• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin responden, usia responden, tingkat pendidikan yang telah ditempuh responden, lama usaha yang telah dijalankan responden, dan tenaga kerja yang terlibat dalam usaha responden.

Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pedagang pengecer dan pedagang pemotong berjenis kelamin laki-laki yaitu masing-masing sebanyak 55,56% dan 100% (Tabel 6). Responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan karena berkaitan dengan aktivitas fisik seperti pemesanan, pengangkutan dan pemotongan yang dilakukan pedagang memerlukan waktu dan tenaga yang lebih besar. Pemilik tempat pengumpulan ayam (pedagang pengumpul) berjenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-masing 50%. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki maupun perempuan dapat membuka atau mengelola usaha ini.

Usia Responden

Sebaran usia pedagang pengecer berada pada kisaran usia antara 42-53 tahun yaitu sebesar 44,44%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk berdagang ayam tidak dibatasi oleh usia. Tabel 6 menerangkan bahwa pedagang pemotong berusia 20-53 tahun, sedangkan pada pedagang pengumpul kisaran usia berkisar antara 20-30 tahun dan 42-53 tahun masing-masing sebesar 50,00%.

Tingkat Pendidikan

Tabel 6 menunjukkan masih ada pedagang pengecer dan pedagang pemotong yang tidak tamat sekolah dasar yaitu masing-masing sebesar 22,22% dan 33,33%. Rendahnya tingkat pendidikan responden dikarenakan usaha berdagang merupakan bentuk usaha informal yang dijalankan sebagian kecil masyarakat. Sebesar 100% pedagang pengumpul telah menamatkan pendidikannya sampai tingkat SLTA. Hal ini dapat dikarenakan pada usaha pengumpulan ayam diperlukan kemampuan yang lebih untuk mengatur kegiatan yang ada dalam tempat pengumpulan tersebut seperti mencatat ayam yang masuk dan keluar (tenaga administrasi).

Tabel 6. Karakteristik Responden Penelitian

Pedagang Pengecer Pedagang Pemotong

Pedagang Pengumpul Karakteristik

Orang % Orang % Orang %

Jenis Kelamin 1. Laki-laki 5 55,56 3 100 1 50 2. Perempuan 4 44,44 - - 1 50 Jumlah 9 100 3 100 2 100 Usia (Tahun) 20-30 2 22,22 1 33,33 1 50,00 31-41 3 33,33 1 33,33 - - 42-53 4 44,44 1 33,34 1 50,00 Jumlah 9 100,00 3 100,00 2 100,00 Tingkat Pendidikan 1. Tidak Tamat SD 2 22,22 1 33,33 - - 2. SD 3 33,33 - - - - 3. SLTP 2 22,22 - - - - 4. SLTA 2 22,22 2 66,67 2 100 Jumlah 9 100 3 100 2 100

Lama Usaha (Tahun)

1-10 3 22,22 2 66,67 2 100,00

11-20 2 11,11 - - - -

21-31 4 44,44 1 33,33 - -

Jumlah 9 100,00 3 100,00 2 100,00 Tenaga Kerja (Orang) 1. 1-5 8 88,89 - - - -

2. 6-10 1 11,11 - - - -

3. 11-15 - - 3 100 2 100

Jumlah 9 100 3 100 2 100

Lama Usaha

Rata-rata pedagang pengecer memiliki pengalaman berdagang antara 21-31 tahun (44,44%). Hal ini menunjukkan mata pencaharian utama mereka adalah berdagang ayam broiler. Pengalaman usaha pedagang pengumpul dan pemotong sebagian besar memiliki pengalaman berdagang selama 1-10 tahun. Hal ini

dikarenakan pedagang pengumpul dan pedagang pemotong merupakan orang baru dalam usaha ayam broiler.

Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh masing-masing lembaga pemasaran di ambil dari keluarga, orang luar keluarga, dan kerabat. Pekerjaan yang dapat dilakukan pada pedagang pengecer tidak banyak sehingga rata-rata tenaga kerja yang terlibat hanya sebanyak 1-5 orang (42,86%). Pedagang pemotong dan pedagang pengumpul memerlukan tenaga kerja lebih banyak yaitu 11-15 orang karena memiliki bermacam jenis pekerjaan (mengambil dan mengantar ayam, mencatat ayam yang masuk dan keluar, memotong dan menjual ayam ke pasar tradisional).

Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam penjualan ayam broiler di Kota Jakarta Selatan yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, dan pedagang pengecer. Lembaga ini berfungsi dalam penyaluran ayam broiler ke konsumen. Lembaga pemasaran ini bebas menjual dan membeli produknya kepada siapapun, tetapi karena sudah terjalin hubungan yang sangat baik maka dengan sendirinya mereka akan saling membutuhkan satu sama lain.

Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer pada penelitian ini terdapat dua macam yaitu pedagang pengecer ayam potong dan pedagang pengecer pemotong. Pedagang pengecer ayam potong memperoleh ayam potong dari pedagang pemotong yang lokasinya tidak jauh dari pasar, sedangkan pedagang pengecer pemotong memperoleh ayam broiler hidup dari pengumpul yang berada di sekitar wilayah Cempaka Putih (Jakarta Pusat) dan Jatinegara (Jakarta Timur). Pedagang pengecer ayam potong rata-rata mampu menjual ayam potong sebanyak 63 ekor setiap hari dengan harga rata-rata Rp 19.987,50 per ekor (dengan bobot 1,2-1,3 Kg/ekor), sedangkan pedagang pengecer pemotong setiap hari rata-rata dapat menjual 200 ekor ayam potongayam dengan harga rata-rata Rp 19.753,60 per ekor (bobot hidup rata-rata 1,5 Kg/ekor) .

Konsumen pedagang pengecer meliputi konsumen rumah tangga dan konsumen lembaga. Pedagang pengecer menggunakan tenaga kerja tambahan 1-5 orang dengan lama bekerja 6-10 jam per hari (0,85-7,00 HKP/Hari). Tenaga kerja tersebut dimanfaatkan untuk membantu mengambil ayam dari pengumpul atau

pemotong, melayani konsumen di pasar tradisional, dan mengantar ayam ke konsumen rumah makan. Sarana yang digunakan untuk berjualan ayam adalah lapak kaki lima, los dan ember besar.

Pedagang Pemotong

Pedagang pemotong memperoleh ayam broiler dari pedagang pengumpul yang selanjutnya akan diproses lebih lanjut yaitu penyembelihan ayam. Proses pemotongan ayam harus disesuaikan dengan syariat yang berlaku di Indonesia. Menurut Fadilah et al (2007), ada beberapa syarat dalam proses pemotongan ayam yaitu sebagai berikut : 1) pemotong harus beragama Islam dan taat beribadah, hal ini terkait dengan kehalalan suatu produk karena sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam; 2) memotong ayam harus menghadap kiblat; 3) memotong harus dengan pisau yang tajam dan 4) proses pemotongan harus berjalan cepat. Ayam yang telah disembelih ditempatkan disebuah drum dan dibiarkan beberapa saat agar darahnya keluar.

Proses selanjutnya adalah pencelupan ke air panas. Ayam yang darahnya telah habis, dicelupkan kedalam drum berisi air panas dengan suhu 60-65º C selama 2-3 menit di atas kompor yang sedang menyala. Temperatur air harus tetap dikontrol, jangan sampai terlalu tinggi (lebih dari 65º C) atau rendah ( kurang dari 60º C). Jika terlalu panas, kulit daging ayam terbawa ketika bulunya dicabut sehingga kualitas ayam potongmenjadi tidak baik. Jika temperatur air dingin, bulu ayam akan sulit dicabut. Ayam yang telah dicelupkan kemudian dicabuti bulunya. Pencabutan bulu dilakukan secara otomatis menggunakan alat pencabut bulu yang disebut rubber fingered pickers. Alat ini terdiri atas jari-jari yang terbuat dari karet yang bersifat fleksibel sehingga tidak merusak ayam potong. Ayam masih harus dibersihkan dari sisa bulu yang tidak tercabut dalam mesin pencabut bulu secara manual yaitu menggunakan tangan.

Ayam yang telah dibersihkan dari bulu, lalu diambil isi perut (jeroan terdiri atas hati, rempela, jantung, dan usus) dengan cara memotong bagian kloaka antara dada dan paha. Ayam potong dan isi perut yang didapat dikumpulkan secara terpisah. Isi perut dibersihkan dari kotoran yang melekat sebelumnya akhirnya dijual bersama ayam potong. Ayam potong dan isi perut harus dicuci bersih sehingga tidak ada darah pada ayam potong dan isi perut.

Rata-rata pedagang pemotong dapat menjual 2.500 ekor (bobot hidup rata-rata 1,5 Kg/ekor) ayam potong per hari dengan harga jual rata-rata-rata-rata Rp 16.616,67 per ekor. Pemotong menjual secara terpisah antara ayam potong dengan jeroan, tetapi ada pula pemotong yang menjual ayam potong dan jeroan dalam satu harga. Konsumen pedagang pemotong adalah pedagang pengecer di pasar tradisional yang lokasinya tidak jauh dari tempat pemotongan.

Pemotong menggunakan tenaga kerja tambahan sebanyak 11-15 orang dengan lama bekerja 2-8 jam per hari (3-15 HKP/Hari). Tenaga kerja tersebut dimanfaatkan untuk memotong, mengambil ayam dari pengumpul dan mengantar ayam ke pasar tradisional.

Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul memperoleh ayam broiler dari peternakan yang berada di Bogor, Tangerang, Sukabumi, dan Cianjur. Pedagang pengumpul tidak membeli ayam dari satu peternakan melainkan dari beberapa peternakan. Pengumpul mengirim supir untuk membeli ayam broiler ke peternakan yang sedang panen. Supir dibekali sejumlah uang oleh pengumpul untuk membeli ayam. Pembelian dilakukan secara tunai, karena tidak ada perjanjian antara pengumpul dengan peternak. Pihak peternakan mengeluarkan surat bukti pembayaran dan surat bukti bahwa ayam yang dijual dalam keadaan sehat. Rata-rata perhari pedagang pengumpul dapat membeli dan menjual ayam 1.250 ekor (bobot hidup rata-rata 1,5 Kg/ekor) dengan harga beli rata-rata Rp 14.250,00 per ekor dan harga jual rata-rata Rp 16.000,00 per ekor. Pengumpul memasok ayam broiler ke pasar tradisional, restoran dan tempat pemotongan ayam. Pelanggan pemotong, pengecer dan restoran membeli ayam dalam keadaan hidup. Pedagang pengumpul menggunakan tenaga kerja lebih banyak, sekitar 11-15 orang yang dibagi menjadi beberapa bagian yaitu supir, bagian administrasi, penimbang dengan lama bekerja kurang lebih sepuluh jam (13,5-16,65 HKP/ Hari).

Saluran Pemasaran Ayam Broiler

Ayam broiler yang dijual hingga sampai ke tangan konsumen melibatkan lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran tersebut antara lain peternak, pedagang pengumpul, pedagang pemotong, dan pedagang pengecer. Terdapat tiga saluran pemasaran ayam broiler dalam penelitian ini yaitu:

Luar Jakarta Jakarta Batasan penelitian 31.500 (45%) (35%) 31.500 (45%) (80%) 14.000 (20%) (100%) 70.000 14.000 (20%) 56.000 24.500

1. Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → konsumen 2. Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pengecer pemotong→

konsumen

3. Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → pedagang pengecer ayam potong→ konsumen

Skala 70.000 ekor per hari

Gambar 2. Saluran Pemasaran Produk Ayam Broiler di Kota Jakarta Selatan

Persentase masing-masing saluran pemasaran dibuat berdasarkan data Suku Dinas Peternakan Kota Jakarta Selatan mengenai volume penjualan ayam broiler tiap hari di Kota Jakarta Selatan, yakni sebanyak 70.000 ekor per hari. Pedagang pengumpul menyalurkan produknya dalam bentuk ayam broiler hidup ke pedagang pengecer pemotong sebanyak 14.000 ekor (20%) dan ke pemotong sebanyak 56.000 ekor (80%). Tingkat pedagang pemotong, saluran pemasaran terbagi menjadi dua yaitu ke pedagang pengecer ayam potong sebanyak 31.500 ekor (45%) dan ke konsumen 24.500 ekor (35%). Pedagang pengecer menjual seluruh ayam potong (31.500 ekor) kepada konsumen (konsumen lembaga dan rumah tangga).

Ayam Hidup Karkas Keterangan : Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang Pengecer Ayam Potong Produsen Pedagang Pengecer Pemotong Pedagang Pemotong

Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler

Analisis nilai tambah dilakukan pada periode rata-rata produksi per hari. Dasar perhitungan nilai tambah menggunakan satuan ekor bahan baku (ayam broiler). Analisis nilai tambah ini dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah pemasaran dengan bahan baku ayam broiler. Analisis ini juga akan melihat distribusi marjin yang diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam aktifitas pemasaran dengan menggunakan analisis metode Hayami et al. (1987). Analisis nilai tambah terdiri dari beberapa komponen utama pembentuk biaya produksi meliputi bahan baku, sumbangan input lain, tenaga kerja dan keuntungan untuk masing-masing komponen utama yang digunakan. Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian antara jumlah output yang dihasilkan dengan jumlah input yang digunakan. Nilai faktor konversi yang dihasilkan dari pemasaran ayam broiler bernilai satu menunjukkan bahwa tiap satu ekor ayam yang digunakan, akan menghasilkan output sebanyak satu ekor.

Tingkat harga output ayam potong merupakan rata-rata penjualan ayam broiler setiap hari. Harga output dan nilai output di tingkat pedagang pengecer ayam potong rata-rata sebesar Rp 19.987,50 (Tabel 7). Harga dan nilai output ini lebih besar dibandingkan harga dan nilai output ayam potong yang dijual oleh pedagang pengecer pemotong. Harga dan nilai ouput pedagang pengecer pemotong yaitu sebesar Rp 19.753,60 per ekor. Perbedaan ini dikarenakan pedagang pengecer ayam potong harus mengimbangi antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan sedangkan proporsi penjualannya sedikit . Nilai output yang sama karena faktor konversi yang dihasilkan adalah satu.

Sumbangan input lain terbesar terdapat pada tingkat pedagang pengecer pemotong yaitu sebesar Rp 570,17 per ekor. Input lain yang digunakan pedagang pengecer pemotong terdiri dari biaya pengangkutan, biaya sewa tempat, biaya listrik dan air, biaya retribusi pasar dan biaya pembelian minyak tanah. Perbedaan besarnya sumbangan input lain pada ayam potong dan ayam hidup di pengaruhi oleh banyaknya penggunaan input lain, jumlah output dan harga output yang dijual.

Tabel 7. Rata-rata Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Tiap Lembaga Pemasaran di Kota Jakarta Selatan

Nilai Variabel Nilai Tambah Pedagang

Pengecer Ayam Potong Pedagang Pengecer Pemotong Pedagang

Pemotong Pengumpul Pedagang

I. Output, Input dan Harga

1. Output (Ekor/Hari) 63 200* 2.500* 1.250

2. Input (Ekor/Hari) 63 200 2.500 1.250

3. Tenaga Kerja (HKP/Hari) 2,000 3,729 11,000 15,075 4. Faktor Konversi 1,000 1,000 1,000 1,000 5. Koef. Tenaga Kerja 0,032 0,019 0,005 0,012

6. Harga Output (Rp/Ekor) 19.987,50** 19.753,60** 16.616,67** 16.000,00 7. Upah Rata-rata Tenaga Kerja

(Rp/HKP) 35.333,33 28.627,10 53.333,33 11.946,95

II. Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Ekor Input)

8. Harga Input (Rp/Ekor) 17.025,00 15.785,70 13.333,33 14.250,00 9. Sumbangan Input Lain (Rp/Ekor) 208,80 570,17 464,17 467,22 10. Nilai Output (Rp/Ekor) 19,987,50 19.753,60 16.616,67 16.000,00 11. a. Nilai Tambah (Rp/Ekor) 2.753,70 3.397,73 2.819,17 1.282,72 b. Rasio Nilai Tambah 13,78% 17,20% 16,97% 8,02% 12. a. Imbalan Tenaga Kerja

(Rp/HKP) 1.130,67 543,92 266,67 137,96 b. Bagian Tenaga Kerja 41,06% 16,01% 9,46% 10,75% 13. a. Keuntungan 1.623,03 2.853,81 2.552,50 1.144,82

b. Tingkat Keuntungan 8,12% 14,45% 15,36% 7,16%

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/Ekor) 2.962,50 3.967,90 3.283,34 1.750,00 a. Pendapatan Tenaga Kerja 38,17% 13,71% 8,12% 7,88% b. Sumbangan Input Lain 7,05% 14,37% 14,14% 26,70% c. Keuntungan Pedagang 54,78% 71,92% 77,74% 65,42% Keterangan : * = Terjadi Pengurangan Bobot Tubuh Sebesar 0,2-0,3 Kg/Ekor

** = Harga output terdiri dari harga karkas+isi perut

Imbalan dan Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh lembaga pemasaran ayam broiler adalah tenaga kerja langsung. Hari kerja dihitung dengan membagi jumlah jam kerja dengan hari kerja dan dikalikan dengan faktor konversi satu untuk laki-laki dan 0,8 untuk

perempuan. Satu hari kerja yang digunakan adalah 8 jam atau setara dengan satu Harian Kerja Pria (HKP).

Koefisien tenaga kerja didapat dari hasil pembagian antara nilai input tenaga kerja dengan input bahan baku. Pedagang pengecer ayam potong memiliki koefisien rata-rata tenaga kerja lebih besar dari pedagang pengecer pemotong sebesar 0,032 HKP per ekor. Artinya pedagang pengecer ayam potong memerlukan waktu 0,256 jam atau 15,36 menit untuk memasarkan satu ekor ayam kepada konsumen, sedangkan pedagang pengecer pemotong memerlukan 0,019 HKP atau 0,152 jam atau 9,12 menit untuk memasarkan satu ekor ayam kepada konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang pengecer ayam potong memerlukan waktu yang lebih lama untuk memasarkan satu ekor ayam.

Koefisien rata-rata tenaga kerja pedagang pemotong yaitu sebesar 0,005 HKP per ekor. Artinya dibutuhkan waktu sebanyak 0,04 jam atau 2,4 menit untuk memotong dan mengolah satu ekor ayam menjadi karkas. Koefisien rata-rata tenaga kerja pada pedagang pengumpul sebesar 0,012 HKP per ekor. Hal ini menandakan bahwa waktu yang diperlukan untuk memasarkan satu ekor ayam broiler adalah 0,096 jam per ekor atau 5,76 menit per ekor. Pedagang pemotong memiliki jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan pedagang pengecer ataupun pedagang pengumpul, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan ayam lebih cepat atau efisien dibandingkan pedagang pengecer dan pedagang pengumpul.

Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian antara upah rata-rata tenaga kerja per HKP dengan koefisien tenaga kerja. Imbalan ini diberikan atas keseluruhan proses penjualan setiap ekor ayam dari mulai pembelian sampai pemasaran. Imbalan untuk tenaga kerja pada pedagang pengecer ayam potong sebesar Rp 1.130,67 per ekor atau 41,06% dari nilai tambah penjualan ayam potong. Artinya setiap Rp 100,00 per ekor nilai tambah akan memberikan pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 41,06 per ekor. Imbalan untuk tenaga kerja yang diberikan oleh pedagang pengecer pemotong sebesar Rp 543,92 per ekor. Bagian tenaga kerja yang diterima terhadap nilai tambah adalah 16,01%. Imbalan tenaga kerja pedagang pemotong yang diperoleh sebesar Rp 266,67 atau 9,46%. Imbalan yang diterima oleh tenaga kerja pedagang pengumpul setiap ekor sebesar Rp 137,96 atau 10,75%.

Distribusi Nilai Tambah

Distribusi nilai tambah terhadap pendapatan tenaga kerja dan keuntungan dapat dilihat pada Tabel 8. Distribusi nilai tambah terhadap pendapatan tenaga kerja diperoleh dari perkalian antara nilai koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja menunjukkan jumlah pendapatan rata-rata yang diterima tenaga kerja untuk kegiatan pemasaran setiap satu ekor ayam broiler. Imbalan tenaga kerja tergantung dari jumlah hari orang kerja untuk dapat menjual satu ekor ayam broiler.

Tabel 8. Distribusi Nilai Tambah Terhadap Imbalan Tenaga Kerja dan Keuntungan Pedagang Pengecer Ayam Potong Pedagang Pengecer Pemotong Pedagang Pemotong Pedagang Pengumpul Faktor Produksi

Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Imbalan Tenaga Kerja 1.130,67 41,06 543,92 16,01 266,67 9,46 137,96 10,75 Keuntungan 1.623,03 58,94 2.853,81 83,99 2.552,50 90,54 1.144,82 89,25 Nilai Tambah 2.753,70 100,00 3.397,73 100,00 2.819,17 100,00 1.282,72 100,00

Tabel 8 menunjukkan bahwa pendapatan tenaga kerja terbesar berada di tingkat pedagang pengecer ayam potong, hal tersebut dikarenakan upah rata-rata tenaga kerja yang diberikan cukup besar sedangkan tidak diimbangi dengan hasil penjualan ayam broiler yang relatif sedikit. Rasio tenaga kerja merupakan persentase dari pendapatan tenaga kerja terhadap nilai tambah. Rasio tenaga kerja terbesar terdapat pada tingkat pedagang pengecer ayam potong yaitu sebesar 41,06% artinya untuk setiap Rp 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp 41,06 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja.

Keuntungan merupakan selisih antara nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja. Persentase keuntungan terbesar dari distribusi nilai tambah berada pada tingkat pedagang pemotong yaitu sebesar 90,54%. Keuntungan yang didapat pedagang pemotong lebih besar dibandingkan pelaku pemasaran yang lain disebabkan proporsi penjualan yang besar, imbalan tenaga kerja pada pedagang pemotong relatif kecil dan harga input yang lebih murah.

Distribusi Marjin

Nilai marjin menunjukkan kontribusi faktor-faktor produksi untuk mengolah atau memasarkan ayam broiler. Marjin pemasaran yang diterima pengecer ayam potong sebesar Rp 2.962,50 per ekor. Perincian balas jasa pengecer dengan input ayam potong terhadap faktor-faktor produksi adalah sebagai berikut : 38,17% untuk pendapatan tenaga kerja; 7,05% untuk sumbangan input lain dan 54,78% untuk keuntungan. Pedagang pengecer pemotong menerima marjin sebesar Rp 3.967,90 per ekor. Balas jasa yang diterima setiap faktor-faktor produksi adalah 13,71% untuk pendapatan tenaga kerja; 14,37% untuk sumbangan input lain dan 71,92%untuk keuntungan pedagang. Marjin pemasaran yang diperoleh pedagang pemotong sebesar Rp 3.283,34 per ekor. Balas jasa yang diterima setiap faktor-faktor produksi adalah 8,12% untuk pendapatan tenaga kerja; 14,14% untuk sumbangan input lain dan 77,74% untuk keuntungan pedagang pemotong.

Marjin pemasaran yang diterima pengumpul Rp 1.750,00 per ekor. Balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi terhadap marjin pemasaran adalah 7,88% untuk pendapatan tenaga kerja; 26,70% untuk sumbangan input lain dan 65,42% untuk keuntungan pedagang pemotong.

Persentase sumbangan input lain terbesar berada di tingkat pedagang pengecer pemotong. Hal tersebut dikarenakan penggunaan input lain pada pedagang pengecer pemotong lebih banyak dibandingkan pelaku pemasaran yag lain. Sumbangan input lain di tingkat pedagang pengecer pemotong meliputi biaya pengangkutan, biaya sampah, listrik, air, minyak tanah, sewa tempat, dan retribusi

Pedagang pemotong mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan pada tingkat pengumpul tercipta efisien produksi karena input penjualan yang relatif besar dan efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja.

Gambar 3. Distribusi Marjin dan Faktor Produksi Nilai Produk Rp 16.000,00 (Pedagang Pengumpul) Bahan Baku Rp 14.250,00 Marjin Rp 1.750,00 Pend.TK Rp 137,96 Keuntungan Rp 1.144,82 Input Lain Rp 467,22 Nilai Produk Rp 16.616,67 (Pedagang Pemotong) Bahan Baku Rp 13.333,33 Marjin Rp 3.283,34 Pend.TK Rp 266,67 Keuntungan Rp 2.552,50 Input Lain Rp 464,17 Nilai Produk Rp 19.753,60 (Pedagang Pengecer Pemotong) Bahan Baku Rp 15.785,70 Marjin Rp 3.967,90 Pend.TK Rp 543,92 Keuntungan Rp 2.853,81 Input Lain Rp 570,17 Nilai Produk Rp 19,987,50 (Pedagang Pengecer Ayam Potong) Bahan Baku Rp 17.025,00 Marjin Rp 2.962,50 Pend.TK Rp1.130,67 Keuntungan Rp 1.623,03 Input Lain Rp 208,80 (-) 7,88% (-) 8,12% 14,14% 77,74% (-) 13,71% 14,37% 71,92% (-) 38,17% 54,78% 7,05% 26,70% 65,42%

Dokumen terkait