• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER

DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN

SKRIPSI

HESTI INDRAWASIH

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

HESTI INDRAWASIH. D34104045. 2008. Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler di Pasar Tradisional Kota Jakarta Selatan. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr.Ir.Sri Mulatsih, MSc. Agr Pembimbing Anggota : Ir. Burhanuddin, MM

Daging ayam broiler sebagai sumber protein hewani dapat memberikan nilai tambah yang cukup berarti bagi aktivitas perdagangan dan pemasaran yang bisa membuka kesempatan usaha perdagangan informal, sehingga perlu diikuti dengan peningkatan aktivitas pendukung lain seperti pengolahan maupun pemasaran produk dan jasa lainnya yang termasuk dalam aktivitas agribisnis. Jakarta Selatan sebagai kota dengan aktivitas bisnis yang tinggi dan memiliki kepadatan penduduk tertinggi kedua setelah Jakarta Timur, menyebabkan Kota Jakarta Selatan membutuhkan banyak produk pangan salah satunya adalah ayam broiler. Pasar tradisional merupakan salah satu sarana untuk memasarkan ayam broiler. Wabah Flu Burung (Avian Influenza) yang menghancurkan industri perunggasan dari Tahun 2003-2005 dan kemudian berjangkit kembali pada Tahun 2006, menimbulkan ketakutan bagi mayarakat untuk mengkonsumsi daging dan telur ayam karena takut tertular virus Flu Burung yang menyebabkan kematian bagi penderitanya. Kasus Flu Burung pada manusia membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2007 yaitu tentang larangan memelihara unggas dipemukiman. Adanya Peraturan Gubernur ini menyebabkan terjadinya perubahan pada nilai tambah pemasaran produk unggas.

Pemasaran merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh aktivitas usaha ayam broiler karena sangat penting dalam penyaluran produk dari peternak hingga sampai ke tangan konsumen. Pasar tradisional adalah salah satu tempat berlangsungnya aktivitas pemasaran ayam broiler. Ada 33 pasar tradisional yang tercatat di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kelautan Jakarta Selatan. Pasar ini dibagi menjadi tiga kategori pasar yaitu pasar besar (3 pasar), pasar sedang (13 pasar), dan pasar kecil (17 pasar). Pembagian kategori ini didasarkan pada luas pasar dan jumlah pedagang yang ada di pasar tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pelaku pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan, mengetahui saluran pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan dan menganalisis nilai tambah pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan.

Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, mulai dari Desember 2007 sampai Februari 2008 yang berlokasi di Pasar Minggu mewakili pasar besar, Pasar Tebet Barat mewakili pasar sedang, dan Pasar Warung Buncit mewakili pasar kecil.. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh komponen yang terlibat dalam rantai pemasaran daging ayam broiler pada pasar tradisional di Kota Jakarta Selatan yang terdiri atas pedagang pengumpul (2 orang), tempat pemotongan ayam (TPA) (3 TPA), pedagang pengecer (9 orang). Metode pengambilan sampel di tingkat pedagang pengecer menggunakan metode proportionate cluster sampling, sedangkan pengambilan sampel di tingkat pedagang pengumpul dan pedagang pemotong mengikuti rantai pemasaran. Desain penelitian yang digunakan adalah

(3)

metode survei. Analisis yang digunakan adalah analisis Deskriptif dan analisis Nilai Tambah.

Responden pedagang pengecer pada penelitian ini sebagian laki-laki (55,56%), sedangkan pedagang pengecer yang berjenis kelamin perempuan berjumlah empat orang (44,44%), pedagang pemotong seluruhnya berjenis kelamin laki-laki (100%) dan pedagang pengumpul berjenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 50%. Umur responden pedagang pengecer, pedagang pemotong tersebar pada kisaran umur 20-53 tahun, pedagang pengumpul berumur 20-30 tahun dan 42-53 tahun masing-masing 50%. Responden pada tiap lembaga pemasaran telah menamatkan pendidikan formal sampai SLTA tetapi masih ada pedagang pengecer yang tidak menamatkan sekolah dasar. Pedagang pengecer sebagian besar memiliki pengalaman berdagang 21-31 tahun, pengalaman berdagang pedagang pemotong dan pengumpul berkisar antara 1-10 tahun. Tenaga kerja yang terlibat pada pedagang pengecer sebanyak 1-5 orang sedangkan tenaga kerja pada pedagang pemotong dan pedagang pengumpul sebanyak 11-15 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga saluran pemasaran di Kota Jakarta Selatan antara lain yaitu 1) Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → konsumen; 2) Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pengecer pemotong→ konsumen; dan 3) Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → pengecer ayam potong → konsumen. Analisis nilai tambah menunjukkan bahwa nilai tambah tertinggi didapat oleh pedagang pengecer pemotong yaitu sebesar Rp 3.397,73 (33,14%) dari nilai tambah keseluruhan. Hal ini dikarenakan pada pedagang pengecer pemotong perbedaan antara nilai ouput dan harga input relatif besar sehingga menciptakan nilai tambah yang cukup besar.

(4)

ABSTRACT

Added Value Analyses of Broiler’s Marketing in Traditional Market South Jakarta Indrawasih H., S. Mulatsih, and Burhanuddin

The objectives of this study are : (1) to identify the characteristic of trader in broiler’s marketing, (2) to identify the pattern of broiler’s marketing distribution in South Jakarta, (3) to analyze the added value of broiler’s marketing activity in South Jakarta. This study was carried out from December, 2007 until February, 2008 in Pasar Minggu, Pasar Tebet Barat, and Pasar Warung Buncit, South Jakarta. The samples of retailers were taken by proportionate cluster sampling method, while the samples of slaughterer and collectors were taken from the marketing chain. The data analyzed by descriptive analysis and added value analysis. The result of this study reveal that there were three patterns of broiler’s marketing distribution. The analyze of added value show that the highest added value is in the slaughterer retailers level such as Rp 3.397,73 (33,14%) from all of added value.

(5)

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER

DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN

HESTI INDRAWASIH D34104045

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER

DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN

HESTI INDRAWASIH D34104045

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 16 Mei 2008

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr NIP. 131 849 397

Pembimbing Anggota

Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1986 di Jakarta, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Prio Darsono dan Ibu Sukaesih.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Bukit Duri 05 Pagi Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SMPN 33 Jakarta dan lulus tahun 2001. Pendidikan sekolah menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 37 Jakarta dan lulus tahun 2004.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP) tahun 2005-2006 dan 2006-2007. Penulis juga pernah berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Penyuluhan semester Gasal 2007/2008

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam Penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan umatnya.

Penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler di Pasar Tradisional Kota Jakarta Selatan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pelaku pemasaran ayam broiler di Jakarta Selatan, mengetahui saluran pemasaran ayam broiler di wilayah Kota Jakarta Selatan dan menganalisis nilai tambah pemasaran ayam broiler di wilayah Kota Jakarta Selatan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2008

Penulis

(9)

DAFTAR ISI RINGKASAN ... ABSTRACT ... RIWAYAT HIDUP ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Permasalahan ... Tujuan Penelitian ... Kegunaan Penelitian ... KERANGKA PEMIKIRAN ... TINJAUAN PUSTAKA ... Karakteristik Ayam Ras Pedaging dan Karkas ... Rumah Potong Ayam ... Pemasaran dan Marjin Pemasaran ... Konsep Nilai Tambah ... METODE ... Lokasi dan Waktu ... Populasi dan Sampel ... Desain Penelitian ... Data dan Instrumentasi ... Pengumpulan Data ... Analisis Data ... Definisi Istilah ... KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... Geografi dan Kependudukan ... Perkembangan Usaha Unggas ... Pasar Tradisional ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... Karakteristik Responden ... Lembaga Pemasaran ... Saluran Pemasaran Ayam Broiler ... Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler ...

Halaman i iii iv v vi vii viii ix 1 1 2 3 3 4 6 6 6 7 7 9 9 9 9 10 10 10 13 15 15 16 17 18 18 20 22 24

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ... UCAPAN TERIMA KASIH ………... DAFTAR PUSTAKA ... 31 31 32 33 35

(11)

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Nilai Tambah dan Marjin dari Pengolahan dan Pemasaran Ayam Broiler di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok ... Jumlah Sampel pada Tiap Lembaga Pemasaran Ayam Broiler di Pasar Tradisional Jakarta Selatan ... Perhitungan Nilai Tambah Produk ... Jumlah Penduduk Kota Jakarta Selatan dan Kepadatan Perkecamatan ... Jumlah Peternakan, Populasi dan Perkembangan Harga Rata-Rata Ayam Broiler di Kota Jakarta Selatan Tahun 2002-2006 ... Karakteristik Responden Penelitian ... Rata-rata Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Tiap Lembaga Pemasaran di Kota Jakarta Selatan ... .. Distribusi Nilai Tambah Terhadap Imbalan Tenaga Kerja dan Keuntungan ……….. . 8 9 12 16 16 20 26 28

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. 2. 3.

Alur Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler di Pasar Tradisional Kota Jakarta Selatan

... Saluran Pemasaran Produk Ayam Broiler di Jakarta Selatan ... Distribusi Marjin dan Faktor Produksi ...

5 24 30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Rincian Biaya-Biaya dan Penerimaan pada Pedagang

Pengecer Karkas Ayam I per Hari ………... Rincian Biaya-Biaya dan Penerimaan pada Pedagang

Pengecer Karkas Ayam II per Hari ……….... Komponen Nilai Tambah Pemasaran Karkas Ayam Broiler di Tingkat Pedagang Pengecer ……….. Perhitungan Nilai Tambah Pemasaran Karkas Ayam Broiler pada Pedagang Pengecer ……… Rincian Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Pemotong I per Hari ... Rincian Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Pemotong II per Hari ... Rincian Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Pemotong III per Hari ... Rincian Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Pemotong IV per Hari ……… Rincian Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Pemotong V per Hari ………. Rincian Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Pemotong VI per Hari ……… Rincian Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Pemotong VII per Hari ………... Komponen Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler Hidup di Tingkat Pedagang Pengecer ………... Perhitungan Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler Hidup pada Pedagang Pengecer Pemotong ... Perincian Biaya-Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pemotong I ………. Perincian Biaya-Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pemotong II ... Perincian Biaya-Biaya dan Penerimaan di Pedagang

Pemotong III ……….. Komponen Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Pedagang Pemotong ……….. Perhitungan Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Pedagang Pemotong ………. 37 38 39 40 41 41 42 43 44 45 46 47 48 49 49 50 51 52

(14)

19. 20. 21. 22.

Rincian Biaya-Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengumpul I ………... Perincian Biaya-Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengumpul II ………. Komponen Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Pedagang Pengumpul ………. Perhitungan Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Pedagang Pengumpul ……….

53 54 55 56

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Subsektor peternakan sebagai salah satu penunjang pembangunan pertanian khususnya dan pembangunan nasional umumnya, memiliki peranan penting terhadap perekonomian masyarakat. Adanya usaha ternak bagi sebagian peternak merupakan sumber pendapatan keluarga atau juga dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani peternak. Selain itu, usaha ternak juga dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Usaha peternakan dapat berperan bagi pemenuhan permintaan produk hasil ternak yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan mengkonsumsi produk hewani. Salah satu komoditi peternakan yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah ayam ras pedaging (broiler). Daging ayam broiler mudah didapat dengan harga yang masih dapat dijangkau semua kalangan masyarakat dan memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan daging sapi sehingga diharapkan daging ayam broiler dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Daging ayam broiler dapat memberikan nilai tambah yang cukup berarti bagi aktivitas perdagangan dan pemasaran yang bisa membuka kesempatan usaha perdagangan informal, sehingga perlu diikuti dengan peningkatan aktivitas pendukung lain seperti pengolahan maupun pemasaran produk dan jasa lainnya yang termasuk dalam aktivitas agribisnis.

Wabah Flu Burung (Avian Influenza) yang menghancurkan industri perunggasan dari Tahun 2003-2005 dan kemudian berjangkit kembali pada Tahun 2006, menimbulkan ketakutan bagi mayarakat untuk mengkonsumsi daging dan telur ayam karena takut tertular virus Flu Burung yang menyebabkan kematian bagi penderitanya. Kasus Flu Burung pada manusia membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2007 yaitu tentang larangan memelihara unggas dipemukiman terhitung mulai Tanggal 1 Februari 2007 serta menetapkan ketentuan relokasi peternakan, tempat penampungan, pemotongan dan penjualan unggas hidup di Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mempersiapkan lokasi yang baru untuk peternakan unggas, sedangkan relokasi tempat penampungan, pemotongan dan penjualan unggas diserahkan kepada pemilik atau pelaku usaha. Adanya Peraturan Gubernur ini menyebabkan terjadinya

(16)

perubahan pada nilai tambah pemasaran produk unggas. Hal ini juga akan menyebabkan perubahan pada pendapatan dan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pemasok maupun pedagang.

Pemasaran merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh aktivitas usaha ayam broiler karena sangat penting dalam penyaluran produk dari peternak hingga sampai ke tangan konsumen. Pemasaran ayam broiler termasuk kedalam subsistem agribisnis hilir yaitu kegiatan yang mengolah ayam ras potong dan telur konsumsi beserta kegiatan perdagangannya.

Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah DKI Jakarta yang memiliki potensi pasar yang besar untuk produk unggas yaitu terdapat 33 pasar tradisional serta pada daerah pinggirannya akan dijadikan lokasi baru untuk penampungan, pemotongan, dan peternakan unggas, sehingga perlu dilihat aliran pemasaran produk unggas salah satunya yaitu ayam ras pedaging yang keluar dan masuk ke wilayah Jakarta Selatan serta nilai tambah yang dihasilkan oleh produk ayam ras pedaging setelah adanya relokasi. Ayam Broiler yang ada di Kota Jakarta Selatan berasal dari peternakan yang ada di wilayah Bogor, Sukabumi, Tangerang, dan Cianjur.

Pasar tradisional adalah salah satu tempat berlangsungnya aktivitas pemasaran ayam broiler. Ada 33 pasar tradisional yang tercatat di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kelautan Jakarta Selatan. Pasar ini dibagi menjadi tiga kategori pasar yaitu pasar besar (3 pasar), pasar sedang (13 pasar), dan pasar kecil (17 pasar). Pembagian kategori ini didasarkan pada luas pasar dan jumlah pedagang yang ada di pasar tersebut.

Pasar Minggu, Pasar Tebet Barat dan Pasar Warung Buncit merupakan pasar yang potensial untuk aktivitas pemasaran ayam broiler karena selain rekomendasi dari PD Pasar Jaya, ketiga pasar ini strategis ( tempatnya mudah dijangkau) dan juga berpotensi untuk maju.

Perumusan Masalah

Kegiatan menambah nilai dalam proses produksi dirasakan mampu meningkatkan keuntungan dan pendapatan. Keuntungan yang didapat berbeda di setiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran ayam broiler. Besarnya tambahan manfaat dan keuntungan yang diperoleh oleh setiap lembaga dapat dinyatakan sebagai nilai tambah.

(17)

Ayam broiler yang diperoleh pedagang dapat ditelusuri lokasi asal pembelian dan jalurnya. Hal ini membentuk saluran pemasaran yang terpola sehingga aktivitas pemasaran ayam broiler mulai dari peternak sampai ke konsumen, dan kegiatan sebelum hingga saat pemasaran dapat tergambarkan.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik pelaku pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta? 2. Bagaimana saluran pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan? 3. Berapa nilai tambah pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan?

Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik pelaku pemasaran

2. Mengidentifikasi saluran pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan 3. Menganalisis nilai tambah pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain :

1. Pemerintahan Kota Jakarta Selatan dalam membangun aktivitas perekonomian dengan komoditas hasil pertanian subsektor peternakan ayam broiler

2. Pelaku bisnis komoditas hasil peternakan ayam broiler untuk melihat nilai tambah yang diterima para pelaku sistem komoditas

(18)

KERANGKA PEMIKIRAN

Adanya usaha ternak bagi sebagian peternak merupakan sumber pendapatan keluarga atau juga dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani peternak. Usaha peternakan dapat berperan bagi pemenuhan permintaan produk hasil ternak yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan mengkonsumsi produk hewani. Salah satu komoditi peternakan yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah ayam ras pedaging (broiler) karena dapat memberikan nilai tambah yang cukup berarti bagi aktivitas perdagangan dan pemasaran yang bisa membuka kesempatan usaha perdagangan informal, sehingga perlu diikuti dengan peningkatan aktivitas pendukung lain seperti pengolahan maupun pemasaran produk dan jasa lainnya yang termasuk dalam aktivitas agribisnis.

Pemasaran merupakan suatu tahap kegiatan usaha yang berfungsi untuk menyalurkan komoditi yang dihasilkan produsen ke tangan konsumen. Salah satu yang termasuk sarana untuk melakukan kegiatan pemasaran adalah pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung.

Jalur pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan dapat diketahui dengan menelusuri asal ayam yang didapat pedagang pengecer dari pengumpul atau pemotong sebelum akhirnya ayam tersebut dijual. Lokasi wilayah dan jalur pemasarannya digambarkan dalam analisis deskriptif.

Kasus Flu Burung membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2007 yaitu tentang larangan memelihara unggas dipemukiman terhitung mulai Tanggal 1 Februari 2007 serta menetapkan ketentuan relokasi peternakan, tempat penampungan, pemotongan dan penjualan unggas hidup di Jakarta. Adanya peraturan ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai tambah dalam pemasaran produk unggas. Hal ini juga akan mengakibatkan perubahan pada jumlah output yang dihasilkan dalam hal ini yaitu ayam broiler, pendapatan pelaku bisnis unggas khususnya komoditas ayam broiler, dan tenaga kerja yang dibutuhkan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis untuk mengetahui nilai tambah yang diperoleh para pelaku bisnis ayam broiler.

(19)

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler di Pasar Tradisional Jakarta Selatan

Pedagang Ayam Broiler di Kota Jakarta Selatan

Komponen Biaya dan Penerimaan

Daerah Asal Ayam Broiler Hidup

Analisis Nilai Tambah Analisis Deskriptif

Nilai Tambah Jalur Pemasaran Ayam Broiler

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Ayam Ras Pedaging dan Karkas

Ayam ras pedaging atau sering disebut ayam broiler yaitu jenis unggas yang efisien menghasilkan daging. Ayam ras pedaging mempunyai sifat seperti ukuran badan yang besar penuh daging yang berlemak serta bergerak lambat dan tenang. Pertumbuhan badannya cepat dan efisiensi ransum tinggi untuk membentuk daging. Contoh ayam kelas pedaging yaitu bangsa Brahma, Langshan, Cornish dan lain sebagainya (Suroprawiro et al., 1981).

Karkas adalah potongan ayam bersih tanpa bulu, darah, kepala, leher, kaki, cakar, dan organ dalam. Karkas ayam dibedakan menjadi karkas kosong dan karkas isi. Karkas kosong yaitu ayam yang telah disembelih dan dikurangi darah, bulu, alat-alat tubuh bagian dalam, kaki dan kepala. Karkas isi merupakan karkas kosong segar tetapi diisi dengan hati, jantung dan ampela yang sudah dibersihkan (Priyatno, 2003). Hasil penelitian Supriadin (2006) mengenai ayam broiler yang diberi feed additive SIGI INDAH, diperoleh rataan persentase karkas ayam berkisar antara 70,10-72,63% dari bobot hidup. Tingginya persentase karkas yang dihasilkan dapat disebabkan oleh tingginya rasio energi dan protein ransum yang digunakan selama penelitian. Menurut Soeparno (1994), persentase karkas akan meningkat sesuai dengan peningkatan bobot hidup.

Rumah Potong Ayam (RPA)

Rumah potong ayam adalah komplek bangunan yang didesain dengan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong ayam atau unggas bagi masyarakat umum (Deptan, 1995). Menurut Priyatno (2003) tempat pemotongan ayam harus memenuhi beberapa syarat antara lain yaitu : 1) memiliki areal yang cukup untuk pengembangan, 2) berada di luar kota pada bagian yang terendah dari kota serta diusahakan dekat dengan aliran sungai yang merupakan tempat pembuangan, bukan sungai yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, 3) memiliki sumber air yang cukup, 4) berada di daerah yang mudah dicapai dengan kendaraan bermotor atau dekat dengan jalan raya, 5) daerahnya relatif aman, 6) relatif dekat dengan pemasaran, 7) mudah dalam pengurusan perizinannya, dan 8) tidak terlalu jauh

(21)

dengan pangkalan ayam atau peternakan ayam sebagai tempat pengambilan ayam hidup.

Priyatno juga membagi usaha pemotongan ayam ke dalam beberapa kelas menurut luasan peredaran daging yang dihasilkan sebagai berikut : 1) usaha pemotongan ayam kelas A, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan ekspor, 2) usaha pemotongan ayam kelas B, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan antar propinsi daerah tingkat I, 3) usaha pemotongan ayam kelas C, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan antar kabupaten atau kota daerah tingkat II dalam satu propinsi daerah tingkat I, dan 4) usaha pemotongan ayam kelas D, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan daerah tingkat II yang bersangkutan.

Pemasaran dan Margin Pemasaran

Pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan produk, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Kohls dan Uhls, 1985). Menurut Kotler dan Amstrong (1994) pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka inginkan dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain.

Berdasarkan penelitian-penelitian pada ilmu ekonomi pertanian, ternyata terdapat perbedaan harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani. perbedaan inilah yang disebut marjin pemasaran. Marjin pemasaran merupakan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Komponen marjin pemasaran terdiri dari : 1) biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional, 2) keuntungan lembaga pemasaran (Sudiyono, 2002).

(22)

Konsep Nilai Tambah

Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu : 1) menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, 2) menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel, 3) menciptakan nilai tambah, 4) meningkatkan penerimaan devisa, 5) menciptakan lapangan pekerjaan, dan 6) perbaikan pembagian pendapatan (Soekartawi, 2000). Menurut Hayami et al. (1987) nilai tambah adalah selisih antara nilai tambah komoditi yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dikurangi dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Hasil penelitian Choer (2005) mengenai analisis nilai tambah pengolahan dan pemasaran ayam broiler di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok menyebutkan bahwa perbedaan besar kecilnya nilai tambah dan marjin pemasaran yang diperoleh setiap lembaga pemasaran dikarenakan nilai produk, harga bahan baku dan sumbangan input lain yang berbeda-beda (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Tambah dan Marjin dari Pengolahan dan Pemasaran Ayam Broiler di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok

Lembaga Pemasaran Nilai Tambah

(Rp/ekor) (Rp/ekor) Marjin Pedagang Pengumpul (karkas)

Pedagang Pengumpul (ayam hidup) Pedagang Pemotong

Pedagang Pengecer

Pedagang Ayam Goreng Fastfood Kaki Lima Rumah Makan 2.070,09 593,42 1.445,16 1.335,23 4.543,34 17.850,00 2.292,67 816,00 1.721,88 1.750,00 8.750,00 23.750,00 Sumber: Choer (2005)

(23)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di tiga pasar antara lain yaitu Pasar Minggu mewakili pasar besar, Pasar Tebet Barat mewakili pasar sedang, dan Pasar Warung Buncit mewakili pasar kecil. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) yang didasarkan pada beberapa faktor yaitu a) rekomendasi dari PD. Pasar Jaya, DKI Jakarta; b) wilayah pelayanan pasar baik; c) lokasi pasar strategis; d) adanya pedagang pengecer ayam broiler yang berjualan secara kontinyu; e) adanya keterikatan antara pengecer dengan konsumen. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, mulai dari Desember 2007 sampai dengan Februari 2008.

Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh komponen yang terlibat dalam rantai pemasaran daging ayam broiler pada pasar tradisional di Kota Jakarta Selatan yang terdiri dari pedagang pengumpul, tempat pemotongan ayam (TPA), dan pedagang pengecer. Untuk kepentingan dalam menentukan rantai pemasaran ayam broiler, pengambilan sampel dimulai dari pedagang pengecer ayam broiler yang berada di pasar tradisional. Sampel pedagang pengecer masing-masing didapat dari pasar besar, pasar menengah dan pasar kecil. Metode pengambilan sampel di tingkat pedagang pengecer menggunakan metode proportionate cluster sampling, sedangkan pengambilan sampel di tingkat pedagang pengumpul dan pedagang pemotong mengikuti rantai pemasaran. Jumlah sampel yang diambil pada tiap tingkat pedagang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Sampel pada Tiap Lembaga Pemasaran Ayam Broiler di Pasar Tradisional Jakarta Selatan

Lembaga Pemasaran Sampel (Orang)

Pedagang Pengecer 9

Pedagang Pemotong 3

Pedagang Pengumpul 2

(24)

Desain Penelitian

Desain penelitian ini berdasarkan survei yaitu digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki mengapa gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel, karena hanya menggunakan data yang ada untuk pemecahan masalah daripada menguji hipotesis. Survei dapat dilakukan dengan cara sensus maupun sampling terhadap hal-hal yang nyata dan tidak nyata (Umar, 2005).

Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lapangan (observasi) dan wawancara dengan responden. Wawancara dengan responden berpedoman pada alat bantu berupa susunan daftar pertanyaan yang dibuat sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Data sekunder merupakan data-data tertulis yang diperoleh dari penelusuran studi pustaka, data-data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, data-data Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, dan data-data dari instansi lain yang terkait dengan kepentingan penelitian.

Pengumpulan Data

Data primer dan sekunder dikumpulkan pada saat penelitian berlangsung. Data-data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi langsung dan wawancara dengan responden. Data-data sekunder dikumpulkan dari data BPS (Badan Pusat Statistik) DKI Jakarta dan Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kelautan Kota Jakarta Selatan serta dari instansi lain yang terkait dengan penelitian.

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara kualitatif dan kuantitatif, dan disajikan dalam bentuk uraian dan tabulasi angka. Pengolahan data dilakukan dengan metode deskriptif dan analisis nilai tambah.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis profil usaha seperti saluran pemasaran, tenaga kerja, biaya produksi, pengadaan bahan baku, proses produksi dan pemasaran hasil.

(25)

Analisis Nilai Tambah

Metode nilai tambah yang digunakan adalah metode Hayami. Perhitungan nilai tambah dilakukan pada proses penjualan ayam broiler oleh setiap lembaga pemasaran baik berupa ayam potongayam maupun ayam hidup.

Kelebihan analisis nilai tambah yang dikemukakan Hayami adalah : (1) lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian, (2) dapat diketahui produktivitas produksinya, (3) dapat diketahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksinya, dan (4) dapat dimodifikasi untuk menganalisis nilai tambah selain subsistem pengolahan.

Analisis nilai tambah, pada proses pengolahan akan menghasilkan informasi atau keluaran antara lain:

1. Nilai tambah (Rp)

2. Rasio nilai tambah (%), menunjukkan persentase nilai tambah dari produk. 3. Balas jasa tenaga kerja (Rp), menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja

langsung untuk memperoleh satu-satuan bahan baku.

4. Bagian tenaga kerja (%), menunjukkan persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah.

5. Keuntungan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pemilik faktor produksi karena menanggung resiko usaha.

6. Tingkat keuntungan (%), menunjukkan persentase keuntungan terhadap nilai tambah.

7. Marjin menunjukkan besarnya kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

(26)

Tabel 3. Perhitungan Nilai Tambah Produk

Variabel Nilai Output, Input dan Harga

1. Output (Ekor/Hari) 2. Bahan baku (Ekor/Hari) 3. Tenaga kerja (HKP/Hari) 4. Faktor konversi (1:2) 5. Koefisien tenaga kerja (3:2) 6. Harga output (Rp/Ekor)

7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HKP)

Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Ekor bahan baku) 8. Harga bahan baku(Rp/Ekor)

9. Harga input lain (Rp/Ekor) 10. Nilai output (4×6)

11. a. Nilai tambah (10-8-9)

b. Rasio nilai tambah [(11a:10)×100%] 12. a. Imbalan tenaga kerja (5×7)

b. Bagian tenaga kerja [(12a:11a)×100%] 13. a. Keuntungan (11a-12a)

b. Tingkat keuntungan [(13a:10)×100%] Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin (10-8)

a. Pendapatan tenaga kerja b. Sumbangan input lain c. Keuntungan perusahaan A B C D=A/B E=C/B F G H I J=D×F K=J-H-I L%=K/J×100% M=E×G N%=M/K×100% O=K-M P%=O/J×100% Q=J-H R%=M/Q×100% S%=I/Q×100% T%=O/Q×100% Sumber : Hayami, et al (1987)

(27)

Definisi Istilah

1. Ayam broiler adalah ayam ras pedaging yang mempunyai pertumbuhan cepat dibawah usia 8 minggu dan mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak.

2. Nilai tambah adalah penambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses lebih lanjut.

3. Output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari proses produksi. 4. Bahan baku adalah barang yang dijadikan sebagai input utama produksi. 5. Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja langsung yang digunakan pada

proses produksi per HKP (Hari Kerja Pria).

6. Faktor konversi adalah banyaknya output yang dihasilkan per satu-satuan input yang digunakan.

7. Koefisien Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang diperlukan atau digunakan unutk mengolah satu-satuan input.

8. Harga output adalah nilai dari produk yang dihasikan dalam satu-satuan output.

9. Upah tenaga kerja rata-rata adalah imbalan bagi tenaga kerja dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP).

10. Harga bahan baku adalah nilai bahan baku yang digunakan dalam satu-satuan input.

11. Harga input lain adalah nilai dari penggunaan input lain selain input utama. 12. Nilai output adalah nilai yang dihasilkan dari penggunaan satu satuan input. 13. Ayam potongadalah bagian tubuh ayam yang diperoleh tanpa bulu, darah,

kaki, leher dan organ dalam.

14. Ayam potong adalah bagian ayam yang diperoleh tanpa bulu, darah, dan organ dalam.

15. Lembaga Pemasaran adalah badan-badan baik perorangan maupun lembaga yang membantu penyaluran produk ayam broiler mulai dari peternak sampai ke konsumen akhir.

16. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga produk ayam broiler yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima pedagang atau

(28)

perbedaan harga disetiap ingkatan lembaga pemasaran yang dinyatakan dalam satuan Rp/ekor bobot hidup.

17. Saluran pemasaran adalah jalur-jalur yang dilalui produk sehingga sampai tangan konsumen.

18. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian langsung dari peternak untuk kemudian dijual dalam bentuk hidup ataupun karkas. 19. Pedagang pemotong adalah lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan

pembelian ayam hidup dari pedagang pengumpul untuk dijual kembali dalam bentuk karkas.

20. Pedagang pengecer ayam potongadalah lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pembelian ayam potongdari pedagang pemotong kemudian langsung dijual kepada konsumen akhir.

21. Pedagang pengecer pemotong adalah lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pembelian ayam broiler hidup dari pedagang pengumpul lalu dipotong sendiri dan kemudian langsung dijual kepada konsumen akhir.

(29)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Geografi dan Kependudukan

Secara geografis Kota Jakarta Selatan terletak pada koordinat antara 06˚15’40,8” Lintang Selatan dan 106˚45’00,0” Bujur Timur. Di daerah Jakarta Selatan terdapat Rawa/ Situ (Situ Babakan). Wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya yang sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah pengembangan pemukiman secara terbatas. Daerah Jakarta Selatan juga banyak terdapat kegiatan usaha dan perkantoran sebagai sentra bisnis.

Secara administrasi Kota Jakarta Selatan terdiri atas sepuluh Kecamatan, 65 Kelurahan, 575 Rukun Warga, 6.128 Rukun Tetangga, dan 396.632 Rumah Tangga, dengan luas 145,75 Km². Jumlah penduduk Kota Jakarta Selatan berdasarkan hasil registrasi penduduk pertengahan Tahun 2006 tercatat 1.734.674 jiwa.

Pemerintahan Kota Jakarta Selatan mempunyai batas-batas administrasi sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Banjir Kanal, Jalan Sudirman, Kecamatan Tanah Abang, Jalan Kebayoran Baru, dan Kebon Jeruk (Kota Jakarta Barat).

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Ciliwung (Kota Jakarta Timur). - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciputat dan Ciledug

(Kabupaten Tangerang, Jawa Barat).

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok

Menurut Statistik Kota Jakarta Selatan 2006, jumlah penduduk terbesar terdapat pada Kecamatan Pasar Minggu yaitu sebanyak 249.224 jiwa, tetapi kepadatan penduduknya menempati posisi ketujuh (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena Kecamatan Pasar Minggu memiliki luas wilayah terluas kedua setelah Kecamatan Jagakarsa yaitu 21,90 Km².

(30)

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Jakarta Selatan dan Kepadatan Perkecamatan

No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Wilayah (Km²) Kepadatan (Jiwa/ Km²) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 Jagakarsa Ps. Minggu Cilandak Pesanggrahan Kebayoran Lama Kebayoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setia Budi 222.004 249.224 153.232 154.638 226.927 144.085 103.739 122.247 238.990 119.588 25,01 21,90 18,20 13,47 19,32 12,91 7,73 8,53 9,05 9,61 8.747 11.375 8.419 11.480 11.752 11.161 13.403 14.854 25.078 13.214 Jumlah 1.734.674 145,73 11.903

Sumber : BPS Kota Jakarta Selatan, 2007

Perkembangan Usaha Unggas

Perkembangan usaha peternakan unggas di Kota Jakarta Selatan tidak terlalu baik. Sejak tahun 2002 jumlah populasi dan usaha peternakan unggas khususnya ayam broiler di Kota Jakarta Selatan semakin berkurang bahkan pada tahun 2006 populasinya menjadi nol. Hal ini terkait dengan adanya isu Flu Burung yang kembali merebak, sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan tidak memperbolehkan peternakan berada di daerah pemukiman. Kondisi ini juga berpengaruh pada

perkembangan harga rata-rata ayam broiler di Kota Jakarta Selatan dari Rp 15.000,00/Ekor menjadi Rp 20.000,00/Ekor (Tabel 5).

Tabel 5. Jumlah Peternakan, Populasi dan Perkembangan Harga Rata-Rata Ayam Broiler di Kota Jakarta Selatan Tahun 2002-2006

Tahun Jumlah Peternakan Jumlah Populasi (Ekor) Harga Rata-Rata (Rp/Kg) 2002 2003 2004 2005 2006 2 2 2 3 -20.500 18.000 18.000 1.500 -12.500 12.500 13.000 15.000 20.000

(31)

Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat berlangungnya jual beli segala keperluan sehari-hari, terutama pangan dan sandang yang dibutuhkan oleh masyarakat. Prasarana yang digunakan dalam menunjang kegiatan jual beli berupa kios, los, dan lapak.

Pasar-pasar tradisional di Kota Jakarta Selatan dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Jaya (PD Pasar Jaya) yang dipimpin oleh seorang Direktur. Setiap pasar tradisional mempunyai satu manajer area. Satu area terdiri dari beberapa pasar tradisional.

Pasar Minggu

Terletak di Jalan Raya Ragunan. Lahan yang dimiliki pasar ini ± 16.788 m2. Ruang lingkup pelayanan meliputi daerah kota, karena pasar ini merupakan salah satu pasar terbesar diwilayah Kota Jakarata Selatan dan berpotensi untuk maju. Pasar Minggu mudah dijangkau karena banyak transportasi yang melalui pasar tersebut salah satunya adalah kereta api listrik jalur Kota-Bogor atau Tanah Abang-Bogor. Ada 38 pedagang yang berjualan ayam broiler yang terdiri atas 30 orang pedagang ayam potong dan 8 orang pedagang ayam broiler hidup. Setiap hari para pedagang tersebut mampu menjual ayam broiler sebanyak 50-75 ekor.

Pasar Tebet Barat

Terletak di Jalan Tebet Barat Dalam. Lahan yang dimiliki pasar ini ± 6.543 m2. Ruang lingkup pelayanan untuk wilayah Tebet, dan berpotensi untuk berkembang. Pasar Tebet Barat sangat potensial karena selain Tebet merupakan wilayah terpadat di Kota Jakarta Selatan, juga karena disekitar pasar banyak dibuka rumah makan yang bahan bakunya berasal dari pasar ini. Terdapat 10 orang pedagang yang berjualan ayam broiler di pasar ini dan setiap harinya dapat menjual ayam broiler sebanyak 60-260 ekor.

Pasar Warung Buncit

Terletak di Jalan Kemang Utara No.9 Rt.11 Rw.04, Mampang Prapatan. Didirikan pada Tahun 2003 dan diresmikan Tahun 2006. Pasar ini memiliki luas bangunan ± 1.495,36 m2 dan luas tanah ± 3.200 m2. Ruang lingkup pelayanan untuk lingkungan Warung Buncit, Kemang dan Mampang Prapatan. Pasar Warung Buncit

(32)

berpotensi untuk maju karena selain menjual kebutuhan sehari-hari, pasar ini juga terkenal dengan pasar hewannya. Terdapat enam orang pedagang ayam broiler di pasar ini dengan skala penjualan 80-600 ekor ayam broiler per hari.

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin responden, usia responden, tingkat pendidikan yang telah ditempuh responden, lama usaha yang telah dijalankan responden, dan tenaga kerja yang terlibat dalam usaha responden.

Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pedagang pengecer dan pedagang pemotong berjenis kelamin laki-laki yaitu masing-masing sebanyak 55,56% dan 100% (Tabel 6). Responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan karena berkaitan dengan aktivitas fisik seperti pemesanan, pengangkutan dan pemotongan yang dilakukan pedagang memerlukan waktu dan tenaga yang lebih besar. Pemilik tempat pengumpulan ayam (pedagang pengumpul) berjenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-masing 50%. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki maupun perempuan dapat membuka atau mengelola usaha ini.

Usia Responden

Sebaran usia pedagang pengecer berada pada kisaran usia antara 42-53 tahun yaitu sebesar 44,44%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk berdagang ayam tidak dibatasi oleh usia. Tabel 6 menerangkan bahwa pedagang pemotong berusia 20-53 tahun, sedangkan pada pedagang pengumpul kisaran usia berkisar antara 20-30 tahun dan 42-53 tahun masing-masing sebesar 50,00%.

Tingkat Pendidikan

Tabel 6 menunjukkan masih ada pedagang pengecer dan pedagang pemotong yang tidak tamat sekolah dasar yaitu masing-masing sebesar 22,22% dan 33,33%. Rendahnya tingkat pendidikan responden dikarenakan usaha berdagang merupakan bentuk usaha informal yang dijalankan sebagian kecil masyarakat. Sebesar 100% pedagang pengumpul telah menamatkan pendidikannya sampai tingkat SLTA. Hal ini dapat dikarenakan pada usaha pengumpulan ayam diperlukan kemampuan yang lebih untuk mengatur kegiatan yang ada dalam tempat pengumpulan tersebut seperti mencatat ayam yang masuk dan keluar (tenaga administrasi).

(34)

Tabel 6. Karakteristik Responden Penelitian

Pedagang Pengecer Pedagang Pemotong

Pedagang Pengumpul Karakteristik

Orang % Orang % Orang %

Jenis Kelamin 1. Laki-laki 5 55,56 3 100 1 50 2. Perempuan 4 44,44 - - 1 50 Jumlah 9 100 3 100 2 100 Usia (Tahun) 20-30 2 22,22 1 33,33 1 50,00 31-41 3 33,33 1 33,33 - - 42-53 4 44,44 1 33,34 1 50,00 Jumlah 9 100,00 3 100,00 2 100,00 Tingkat Pendidikan 1. Tidak Tamat SD 2 22,22 1 33,33 - - 2. SD 3 33,33 - - - - 3. SLTP 2 22,22 - - - - 4. SLTA 2 22,22 2 66,67 2 100 Jumlah 9 100 3 100 2 100

Lama Usaha (Tahun)

1-10 3 22,22 2 66,67 2 100,00

11-20 2 11,11 - - - -

21-31 4 44,44 1 33,33 - -

Jumlah 9 100,00 3 100,00 2 100,00 Tenaga Kerja (Orang) 1. 1-5 8 88,89 - - - -

2. 6-10 1 11,11 - - - -

3. 11-15 - - 3 100 2 100

Jumlah 9 100 3 100 2 100

Lama Usaha

Rata-rata pedagang pengecer memiliki pengalaman berdagang antara 21-31 tahun (44,44%). Hal ini menunjukkan mata pencaharian utama mereka adalah berdagang ayam broiler. Pengalaman usaha pedagang pengumpul dan pemotong sebagian besar memiliki pengalaman berdagang selama 1-10 tahun. Hal ini

(35)

dikarenakan pedagang pengumpul dan pedagang pemotong merupakan orang baru dalam usaha ayam broiler.

Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh masing-masing lembaga pemasaran di ambil dari keluarga, orang luar keluarga, dan kerabat. Pekerjaan yang dapat dilakukan pada pedagang pengecer tidak banyak sehingga rata-rata tenaga kerja yang terlibat hanya sebanyak 1-5 orang (42,86%). Pedagang pemotong dan pedagang pengumpul memerlukan tenaga kerja lebih banyak yaitu 11-15 orang karena memiliki bermacam jenis pekerjaan (mengambil dan mengantar ayam, mencatat ayam yang masuk dan keluar, memotong dan menjual ayam ke pasar tradisional).

Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam penjualan ayam broiler di Kota Jakarta Selatan yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, dan pedagang pengecer. Lembaga ini berfungsi dalam penyaluran ayam broiler ke konsumen. Lembaga pemasaran ini bebas menjual dan membeli produknya kepada siapapun, tetapi karena sudah terjalin hubungan yang sangat baik maka dengan sendirinya mereka akan saling membutuhkan satu sama lain.

Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer pada penelitian ini terdapat dua macam yaitu pedagang pengecer ayam potong dan pedagang pengecer pemotong. Pedagang pengecer ayam potong memperoleh ayam potong dari pedagang pemotong yang lokasinya tidak jauh dari pasar, sedangkan pedagang pengecer pemotong memperoleh ayam broiler hidup dari pengumpul yang berada di sekitar wilayah Cempaka Putih (Jakarta Pusat) dan Jatinegara (Jakarta Timur). Pedagang pengecer ayam potong rata-rata mampu menjual ayam potong sebanyak 63 ekor setiap hari dengan harga rata-rata Rp 19.987,50 per ekor (dengan bobot 1,2-1,3 Kg/ekor), sedangkan pedagang pengecer pemotong setiap hari rata-rata dapat menjual 200 ekor ayam potongayam dengan harga rata-rata Rp 19.753,60 per ekor (bobot hidup rata-rata 1,5 Kg/ekor) .

Konsumen pedagang pengecer meliputi konsumen rumah tangga dan konsumen lembaga. Pedagang pengecer menggunakan tenaga kerja tambahan 1-5 orang dengan lama bekerja 6-10 jam per hari (0,85-7,00 HKP/Hari). Tenaga kerja tersebut dimanfaatkan untuk membantu mengambil ayam dari pengumpul atau

(36)

pemotong, melayani konsumen di pasar tradisional, dan mengantar ayam ke konsumen rumah makan. Sarana yang digunakan untuk berjualan ayam adalah lapak kaki lima, los dan ember besar.

Pedagang Pemotong

Pedagang pemotong memperoleh ayam broiler dari pedagang pengumpul yang selanjutnya akan diproses lebih lanjut yaitu penyembelihan ayam. Proses pemotongan ayam harus disesuaikan dengan syariat yang berlaku di Indonesia. Menurut Fadilah et al (2007), ada beberapa syarat dalam proses pemotongan ayam yaitu sebagai berikut : 1) pemotong harus beragama Islam dan taat beribadah, hal ini terkait dengan kehalalan suatu produk karena sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam; 2) memotong ayam harus menghadap kiblat; 3) memotong harus dengan pisau yang tajam dan 4) proses pemotongan harus berjalan cepat. Ayam yang telah disembelih ditempatkan disebuah drum dan dibiarkan beberapa saat agar darahnya keluar.

Proses selanjutnya adalah pencelupan ke air panas. Ayam yang darahnya telah habis, dicelupkan kedalam drum berisi air panas dengan suhu 60-65º C selama 2-3 menit di atas kompor yang sedang menyala. Temperatur air harus tetap dikontrol, jangan sampai terlalu tinggi (lebih dari 65º C) atau rendah ( kurang dari 60º C). Jika terlalu panas, kulit daging ayam terbawa ketika bulunya dicabut sehingga kualitas ayam potongmenjadi tidak baik. Jika temperatur air dingin, bulu ayam akan sulit dicabut. Ayam yang telah dicelupkan kemudian dicabuti bulunya. Pencabutan bulu dilakukan secara otomatis menggunakan alat pencabut bulu yang disebut rubber fingered pickers. Alat ini terdiri atas jari-jari yang terbuat dari karet yang bersifat fleksibel sehingga tidak merusak ayam potong. Ayam masih harus dibersihkan dari sisa bulu yang tidak tercabut dalam mesin pencabut bulu secara manual yaitu menggunakan tangan.

Ayam yang telah dibersihkan dari bulu, lalu diambil isi perut (jeroan terdiri atas hati, rempela, jantung, dan usus) dengan cara memotong bagian kloaka antara dada dan paha. Ayam potong dan isi perut yang didapat dikumpulkan secara terpisah. Isi perut dibersihkan dari kotoran yang melekat sebelumnya akhirnya dijual bersama ayam potong. Ayam potong dan isi perut harus dicuci bersih sehingga tidak ada darah pada ayam potong dan isi perut.

(37)

Rata-rata pedagang pemotong dapat menjual 2.500 ekor (bobot hidup rata-rata 1,5 Kg/ekor) ayam potong per hari dengan harga jual rata-rata-rata-rata Rp 16.616,67 per ekor. Pemotong menjual secara terpisah antara ayam potong dengan jeroan, tetapi ada pula pemotong yang menjual ayam potong dan jeroan dalam satu harga. Konsumen pedagang pemotong adalah pedagang pengecer di pasar tradisional yang lokasinya tidak jauh dari tempat pemotongan.

Pemotong menggunakan tenaga kerja tambahan sebanyak 11-15 orang dengan lama bekerja 2-8 jam per hari (3-15 HKP/Hari). Tenaga kerja tersebut dimanfaatkan untuk memotong, mengambil ayam dari pengumpul dan mengantar ayam ke pasar tradisional.

Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul memperoleh ayam broiler dari peternakan yang berada di Bogor, Tangerang, Sukabumi, dan Cianjur. Pedagang pengumpul tidak membeli ayam dari satu peternakan melainkan dari beberapa peternakan. Pengumpul mengirim supir untuk membeli ayam broiler ke peternakan yang sedang panen. Supir dibekali sejumlah uang oleh pengumpul untuk membeli ayam. Pembelian dilakukan secara tunai, karena tidak ada perjanjian antara pengumpul dengan peternak. Pihak peternakan mengeluarkan surat bukti pembayaran dan surat bukti bahwa ayam yang dijual dalam keadaan sehat. Rata-rata perhari pedagang pengumpul dapat membeli dan menjual ayam 1.250 ekor (bobot hidup rata-rata 1,5 Kg/ekor) dengan harga beli rata-rata Rp 14.250,00 per ekor dan harga jual rata-rata Rp 16.000,00 per ekor. Pengumpul memasok ayam broiler ke pasar tradisional, restoran dan tempat pemotongan ayam. Pelanggan pemotong, pengecer dan restoran membeli ayam dalam keadaan hidup. Pedagang pengumpul menggunakan tenaga kerja lebih banyak, sekitar 11-15 orang yang dibagi menjadi beberapa bagian yaitu supir, bagian administrasi, penimbang dengan lama bekerja kurang lebih sepuluh jam (13,5-16,65 HKP/ Hari).

Saluran Pemasaran Ayam Broiler

Ayam broiler yang dijual hingga sampai ke tangan konsumen melibatkan lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran tersebut antara lain peternak, pedagang pengumpul, pedagang pemotong, dan pedagang pengecer. Terdapat tiga saluran pemasaran ayam broiler dalam penelitian ini yaitu:

(38)

Luar Jakarta Jakarta Batasan penelitian 31.500 (45%) (35%) 31.500 (45%) (80%) 14.000 (20%) (100%) 70.000 14.000 (20%) 56.000 24.500

1. Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → konsumen 2. Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pengecer pemotong→

konsumen

3. Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → pedagang pengecer ayam potong→ konsumen

Skala 70.000 ekor per hari

Gambar 2. Saluran Pemasaran Produk Ayam Broiler di Kota Jakarta Selatan

Persentase masing-masing saluran pemasaran dibuat berdasarkan data Suku Dinas Peternakan Kota Jakarta Selatan mengenai volume penjualan ayam broiler tiap hari di Kota Jakarta Selatan, yakni sebanyak 70.000 ekor per hari. Pedagang pengumpul menyalurkan produknya dalam bentuk ayam broiler hidup ke pedagang pengecer pemotong sebanyak 14.000 ekor (20%) dan ke pemotong sebanyak 56.000 ekor (80%). Tingkat pedagang pemotong, saluran pemasaran terbagi menjadi dua yaitu ke pedagang pengecer ayam potong sebanyak 31.500 ekor (45%) dan ke konsumen 24.500 ekor (35%). Pedagang pengecer menjual seluruh ayam potong (31.500 ekor) kepada konsumen (konsumen lembaga dan rumah tangga).

Ayam Hidup Karkas Keterangan : Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang Pengecer Ayam Potong Produsen Pedagang Pengecer Pemotong Pedagang Pemotong

(39)

Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler

Analisis nilai tambah dilakukan pada periode rata-rata produksi per hari. Dasar perhitungan nilai tambah menggunakan satuan ekor bahan baku (ayam broiler). Analisis nilai tambah ini dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah pemasaran dengan bahan baku ayam broiler. Analisis ini juga akan melihat distribusi marjin yang diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam aktifitas pemasaran dengan menggunakan analisis metode Hayami et al. (1987). Analisis nilai tambah terdiri dari beberapa komponen utama pembentuk biaya produksi meliputi bahan baku, sumbangan input lain, tenaga kerja dan keuntungan untuk masing-masing komponen utama yang digunakan. Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian antara jumlah output yang dihasilkan dengan jumlah input yang digunakan. Nilai faktor konversi yang dihasilkan dari pemasaran ayam broiler bernilai satu menunjukkan bahwa tiap satu ekor ayam yang digunakan, akan menghasilkan output sebanyak satu ekor.

Tingkat harga output ayam potong merupakan rata-rata penjualan ayam broiler setiap hari. Harga output dan nilai output di tingkat pedagang pengecer ayam potong rata-rata sebesar Rp 19.987,50 (Tabel 7). Harga dan nilai output ini lebih besar dibandingkan harga dan nilai output ayam potong yang dijual oleh pedagang pengecer pemotong. Harga dan nilai ouput pedagang pengecer pemotong yaitu sebesar Rp 19.753,60 per ekor. Perbedaan ini dikarenakan pedagang pengecer ayam potong harus mengimbangi antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan sedangkan proporsi penjualannya sedikit . Nilai output yang sama karena faktor konversi yang dihasilkan adalah satu.

Sumbangan input lain terbesar terdapat pada tingkat pedagang pengecer pemotong yaitu sebesar Rp 570,17 per ekor. Input lain yang digunakan pedagang pengecer pemotong terdiri dari biaya pengangkutan, biaya sewa tempat, biaya listrik dan air, biaya retribusi pasar dan biaya pembelian minyak tanah. Perbedaan besarnya sumbangan input lain pada ayam potong dan ayam hidup di pengaruhi oleh banyaknya penggunaan input lain, jumlah output dan harga output yang dijual.

(40)

Tabel 7. Rata-rata Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Tiap Lembaga Pemasaran di Kota Jakarta Selatan

Nilai Variabel Nilai Tambah Pedagang

Pengecer Ayam Potong Pedagang Pengecer Pemotong Pedagang

Pemotong Pengumpul Pedagang

I. Output, Input dan Harga

1. Output (Ekor/Hari) 63 200* 2.500* 1.250

2. Input (Ekor/Hari) 63 200 2.500 1.250

3. Tenaga Kerja (HKP/Hari) 2,000 3,729 11,000 15,075 4. Faktor Konversi 1,000 1,000 1,000 1,000 5. Koef. Tenaga Kerja 0,032 0,019 0,005 0,012

6. Harga Output (Rp/Ekor) 19.987,50** 19.753,60** 16.616,67** 16.000,00 7. Upah Rata-rata Tenaga Kerja

(Rp/HKP) 35.333,33 28.627,10 53.333,33 11.946,95

II. Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Ekor Input)

8. Harga Input (Rp/Ekor) 17.025,00 15.785,70 13.333,33 14.250,00 9. Sumbangan Input Lain (Rp/Ekor) 208,80 570,17 464,17 467,22 10. Nilai Output (Rp/Ekor) 19,987,50 19.753,60 16.616,67 16.000,00 11. a. Nilai Tambah (Rp/Ekor) 2.753,70 3.397,73 2.819,17 1.282,72 b. Rasio Nilai Tambah 13,78% 17,20% 16,97% 8,02% 12. a. Imbalan Tenaga Kerja

(Rp/HKP) 1.130,67 543,92 266,67 137,96 b. Bagian Tenaga Kerja 41,06% 16,01% 9,46% 10,75% 13. a. Keuntungan 1.623,03 2.853,81 2.552,50 1.144,82

b. Tingkat Keuntungan 8,12% 14,45% 15,36% 7,16%

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/Ekor) 2.962,50 3.967,90 3.283,34 1.750,00 a. Pendapatan Tenaga Kerja 38,17% 13,71% 8,12% 7,88% b. Sumbangan Input Lain 7,05% 14,37% 14,14% 26,70% c. Keuntungan Pedagang 54,78% 71,92% 77,74% 65,42% Keterangan : * = Terjadi Pengurangan Bobot Tubuh Sebesar 0,2-0,3 Kg/Ekor

** = Harga output terdiri dari harga karkas+isi perut

Imbalan dan Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh lembaga pemasaran ayam broiler adalah tenaga kerja langsung. Hari kerja dihitung dengan membagi jumlah jam kerja dengan hari kerja dan dikalikan dengan faktor konversi satu untuk laki-laki dan 0,8 untuk

(41)

perempuan. Satu hari kerja yang digunakan adalah 8 jam atau setara dengan satu Harian Kerja Pria (HKP).

Koefisien tenaga kerja didapat dari hasil pembagian antara nilai input tenaga kerja dengan input bahan baku. Pedagang pengecer ayam potong memiliki koefisien rata-rata tenaga kerja lebih besar dari pedagang pengecer pemotong sebesar 0,032 HKP per ekor. Artinya pedagang pengecer ayam potong memerlukan waktu 0,256 jam atau 15,36 menit untuk memasarkan satu ekor ayam kepada konsumen, sedangkan pedagang pengecer pemotong memerlukan 0,019 HKP atau 0,152 jam atau 9,12 menit untuk memasarkan satu ekor ayam kepada konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang pengecer ayam potong memerlukan waktu yang lebih lama untuk memasarkan satu ekor ayam.

Koefisien rata-rata tenaga kerja pedagang pemotong yaitu sebesar 0,005 HKP per ekor. Artinya dibutuhkan waktu sebanyak 0,04 jam atau 2,4 menit untuk memotong dan mengolah satu ekor ayam menjadi karkas. Koefisien rata-rata tenaga kerja pada pedagang pengumpul sebesar 0,012 HKP per ekor. Hal ini menandakan bahwa waktu yang diperlukan untuk memasarkan satu ekor ayam broiler adalah 0,096 jam per ekor atau 5,76 menit per ekor. Pedagang pemotong memiliki jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan pedagang pengecer ataupun pedagang pengumpul, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan ayam lebih cepat atau efisien dibandingkan pedagang pengecer dan pedagang pengumpul.

Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian antara upah rata-rata tenaga kerja per HKP dengan koefisien tenaga kerja. Imbalan ini diberikan atas keseluruhan proses penjualan setiap ekor ayam dari mulai pembelian sampai pemasaran. Imbalan untuk tenaga kerja pada pedagang pengecer ayam potong sebesar Rp 1.130,67 per ekor atau 41,06% dari nilai tambah penjualan ayam potong. Artinya setiap Rp 100,00 per ekor nilai tambah akan memberikan pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 41,06 per ekor. Imbalan untuk tenaga kerja yang diberikan oleh pedagang pengecer pemotong sebesar Rp 543,92 per ekor. Bagian tenaga kerja yang diterima terhadap nilai tambah adalah 16,01%. Imbalan tenaga kerja pedagang pemotong yang diperoleh sebesar Rp 266,67 atau 9,46%. Imbalan yang diterima oleh tenaga kerja pedagang pengumpul setiap ekor sebesar Rp 137,96 atau 10,75%.

(42)

Distribusi Nilai Tambah

Distribusi nilai tambah terhadap pendapatan tenaga kerja dan keuntungan dapat dilihat pada Tabel 8. Distribusi nilai tambah terhadap pendapatan tenaga kerja diperoleh dari perkalian antara nilai koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja menunjukkan jumlah pendapatan rata-rata yang diterima tenaga kerja untuk kegiatan pemasaran setiap satu ekor ayam broiler. Imbalan tenaga kerja tergantung dari jumlah hari orang kerja untuk dapat menjual satu ekor ayam broiler.

Tabel 8. Distribusi Nilai Tambah Terhadap Imbalan Tenaga Kerja dan Keuntungan Pedagang Pengecer Ayam Potong Pedagang Pengecer Pemotong Pedagang Pemotong Pedagang Pengumpul Faktor Produksi

Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Imbalan Tenaga Kerja 1.130,67 41,06 543,92 16,01 266,67 9,46 137,96 10,75 Keuntungan 1.623,03 58,94 2.853,81 83,99 2.552,50 90,54 1.144,82 89,25 Nilai Tambah 2.753,70 100,00 3.397,73 100,00 2.819,17 100,00 1.282,72 100,00

Tabel 8 menunjukkan bahwa pendapatan tenaga kerja terbesar berada di tingkat pedagang pengecer ayam potong, hal tersebut dikarenakan upah rata-rata tenaga kerja yang diberikan cukup besar sedangkan tidak diimbangi dengan hasil penjualan ayam broiler yang relatif sedikit. Rasio tenaga kerja merupakan persentase dari pendapatan tenaga kerja terhadap nilai tambah. Rasio tenaga kerja terbesar terdapat pada tingkat pedagang pengecer ayam potong yaitu sebesar 41,06% artinya untuk setiap Rp 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp 41,06 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja.

Keuntungan merupakan selisih antara nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja. Persentase keuntungan terbesar dari distribusi nilai tambah berada pada tingkat pedagang pemotong yaitu sebesar 90,54%. Keuntungan yang didapat pedagang pemotong lebih besar dibandingkan pelaku pemasaran yang lain disebabkan proporsi penjualan yang besar, imbalan tenaga kerja pada pedagang pemotong relatif kecil dan harga input yang lebih murah.

(43)

Distribusi Marjin

Nilai marjin menunjukkan kontribusi faktor-faktor produksi untuk mengolah atau memasarkan ayam broiler. Marjin pemasaran yang diterima pengecer ayam potong sebesar Rp 2.962,50 per ekor. Perincian balas jasa pengecer dengan input ayam potong terhadap faktor-faktor produksi adalah sebagai berikut : 38,17% untuk pendapatan tenaga kerja; 7,05% untuk sumbangan input lain dan 54,78% untuk keuntungan. Pedagang pengecer pemotong menerima marjin sebesar Rp 3.967,90 per ekor. Balas jasa yang diterima setiap faktor-faktor produksi adalah 13,71% untuk pendapatan tenaga kerja; 14,37% untuk sumbangan input lain dan 71,92%untuk keuntungan pedagang. Marjin pemasaran yang diperoleh pedagang pemotong sebesar Rp 3.283,34 per ekor. Balas jasa yang diterima setiap faktor-faktor produksi adalah 8,12% untuk pendapatan tenaga kerja; 14,14% untuk sumbangan input lain dan 77,74% untuk keuntungan pedagang pemotong.

Marjin pemasaran yang diterima pengumpul Rp 1.750,00 per ekor. Balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi terhadap marjin pemasaran adalah 7,88% untuk pendapatan tenaga kerja; 26,70% untuk sumbangan input lain dan 65,42% untuk keuntungan pedagang pemotong.

Persentase sumbangan input lain terbesar berada di tingkat pedagang pengecer pemotong. Hal tersebut dikarenakan penggunaan input lain pada pedagang pengecer pemotong lebih banyak dibandingkan pelaku pemasaran yag lain. Sumbangan input lain di tingkat pedagang pengecer pemotong meliputi biaya pengangkutan, biaya sampah, listrik, air, minyak tanah, sewa tempat, dan retribusi

Pedagang pemotong mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan pada tingkat pengumpul tercipta efisien produksi karena input penjualan yang relatif besar dan efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja.

(44)

Gambar 3. Distribusi Marjin dan Faktor Produksi Nilai Produk Rp 16.000,00 (Pedagang Pengumpul) Bahan Baku Rp 14.250,00 Marjin Rp 1.750,00 Pend.TK Rp 137,96 Keuntungan Rp 1.144,82 Input Lain Rp 467,22 Nilai Produk Rp 16.616,67 (Pedagang Pemotong) Bahan Baku Rp 13.333,33 Marjin Rp 3.283,34 Pend.TK Rp 266,67 Keuntungan Rp 2.552,50 Input Lain Rp 464,17 Nilai Produk Rp 19.753,60 (Pedagang Pengecer Pemotong) Bahan Baku Rp 15.785,70 Marjin Rp 3.967,90 Pend.TK Rp 543,92 Keuntungan Rp 2.853,81 Input Lain Rp 570,17 Nilai Produk Rp 19,987,50 (Pedagang Pengecer Ayam Potong) Bahan Baku Rp 17.025,00 Marjin Rp 2.962,50 Pend.TK Rp1.130,67 Keuntungan Rp 1.623,03 Input Lain Rp 208,80 (-) 7,88% (-) 8,12% 14,14% 77,74% (-) 13,71% 14,37% 71,92% (-) 38,17% 54,78% 7,05% 26,70% 65,42%

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pelaku pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan yang dominan adalah laki-laki, berusia 42-53 tahun, berpendidikan sampai SLTA, memiliki pengalaman berdagang 1-10 tahun, dan memiliki tenaga kerja relatif sedikit.

Ada tiga saluran pemasaran di Kota Jakarta Selatan yang didapat dari penelitian ini, antara lain yaitu: 1) Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → konsumen; 2) Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pengecer pemotong→ konsumen; 3) Produsen → pedagang pengumpul → pedagang pemotong → pedagang pengecer ayam potong→ konsumen

Nilai tambah yang diciptakan lembaga pemasaran ayam broiler di Kota Jakarta Selatan sebesar Rp 10.253,32 per ekor ayam broiler. Pedagang pengecer pemotong memperoleh bagian 33,14% untuk penjualan ayam potong dari total nilai tambah yang diciptakan. Bagian nilai tambah pedagang pengecer ayam potong sebesar 26,86%. Pedagang pemotong dan pengumpul memperoleh nilai tambah penjualan ayam potongayam masing-masing sebesar 27,50% dan 12,50% dari total nilai tambah keseluruhan. Pedagang pengecer pemotong memperoleh bagian nilai tambah yang paling besar, hal ini dikarenakan pada pedagang pengecer pemotong perbedaan antara nilai ouput dan harga input relatif besar sehingga menciptakan nilai tambah yang cukup besar.

(46)

Saran

Efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja dan peningkatan proporsi penjualan perlu dilakukan oleh tiap pedagang ayam broiler agar dapat meningkatkan keuntungan pemasaran broiler. Selain itu, untuk meningkatkan keuntungan pedagang pemotong, pedagang pengecer pemotong dan pedagang ayam potong perlu mencoba untuk menjual ayam broiler dalam bentuk potongan komersil (sayap, dada, punggung, pangkal paha, dan paha) karena harga dari setiap bagian tubuh ayam berbeda-beda dan pada saat sekarang ini konsumen lebih menyukai bagian-bagian tertentu dari tubuh ayam.

Penelitian ini hanya meneliti nilai tambah di tingkat pedagang pengecer, pedagang pemotong dan pedagang pengumpul. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti nilai tambah di tingkat produsen dan konsumen.

(47)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam Penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan umatnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua (Papa dan Mama), Adikku (Astrid), Kakakku (Acep dan Cita), Andika dan Keluarga (Bapak Encep, Mama Farida, Irma, Hadi, Wahyu, Dian dan Devi) yang telah memberikan kasih sayang, do’a, dukungan, perhatian dan materi yang tak terhingga dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Institut Pertanian Bogor khususnya Fakultas Peternakan yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa.

3. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr dan Bapak Ir. Burhanuddin, MM selaku Pembimbing Skripsi atas bimbingan, arahan, nasehat, kesabaran serta motivasi sehingga penulis tetap memiliki semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardani, MS selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan,

arahan, nasehat, selama penulis mengikuti perkuliahan.

5. Ibu Ir. Lucia Cyrilla. ENSD, M.Si yang telah menjadi panitia dan penguji dalam seminar atas semua masukan dan arahan yang diberikan.

6. Ibu Ir. Juniar Atmakusumah, MS dan Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi selaku penguji sidang atas semua kritik dan saran yang diberikan.

7. Staf Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kelautan Jakarta Selatan yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan penulis serta kepada PD Pasar Jaya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di pasar tradisional di wilayah Jakarta Selatan.

8. Sahabatku (Eva, Deka, Rina, Lisa) yang selalu mendo’akan, membantu, mendorong, dan memberi semangat kepada penulis mulai dari awal perkuliahan sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Marisa, Suci, Sarah, Uli, Irub, Mia, Ica, Arin, Doni, Anas, Vami, Dani, Dodi, teman-teman SEIP, dan teman-teman As Sakinah yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendo’akan, membantu, dan memberi semangat sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(48)

10. Segenap staf dan pegawai Fakultas Peternakan atas bantuannya dalam memudahkan segala administrasi.

Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Mei 2008

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan. 2007. Jakarta Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan. Jakarta

Choer, A. 2005. Analisis nilai tambah pengolahan dan pemasaran ayam broiler di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

Fadilah, R., A. Polana, S. Alam dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Cetakan Pertama. PT Agromedia Pustaka. Jakarta

Hayami, Y. T, Kawagoe. Y, Marooka dan M. Siregar. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java, a Perpective FromSunda Village. CEPRT. Bogor

http: //www.deptan.go.id/bps/buletin/bab 1.pdf [ 21 Juli 2006]

Kohls, R. L. and J. N. Uhls. 1985. Marketing of Agricultural Products. 6th Ed. Mac Milan Co. New York

Kotler, P. dan G. Amstrong. 1994. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi V. Jilid 1. Intermedia. Jakarta

Priyatno, M.A. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. PT Penebar Swadaya. Jakarta

Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. Kumpulan Pemikiran. USESE Foundation dan Pusat Studi Pengembangan IPB. Bogor

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Muhammadiyah University Press. Malang Supriadin, J. 2006. Persentase karkas, organ dalam dan lemak abdomen ayam broiler

yang diberi feed additive SIGI INDAH. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Supriajatna, E., U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. PT Penebar Swadaya. Jakarta

Suroprawiro, P., A.P Siregar dan M. Sabrani. 1981. Teknik Beternak Ayam Ras di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor

Umar, H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT Raya Grafindo Persada. Jakarta

(50)
(51)

Lampiran 1. Rincian Biaya-Biaya dan Penerimaan pada Pedagang Pengecer Ayam Potong I dengan Bobot Hidup 1,5 Kg/ Ekor per Hari

Jumlah Harga Uraian

Rp Rp/Ekor %

Pembelian 1. Ayam Potong 2. Hati dan Rempela 3. Usus 75 Ekor 75 Pasang 3 Kg 1.125.000,00 75.000,00 25.500,00 15.600,00 1.000,00 425,00 91,63 5,87 2,50 Total Pembelian 1.270.500,00 17.025,00 100,00 Biaya-Biaya 1. Biaya Pengangkutan 2. Retribusi 3. Sewa Tempat 4. Tenaga Kerja 5.000,00 6.000,00 1.797,38 60.000,00 66,67 80,00 23,97 800,00 6,87 8,24 2,47 82,40 Total Biaya 72.797,38 970,64 100,00 Penerimaan 1. Karkas

2. Hati dan Rempela 4. Kaki 5. Kepala 6. Usus 75 Ekor 75 Pasang 75 Pasang 75 Kepala 3 Kg 1.312.500,00 90.000,00 22.500,00 37.500,00 28.500,00 17.500,00 1.200,00 300,00 500,00 475,00 87,61 6,01 1,50 2,50 2,38 Total Penerimaan 1.491.000,00 19.975,00 100,00

Gambar

Gambar 1.  Alur Kerangka Pemikiran Analisis Nilai Tambah Pemasaran  Ayam Broiler di Pasar Tradisional Jakarta Selatan
Tabel 1.  Nilai Tambah dan Marjin dari Pengolahan dan Pemasaran Ayam  Broiler di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok
Tabel 2.  Jumlah Sampel pada Tiap Lembaga Pemasaran Ayam Broiler di  Pasar Tradisional Jakarta Selatan
Tabel 3.  Perhitungan Nilai Tambah Produk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul Penerapan Strategi Pembelajaran Instant Assessment untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada Materi Jenis-Jenis Budaya

Kemudian, isu ini juga jangan hanya sekedar pesan yang disisipkan dalam materi pelajaran, akan tetapi harus ada political of recognition dari stake holder pendidikan Islam

Perusahaan telah menargetkan produksi kain denim sebanyak 830.00 yard pada bulan Mei, namun realisasinya hanya sebanyak 784.852 dengan persentase realisasi sebesar

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan desain cross secsional, yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik responden (tingkat pendidikan

Pelayanan merupakan tugas utama bagi aparatur negara. Dalam bidang kesehatan terutama di puskesmas bahu pelyanan yang cepat adalah keinginan setiap masyrakat. Dalam

Data yang didapatkan dari SQ-FFQ dapat dikonversikan menjadi energi dan nutrient intake dengan mengalikan fraksi ukuran porsi setiap jenis pangan per hari

Temok PNS dari Rumkitban 04.08.05 Blora jika ingin anaknya lulus menjadi TNI-AD minta bantuan kepada Terdakwa anggota Kesdam IV/Diponegoro dan Saksi-2 dikasih

Upaya Penanaman nilai- nilai akhlakul karimah dalam membentuk karakter siswa melalui pembelajara Agama Islam di SMA Negeri 1 Air Putih. Bukan merupakan kegiatan yang