• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Komposisi Makrozoobentos

Makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 3 ordo yaitu Gnathobdellia, Haplotaxida, dan Mesogastropoda. Jumlah makrozoobentos yang ditemukan selama penelitian pada stasiun I sebanyak 144 individu, stasiun II sebanyak 183, dan stasiun III sebanyak 226 individu. Data makrozoobentos yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Klasifikasi gastropoda yang didapatkan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi makrozoobentos yang didapat selama penelitian di Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) Makrozoobentos pada setiap stasiun Penelitian

Berdasarkan jumlah makrozoobentos yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian, diperoleh nilai kepdatan populasi seperti tertera gambar 6.

Pada gambar 6 menunjukkan Stasiun III mempunyai nilai kepadatan (K)

tertinggi yaitu 25 ind/m2, sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada stasiun I dengai nilai 16 ind/m2.

Gambar 6. Kepadatan Populasi Makrozoobentos

Nilai Kepadatan Relatif (KR) Tabel 6 dengan spesies yang paling banyak didapatkan selama penelitian adalah Pila ampullacea dan spesies yang paling sedikit ditemukan selama penelitian adalah Haemodipsa javanica. Pada stasiun I KR tertinggi terdapat pada spesies Pila ampullacea sebesar 38,89% dan yang terendah pada spesies Haemodipsa javanica sebesar 4,17%. Pada stasiun II KR tertinggi terdapat pada spesies Pomacea canaliculata sebesar 34,43% dan yang terendah terdapat pada spesies Haemodipsa javanica sebesar 3,28%. Pada stasiun III KR tertinggi terdapat pada spesies Pila ampullacea sebesar 35,84% dan terendah terdapat pada spesies Haemodipsa javanica sebesar 3,10 %.

0 5 10 15 20 25 30

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Ind/m2

Tabel 6. Kepadatan Relatif Makrozoobentos

Analisis keanekaragaman makrozoobentos dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) berkisar antara 1,19-1,21 termasuk dalam katagori keanekaragaman sedang, nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,86-0,87 dengan katagori tinggi dan nilai Indeks Dominansi (C) berkisar antara 0,31-0,32 termasuk dalam katagori Tidak Ada Dominan. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan nilai Indeks Dominansi (C) makrozoobentos pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)

Stasiun H' E C

I 1,21 0,87 0,32

Kategori Sedang Tinggi Tidak ada dominan

II 1,21 0,87 0,31

Kategori Sedang Tinggi Tidak ada dominan

III 1,19 0,86 0,32

Kategori Sedang Tinggi Tidak ada dominan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Berdasarkan hasil pengamatan nilai rata-rata parameter fisika dan kimia pada Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 8.

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa hasil tekstur substrat yang didapat pada Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang Provinasi Sumatera Utara yaitu Pasir. Hasil Analisis Substrat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Substrat Dasar Deli Serdang dihubungkan dengan metode Storet (Tabel 10 dan Lampiran 4) diperoleh hasil yaitu tergolong kelas II dan dikatagorikan tercemar sedang.

Hal ini karena pengelolaan perairan tersebut tidak begitu baik, sehingga adanya dugaan pencemaran limbah-limbah dari aktivitas warga setempat.

Tabel 10. Kondisi Fisika dan Kimia Air yang Terdapat di Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet

No Parameter Satuan Baku Mutu St I

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Analisis Kurva Abundance and Biomass Comparison (ABC)

Analisis kualitas air yang ditentukan dengan parameter biologi perairan dapat digambarkan menggunakan kurva ABC. Analisis kurva ABC digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan dengan menganalisis total kepadatan relatif (%) dan biomassa relatif dari makrozoobentos (%) (Lampiran 5). Nilai persentase kumulatif kepadatan relatif dan persentase kumulatif biomassa relatif makrozoobentos pada setiap stasiun yang diperoleh selama penelitian. Stasiun I, jenis-jenis makrozoobentos ranking yang membentuk kurva ABC terdiri dari 4 jenis yaitu Haemodipsa javanica, Tubifex sp, Pomacea canaliculata, dan Pila ampullacea. Nilai kepadatan relatif makrozoobentos berkisar antara 4,17-38,89% dan nilai biomassa relatif makrozoobentos berkisar antara 4,76-41,27% yang akan membentuk nilai persentase kumulatif pada kurva ABC. Hasil kurva ABC menggambarkan stasiun I termasuk katagori perairan yang tercemar sedang karva kurva

biomassa persatuan luas dan kurva kepadatan persatuan luas saling tumpang tindih. Hasil kurva ABC stasiun I (Gambar 7).

Gambar 7. Kurva ABC pada stasiun I

Pada stasiun II, jenis-jenis makrozoobentos yang menyusun kurva ABC terdiri dari 4 spesies yaitu Haemodipsa javanica, Tubifex sp, Pila ampullacea, dan Pomacea canaliculata. Nilai kepadatan relatif makrozoobentos berkisar antara 3,28-34,43% dan biomassa relatif makrozoobentos berkisar antara 9,09-40,00% (Lampiran 5). Akan membentuk nilai persentase pada kurva ABC. Hasil kurva ABC menggambarkan katagori perairan yang tercemar sedang karna kurva biomassa relatif dan kepadatan relatif saling tumpang tindih. Berdasarkan analisis kurva ABC didapat hasil bahwa Kurva ABC stasiun II (Gambar 8).

0.00

Gambar 8. Kurva ABC pada stasiun II

Pada stasiun III, jenis-jenis makrozoobentos yang menyusun kurva ABC terdiri dari 4 spesies yaitu Haemodipsa javanica, Pomacea canaliculata, Tubifex sp, dan Pila ampullacea. Nilai kepadatan relatif makrozoobentos berkisa antara 3,10-35,84% dan biomassa relatif makrozoobentos antara 6,25-43,75% (lampiran 5) yang akan membentuk nilai persentase pada kurva ABC. Hasil kurva ABC tercemar sedang karena kurva biomassa relatif dan kepadatan relatif saling tumpang tindih. Berdasarkan analisis kurva ABC didapat hasil bahwa hasil Kurvaa ABC stasiun III

Gambar 9. Kurva ABC pada stasiun III Pembahasan

Komposisi, Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) Makrozoobentos Makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 3 ordo yaitu Gnathobdellia, Haplotaxida, dan Mesogastropoda. Jumlah makrozoobentos yang ditemukan selama penelitian pada stasiun I sebanyak 144 individu, stasiun II sebanyak 183, dan stasiun III sebanyak 226 individu. Banyaknya makrozoobentos yang ditemukan pada stasiun I berjumlah 4 spesies, stasiun II berjumlah 4 spesies dan stasiun III berjumlah 4 spesies. Banyaknya jumlah makrozoobentos yang ditemukan selama penelitian dapat dipengaruhi oleh faktor kedalaman perairan. Semakin dalam perairan maka semakin sedikit jumlah makrozoobentos yang didapatkan dan banyaknya jumlah menunjukkan bahwa makrozoobentos memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kondisi suatu perairan. Munurut Fadli et al (2012) Makrozoobentos memiliki

0.00

peranan sebagai bioindikator perairan. Makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup menetap (sesile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran.

Berdasarkan hasil penelitian nilai Kepadatan (K) tertinggi terdapat pada stasiun III 25 ind/m2 dan kepadatan terendah terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 16 ind/m2. Hal ini diduga diakibatkan oleh kedalaman perairan pada stasiun III lebih rendah dibandingkan stasiun I dan II sehingga makrozoobentos dapat hidup dengan baik karena tidak mendapat tekanan fisiologi yang besar. Nilai ini tidak berbeda bila dibandingkan dengan (Sari, 2010) diperairan Sungai Belawan dengan nilai kepadatan (K) berkisar 3,70-85,18 ind/m2. Hal ini sesuai dengan Kurniawan et al (2016) yang menyatakan perairan yang lebih dalam makrozoobentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar, oleh karena itu tidak banyak makrozoobentos yang hidup diperairan dalam.

Dari hasil penelitian spesies yang paling banyak ditemukan adalah Pila ampullacea dengan jumlah yang ditemukan sebanyak 195. Pila ampullacea merupakan spesies merugikan bagi tanaman disekitarnya dan memiliki pertumbuhan yang sangat tinggi terhadap lingkngan. Hal ini sesuai Saputra (2018) yang menyatakan bahwa Pila ampullacea merupakan moluska yang ditetapkan sebagai organisme pengganggu tanaman. Organisme ini berpotensi sebagai hama utama karena sungai merupakan habitat yang cocok

bagi perkembangannya, sehingga keong mas dapat berkembang biak sangat cepat dan mampu merusak tanaman dalam waktu yang cepat.

Dari hasil penelitian spesies yang paling sedikit ditemukan adalah Haemodipsa javanica sebanyak 19. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan di Stasiun I banyak bangunan rumah disekitarnya dibandingkan stasiun II dan III. Dan pada stasiun I memiliki kondisi perameter perairan yang lebih rendah dibandingkan stasiun II dan III dan pH dan DO yang lebih rendah dibandingkan stasiun II dan III.

Rata-rata kepadatan Relatif (KR) pada stasiun I yaitu 16% satsiu II yaitu 20% dan stasiun III yaitu 25%. Menurut Barus (2004), kepadatan relatif merupakan proporsi dari jumlah total individu suatu jenis yang terdapat pada seluruh sampling area. Sedangkan frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu jenis dalam sampling plot yang ditentukan. Suatu habitat dikatakan sesuai dengan perkembangan suatu organisme apabila nilai KR>10%.

Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) Makrozoobentos

Hasil pengamatan nilai indeks keanekaragaman (H’) selama tiga kali pengamatan diperoleh nilai indeks keanekargaman berkisar antara 1,19-1,21.

Keanekaragaman makrozoobentos pada tiga stasiun tergolong keanekaragaman sedang. Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun I sebesar 1,21 stasiun II sebesar 1,21 dan stasiun III sebesar 1,19. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Sari (2010) yang memiliki indeks

keanekaragaman katagori sedang yaitu berkisar antara 1,85-6,86.

Keanekaragaman tidak hanya dapat dilihat dari jenis spesies berada dihabitat tersebut. Menurut Ira et al (2015), keanekaragaman tidak hanya tergantung dari jumlah spesies atau genera dalam komunitas tetapi juga tergantung dari kelimpahan/kepdatan setiap spesies atau genera tersebut.

Nilai indeks keanekaragaman yang sedang menyatakan bahwa penyebaran jumlah individu tiap spesies tergolong sedang, keragaman sedang dengan jumlah individu tidak seragam tetapi tidak ada yang dominan segingga dapat diketahui kemerataan penyebaran individu antar spesies.

Menurut Yasir et al (2015) Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks Keseragaman adalah komposisi jumlah individu dalam setiap genus yang terdapat dalam komunitas.

Berdasarkan hasi pengamatan nilai indeks keseragaman (E) umumnya menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai indeks dominansi.

Nilai indeks keseragaman jenis yang tinggi akan menunjukan nilai dominansi yang rendah, bigitu sebalikanya. Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun I dan II sebesar 0,87 dan terendah terdapat pada stasiun III sebesar 0,86. Nilai keseragaman pada setiap stasiun tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan karena kondisi suhu, pH dan DO yang tidak berbeda jauh pada setiap stasiun. Hal ini berbeda dengan penelitian Sari (2010) nilai indeks

keseragamannya 0,48-0,80. Menurut (Odum 1996) indeks keseragaman semakin mendekati nilai satu, maka penyebarannya cenderung merata dan kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama. Stasiun penelitian termasuk dalam keseragaman mendekati satu, maka penyebarannya cenderung merata dan kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing relatif lebih sama.

Nilai indeks dominasi berkisar 0,31-0,32. Dapat dilihat bahwa pada ketiga stasiun indeks dominansinya mendekati nol yang artinya tidak ada jenis yang mendominansi. Menurut Yasir (2015) menyatakan bahwa Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh nilai yang mendominansi dalam suatu komunitas. Apabila nilai indeks dominansi mendekati 0 (nol) maka tidak ada jenis yang mendominansi, sedangkan apabila nilai D mendekati 1 (nol) maka ada jenis yang mendominansi.

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Suhu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang dalam tiga kali pengamatan pada 3 stasiun berbeda yaitu stasiun I 25-29oC, stasiun II 25-30,2oC dan stasiun III 27-31oC. Suhu dari tiga stasiun relatif sama, tidak mengalami fluktuasi karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu tidak jauh berbeda. Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit oksigen yang terkandung di dalamnya. Menurut Retnowati (2003) Suhu yang berbahaya bagi makrozoobentos adalah yang

lebih kurang dari 35°C. Menurut Jhonatan et al (2016) menyatakan bahwa suhu yang baik untuk kehidupan makrozoobentos berkisar antara 26-30oC.

Kecepatan Arus

Kecepatan arus setiap stasiun selama penelitian disungai Denai Kabupaten Deli Serdang berkisar 0,04-0,08 m/detik. Berdasarkan hasil pengukuran lapangan diketahui kecepatan arus pada stasiun I sebesar 0,004 dan stasiun II dan III berkisar 0,08 m/detik. Menurut Ratih et al (2015) menyatakan bahwa Kecepatan arus berkisar antara 0,03 – 0,2 m/s dengan rata-rata kecepatan arus 0,15. Hal ini menunjukkan sungai berarus lambat.

Menurut Barus (2004) menyatakan bahwa kecepatan arus dipengaruhi kekuatan angin, topografi, kondisi pasang surut dan musim. Pada saat musim penghujan, akan meningkat debit air dan sekaligus mempengaruhi kecepatan arus, selain itu adanya bentuk alur sungai dan kondisi substrat pada dasar perairan menyebabkan keceapatan arus bervairasi.

Kecerahan

Kecerahan setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 30-45 cm.

Berdasarkan hasil pengukuran lapangan diketahui kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 45 cm dan kecerahan terendah terdapat pada stasiun III sebesar 30 cm. Tinggi rendahnya nilai kecerahan dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi perairan. Menurut Riniatsih dan Kushartono (2009), nilai kecerahan menggambarkan tingkat kekeruhan, dari kisaran nilai hasil pengamatan lapangan diatas mencerminkan kondisi perairan dalam

keadaan agak keruh. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersupensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan organik dan anorganik.

Kedalaman

Kedalaman setiap stasiun lokasi penelitian tergolong tidak sama, berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui bahwa stasiun I memiliki kedalaman tertinggi 150 cm, sedangkan stasiun III memiliki kedalaman terendah dengan rata-rata kedalaman 80 cm. Kedalaman pada saat penelitian ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kedalaman penelitian yang dilakukan oleh Khaeksi et al (2015) yaitu berkisar antara 45-52 cm.

Kedalaman perairan akan berpengaruh terhadap keberadaan makrozoobentos dalam perairan.

pH

Hasil pengamatan nilai pH di Sungai Denai kabupaten Deli Serdang berkisar 6,3-7,2. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 6,8-7,2.

Menurut Sudarso dan Yusli (2015), ph merupakan faktor pembatas bagi organisme perairan. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar 7-8,5. pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya nitrifikasi. Perubahan pH sangat berpengaruh terhadap kelimpahan, keanekaragaman, pertumbuhan dan aktivitas biologis biota akuatik perairan.

Nilai pH yang diperoleh oleh setiap stasiun selama penelitian akan berpengaruh kepada reproduksi makrozoobentos. Menurut Mardatila et al (2016) nilai pH yang tergolong netral (pH=7). Tinggi rendahnya nilai pH ini memberi pengaruh terhadap reproduksi makrozoobentos. Menurut Barus (2004) menyatakan bahwa Nilai yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5.

DO

Nilai DO yang didapatkan hasil penelitian berkisar antara 4,8-6,4 mg/l. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Esha et al (2014) yang mempunyai rata-rata nilai Do sebesar 1,93-2,45 mg/l. Kandungan oksigen terlarut yang diperoleh pada lokasi mampu menunjang kehidupan dari makrozoobentos. Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan hewan bentos dan organisme-organisme akuatik. Kadar O2 terlarut pada perairan alami biasnya kurang dari 10 mg/l.

Kandungan oksigen terlarut yang diperoleh selama penelitian masih tergolong baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup makrozoobentos.

Pengukuran tingkat kualitas air dilihat dari oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Semakin tinggi kandungan Dissolved Oxygen (DO) semakin bagus kualitas air tersebut. Menurut Sudarno (2016) Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbs atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh makhluk hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan

mengamati beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik, jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.

Nitrat

Nilai nitrat yang didapatkan dari hasil penelitian berkisar antara

6,31-9,26 mg/l. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Shinta (2014), 0,65-20 mg/l. Konsentrasi tertinggi terdapat pada stasiun III

sebesar 8,21-9,26 sedangkan kosentrasi nitrat terendah terdapat pada stasiun I sebesar 6,31-8,88. Konsentrasi nitrat tinggi distasiun III dengan lokasi berada tepat pada pemukiman penduduk sehingga memberikan sumbangan yang cukup besar. Menurut Kurniawan et al (2016), kadar nitrat yang tinggi diperairan disebabkan oleh masuknya limbah domestik, pertanian dan industri.

Fosfat

Nilai fosfat yang didapatkan dari hasil penelitian berkisar antara 0,11-0,15 mg/l. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Shinta (2014) yang mempunyai nilai fosfat berkisar antar 0,11-1 mg/l. Tinggi rendahnya nilai fosfat yang ada diperairan dapat disebabkan oleh adanya aktivitas organisme yang berada diperairan dan kandungan zat hara yang ada diperairan. Menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa fosfat merupakan unsur kunci dalam kesuburan perairan dan nutrien pertama. Fosfat dalam bentuk terlarut berupa

orthofosfat, sedangkan dalam bentuk padatan berupa mineral-mineral batuan dan dalam bentuk suspense dalam sel organisme seperti bakteri, plankton, sisa tanaman, dan protein. Fosfat yang terdapat di perairan berasal dari hasil pelapukan mineral fosfat yang terbawa saat erosi, pupuk, deterjen serta limbah industri dan rumah tangga.

Substrat

Hasil pengukuran tekstur substrat pada setiap stasiun pengamatan berdasarkan grafik segitiga USDA diperoleh tiga tipe substrat yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur yang terdapat pada setiap stasiun pengamatan yaitu pasir. Hasil ini tidak berbeda jauh dari penelitian Rinayanta (2016) pada perairan Aliran Sungai Babura Kota Medan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa substrat di Sungai Denai masih baik untuk pertumbuhan hidup makrozoobentos. Tekstur substrat yang berpengaruh terhadap kelimpahan makrobenthos. Menurut Handayani et al., (2001) menyatakan bahwa organisme makrobenthos yang mempunyai kisaran penyebaran pada jenis substrat berpasir, maupun berlumpur, tetapi organisme ini cenderung menyukai substrat berpasir hingga berlumpur. Menurut Suin (2002) bahwa faktor lingkungan sangat menentukan penyebaran dan kepadatan populasi suatu organnisme, apabila kepadatan satu genus di suatu daerah sangat melimpah, maka menunjukkan abiotik di stasiun itu sangat mendukung kehidupan genus tersebut.

Kondisi Perairan Berdasarkan Kurva Abundance and Biomass Comparison (ABC)

Hasil analisis kurva ABC yang diperoleh dari tiga kali pengamtan terhadap tiga stasiun di Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara pada Gambar 9-21. Berdasarkan data yang diperoleh pada stasiun I, II dan III tergolong tercemar sedang. Kondisi periran yang tercemar sedang dapat dicirikan oleh posisi krva biomassa persatuan luas dan kurva jumlah total individu per satuan saling tumpang tindih. Hasil ini tidak berbeda dengan kondisi perairan Di Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Menurut Fadillah (2015), yang menyatakan kondisi perairan tercemar sedang yaitu masuknya bahan pencemar kebadan perairan disebabkan karena aktivitas manusia.

Kondisi setiap stasiun diperairan Sungai Denai yang digambarlan oleh kurva ABC termasuk katagori sedang dapat disebabkan oleh kondisi sedimen yang mengandung pasir yang hampir sama pada setiap stasiunnya sehingga kepadatan relatif dan biomassa relatif makrozoobentos disetiap stasiun hampir sama. Hal ini dikarenakan substarat pasir merupakan habitat makrozoobentos yang baik untuk tembuh. Menurut Anjani et al (2012), sedimen yang mengandung pasir cukup tinggi didominasi oleh jenis-jenis makrozoobentos, sedangkan dasar sedimen yang cukup berpasir merupakan habitat yang cukup naik bagi kehidupan berbagai jenis biota namun sedikit menghambat.

Dari kurva ABC dapat diketahui bahwa perairan pada setiap stasiun tergolong tercemar sedang hal ini dapat disebabkan oleh adanya pengaruh dari kualitas air yang masuknya limbah rumah tangga kedalam perairan yang berbeda pada setiap stasiun sehingga berakibat pada makrozoobentos dan berpengaruh pada biomassa dan juga kelimpahan makrozoobentos. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khaeksi et al (2015), yang menyatakan bahwa data kelimpahan dan biomassa spesies yang terdiri dari komunitas bentik lautan dapat dieksploitasi secara luas, yang mana bertujuan untuk menaksir tingkatan kondisi perairan yang dianggap terganggu.

Analisis Metode Storet Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang

Sifat fisika dan kimia Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang berdasarkan metode Storet dapat dilihat pada Tabel 9. Dengan menghitung nilai parameter fisika dan kimia air akan didaptkan jumlah skor pada ketiga stasiun memiliki kesamaan yaitu dengan skor-20. Hal ini dikarenakan hasil setiap parameter yang dapat dalam setiap pengambilan sampel air tidak terdapat perbedaan yang cukup besar. Penentuan status mutu air berdasarkan metode Storet menurut Matahelumual (2007) yang menyatakan bahwa kreteria perairan yang tercemar sedang yaitu pengukuran kualitas air yang memiliki jumlah skor -11 s/d -30 digolongkan dalam kelas 2. Dari jumlah skor yang didapat pada setia stasiun maka Sungai Denai termasuk dalam kelas C dengan kondisi perairan tercemar sedang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa seluruh stasiun termasuk dalam katagori tercemar sedang dengan skor yang didapatkan yaitu -20. Pemberian

skor pada metode storet dilakukan apabila nilai pengukuran lebih besar dibandingkan dengan nilai baku mutu dan apabila pengukuran lebih kecil atau sama dengan nilai baku mutu maka skor yang diberikan adalah nol (0).

Menurut Amin et al (2014) menyatakan bahwa jika hasil pengukuran memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran < baku mutu ) maka diberi skor 0. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu).

Rekomendasi Pengelolaan

Dari hasil penelitian, analisis yang didapat direkomendasikan untuk menentukan kualitas suatu perairan yaitu metode Kurva ABC. Metode ini menggunakan pendekatan makrozoobentos sebagai penentuan kualitas air.

Diketahui bahwa makrozoobentos merupakan organismen yang kehidupannya berada didasar perairan dan pergerakannya terbatas sehingga akan lebih lama terpapar oleh faktor fisika dan kimia yang terjadi didalam perairan. Metode ini mampu menggambarkan adanya gangguan terhadap bentos dimana parameter fisika dan kimia harus tetap diukur sebagai parameter penunjang terhadap hasil dari metode kurva ABC.

Adanya kegiatan yang menyebabkan pencemaran di Sungai Denai seperti pembuangan limbah rumah tangga, aktivitas pabrik, serta aktivitas pertanian. Pengontrolan harus lebih aktif lagi agar pencemaran tidak bertambah. Rekomendasi pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mencegah

pencemaran di Sungai Denai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut:

1. Lebih sering diadakan dari pemerintah yang bekeraja sama dengan masyarakat mengenai pembersihan Sungai Denai sehingga sampah

1. Lebih sering diadakan dari pemerintah yang bekeraja sama dengan masyarakat mengenai pembersihan Sungai Denai sehingga sampah

Dokumen terkait