• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Letak Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh secara geografis terletak pada 40 07’ 30” LU dan 960 30’ BT dan terletak di Desa Ujung Baroh Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat.PPI Ujung Baroh ini sebelum Tsunami hanya berstatus Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dan hancur total akibat gempa dan gelombang Tsunami pada tahun 2004. Pada tahun 2006 TPI ini dibangun kembali serta mendapat dukungan dari APBD untuk meningkatkan status dari TPI menjadi PPI, pada saat ini PPI telah berfungsi sebagai pusat ekonomi masyarakat kota Meulaboh khususnya nelayan(Jaliadi, 2012).

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ujung Baroh Meulaboh merupakan sebagai tempat sarana yang menampung kegiatan perikanan membentuk hubungan keterkaitan dalam kegiatan perikanan membentuk interaksi fisik, ekonomi dan sosial. Adanya hubungan interaksi tersebut berimplikasi pada pertumbuhan kawasan sekitarnya, sehingga perlu dijaga hubungan ini dan tidak ada permasalahan yang muncul di Pangkalan pendaratan Ikan (PPI).

Lubis (2000) yang menyatakan pangkalan pendaratan ikan merupakan suatu wadah yang dapat menunjang pembangunan dan pengembangan perikanan yang lebih baik, dengan adanya pangkalan pendaratan ikan diharapkan dapat membantu nelayan dalam mendistribusikan hasil tangkapan dan menambahkan pendapatan asli daerah.

23

4.2 Jenis Organisme Makanan

Berdasarkan hasil Analisis terhadap 20 isi lambung ikan Madidihang (Thunnus albacares) menunjukkan bahwa komposisi makanan bervariasi, didominasi oleh beberapa jenis organisme dan dikelompokkan kedalam empat kelompok jenis makanan, yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis Organisme Makanan Ikan Madidihang

Kelompok Jenis

Ikan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis),ikan teri (Stelophorus sp), Kakap (Lates sp)dan Tembang (Sardinella fimbriata)

Cumi-cumi Loligo sp

Udang tingkat rendah Sub kelas Entomostraca

Ikan hancur

-Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar makanan ikan Madidihang berupa cumi-cumi, ikan kecil dan udang tingkat rendahsehingga dapat digolongkan kedalam ikan karnivora karena makanan utama ikan ini terdiri dari bahan asal hewan (hewani), gambar dan klasifikasi lihat pada lampiran 3.Sedangkan analisis ikan Madidihang(Thunnus albacares) dari perairan Hawaii terdiri dari megalop, stomatopoda, ikan dan chepalopoda(Molean, 2005).

Mardlijah (2008), menemukan komposisi makanan ikan Madidihang lebih bervariasi didominasi oleh ikan malalugis (Decapterus macarellus) 45 % sebagai makanan utama, ikan suro atau sunglir (Elagatis bipinnulatus) 5 % sebagai makanan pelengkap, ikan buntal (Ostraciidae), ikan deho (Auxis thazard) dan udang (Penaeidae)sebagai makanan pengganti.

Menard et al. (2003), melakukan analisis isi lambung ikan Madidihang hasil tangkapan purse seine (pukat cincin) di perairan teluk Guinea yang ditangkap disekitar rumpon dan tidak disekitar rumpon terdiri atas Vinciguerria

24

nimberia (Famili photichtydae, sejenis ikan mosopagis dari mikronekton), cephalopoda lain-lain, dan jenis tidak terdeterminasi (dominan).

Gardieff (2003), menemukan 37 famili dan 8 ordo invetebrata dalam lambung ikan Madidihang dan jenis makanan yang lain jenis lumba-lumba (Dolphin sp) pilchard, anchovy (teri) ikan terbang (Hirundichtys oxycephalus). Mackerel, lancetfish, cumi-cumi (Loligo sp), gurita, udang, lobster dan jenis kepiting.

Berdasarkan beberapa penelitian ikan Madidihang dapat digolongkan sebagai ikan yang bersifat euryphagic karena ada beberapa jenis makanan yang dijumpai dalam lambungnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (2002), yang menyatakan bahwa berdasarkan kepada jumlah variasimakanan dapat dibagi menjadi (1) euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan, (2) stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit ataus sempit, dan (3)monophagicyaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu makanan saja.

4.3 Persentase bobot satu jenis makanan

Persentase bobot makanan ikan Madidihang diperoleh berdasarkan analisis isi lambung dengan menggunakan metode gravimetrik dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Bobot Satu Jenis Makanan

Jenis makanan

Jumlah lambung yang mengandung

jenis makanan i

Berat satu jenis makanan (gram) % Proporsi makanan Cumi-cumi 15 486.69 53.3 Cakalang 3 174.05 19.07

Udang tingkat rendah 4 35.26 3.9

Kakap 5 51.71 5.7

Tembang 3 67.68 7.4

Teri 2 1.72 0.18

Ikan hancur 5 95.37 10.45

25

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase bobot tertinggi didominasi oleh cumi-cumi (Loligo sp) dengan persentase berat total tertinggi 53,3 % sebagai makanan yang jumlahnya paling banyak dalam lambung, sedangkan ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan persentase berat total 19,07%, Tembang (Sardinella fimbriata) dengan berat total 7,4 %, Kakap (Lates sp) dengan berat total 5,7 %, udang tingkat rendah dengan berat total 3,9 % dan ikan Teri (Stolephorus sp) 0,18 %.Semua jenis makanan ini merupakan jenis ikan pelagis yang juga merupakan habitat dari ikan Madidihang.

Ikan Madidihang merupakan hasil tangkapan hand line yang beroprasi dilaut Aceh disekitar rumpon dimana tempat ikan-ikan pelagis kecil berkumpul termasuk cumi-cumi (Loligo sp), dan udang tingkat rendah (zooplankton) yang diduga merupakan jenis ikan pelagis kecil dominan di perairan Aceh.Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ditjen Perikanan, (1990), bahwa ikanMadidihang termasuk buas dan bersifat predatormerupakan ikan pemakan daging yang hidup dengan binatang berkulit keras yang plantonik, cumi-cumi dan ikan kecil.

Ikan hancur disini dimaksud adalah ikan yang tidak teridentifikasi jenisnya pada penelitian ini ada sebagian isi lambung ikan Madidihang yang sudah tidak dapat diidentifikasi dengan persentase berat total 10,45 %, hal ini dikarenakan isi lambung tersebut telah hancur dan telah bersatu sehingga tidak dapat dipastikan jenisnya maka dikatagorikan sebagai bagian yang tidak teridentifikasi.

26

4.4 Frekuensi kemunculan (Frequency of Occurence= FO)

Dari hasil penelitian terhadap 20 lambung ikan Madidihang didapat dataFrekuensi kemunculan (Frequency of Occurence = FO) jenis organisme makanan yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Frekuensi kemunculan jenis makanan

Jenis makanan Jumlah lambung yang mengandung jenis makanan atau ∑FOi

FOi %

Cumi –cumi 15 75

Ikan cakalang 3 15

Udang tingkat rendah 4 20

Kakap 5 25

Ikan Tembang 3 15

Ikan teri 2 10

Ikan hancur 5 25

Dilihat dari tabel 3 Persentase Frekuensi kemunculan tertinggi yaitu pada jenis makanan cumi-cumi dengan kemunculan 15 kali dalam 20 lambung dengan persentase frekuensi kemunculan 75 % maka jenis makanan tersebut dominan makanan predator, sedangkan kemunculan Kakap (Lates sp) 5 kali dengan persentase frekuensi kemunculan 25 %, udang tingkat rendah (zooplankton) 4 kali kemunculan dengan persentase kemunculan 20 %, ikan Cakalang (Kotsuwonus pelamis) 3 kali kemunculan dengan persentase kemunculan 15 %, ikan Tembang (Sardinella fimbriata) 3 kali kemunculan dengan persentase kemunculan 15 %, ikan Teri 2 kali kemunculan dengan persentase kemunculan 10 %, dan ikan hancur 5 kali kemunculan dengan persentase kemunculan 25 % dengan demikian maka jenis makanan tersebut merupakan komponen makanan sekunder. Hal ini sesuai dengan pendapat Holden (1974) yang menyatakan jika FO>50 % maka jenis makanan tersebut dominan dan merupakan karakteristik dari makanan

27

predator, dan jika50%>FO>10% maka jenis makanan itu merupakan komponen makanan sekunder dan hanya dimakan jika jenis makanan utama tidak ada.

4.5Index of preponderance

Data Index of preponderance pada penelitian ikan Madidihang dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.Index of preponderance

Jenis organism ∑FOi Oi (%) Vi (%) Oi x Vi IP (%)

Cumi-cumi 15 75 53.3 3997.5 81.79

Cakalang 3 15 19.07 295.5 6.04

Udang tingkat rendah 4 20 3.9 78 1.6

Kakap 5 25 5.7 142.5 2.9

Tambang 3 15 7.4 111 2.28

Teri 2 10 0.18 1.8 0.04

Ikan hancur 5 25 10.45 261.25 5.35

Total 4887.55 100

Nilai IP dari ikan Madidihang (Thunnus albacares) untuk cumi-cumi 81,79 %, hal ini menunjukan bahwa cumi-cumi sebagai makanan utama, karena IP>40 %, untuk ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) 6,04 % sebagai makanan pelengkap, Kakap (Lates sp)2,9 %, Udang tingkat rendah (zooplankton) 1,6 %, Tembang (Sardinella fimbriata) 2,28 %, dan Teri 0,04 % sebagai makanan tambahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nikolsky (1963) jika suatu jenis makanan mempunyai nilai IP>40% berarti jenis makanan itu termasuk makanan utama, nilai index of preponderance4 sampai dengan 40% berarti jenis makanan itu termasuk makanan pelengkap, dan jika nilai IP<4%, maka jenis makanan tersebut merupakan makanan tambahan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan Madidihang bukan berarti lebih menyukai Cumi-cumi (Loligo sp) melainkan karena cumi-cumi tersebut melimpah pada habitat fishing ground. Seperti juga dikatakan oleh Hotta dan Ogawa 1955;

28

Alverson 1963, bahwa ikan Madidihang tidak menunjukkan kesukaan terhadap jenis makanan tertentu melainkan akan memangsa spesies mangsa yang ada dihabitatnya. Ditambahkan pula oleh Effendie (2002), bahwa faktor-faktor yang menentukan suatu spesies memakan jenis makanan antara lain ketersediaan jenis makanan tersebut dihabitat.

Gambar 3. DiagramIndex of Preponderance

Variasi dalam volume dan frekuensi makanan ikan Madidihang (Thunnus albacares) ditunjukan dengan jumlah dan ukuran spesies mangsa dilokasi penelitian hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan ikan Madidihang tidak tergantung oleh keberadaan cumi-cumi (Loligo sp), diduga cumi-cumi sebagai makanan utama karena cumi-cumi merupakan jenis organisme kecil yang dominan diperairan tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1979) bahwa faktor-faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis makanan oleh ikan adalah ukuran makanan, keberadaan makanan dan selera ikan terhadap makanan. Jika populasi cumi-cumi (Loligo sp) semangkin menurun, maka ikan

Cakalang 6.04% Udang-udangan 1.6% Kakap 2.9% 28

Alverson 1963, bahwa ikan Madidihang tidak menunjukkan kesukaan terhadap jenis makanan tertentu melainkan akan memangsa spesies mangsa yang ada dihabitatnya. Ditambahkan pula oleh Effendie (2002), bahwa faktor-faktor yang menentukan suatu spesies memakan jenis makanan antara lain ketersediaan jenis makanan tersebut dihabitat.

Gambar 3. DiagramIndex of Preponderance

Variasi dalam volume dan frekuensi makanan ikan Madidihang (Thunnus albacares) ditunjukan dengan jumlah dan ukuran spesies mangsa dilokasi penelitian hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan ikan Madidihang tidak tergantung oleh keberadaan cumi-cumi (Loligo sp), diduga cumi-cumi sebagai makanan utama karena cumi-cumi merupakan jenis organisme kecil yang dominan diperairan tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1979) bahwa faktor-faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis makanan oleh ikan adalah ukuran makanan, keberadaan makanan dan selera ikan terhadap makanan. Jika populasi cumi-cumi (Loligo sp) semangkin menurun, maka ikan

Cumi-cumi, 81.79 Kakap 2.9% Tembang 2.28% Teri 0.04% Ikan hancur 5.35% 28

Alverson 1963, bahwa ikan Madidihang tidak menunjukkan kesukaan terhadap jenis makanan tertentu melainkan akan memangsa spesies mangsa yang ada dihabitatnya. Ditambahkan pula oleh Effendie (2002), bahwa faktor-faktor yang menentukan suatu spesies memakan jenis makanan antara lain ketersediaan jenis makanan tersebut dihabitat.

Gambar 3. DiagramIndex of Preponderance

Variasi dalam volume dan frekuensi makanan ikan Madidihang (Thunnus albacares) ditunjukan dengan jumlah dan ukuran spesies mangsa dilokasi penelitian hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan ikan Madidihang tidak tergantung oleh keberadaan cumi-cumi (Loligo sp), diduga cumi-cumi sebagai makanan utama karena cumi-cumi merupakan jenis organisme kecil yang dominan diperairan tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1979) bahwa faktor-faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis makanan oleh ikan adalah ukuran makanan, keberadaan makanan dan selera ikan terhadap makanan. Jika populasi cumi-cumi (Loligo sp) semangkin menurun, maka ikan

29

Madidihang akan memakan jenis organisme makanan lain yang jumlahnya melimpah diperairan tersebut sehingga keberadaan ikan Madidihang tetap terjaga. Menurut jenis dan jumlah makanan yang dapat dikonsumsi oleh suatu spesies ikan biasanya bergantung pada umur, tempat dan waktu. Pada satu spesies ikan boleh jadi makanannya berbeda pada waktu yang berbeda walaupun pengambilannya contohnya dilakukan ditempat yang sama hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya perubahan kondisi lingkungan.

Berdasarkan penelitian di Samudera Atlantik, Grudinin (1989) mengatakan bahwaThunnus albacaresmulai makan sekitar pukul 07.00 am, terus makan perlahan-lahan dan mencapai puncak sekitar pukul 03.00 pm dan berhenti makan pada pukul 09.00 pm, hal ini tidak jauh beda dengan pendapat Mardlijah (2008) bahwa ikan Madidihang mulai makan sekitar pukul 17.00 Wita, dan berhenti makan pada pukul 08.00 Wita.

4.7 Panjang Usus Relatif (Relative Langth of theGut/ RLG)

Data rata-rata Panjang Usus Relatif (Relative Langth of the Gut/ RLG) pada ikan Madidihang dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Panjang Usus RelatifRata-rata Spesies Panjang total (cm) Panjang usus (cm) Panjang lambung RLG % Madidihang (Thunnus albacares) 64,95 19,75 18,07 30,40

Berdasarkan hasil pengukuran panjang usus terhadap 20 ekor Madidihang dengan panjang total berkisar antara 61,8 – 68 cm dengan panjang total rata-rata 64,95 cm dan panjang usus berkisar antara 16,4 – 22,5 cm dengan panjang usus rata-rata 19,75 cm, maka diperoleh panjang usus relative (RLG) ikan Madidihang

30 66,4 63,266,263,564,562,262,165,465,267,165,163,266,2 6861,865,3 64 67,2 67 65,4 22,5 17 20 18,218,516,716,519,419,222,319,1 18 22,3 23 16,419,217,823,223,522,2 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Dokumen terkait