• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Parameter Fisiologi

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap parameter fisiologi dari respon tanaman padi terhadap cekaman Al pada kedua tetua, F1 dan populasi F2 diperoleh nilai rata-rata seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai rata-rata parameter fisiologi dari respon tanaman padi terhadap cekaman Al

Kontrol Perlakuan cekaman Al Parameter fisiologi

IR64 HB IR64 HB F1 F2

RRG (mm) - - 13,21 28,22 8,06 14,60

Jumlah anakan maksimum

(batang) 12,75 4,00 9,25 4,75 11,33 7,97

Umur berbunga (HST) 52,00 59,00 51,00 62,00 59,00 51,88

RRG. RRG adalah kemampuan akar untuk tumbuh kembali setelah diberi cekaman Al (Miftahudin et al. 2005). Sebaran data RRG dari 364 benih padi pada populasi F2 yang diamati menyebar secara normal (Gambar 4), dengan nilai rata-rata sebesar 14,60 dan stándar deviasi 5,88.

.

Gambar 4 Distribusi nilai RRG pada populasi F2 hasil persilangan padi varietas IR64 dan Hawarabunar.

IR64 HB RRG (mm) F re k u e n s i IR64 HB

Berdasarkan percobaan menggunakan kultur hara didapatkan rata-rata RRG pada tetua 1 (IR64) dan tetua 2 (Hawarabunar) berturut-turut sebesar 13,21 dan 28,22 mm (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan bahwa IR64 yang bersifat sensitif terhadap cekaman Al memiliki kemampuan yang rendah untuk memulihkan kembali (recovery) pertumbuhan akarnya setelah mengalami cekaman Al selama 72 jam. Sebaliknya pada Hawarabunar yang bersifat toleran Al memiliki kemampuan yang tetap tinggi dalam pertumbuhan akarnya setelah mengalami cekaman Al selama 72 jam.

Secara visual, pengaruh perlakuan cekaman Al selama 72 jam dan recovery selama 48 jam terhadap pertambahan panjang akar dapat dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5(a) terlihat bahwa akar tetua 1 (IR64) tampak pendek, kaku dan tebal dibandingkan dengan akar tetua 2 (Hawarabunar) yang tampak lurus dan panjang. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Marschner (1995) yang menyatakan bahwa akumulasi Al yang tinggi pada inti sel tudung akar yang menghambat pertumbuhan akar (pendek dan tebal) merupakan akibat dari kerusakan sel tudung akar yang berfungsi sebagai sensor terhadap cekaman

IR64 HB F1 F2 IR64 F1 F2 HB

(a) (b)

Gambar 5 (a) Panjang akar setelah perlakuan cekaman Al selama 72 jam; (b) panjang akar setelah recovery selama 48 jam.

lingkungan. Hal ini menyebabkan permukaan akar berwarna cokelat kekuningan, berbintik dan mudah patah. Sementara menurut Ryan et al. (1995a) bahwa pada tanaman yang peka, pertumbuhan akar dihambat oleh Al dalam waktu 24 jam walaupun Al hanya terdeteksi pada lapisan rizodermis dari korteks. Jones dan

Kochian (1995) menyatakan bahwa akar yang diperlakukan secara cepat dengan Al menghambat pemanjangan sel-sel akar dan mengakibatkan ujung-ujung akar membengkak, namun ketika tanaman diperlakukan dengan Al lebih lama (lebih dari 24 jam) terjadi penghambatan pemanjangan dan pembelahan sel-sel akar.

Tanaman yang toleran terhadap keracunan Al memiliki kemampuan untuk menekan pengaruh buruk keracunan Al sehingga akar dapat tumbuh terus dan ujung akar tidak rusak. Hal tersebut dapat dilihat pada akar tetua 2 (Hawarabunar) pada Gambar 5(a) dan 5(b) yang memiliki pertumbuhan akar yang normal pada cekaman Al selama 72 jam dan recovery selama 48 jam.

Kisaran nilai RRG tertinggi pada tetua 1 (IR64) dan RRG terendah pada tetua 2 (Hawarabunar) yang mengalami cekaman Al dijadikan batas pembeda antara padi sensitif dan toleran Al. Dari data hasil pengamatan terhadap RRG (Lampiran 4) nilai RRG tertinggi pada tetua 1 adalah 21,5 mm dan nilai RRG terendah pada tetua 2 adalah 22 mm dengan nilai tengah 21,75 mm sehingga diperoleh nilai 22 mm sebagai pembatas tanaman padi digolongkan sensitif atau toleran terhadap cekaman Al. Jika nilai RRG di bawah 22 mm maka digolongkan dalam kelompok tanaman padi yang sensitif terhadap cekaman Al, tetapi jika nilai RRG sama atau di atas 22 mm maka digolongkan dalam kelompok tanaman padi yang toleran terhadap cekaman Al. Untuk tanaman rye, nilai RRG untuk tanaman yang sensitif terhadap cekaman Al adalah kurang dari 25 mm sedangkan di atas atau sama dengan 25 mm adalah termasuk tanaman toleran Al (Miftahudin et al. 2005). Hal itu menunjukkan bahwa RRG dapat digunakan sebagai parameter fisiologis untuk sifat toleransi cekaman Al.

Pola segregasi RRG pada populasi F2 menunjukkan bahwa 137 tanaman memiliki nilai RRG mengikuti nilai RRG tetua 1 (IR64), sedangkan 228 tanaman mengikuti nilai RRG tetua 2 (Hawarbunar) (Tabel 2). Untuk mengetahui apakah rasio fenotipe mengikuti pola pewarisan gen tunggal (3:1) maka dilakukan Uji Khi-Kuadrat. Berdasarkan uji tersebut didapatkan bahwa nilai χ23:1hitung (29,97) lebih dari χ23:1tabel (3,811) pada df=1 dan =5%. Hal ini menunjukkan bahwa segregasi RRG pada populasi F2 tidak mengikuti pola pewarisan gen tunggal. Dengan demikian karakter RRG dikendalikan oleh lebih dari satu gen atau bersifat poligen. Hal ini sesuai dengan pendapat Jusuf (2001) bahwa suatu sifat yang

Tabel 2 Uji Khi-Kuadrat dari pola segregasi parameter fisiologi pada populasi F2. Jumlah tanaman dengan fenotipe Jumlah total Parameter fisiologi IR64 HB tanaman χ23:1 hitung χ23:1 tabel RRG 137 228 365 29.,7 3,811 Jumlah anakan maksimum 301 78 379 3,95 3,811 Umur berbunga 192 187 379 126,6 3,811

dalam segregasi F2 menunjukkan penyebaran fenotipe yang sesuai dengan model monohibrid, maka disimpulkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh satu gen. Sebaliknya jika dalam segregasi F2 tidak menunjukkan penyebaran fenotipe yang sesuai dengan model monohibrid maka disimpulkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh lebih dari satu gen.

Jumlah anakan maksimum. Pengamatan terhadap parameter jumlah anakan maksimum dilakukan pada saat penanaman dilakukan di rumah kaca. Populasi padi tetua 1, tetua 2, F1 dan F2 ditanam secara gogo dalam ember dan masing-masing ember ditanami satu individu dengan menggunakan tanah masam Podsolik Merah Kuning yang diambil dari Jasinga Bogor. Hasil analisis kandungan tanah yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor ditunjukkan pada Lampiran 3.

Sebaran data jumlah anakan maksimum dari 379 tanaman padi pada populasi F2 yang diamati menunjukkan sebaran normal dengan nilai rata-rata 7,97 dan stándar deviasi 3,37 (Gambar 6).

Hasil pengamatan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anakan maksimum pada tetua 1 dan tetua 2 berturut-turut adalah 9,25 dan 4,75 batang. Jika dibandingkan dengan kontrol, jumlah anakan maksimum tetua 1 (12,75) turun sebesar 27, 45% dan tetua 2 (4,0) naik sebesar 17,5% menunjukkan bahwa tetua 1 (sensitif Al) tetap memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibanding tetua 2 (toleran Al) yang ditanam di tanah masam. Hal ini dibuktikan juga oleh Rubiyo et al. (2005), dari 14 galur yang diuji dan 2 varietas sebagai pembanding pada tanah tidak masam, menunjukkan bahwa IR64 memiliki jumlah anakan maksimum terbanyak yaitu 25 batang per rumpun, berbeda nyata

Gambar 6 Distribusi nilai jumlah anakan maksimum pada populasi F2 hasil persilangan padi varietas IR64 dan Hawarabunar.

dibanding dengan galur-galur lainnya. Dari hasil penelitian ini, pada tetua 1, selalu memiliki jumlah anakan maksimum yang lebih banyak dibanding tetua 2, menunjukkan bahwa jumlah anakan maksimum merupakan karakter fisiologi yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor fisiologi (Suparto 1999). Hal ini menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan maksimum bukan merupakan parameter fisiologis untuk cekaman Al. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Suparto (1999) bahwa jumlah anakan tidak bisa membedakan galur peka dan galur tenggang pada cekaman Al.

Kisaran jumlah anakan maksimum terendah pada tetua 1 adalah 8 batang dan jumlah anakan maksimum tertinggi pada tetua 2 adalah 8 batang yang ditanam di tanah masam dengan batas nilai tengah adalah 8, menunjukkan bahwa nilai 8 merupakan batas antara jumlah anakan maksimum tetua 1 dan tetua 2. Tetapi karena karakter jumlah anakan maksimum yang merupakan karakter agronomi yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan fisiologi, maka nilai batasan tersebut tidak bisa dijadikan batas pembeda antara varietas sensitif dan toleran cekaman Al.

Pola segregasi jumlah anakan maksimum pada F2 menunjukkan bahwa 301 tanaman memiliki nilai jumlah anakan maksimum mengikuti tetua 1, sedangkan 78 tanaman mengikuti nilai jumlah anakan maksimum tetua 2 (Tabel 2). Untuk mengetahui apakah rasio fenotipe mengikuti pola pewarisan gen tunggal (3:1)

Jumlah Anakan (mm) F re k u e n s i HB IR64

maka dilakukan Uji Khi-Kuadrat. Berdasarkan uji tersebut didapatkan bahwa nilai χ23:1hitung (3,95) lebih besar dari χ23:1tabel (3,811) pada df=1 dan =5% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa segregasi segregasi jumlah anakan maksimum pada populasi F2 tidak mengikuti pola pewarisan gen tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan maksimum juga bersifat poligen.

Bila melihat jumlah tanaman yang mengikuti fenotipe tetua 1 dan tetua 2 berturut-turut adalah 301 dan 78 batang (Tabel 2) mendekati rasio perbandingan 12:4 untuk perbandingan fenotipe IR64:Hawarabunar pada persilangan dua sifat beda (dihibrid), perlu dilakukan Uji Khi-Kuadrat untuk menentukan jumlah gen yang mengendalikan karakter jumlah anakan maksimum (Tabel 3).

Tabel 3 Uji Khi-Kuadrat dari pola segregasi parameter fisiologi jumlah anakan maksimum pada populasi F2.

Jumlah tanaman dengan fenotipe Jumlah total Parameter fisiologi IR64 HB tanaman χ212:4 hitung χ212:4 tabel Jumlah anakan maksimum 301 78 379 3,95 3,811

Berdasarkan pada Tabel 3 di atas diperoleh nilai χ212:4 hitung (3,95) > χ212:4tabel

(3,811) pada df = 1 dan =5%, menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan maksimum tidak mengikuti pola perbandingan 12:4 untuk perbandingan jumlah tanaman dengan fenotipe IR64:Hawarabunar. Hasil ini menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan maksimum dikendalikan oleh lebih dari dua gen.

Umur berbunga. Sebaran data umur berbunga dari 379 tanaman padi pada populasi F2 yang diamati menunjukkan sebaran normal dengan nilai rata-rata sebesar 51,88 dan stándar deviasi 4,51 (Gambar 7). Hasil pengamatan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata umur berbunga untuk tetua 1 dan tetua 2 berturut-turut adalah 51 dan 62 HST. Jika dibandingkan dengan kontrol, umur berbunga tetua 1 (52 HST) dan tetua 2 (59 HST) menunjukkan bahwa tetua 1 memiliki umur yang lebih pendek dan umur tetua 2 yang lebih panjang saat ditanam ditanah masam. Sifat umur berbunga ini memang berbeda pada kedua tetua dan tidak dipengaruhi oleh cekaman Al. Dengan demikian umur berbunga bukan merupakan parameter toleransi terhadap cekaman Al.

Gambar 7 Distribusi nilai umur berbunga pada populasi F2 hasil persilangan padi varietas IR64 dan Hawarabunar.

Kisaran umur berbunga tertinggi pada tetua 1 adalah 53 HST dan umur berbunga terendah pada tetua 2 adalah 59 HST dengan batas nilai tengah adalah 56 HST yang ditanam di tanah masam, menunjukkan bahwa umur berbunga 56 HST merupakan batas antara umur berbunga tetua 1 dan tetua 2. Tetapi karena karakter umur berbunga yang merupakan karakter agronomi yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan fisiologi, maka nilai batasan tersebut tidak bisa dijadikan batas pembeda antara varietas sensitif dan toleran terhadap cekaman Al.

Pola segregasi umur berbunga pada F2 menunjukkan bahwa 192 tanaman mengikuti tetua 1 dan 187 tanaman mengikuti tetua 2 (Tabel 2). Untuk mengetahui apakah rasio fenotipe mengikuti pola pewarisan gen tunggal (3:1) maka dilakukan Uji Khi-Kuadrat. Berdasarkan uji tersebut didapatkan bahwa χ23:1hitung (126,6) lebih besar dari χ23:1tabel (3,811) pada df=1 dan =5% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa segregasi umur berbunga pada populasi F2 tidak mengikuti pola pewarisan gen tunggal atau karakter ini bersifat poligen.

Berdasarkan analisis parameter fisiologi di atas ternyata ketiga parameter tersebut dikendalikan oleh lebih dari satu gen (poligen). Dengan demikian analisis keterpautan dilakukan dengan pendekatan QTL (quantitative trait loci).

Analisis Marka Molekuler

IR64 HB U m ur B e rbung a (H ST ) F re k u e n s i IR64 HB

Marka molekuler yang digunakan untuk menganalisis karakter toleransi terhadap cekaman Al adalah marka SSR yang tersebar di kromosom 1 sebanyak 10 marka dan di kromosom 3 sebanyak 7 marka. Marka SSR bersifat kodominan sehingga dapat membedakan segregasi alel yang bersifat heterozigot. Dengan demikian dapat mendeteksi segregasi pada populasi F2 yang diharapkan tiap marka molekular bersegregasi monogenik dengan rasio antara homozigot tetua 1 : heterozogot : homozigot tetua 2 mengikuti pola 1 : 2 : 1.

Proses PCR dilakukan pada DNA 379 populasi F2. Setelah elektroforesis dilakukan, pita-pita DNA yang teramplifikasi diskor dan dianalisis, apakah mengikuti pola tetua 1, tetua 2 dan heterozigot. Pita-pita DNA yang diperoleh, kemudian dilakukan skoring untuk melihat pola segregasi pada F2. Dari hasil skoring menunjukkan bahwa 70,5% dari marka pada kromosom 1 dan kromosom 3 yang dianalisis mengikuti pola pewarisan gen tunggal (1:2:1).

Hasil uji Khi-Kuadrat terhadap pola segregasi pita DNA pada populasi F2

(Tabel 4) pada χ21:2:1tabel= 5,991 dengan df=2 dan taraf =5%, menunjukkan bahwa 12 marka menunjukkan pola segregasi 1:2:1 untuk rasio genotipe IR64:heterozigot:Hawarabunar. Sembilan dari marka tersebut terdapat pada kromosom 1 dan 3 marka terdapat pada kromosom 3. Lima marka yang lain menunjukkan pola menyimpang dari pola segregasi 1:2:1. Satu marka tersebut terdapat pada kromosom 1 dan 4 marka terdapat pada kromosom 3 (Tabel 4).

Pita-pita DNA populasi F2 yang segregasinya mengikuti pola 1:2:1 menunjukkan bahwa marka-marka tersebut dalam segregasinya mengikuti pola segregasi gen tunggal. Hal ini merupakan indikasi bahwa alel-alel pada lokus tersebut bersegrasi secara bebas. Sebaliknya jika tidak mengikuti pola 1:2:1, artinya alel-alel pada lokus-lokus tersebut tidak bersegrasi secara bebas sehingga segregasinya tidak mengikuti pola gen tunggal.

Mekanisme kontrol secara genetik untuk sifat-sifat yang terpaut toleransi Al pada beberapa tanaman pertanian telah diketahui. Demikian pula pada tanaman padi, sifat toleransi cekaman Al diduga dikontrol oleh beberapa gen (Wu et al. 2000, Nguyen et al. 2001, 2002, 2003). Pada barley (Hordeum vulgare L.)

Marka Jumlah tanaman dengan genotipe Jumlah χ2 1:2:1hitung χ21:2:1tabel Molekuler Kromo-som IR6 4 Heterozigot HB tanaman RM575 1 89 214 76 379 7,23 5,991 RM495 1 90 178 108 376 2,79* 5,991 RM9 1 83 207 86 376 3,89* 5,991 RM283 1 99 189 91 379 0,34* 5,991 RM493 1 98 178 102 378 1,37* 5,991 RM23 1 98 172 106 376 3,06* 5,991 RM315 1 90 181 103 374 1,29* 5,991 RM431 1 100 185 93 378 0,43* 5,991 RM104 1 84 202 92 378 2,13* 5,991 RM414 1 91 196 88 375 0,82* 5,991 OSR13 3 102 189 61 352 11,47 5,991 RM569 3 102 188 89 379 0,92* 5,991 RM231 3 124 204 51 379 30,34 5,991 RM130 3 100 168 105 373 3,80* 5,991 RM514 3 107 147 92 346 9,12 5,991 RM251 3 96 214 69 379 10,18 5,991 RM473 3 103 192 82 377 2,47* 5,991

Keterangan : *Mengikuti pola pewarisan gen tunggal.

menurut Minella dan Sorrells (1992) sifat toleransi cekaman Al dikontrol oleh gen tunggal, pada wheat (Triticum aestivum L.) sifat toleransi Al dikontrol oleh gen mayor dan gen minor serta pada rye (Secale cereale L.) yang merupakan tanaman sereal yang paling toleran terhadap cekaman Al dikontrol oleh gen yang terletak pada kromosom 3R, 4R, dan 6RS (Aniol & Gustafson 1984).

Analisis Keterpautan Marka Molekular dengan Karakter Fisiologi

Analisis keterpautan dilakukan dengan menggunakan pendekatan marka tunggal menggunakan software QTL Cartographer ver 2.0 (Wang et al. 2003). Hal ini dilakukan karena marka-marka yang berasal dari kromosom yang sama belum dapat dilakukan pengelompokan berdasarkan asal kromosom. Untuk keperluan analisis keterpautan, digunakan 38 marka SSR, yang terdiri dari sebanyak 17 marka dari penelitian ini dan 21 marka dari penelitian yang dilakukan oleh Hariyanto (2009). Dari sejumlah marka tersebut, dapat

dikelompokkan ke dalam asal kromosom yaitu sebanyak 10 marka dari kromosom 1, 14 marka dari kromsom 2 dan 14 marka dari kromosom 3.

Pengelompokan berdasarkan jarak fisik marka-marka SSR dengan menggunakan software QTL Cartographer Ver.2,0 (Wang 2003), didapatkan peta fisik dari 38 marka SSR yang tersebar di kromosom 1, 2, dan 3 dari padi (Gambar 8). Dari peta fisik tersebut, cakupan panjang kromosom 1 adalah 161,8 cM dengan kerapatan antar marka adalah 16,8 cM. Panjang cakupan pada kromosom 2 adalah 157,9 cM dengan kerapatan antar marka adalah 11,20 cM, sedangkan panjang cakupan kromosom 3 adalah 224,2 cM dengan kerapatan antar marka adalah 16,01 cM.

(a) (b) (c)

Gambar 8 Peta fisik dari 38 marka SSR yang tersebar pada 3 kromosom padi: (a) kromosom 1, (b) kromosom 2, (c) kromosom 3.

Menurut Prasetiyono et al.(2003), berdasarkan hasil penelitiannya bahwa cakupan panjang kromosom 1.430 cM dengan kerapatan marka 27,5 cM untuk 14 pautan, masih tergolong rendah. Sedangkan peta pautan yang dibuat Wu et al. (2000) mampu mencakup 2.420 cM dengan kerapatan marka 11.7 cM dan Nguyen et al. (2001) membuat peta pautan yang dapat mencakup kromosom sepanjang 1.715,8 cM dengan kerapatan marka 10,46 cM untuk 12 kromosom padi.

Jarak

marka (cM) Marka

Jarak

marka (cM) Marka Marka Jarak

Metode analisis marka tunggal tidak membutuhkan informasi susunan marka pada peta pautan ( Prasetiyono et al. 2003). Hasil analisis statistik untuk analisis marka tunggal berdasarkan persamaan regresi linier sederhana dengan uji F pada taraf = 5% yang dilakukan menggunakan software QTL Cartographer ver2.0 dapat dilihat pada Tabel 5.

Keterangan : * berbeda nyata pada = 5%.

Berdasarkan nilai p-value dapat ditentukan marka yang diduga terpaut dengan karakter fisiologi dan karakter agronomi. Jika p-value kurang dari = 5% maka marka tersebut terpaut dengan karakter fisiologi. Jika p-value lebih dari

= 5% maka marka tersebut tidak terpaut dengan karakter fisiologi. Marka-marka yang terpaut dengan sifat tersebut adalah RM138 yang terletak pada kromosom 2 dan RM231 yang terletak pada kromosom 3 untuk karakter RRG. Untuk karakter jumlah anakan maksimum terpaut dengan marka RM 174 yang terletak pada kromosom 2 dan RM250 yang terletak pada terletak pada kromosom 2 terpaut dengan karakter umur berbunga.

Tabel 5 Hasil analisis statistik marka tunggal pada karakter fisiologi

Karakter Marker Kromosom p-value

RRG RM138 RM231 2 3 0,039* 0,049*

Jumlah anakan maksimum RM174 2 0,045*

Dokumen terkait