuhan kredit total.

Kointegrasi yang signifikan dan bernilai negatif pada tabel tersebut menunjukan adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang. Pada jangka panjang semua variabel berpengaruh signifikan terhadap kredit perbankan. Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif secara signifikan terhadap kredit perbankan, yakni ketika terjadi kenaikan sebesar satu persen pada pertumbuhan ekonomi, maka akan menaikan kredit perbankan sebesar 2.895131 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap jumlah kredit perbankan. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Pradhan et al (2009), Inggrid (2006), Vazakidis dan Adamopoulus (2009) dan Adamapoulus (2010). Peningkatan pertumbuhan ekonomi mencerminkan peningkatan aktivitas dunia usaha. Dunia usaha membutuhkan pembiayaan eksternal agar pengembangan usaha dapat terjadi secara berkelanjutan. Dengan struktur pembiayaan sektor riil Indonesia yang masih bergantung pada kredit perbankan, peningkatan aktivitas dunia usaha akan menyebabkan peningkatan jumlah kredit perbankan.

Inflasi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kredit perbankan, dapat dijelaskan bahwa ketika terjadi kenaikan sebesar satu persen pada inflasi, maka akan menurunkan kredit perbankan sebesar 0.160046 persen. Dengan meningkatnya inflasi maka nilai uang akan “menurun” dan hal tersebut menyebabkan masyarakat juga merasa tidak diuntungkan dengan menyimpan uang di bank dengan harapan bunga ditengah inflasi yang tinggi, sehingga masyarakat enggan untuk menabung,yang menyebabkan dana yang dihimpun bank akan menjadi lebih kecil. Sehingga akan membatasi volume kredit yang dipinjam. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marissa (2004), Vazakidis dan Adamopoulus (2009), serta Adamapoulus (2010).

Variabel selanjutnya yang signifikan berpengaruh terhadap kredit perbankan pada jangka panjang adalah suku bunga kredit. Suku bunga kredit berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kredit perbankan, yakni ketika terjadi kenaikan suku bunga kredit sebesar satu persen akan menurunkan kredit perbankan sebesar 0.062724 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis bahwa suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit perbankan. Hasil tersebut juga didapatkan pada penelitian Diah et al (2012). Suku bunga kredit merupakan biaya bagi sektor riil untuk pembiayaan usahanya. Jika suku bunga kredit meningkat maka biaya dana yang diperoleh dari kredit akan meningkat. Jika suku bunga kredit tidak dinaikkan, maka margin laba bank akan berkurang. Tetapi, dalam kondisi suku bunga kredit yang tinggi bank meyakini bahwa debitur berisiko tinggi yang mempunyai keinginan membayar suku bunga kredit yang tinggi sehingga dikhawatirkan terjadinya moral hazard. Penyaluran kredit dengan risiko seperti ini akan menambah aset yang berisiko sehingga mengharuskan bank untuk menambah modal. Di samping itu, Mishkin (2001) juga mengemukakan bahwa penetapan suku bunga kredit yang tinggi pada bank hanya akan meningkatkan

masalah Adverse Selection pada bank yang bersangkutan karena individu dan perusahaan yang memiliki prospek investasi berisiko lah yang mau menerima suku bunga tinggi. Lagipula, jika dilihat dari sisi debitur, maka permintaan debitur terhadap kredit dengan suku bunga tinggi pastilah akan rendah, maka debitur yang rasional pasti akan mencari kredit dengan suku bunga rendah dan terjangkau untuk memperkecil pengeluaran usahanya (dalam bentuk cicilan bunga). Selanjutnya debitur akan mencari alternatif pembiayaan lain selain perbankan sehingga jumlah kredit perbankan menjadi berkurang.

Respon Kredit Perbankan Terhadap Shock Variabel Lainnya

Analisis Impulse Response Function bermanfaat untuk menunjukkan

bagaimana respon suatu variabel dari sebuah shock dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Maka IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan variabel-variabel dalam penelitian terhadap kredit perbankan. Dalam analisis ini, jangka waktu yang digunakan dalam menganalisis respon kredit perbankan terhadap kredit perbankan, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan suku bunga kredit diproyeksikan dalam 36 periode (9 tahun) ke depan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Gambar 5 menunjukkan bahwa guncangan kredit perbankan sebesar satu standar deviasi pada kuartal pertama akan menyebabkan peningkatan pada kredit perbankan sebesar 1.7 persen. Sampai pada kurtal ke 36 guncangan kredit perbankan terus direspon positif oleh kredit perbankan itu sendiri. Misalnya saja, pada kuartal ketiga terjadi peningkatan kredit perbankan sebesar 2.9 persen. Respon kredit perbankan terhadap guncangan ini mulai mencapai keseimbangan pada periode jangka panjangnya, yakni pada kuartal ke-25, dimana kredit perbankan merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 2.3 persen.

Guncangan pertumbuhan ekonomi sebesar satu standar deviasi pada kuartal pertama ternyata belum direspon oleh kredit perbankan. Mulai kuartal kedua, guncangan pada pertumbuhan ekonomi direspon positif oleh kredit perbankan sebesar 0.8 persen. Namun, pada kuartal ketiga respon kredit perbankan terhadap guncangan pertumbuhan ekonomi menurun sebesar 0.01 persen. Respon kredit perbankan terhadap guncangan pertumbuhan ekonomi terus berfluktuatif. Pada akhirnya respon kredit perbankan terhadap guncangan pertumbuhan ekonomi ini mulai mencapai keseimbangan pada kuartal ke-27, dimana kredit perbankan merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 0.05 persen.Hasil IRF menunjukan kredit perbankan memberikan respon positif terhadap guncangan yang terjadi pada variabel pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukan perkembangan pertumbuhan ekonomi akan mendorong investor dan masyarakat untuk melakukan investasi sehingga berpengaruh terhadap peningkatan kredit perbankan.

Guncangan inflasi sebesar satu standar deviasi juga tampak belum direspon oleh kredit perbankan pada kuartal pertama. Pada kuartal kedua sampai periode jangka panjangnya, terlihat bahwa guncangan inflasi direspon negatif oleh kredit perbankan. Pada kuartal kedua, kredit perbankan mengalami penurunan sebesar 0.04 persen. Pada bulan keenam penurunan ini meningkat menjadi sebesar 1.26 persen. Respon kredit perbankan terhadap guncangan ini mulai mencapai keseimbangan pada kuartal ke-17, dimana kredit perbankan merespon negatif guncangan inflasi kisaran 1.08 persen. Hal ini menunjukkan apabila terjadi

kenaikan inflasi maka masyarakat lebih memilih memegang uang dibandingkan melakukan investasi. Sehingga dana yang dihimpun bank akan berkurang dan terjadi penurunan dalam jumlah kredit perbankan.

Sama halnya dengan guncangan dari variabel lain seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada kuartal pertama guncangan sebesar satu standar deviasi pada suku bunga kredit belum direspon oleh kredit perbankan. Mulai kuartal kedua hingga periode jangka panjangnya (36 kuartal), tampak bahwa guncangan suku bunga kredit direspon negatif oleh kredit perbankan yang ditandai dengan menurunnya kredit perbankan pada jangka pendek dan jangka panjangnya dengan jumlah yang berfluktuatif. Pada kuartal kedua, kredit perbankan mengalami penurunan sebesar 0.2 persen. Pada kuartal kelima penurunan semakin berkurang yaitu kisaran 0.03 persen. Respon kredit perbankan terhadap guncangan suku bunga kredit mulai seimbang pada kuartal ke 24 yaitu sebesar 0.4 persen. Hal ini menandakan semakin tinggi suku bunga kredit maka masyarakat semakin enggan untuk mengajukan kredit sehingga jumlah kredit perbankan yang disalurkanpun semakin berkurang.

Gambar 7 Hasil Impulse response Function LNKredit

Analisis Variance Decomposition

Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) atau analisis dekomposisi bermanfaat untuk menjelaskan kontribusi dari masing-masing variabel terhadap guncangan yang ditimbulkannya terhadap variabel endogen

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 5 10 15 20 25 30 35

Response of LNKREDIT to LNKREDIT

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNKREDIT to LNPDB -.02 -.01 .00 .01 .02 .03 5 10 15 20 25 30 35

Response of LNKREDIT to INF

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 5 10 15 20 25 30 35 Response of LNKREDIT to SBK

utama yang diamati. Dalam penelitian didapatkan hasil dari FEVD yang menunjukkan kontribusi dari variabel-variabel dalam penelitian terhadap guncangan pada kredit perbankan yang ditampilkan pada Gambar 6.

Dari hasil analisis dekomposisi varian pada periode pertama, guncangan kredit perbankan dipengaruhi oleh kredit perbankan itu sendiri, yakni sebesar 100 persen. Pada periode kedua sampai periode berikutnya kontribusi variabel lain mulai memengaruhi variabilitas kredit perbankan, namun lebih dominan dipengaruhi oleh kredit perbankan itu sendiri sebesar 92.03 persen, Produk Domestik Bruto sebesar 6.00 persen, inflasi sebesar 1.57 persen, dan suku bunga kredit sebesar 0.38 persen. Pada periode ke-17 peranan kredit perbankan dalam menjelaskan kredit perbankan itu semakin berkurang menjadi 81.95 persen. Selain itu peranan PDB pun semakin berkurang yakni hanya sebesar 0.90 persen. Namun peranan inflasi semakin meningkat dalam memengaruhi kredit perbankan yaitu sebesar 15.13 persen. Suku bunga kredit pengaruhnya meningkat terhadap kredit perbankan tetapi tidak dominan yakni sebesar 1.88 persen.

Pada periode sampai 36 kuartal (9 tahun) mendatang, tampak kredit masih mendominasi dalam memengaruhi kredit perbankan, yaitu sebesar 81.03 persen. Inflasi cukup memengaruhi kredit perbankan sebesar 16.34 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dan suku bunga kredit hanya berpengaruh sedikit, yaitu masing-masing sebesar 0.48 persen dan 2.13 persen. Hal ini menandakan kredit perbankan sangat dipengaruhi oleh kredit perbankan itu sendiri. Dan kredit perbankan juga dipengaruhi oleh inflasi pada jangka panjang.

Gambar 8 Hasil FEVD

0 20 40 60 80 100 120 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35

Variance Decomposition of LNKREDIT

Dokumen terkait