• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif, Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil termasuk dalam wilayah Kecamatan Pelepat Ilir dan Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Kabupaten Bungo secara geografis terletak antara 101° 27' sampai 102° 30' Bujur timur dan antara 01° 08' sampai 01° 55' Lintang Selatan. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Dharmasraya, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tebo, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Kerinci. Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bungo 7.160 km2.

Jumlah penduduk Kabupaten Bungo hasil susenas 2008 sebanyak 271.625 jiwa. Potensi daerah pertanian yang luas membuat sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, perternakan dan perikanan. Hampir seluruh kecamatan merupakan daerah penghasil tanaman karet dengan luas 96.458 ha dan kelapa sawit dengan luas 47.042 ha pada tahun 2009, dan hasil perkebunan ini terpusat di daerah Kecamatan Jujuhan, Kecamatan Pelepat, Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang dan Kecamatan Tanah Sepenggal.

Kecamatan yang memiliki jumlah keluarga petani karet terbanyak adalah Kecamatan Jujuhan. Jumlah keluarga petani karet di Kecamatan Jujuhan adalah 4.759 KK dengan lahan seluas 11.918 Ha. Kecamatan Jujuhan menempati urutan pertama jika dilihat dari jumlah petani dan luas lahan perkebunan karet. Sementara, Kecamatan Pelepat Ilir merupakan urutan kedua jika dilihat dari luas lahan perkebunan sawit yaitu seluas 2.631 Ha dengan jumlah keluarga petani sebanyak 860 KK. Urutan pertama ditempati oleh Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang yang memiliki jumlah keluarga petani sawit sebanyak 1.057 KK dengan luas lahan 10.657 Ha.

Jumlah penduduk di kedua lokasi penelitian masing-masing adalah 2.856 jiwa dengan 558 rumah tangga di Desa Kuning Gading dan 2.643 jiwa dengan 656 rumah tangga. Proporsi penduduk laki-laki dan perempuan di kedua desa tersaji pada Tabel 2.

Jumlah penduduk Kecamatan Pelepat Ilir Desa Kuning Gading

Kecamatan Jujuhan Desa Rantau Ikil

Laki-laki 1367 1367

Perempuan 1489 1276

Total 2856 2643

Rasio jenis kelamin 96,32 107

Kepala keluarga 558 656

Jumlah penduduk di Desa Kuning Gading lebih banyak daripada Desa Rantau Ikil. Proporsi penduduk perempuan di Desa Kuning Gading lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki sebaliknya di Desa Rantau Ikil proporsi penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan. Sebagian besar kepala keluarga di Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil bekerja sebagai petani.

Sebagian besar penduduk yang ada di Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil beragama Islam. Sarana untuk ibadah yang dimiliki oleh kedua desa adalah masjid, mushola, dan Taman Pendidikan Alqur’an (TPA). Selain itu, masing-masing desa juga memiliki kelompok majlis ta’lim dan satu kelompok remaja masjid. Kelompok ini biasanya mengadakan kegiatan setiap satu kali dalam seminggu. Sarana lain yang dimiliki oleh desa adalah sarana pendidikan (TK, SD, SMP, dan SMA) dan sarana kesehatan (puskesmas, pos KB, posyandu).

Karakteristik Contoh Karakteristik Keluarga Contoh

Tipe Keluarga. Menurut tipenya, keluarga dibedakan antara keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family) (Berns 1997). Lebih dari empat per lima (87,5%) responden memiliki tipe keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah pada satu atap, dapat juga berupa keluarga yang menjanda dengan anak. Sebagian kecil responden (12,5%) memiliki tipe keluarga luas yaitu terdiri dari keluarga inti ditambah nenek, kakek, paman, bibi, dan saudara-saudara lainnya.

Jumlah keluarga inti pada keluarga petani sawit lebih banyak dibandingkan keluarga petani karet hal ini disebabkan karena faktor ekonomi keluarga yang sudah mapan sehingga lebih memilih hidup mandiri dengan keluarga intinya. Ada juga keluarga petani karet yang memilih hidup dengan orang tuanya dikarenakan

ingin merawat dan berbakti pada orang tua bukan alasan ekonomi karena mereka juga membangun sebuah rumah huni.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan tipe keluarga

Tipe keluarga Petani karet Petani Sawit Total

n % n % n %

Keluarga inti 33 41,25 37 46,25 70 87,50

Keluarga luas 7 8,75 3 3,75 10 12,50

Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 Secara umum tidak ada perbedaan tipe keluarga antara petani karet dan petani sawit. Tipe keluarga dapat menetukan gaya pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga. Pada Keluarga inti, keluarga lebih bebas dalam menentukan tindakan pengasuhan seperti apa yang diterapkan terhadap anak atau tindakan lainnya seperti pendidikan dibandingkan dengan keluarga luas. Hal ini karena pada keluarga luas ada campur tangan atau intervensi dari orang tua (nenek/kakek) yang masih sangat besar.

Suku Keluarga. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengasuhan yaitu etnik atau suku (Huxley 2003 diacu dalam Kartino 2005). Suku adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Ada berbagai macam suku yang tinggal Kabupaten Bungo seperti Suku Melayu, Suku Minang, Suku Jawa, Suku Batak dan lain sebagainya. Hampir separuh (46,25%) contoh merupakan Suku Jawa, Suku Melayu Jambi (42,50%), dan Suku Batak (11,25%).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan suku

Suku keluarga Petani Karet Petani Sawit Total

n % n % n % Melayu Jambi 28 35,00 6 7,50 34 42,50 Jawa 10 12,50 27 33,75 37 46,25 Batak 2 2,50 7 8,75 9 11,25 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 p-value = 0,000

Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (p<0,005) antara petani karet dan petani sawit. Mayoritas Petani karet di Kabupaten Bungo bersuku Melayu Jambi sedangkan mayoritas petani sawit

adalah Suku Jawa dan Suku Batak. Suku menentukan pola pikir keluarga dalam menerapkan gaya pengasuhan. Perbedaan suku menerapkan pengasuhan yang berbeda pula.

Kesejahteraan Keluarga. Berdasarkan tahapan keluarga sejahtera menurut badan pemberdayaan perempuan dan KB Kabupaten Bungo, hampir separuh keluarga di lokasi penelitian memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong Pra KS dan KS1 (Tabel 6). Kategori pra KS dan KS1 merupakan kategori miskin yaitu keluarga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan psikologisnya. Keluarga miskin pada Kecamatan Jujuhan lebih banyak (45%) dibandingkan Kecamatan Pelepat Ilir (30%).

Tabel 5 Sebaran tahapan keluarga sejahtera menurut lokasi penelitian Tahapan KS Kecamatan Pelepat Ilir Kecamatan Jujuhan

Pra KS 434 982 KS1 2.916 825 KS2 4.899 749 KS3 2.727 1.208 K3+ 100 170 Total 11.076 3.934

Berdasarkan hasil penelitian yang digambarkan pada keluarga contoh, lebih dari separuh contoh (66,25%) tergolong kategori miskin. Keluarga miskin pada petani karet (37,50%) yang mayoritas berasal dari Kecamatan Jujuhan lebih banyak dibandingkan keluarga petani sawit (28,75%) yang mayoritas berasal dari Kecamatan Pelepat Ilir. Hasil uji beda menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,005) antara kesejahteraan keluarga menurut indikator keluarga sejahtera pada petani karet dan petani sawit.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan dengan indikator keluarga sejahtera BKKBN 2005

Kategori Petani Karet Petani Sawit Total

n % n % n % Pra KS 8 10,00 10 12,50 18 22,50 KS 1 22 27,50 13 16,25 35 43,75 KS 2 9 11,25 12 15,00 21 26,25 KS 3 1 1,25 5 6,25 6 7,50 KS 3+ 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 p-value = 0,376

Keluarga contoh yang tergolong pada pra KS rata-rata disebabkan oleh masih banyak rumah contoh yang belum permanen. Rumah petani dominan terbuat dari kayu, selain itu banyak keluarga yang tidak menggunakan alat kontrasepsi atau tidak mengikuti program KB karena kaum ibu beranggapan dengan penggunaan KB akan berefek pada tubuhnya yang tidak proporsional (gemuk). Walaupun demikian keluarga dapat mengatur jumlah dan jarak kelahiran antar anak secara alami.

Pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga menggunakan indikator kesejahteraan dari BKKBN ini diduga kurang objektif karena proses penilaiannya akan dihentikan ketika sebuah keluarga tidak dapat memenuhi satu indikator dasar, sebagai contoh penghitungan kategori KS1 tidak akan dilanjutkan pada kategori KS2 apabila ada satu indikator pada KS1 tidak terpenuhi walaupun pada indikator selanjutnya keluarga tersebut dapat memenuhinya.

Umur Ayah dan Ibu. Pengelompokan umur orang tua didasarkan pada Papalia et al. (2009) yang terbagi pada tiga bagian yaitu dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa lanjut (>65 tahun). Umur ayah berkisar antara 29 sampai 67 tahun sedangkan ibu berkisar antara 27 sampai 63 tahun. Secara umum umur ayah petani sawit dan petani karet tidak jauh berbeda jumlahnya antara kategori dewasa muda dan dewasa madya. Usia dewasa madya pada kepala keluarga petani sawit lebih banyak dibandingkan petani karet, hal tersebut diduga menyebabkan semakin bertambahnya umur, kesempatan keluarga untuk berjuang memperbaiki keadaan ekonominya semakin besar.

Umur ibu contoh berkisar antara 27 sampai 63 tahun. Dua pertiga ibu contoh (66,3%) berusia 18 sampai 40 tahun. Umur dewasa muda pada ibu petani sawit lebih besar dibandingkan ibu pada keluarga petani karet. Umur orang tua baik pada petani karet maupun petani sawit umumnya masih berada pada usia produktif. Dengan demikian diharapkan orang tua bisa melakukan pengasuhan yang baik agar tercapainya sumberdaya manusia yang berkualitas. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara umur orang tua pada petani karet dan petani sawit (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan umur ayah dan ibu

Kategori umur Petani Karet Petani Sawit Total Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu

% % % % % %

Dewasa muda (18-40 tahun) 27,5 31,3 21,2 35,0 48,8 66,3 Dewasa madya (41-60 tahun) 17,5 17,5 28,8 15,0 46,2 32,5 Dewasa lanjut (>60 tahun) 2,5 1,2 0,0 0,0 2,5 1,2 Meninggal 2,5 0,0 0,0 0,0 2,5 0,0 Total 50,0 50,0 50,0 50,0 100,0 100,0 Keterangan:

Statistik deskriptif umur ayah dan ibu contoh

Skor minimum-maksimum ayah : 29-67 Rata-rata ± standar deviasi : 43,40 ± 11,95 Skor minimum-maksimum ibu : 27-63 Rata-rata ± standar deviasi : 37,56 ± 7,61 p-value umur ayah :

0,167

p-value umur ibu : 0,484

Pendidikan Ayah dan Ibu. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses yang menunjang perkembangan anak. Segala informasi dan pengetahuan mengenai tata cara pengasuhan yang baik akan diterima dengan mudah oleh orang tua yang berpendidikan tinggi. Rata-rata pendidikan keluarga contoh dinilai masih rendah bahkan ada orang tua contoh yang tidak pernah sekolah. Hal tersebut dikarenakan alasan ekonomi dan sulitnya akses mencapai sekolah.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan lama sekolah ayah dan ibu Kategori Petani karet Petani sawit Ayah Petani karet Petani sawit Ibu Ayah Total Ibu

% % % % % %

≤9 tahun 28,8 22,5 46,2 33,8 51,2 80,0 >9 tahun 21,2 27,5 3,8 16,2 48,8 20,0 Total 50,0 50,0 50,0 50,0 100,0 100,0 Keterangan:

Statistik deskriptif pendidikan ayah dan ibu contoh

Skor minimum-maksimum ayah : 0-16 Skor minimum-maksimum ibu : 0-16 Rata-rata ± standar deviasi : 7,35± 3,74 Rata-rata ± standar deviasi : 6,98 ± 3,83 p-value pendidikan ayah : 0,023 p-value pendidikan ibu : 0,000

Secara umum tingkat pendidikan orang tua contoh tergolong rendah. Lebih dari separuh contoh ayah (51,2%) memiliki lama sekolah kurang atau sama dengan sembilan tahun dengan rata-rata 7,35 tahun. Sementara itu, lebih dari tiga per empat contoh ibu (80,0%) juga memiliki lama sekolah kurang atau sama dengan sembilan tahun dengan rata-rata 6,98 tahun.

Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan ayah dan ibu dari petani karet dan petani sawit. Skor rata-rata lama sekolah ayah ibu dari petani karet lebih rendah dibandingkan pendidikan ayah dan ibu petani sawit. Hal ini diduga karena alasan ekonomi dan akses pendidikan yang masih minim. Selain itu terdapat juga persepsi orang tua yang berbeda mengenai pendidikan. Orang tua petani karet menganggap bahwa anak perempuan tidak perlu mendapatkan sekolah yang tinggi karena pada akhirnya kaum perempuan akan menjadi ibu rumah tangga saja yang tidak memerlukan pendidikan yang tinggi.

Orang tua petani sawit yang mayoritas penduduk pendatang memiliki persepsi yang lebih baik mengenai pendidikan. Orang tua tidak membeda-bedakan antara anak laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal termasuk pendidikan. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan suku dan pola pemikiran yang tidak melihat anak dari jenis kelamin.

Pekerjaan Ayah dan Ibu. Penelitian ini meneliti keluarga yang kepala keluarganya bekerja sebagai petani karet dan petani sawit di Kabupaten Bungo. Sebagian kepala keluarga contoh bekerja sebagai petani sawit dan sebagian lainnya bekerja sebagai petani karet. Terdapat dua keluarga yang suaminya meninggal dunia sehingga posisi kepala keluarga diambil alih oleh istri dan menggantikan suaminya bekerja sebagai petani karet.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami

Jenis pekerjaan n %

Tidak bekerja (meninggal) 2 2,50

Petani karet 38 47,50

Petani sawit 40 50,00

Total 80 100,00

Sebagian besar kepala keluarga mengaku tidak memiliki pekerjaan tambahan. Hal ini disebabkan karena waktu yang ada sepenuhnya digunakan untuk bekerja di kebun. Untuk membantu ekonomi keluarga ada beberapa orang istri juga ikut bekerja. Pekerjaan tersebut meliputi petani, pedagang kelontong, dan guru. Lebih dari tiga per empat contoh istri (88,75%) tidak bekerja (ibu rumah tangga) untuk menambah pendapatan keluarga. Secara umum tidak terdapat

perbedaan yang nyata antara status pekerjaan ibu pada keluarga petani karet dan petani sawit.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan istri Status pekerjaan Istri Petani Karet Istri Petani Sawit Total

n % n % n %

Tidak bekerja 36 45,00 35 43,75 71 88,75

Bekerja 4 5,00 5 6,25 9 11,25

Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00

p-value = 0,728

Pendapatan Keluarga. Besar pendapatan sangat dipengaruhi oleh pekerjaan. Besar pendapatan petani karet dan sawit bergantung dari harga yang berlaku di pasar lelang. Saat harga normal penghasilan keluarga petani sawit lebih tinggi dibandingkan keluarga petani karet. Kondisi ini akan berkebalikan apabila harga karet mahal, pengasilan petani karet mencapai lima sampai enam juta per bulannya.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan per bulan Pendapatan keluarga (Rp/bulan) Petani Karet Petani Sawit Total

% % % 1.000.001,00–2.000.000,00 25,00 11,25 33,75 2.000.001,00–3.000.000,00 17,50 21,25 40,00 3.000.001,00–4.000.000,00 5,00 8,00 15,00 4.000.001,00–5.000.000,00 2,50 3,75 7,50 >5.000.000,00 0,00 3,75 3,75 Total 50,00 50,00 100,00 Keterangan:

Statistik deskriptif pendapatan keluarga contoh

Skor minimum : Rp1.000.000,00 Skor maksimum : Rp10.000.000,00

Rata-rata ± standar deviasi : Rp2.877.500,00 ± Rp1.458.972,00

p-value : 0,003

Berdasarkan hasil penelitian terhadap keluarga contoh. Hampir separuh (40%) contoh keluarga memiliki penghasilan 2,1 juta sampai tiga juta rupiah dengan rincian separuh contoh dari keluarga petani karet memiliki penghasilan sebesar satu sampai dua juta rupiah sementara pada keluarga petani sawit penghasilan yang diperoleh tersebar dengan merata namun proporsi terbesar berada pada penghasilan 2,1 juta hingga tiga juta rupiah setiap bulannya (Tabel 12). Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp2.877.500,00. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0,005) antara

pendapatan keluarga petani sawit dan petani karet. Pendapatan dari keluarga petani sawit lebih tinggi dibandingkan pendapatan dari keluarga petani karet.

Karakteristik Anak

Jenis Kelamin. Jenis kelamin anak merupakan salah satu faktor pengambil keputusan orang tua. Orang tua mendorong pengalaman anak ditentukan oleh jenis kelamin. Anak belajar mengenai apa yang pantas bagi jenis kelamin tertentu baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Lebih dari separuh (52,50%) contoh berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 47,50 persen contoh berjenis kelamin perempuan. Jumlah anak laki-laki dan perempuan pada keluarga petani karet adalah sama sedangkan jumlah anak perempuan keluarga petani sawit lebih banyak dibandingkan anak laki-laki.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Petani karet Petani sawit Total

n % n % n %

Laki-laki 20 25,00 18 22,50 38 47,50

Perempuan 20 25,00 22 27,50 40 52,50

Total 40 50,00 40 50,00 50 100,00

Kelas. Tingkatan kelas di sekolah juga menentukan perkembangan anak baik perkembangan kognitif, emosional, dan sosial. Lebih dari separuh (60%) contoh anak dari keluarga karet dan petani sawit saat ini sedang menjalani kelas lima. Semakin tinggi tingkatan kelas diharapkan kematangan berpikir, perkembangan sosial dan emosional serta pengembangan kemampuan kognitif anak semakin tinggi pula.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkatan kelas di sekolah

Tingkat kelas Petani karet Petani sawit Total

n % n % n %

4 SD 19 23,75 13 16,25 32 40,00

5 SD 21 26,25 27 33,75 48 60,00

Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00

Umur Anak. Usia merupakan salah satu faktor penting dalam pengukuran status gizi dan perkembangan anak yang lainnya seperti kematangan emosi dan kecerdasan kognitif. Rentang usia anak pada penelitian ini berkisar antara 10

sampai 13 tahun dengan rata-rata umur 11 tahun. Lebih dari separuh (61,25%) contoh anak berumur 11 tahun. Presentasi terbesar usia anak pada keluarga petani karet dan petani sawit adalah 11 tahun.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan umur anak

Umur (Tahun) Petani karet Petani sawit Total

n % n % n % 10 9 11,25 10 12,50 19 23,75 11 26 32,50 23 28,75 49 61,25 12 4 5,00 7 8,75 11 13,75 13 1 1,25 0 0,00 1 1,25 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 Keterangan:

Statistik deskriptif umur anak contoh Skor minimum : 10 Skor maksimum : 13 Rata-rata ± standar deviasi : 10,93 ± 0,65

Urutan Kelahiran. Urutan kelahiran pada penelitian ini dibagi atas anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu (Hurlock 1991) serta ditambah dengan posisi anak tunggal karena ada anak dari keluarga contoh yang merupakan anak tunggal. Urutan kelahiran sangat menentukan perkembangan kepribadian anak. Urutan kelahiran contoh tersebar secara merata. Lebih dari sepertiga anak (40%) dari keluarga petani sawit merupakan anak bungsu sedangkan lebih dari sepertiga anak (37,5%) dari keluarga petani karet merupakan anak sulung. Secara umum urutan kelahiran anak contoh terbesar pada posisi anak bungsu.

Tabel 15 Sebaran anak contoh berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga Urutan Kelahiran Petani karet Petani sawit Total

n % n % n % Anak tunggal 3 3,75 1 1,25 4 5,00 Anak sulung 15 18,75 11 13,75 26 32,50 Anak tengah 9 11,25 12 15,00 21 26,25 Anak bungsu 13 16,25 16 20,00 29 36,25 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00

Nilai Anak Nilai Psikologi

Nilai anak merupakan fungsi anak dalam melayani atau mememenuhi kebutuhan orang tua. Secara keseluruhan pada nilai psikologi yang bersifat umum, orang tua menaruh harapan yang tinggi terhadap anaknya. Orang tua berharap keberadaan anak dapat memperkuat hubungan kasih sayang antara suami dan istri, memberikan kebahagian pada orang tua, sebagai teman bermain, dan memberikan rasa aman bagi orang tua. Baik pada keluarga petani karet maupun petani sawit setuju pada pernyataaan bahwa keberadaan anak tidak menyita waktu, uang, serta anak juga tidak menimbulkan stres orang tua. Secara umum presepsi orang tua mengenai nilai psikologi anak adalah anak dapat memberikan kepuasan bagi orang tua.

Tabel 16 Sebaran rataan contoh menurut nilai psikologi anak (umum) Pernyataan Nilai Anak

Petani Karet

Petani Sawit Total Rata- rata % Rata- rata % Rata- rata % Memperkuat kasih sayang suami istri 4,25 85,00 4,05 81,00 4,15 83,00 Memberikan kebahagian pada orang tua 4,23 84,50 4,15 83,00 4,19 83,75 Teman bermain bagi orang tua 3,75 75,00 3,88 77,50 3,81 76,25 Memberikan kepuasan pada orang tua 3,90 78,00 4,05 81,00 3,98 79,50 Memberikan rasa aman di hari tua 3,98 79,50 3,70 74,00 3,84 76,50 Anak-anak tidak menyita waktu & uang 3,85 77,00 3,95 79,00 3,90 78,00 Anak tidak menimbulkan stress 3,58 71,50 3,55 71,00 3,56 71,25 Total skor nilai psikologi (umum) 27,53 78,65 27,33 78,07 27,43 78,32

p-value : 0,148 Keterangan: Skor maksimal = 5

Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata nilai psikologi anak secara umum antara keluarga petani karet dan keluarga petani sawit. Empat dari lima (83,75%) keluarga contoh setuju bahwa anak dapat memberikan kebahagian bagi orang tua, memperkuat kasih sayang suami dan istri (83%), memberikan kepuasan pada orang tua (79,5%), memberikan rasa aman di hari tua (76,5%), dan teman bagi orang tua (76,25%).

Orang tua pada budaya tertentu memiliki persepsi yang berbeda mengenai nilai anak pada anak perempuan dan laki-laki. Orang tua keluarga petani karet dengan Suku Melayu Jambi, cenderung lebih suka pada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan. Hal ini berarti orang tua menganggap kelak akan memperoleh keuntungan secara psikologis lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki diharapkan untuk lebih dekat dengan orang tua dan memperhatikan orang tua dimasa akan datang dibandingkan dengan anak perempuan. Orang tua akan merasa lebih senang dan nyaman jika anak laki-lakinya kelak yang akan merawat dan menjaganya dibandingkan dengan anak perempuannya yang kelak ikut dengan suaminya.

Berbeda dengan petani karet, orang tua pada keluarga petani sawit cenderung tidak membeda-bedakan anak laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti orang tua menganggap anak laki-laki dan perempuan sama-sama membawa keuntungan secara psikologis. Namun anak perempuan pada petani sawit diharapkan lebih memperhatikan orang tua dimasa yang akan datang. Orang tua lebih senang dan nyaman apabila dihari tuanya mereka dirawat oleh anak perempuannya karena memiliki hubungan yang sangat dekat secara emosi diantara keduanya dibandingkan bila dirawat oleh orang lain seperti istri dari anak laki-lakinya. Nilai psikologi yang berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin tersaji pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran rataan contoh menurut nilai psikologi anak berdasarkan gender Pernyataan Nilai Anak

Petani Karet Petani Sawit Total Rata- rata % Rata- rata % Rata- rata % Anak perempuan lebih dekat dengan

orang tua

3,58 71,50 3,73 74,50 3,65 73,00 Anak perempuan lebih memperhatikan

orang tua di masa depan

3,25 65,00 3,75 75,00 3,50 71,50 Total skor nilai psikologi anak

(pernyataan nilai anak perempuan)

6,83 68,25 7,48 74,75 7,15 72,26 p-value = 0,602

Anak laki-laki akan lebih memperhatikan orang tua di masa akan datang karena alasan ekonomi

3,78 75,50 3,60 72,00 3,69 73,00

Total skor nilai psikologi anak (pernyataan nilai anak laki-laki)

3,78 75,50 3,60 72,00 3,69 73,00 p-value = 0,001

Keterangan: skor maksimal = 5

Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai psikologi anak perempuan pada keluarga petani karet dan petani sawit (p>0,005). Perbedaan sangat nyata terlihat jelas pada nilai psikologi anak laki-laki (p<0,005).

Orang tua petani karet lebih mengharapkan anak laki-laki memperhatikan orang tua di masa yang akan datang karena alasan ekonomi dibandingkan orang tua petani sawit.

Nilai Sosial

Nilai sosial anak adalah persepsi orang tua bahwa anak dapat meningkatkan status sosial keluarga. Tingkat pendidikan anak dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam keluarga merupakan salah satu item pernyataan dari nilai sosial anak. Nilai sosial anak secara umum tersaji pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran rataan contoh menurut nilai sosial anak (umum) Pernyataan Nilai Anak

Petani Karet Petani Sawit Total Rata- rata % Rata- rata % Rata- rata % Anak yang terdidik dengan baik akan

menimbulkan penghargaan dari masyarakat

3,98 79,50 4,15 83,00 4,06 81,25

Anak diharapkan dapat meningkatkan status sosial keluarga

4,06 81,50 4,08 81,50 4,08 81,50 Anak diharapkan dapat meneruskan nilai-

nilai yang dijunjung tinggi dalam keluarga

4,00 80,00 3,98 79,50 3,99 79,75

Total skor nilai sosial anak (umum) 12,05 80,33 12,20 81,33 12,13 80,86 p-value : 0,007

Keterangan: skor maksimal = 5

Keluarga petani sawit meyakini (83%) bahwa anak yang terdidik dengan baik akan menimbulkan penghargaan dari masyarakat. Baik anak laki-laki maupun perempuan diharapkan dapat meningkatkan status sosial keluarga serta dapat meneruskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam keluarga. Begitu pula dengan orang tua pada petani karet yang juga memiliki pandangan yang baik mengenai pendidikan. Pendidikan anak yang tinggi dapat meningkatkan status sosial keluarga dimata masyarakat, namun pada kenyataannya rata-rata tingkat

Dokumen terkait