• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Geografis dan Morfologis 30 Aksesi Andaliman

Tiga puluh sampel aksesi andaliman yang diambil dari 3 kabupaten (Dairi, Tanah Karo, dan Simalungun) menunjukkan adanya perbedaan warna daun bagian bawah. Setiap sampel menunjukkan tingkat kemerahan setiap daun berbeda, sehingga dikelompokkam pada 3 tingkat warna, yaitu berwarna hijau, hijau kemerahan dan merah. Data dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data geografis dan morfologis 30 aksesi andaliman dari 3 kabupaten Sumatera Utara No. Kabupaten/Kecamatan/Kota Titik koordinat Ketinggian Tinggi lilit Warna Umur Aksesi Tempat Tanaman Batang Daun Tanaman

(mdpl.) (cm) (cm) (cm) D1 Dairi/Sidikalang/Hutarakyat N: 02°45’14.6” 1001 330 13 Hijau 2 E : 98°17’46.9” D2 Dairi/Sidikalang/Hutarakyat N: 02°45’17,5” 978 80 3 Merah 0,5 E: 98°16’50” D3 Dairi/Sumbul/Parbuahan N: 02°46’45,6” 1254 308 21 Hijau 2,5 E: 98°24’52,2” D4 Dairi/Sumbul/Parbuahan N: 02°47’02,1” 1253 294 17 Hijau 2 E: 98°25’09”

D5 Dairi/Sumbul/Lae Tangiang N:02°47’16,6” 1357 170,1 12,6 Hijau 1 E: 98°25’58,1” Kemerahan D6 Dairi/Parbuluan/Sigalingging N:02°36’07,9” 1518 265 28 Hijau 1,5 E:98°30’21,8” Kemerahan D7 Dairi/Parbuluan/Sigalingging N:02°36’07,9” 1518 156 10 Merah 1 E:98°30’21,4” D8 Dairi/Parbuluan/Sihotang N:02°39,13,7” 1317 430 28 Hijau 3 E:98°27’02,9” Kemerahan D9 Dairi/Parbuluan/Sihotang N:02°39’13,8” 1317 320 15 Hijau 1,5 E: 98°27’02,5” D10 Dairi/Parbuluan/Sihotang N:02°39’13,8” 1317 128 7 Hijau 1,5 E:98°27’2,5” D11 Dairi/Parbuluan/Siarung-arung N:02°39’57,5” 1290 190 20 Merah 3 E: 98°25’06,5”

No. Kabupaten/Kecamatan/Desa Titik koordinat Ketinggian Tinggi Lilit Warna Umur Aksesi Tempat Tanaman Batang Daun Tanaman

(mdpl.) (cm) (cm) (cm) D12 Dairi/Parbuluan/Siarung-arung N:02°39’55” 1292 200 25 Merah 2,5 E:98°25’5,1”

D13 Dairi/Sumbul/Pegagan Julu7 N:02°45’14,6” 1109 300 15 Hijau 1,5 E: 98°17’46,9

D14 Dairi/Sumbul/Pegagan Julu7 N:02°47’9,2” 1109 310 18 Hijau 2 E:98°23’22,7”

D15 Dairi/Pegagan Hilir/Tiga Baru N:02°48’47,6” 1202 294 20 Hijau 2 E: 98°23’38,9”

D16 Dairi/Pegagan Hilir/Tiga Baru N: 02°48’43,9” 1206 192 9 Hijau 1

E: 98°23’43,8” Kemerahan D17 Dairi/Pegagan Hilir/Tiga Baru N: 02°48’39,2” 1217 177 7 Merah 1 E: 98°23’48,5

D18 Dairi/Pegagan Hilir/Tiga Baru N: 02°48’38,8” 1276 203 14 Hijau 1 E: 98°24’29,4”

K1 Tanah Karo/Merek/Garingging N: 02°58’13,8” 1483 333 20 Merah 4 E : 98°32’11”

K2 Tanah Karo/Merek/Garingging N: 02°58’15,7” 1483 400 22 Hijau 4,5 E : 98°32’09,8”

K3 Tanah Karo/Merek/Garingging N: 02°58’33,5” 1495 248 10 Hijau 1,5 E : 98°31’27,6” S1 Simalungun/Purba/Purba N : 02°55’13,3” 1423 240 15 Hijau 1,5 Hinalang E : 98°38’18,8” kemerahan S2 Simalungun/Purba/Purba N : 02°55’13,5” 1423 238 14 Hijau 1 Hinalang E : 98°38’18,8” S3 Simalungun/Purba/Purba N : 02°55’13,7” 1423 144 9 Hijau 1 Hinalang E : 98°38’18,6” Kemerahan S4 Simalungun/Purba/Purba N : 02°54’56,6” 1408 370 18 Merah 1 Hinalang E : 98°38’30,9” S5 Simalungun/Purba/Kampung N : 02°53’19,5” 1211 290 22 Hijau 1,5 Baru E : 98°43’39,9” S6 Simalungun/Purba/Kampung N : 02°53’19,6” 1211 198 21 Hijau 2 Baru E : 98°43’39,8” Kemerahan S7 Simalungun/Purba/Kampung N : 02°53’19,8” 1211 155 10 Hijau 1 Baru E : 98°43’40,1” S8 Simalungun/Purba/Kampung N : 02°53’20,3” 1213 290 23 Merah 2 Baru E : 98°43’43,4” S9 Simalungun/Purba/Kampung N : 02°53’20,7” 1214 310 24,8 Hijau 1

Baru E : 98°43’44”

Umur aksesi andaliman yang digunakan sebagai sampel umumnya tanaman yang berumur 1- 4 tahun. Gambar 14,15,16 dan 17 (Lampiran 2), menunjukkan perbedaan tinggi dan kanopi tanaman andaliman yang digunakan sebagai sampel, namun tidak dibahas dalam penelitian ini.

Uji Kuantitas DNA

Uji kuantitatif DNA dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm sehingga diperoleh nilai kemurnian dan konsentrasi DNA hasil isolasi. Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan maksimum untuk asam nukleat, sedangkan panjang gelombang 280 nm merupakan serapan maksimum untuk protein. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Hasil uji kuantitatif 30 aksesi DNA tanaman andaliman

Kode Sampel Konsentrasi DNA (ng/µl) Kemurnian 260/280 1 3041 2.018 2 2201 2.078 3 796 2.089 ² 1769 2.014 5 2476 2.016 6 97.1 1.143 7 2398 1.31 8 1073 2.075 9 1367 2.077 10 2046 2.113 11 1335 2.052 12 1524 1.975 13 1417 2.079 14 1211 2.079 15 1415 2.075 16 937 1.969 17 1340 2.044 18 823 1.926 19 1551 2.061

20 1801 2.073 21 2100 2.007 22 2204 2.05 23 2337 2.019 24 2951 2.1 25 2612 2.11 26 3760 1.625 27 221 1.596 28 1422 1.934 29 2891 2.127 30 3757 2.08

Kemurnian DNA yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 1.143 – 2.113. Dari 30 sampel DNA yang diisolasi hanya 4 sampel yang nilai kemurnian nya berkisar 1.8 – 2.0. Yaitu aksesi nomor 12, 16, 18, dan 28. Menunjukkan bahwa sampel DNA telah murni.

Sampel dengan nilai kemurnian dibawah 1.8 sebanyak 4 sampel. Yaitu aksesi nomor 6, 7, 26 dan 27. Hal ini menunjukkan bahwa stok DNA masih banyak mengandung polysakarida. Sedangkan sampel dengan kemurnian diatas 2.0 sebanyak 22 sampel. Yaitu aksesi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 29 dan 30. Hal ini menunjukkan bahwa sampel masih belum murni dan mengandung banyak protein.

Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi. DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedang kontaminan protein atau phenol dapat menyerap cahaya pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan cahaya UV ini, sehingga kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280 (Å260/Å280)

Menurut Haris et al. (2003), konsentrasi DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan menghasilkan fragmen yang sangat tipis pada gel atau bahkan tidak terlihat secara visual, sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan antara satu fragmen dengan fragmen lainnya.

Salah satu keuntungan pemakaian analisis keragaman genetik tanaman dengan menggunakan teknik molekuler yang memanfaatkan teknologi amplifikasi PCR adalah kuantitas DNA yang diperlukan hanya sedikit. Di samping itu, dalam pelaksanaan teknik RAPD tingkat kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak perlu terlalu tinggi, atau dengan kata lain teknik amplifikasi PCR relatif toleran terhadap tingkat kemurnian DNA. Meskipun demikian, dalam suatu teknik isolasi DNA masih diperlukan suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa-senyawa kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat (Maftuchah dan Zainuddin, 2013).

Hasil PCR dengan marka RAPD

Hasil amplifikasi menggunakan 5 primer yang digunakan yaitu OPD-13, OPI-20, OPH-09, OPM-01, OPN-10 pada 30 aksesi tanaman andaliman yang menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diskoring, sehingga hasilnya dapat di analisis. Namun tidak semua primer mengamplifikasi DNA pada 30 aksesi andaliman . Hasil PCR dapat dilihat pada gambar

Satu dari lima primer yang digunakan mengamplifikasi DNA pada 30 Aksesi andaliman yaitu Primer OPI-20 Sedangkan 4 Primer lagi yaitu : OPD-13, OPH-09, OPM-01, OPN-10 tidak mengamplifikasi DNA pada 30 aksesi. Jumlah DNA yang paling banyak teramplifikasi terdapat pada OPH-09 yaitu aksesi nomor 28,29, dan 30 . Sedangkan yang paling sedikit terdapat pada Primer OPD-13, OPM-01, OPN-10 yaitu 1 pada aksesi no 13. Sementara OPH-09 tidak mengamplifikasi DNA 2 aksesi pada aksesi nomor 28, dan 29.

Tabel 4. Hasil Amplifikasi Lima Primer yang Digunakan

No Nama Primer Urutan Basa

(5'-3')

Jumlah Aksesi yang

Tidak Teramplifikasi No. Aksesi

1 OPD-13 ACGCGCATGT 1 5

2 OPI-20 AAAGTGCGGG - -

3 OPH-09 GACGCCACAC 2 28,29

4 OPM-01 ACAACTGGGG 1 13

5 OPN-10 GTTGGTGGCT 1 13

Pita yang muncul memiliki ukuran basa dan intensitas pita yang bervariasi. Perbedaan intensitas pita DNA dipengaruhi oleh sebaran situs penempelan primer pada genom, kemurnian dan konsentrasi genom dalam reaksi. Banyaknya pita yang dihasilkan oleh setiap primer tergantung pada sebaran situs yang homolog pada genom (Williams dkk, 1990). Fragmen yang tidak muncul disebabkan tidak terjadinya amplifikasi, terjadi karena munkin primer yang digunakan tidak sesuai dengan DNA cetakan. Beberapa bukti percobaan menunjukkan bahwa perbedaan satu pasang basa saja sudah cukup menyebabkan ketidaksesuaian cetakan primer yang kemudian mencegah amplifikasi (William dkk., 1990).

Konsentrasi primer berpengaruh terhadap intensitas produk PCR-RAPD. Menurut Padmalatha dan Prasad (2006) konsentrasi primer yang terlalu rendah

atau yang terlalu tinggi menyebabkan tidak terjadinya amplifikasi. Rasio yang rendah antara primer dan DNA cetakan dapat menyebabkan produk RAPD yang dihasilkan tidak konsisten. Magnesium merupakan komponen yang penting dalam reaksi PCR dan mempengaruhi kualitas profil RAPD yang dihasilkan (Pharmawati, 2009). Magnesium mempengaruhi penempelan primer serta aktifitas enzim (Padmalatha dan Prasad, 2006). Konsentrasi MgCl2 yang tinggi juga mempengaruhi jumlah band yang dihasilkan dan mengakibatkan penurunan intensitas band tertentu.

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pita yang dihasilkan oleh lima primer yang digunakan memperlihatkan pola pita yang berbeda. Ukuran pita-pita yang dihasilkan bervariasi antara 320 bp – 2.540 bp. Total pola pita dari kelima primer yang tampak sebanyak 25 dengan rata-rata 5 pita per primer dengan dengan pita polimorfik sebanyak 21 pita dan pita yang monomorfik sebanyak 4 pita. Persentase pita yang polimorfik bervariasi sebesar 75% sampai 100% dengan rata-rata 84.20% untuk seluruh primer.

No Primer Nama Ukuran Pita (bp) Total Pola Pita Jumlah Pita

Polimorfik Monomorfik Jumlah

Persenta se Pita Polimor fik (%) 1 OPD-13 468-2462 4 3 1 75% 2 OPI-20 320-1717 5 4 1 80% 3 OPH-09 500-2540 4 4 0 100% 4 OPM-01 440-1791 6 5 1 83% 5 OPN-10 386-1297 6 5 1 83% TOTAL 25 21 4 421% Rata-rata 5 4.2 0.8 84.20%

250 bp 1 2 3 4 5 6 1 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 250 bp 500 bp 750 bp 1000 bp 1500 bp 2000 bp 2500 bp 3000 bp 1 2 1 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 15 25 15 26 27 28 29 30 250 bp 750 bp 1000 bp 1500 bp 2000 bp 2500 bp 2500 bp 3000 bp

Jumlah pola pita tertinggi terdapat pada primer OPM 01 dan OPN 10 yang berjumlah 6 pola pita sedangkan jumlah pola pita terendah terdapat pada primer OPD 13 dan OPH 09 yang berjumlah 4 pola pita. Ukuran pita tertinggi terdapat pada primer OPH 09 sebesar 2540 bp sedangkan ukuran pita terendah terdapat pada primer OPI 20 sebesar 320 bp.

Primer OPD-13 menunjukkan pola pita yang berjumlah 4 pita dengan ukuran pita berkisar 468.238 – 2462.792 bp. Persentase pita polimorfik sebesar 75% dan persentase monomorfis sebesar 25 %.

Gambar 2.Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Andaliman dengan primer OPD-13, ket ; M = marker ladder 100 bp , Kab Dairi : (1-18), Kab Karo : (19-21), Dan Kab Simalungun (22-30)

Primer OPI-20 menunjukkan pola pita yang berjumlah 5 pita dengan ukuran pita berkisar 320.415 – 1717.12 bp . Persentase pita polimorfis sebesar 80% . Dan persentase monomorfis sebesar 20%.

Gambar 2.Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Andaliman dengan primer OPI-20, ket ; M = marker ladder 100 bp , Kab Dairi : (1-18), Kab Karo : (19-21), Dan Kab Simalungun (22-30)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 250 bp 500 bp 750 bp 1000 bp 3000 bp 2500 bp 2000 bp 1500 bp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 250 bp 500 bp 750 bp 1000 bp 1500 bp 2000 bp 2500 bp 3000 bp

Primer OPH-09 menunjukkan pola pita yang berjumlah 4 pita dengan ukuran pita berkisar 500 bp – 2540.66 bp. Persentase pita polimorfis sebesar 100 %. Dan persentasse monomorfis sebesar 0 %.

Gambar 4.Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Andaliman dengan primer OPH-09, ket ; M = marker ladder 100 bp , Kab Dairi : (1-18), Kab Karo : (19-21), Dan Kab Simalungun (22-30)

Primer OPN-10 menunjukkan pola pita yang berjumlah 6 pita dengan ukuran pita berkisar 386.465 bp – 1297.55 bp. Persentase pita polimorfis sebesar 83 %. Dan persentase monomorfis sebesar 17%.

Gambar 5. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Andaliman dengan primer OPN-10, ket ; M = marker ladder 100 bp , Kab Dairi : (1-18), Kab Karo : (19-21), Dan Kab Simalungun (22-30)

Primer OPM-01 menunjukkan pola pita yang berjumlah 6 pita dengan ukuran pita berkisar 440.58 – 1791.54 bp. Persentase pita polimorfis sebesar 83 %. Dan persentase monomorfis sebesar 17 %.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 500 bp 750 bp 1000 bp 3000 bp 2500 bp 2000 bp 1500 bp 250 bp

Gambar 6. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Andaliman dengan primer OPM-01, ket ; M = marker ladder 100 bp , Kab Dairi : (1-18), Kab Karo : (19-21), Dan Kab Simalungun (22-30)

Keberhasilan suatu primer dalam mengamplifikasi DNA cetakan ditentukan oleh ada tidaknya homologi sekuen nukleotida primer dengan sekuen nukleotida DNA cetakan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas DNA, konsentrasi MgCl2, enzim Taq DNA polimerase, dan suhu pelekatan primer (Wibowo, 2010).

Menurut Yuwono (2006) primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Keberhasilan teknik ini ditentukan oleh ada tidaknya situs penempelan primer, kemurnian DNA dan keutuhan DNA cetakan (Bardakci, 2001). Konsentrasi DNA genom merupakan faktor terpenting dalam reaksi amplifikasi. Konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kontaminan yang menggangu reaksi amplifikasi

(Chen, 2000).

Keberhasilan teknik ini lebih didasarkan kepada kesesuaian primer dan efisiensi dan optimasi proses PCR. Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Optimasi PCR juga diperlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan. Optimasi ini

menyangkut suhu denaturasi dan annealing DNA dalam mesin PCR. Suhu denaturasi yang rendah dapat menyebabkan belum terbukanya DNA utas ganda sehingga tidak dimungkinkan terjadinya polimerisasi DNA baru. Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat teramplifikasi banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan (annealing) ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan yang dipengaruhi oleh panjang dan komposisi primer (Suryanto, 2003).

Konsentrasi primer berpengaruh terhadap intensitas produk PCR-RAPD. Menurut Padmalatha dan Prasad (2006) konsentrasi primer yang terlalu rendah atau yang terlalu tinggi menyebabkan tidak terjadinya amplifikasi. Rasio yang rendah antara primer dan DNA cetakan dapat menyebabkan produk RAPD yang dihasilkan tidak konsisten. Magnesium merupakan komponen yang penting dalam reaksi PCR dan mempengaruhi kualitas profil RAPD yang dihasilkan (Pharmawati, 2009). Magnesium mempengaruhi penempelan primer serta aktifitas enzim (Padmalatha dan Prasad, 2006). Konsentrasi MgCl2 yang tinggi juga mempengaruhi jumlah band yang dihasilkan dan mengakibatkan penurunan intensitas band tertentu.

Tiap primer menghasilkan jumlah pita DNA yang berbeda. Pita yang muncul memiliki ukuran basa dan intensitas pita yang bervariasi. Perbedaan intensitas pita DNA dipengaruhi oleh sebaran situs penempelan primer pada genom, kemurnian dan konsentrasi genom dalam reaksi. Banyaknya pita yang

dihasilkan oleh setiap primer tergantung pada sebaran situs yang homolog pada genom (Williams et al., 1990). Adanya perbedaan pola pita yaitu berdasarkan jumlah dan ukuran pita menggambarkan adanya genom tanaman yang sangat kompleks (Grattapaglia et al., 1992).

Menurut Demeke dan Adams (1994), amplifikasi DNA dengan primer acak pada analisis RAPD biasanya menghasilkan 5-20 fragmen untuk setiap primer. Jumlah fragmen hasil amplifikasi dengan RAPD memang lebih rendah dibandingkan dengan hasil amplifikasi menggunakan AFLP (Haris et al., 2003).

Kelemahan RAPD adalah pemunculan pita DNA kadang–kadang tidak konsisten. Hal ini lebih sering terjadi jika suhu annealing yang digunakan terlalu tinggi. Dalam analisis kekerabatan, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan primer yang lebih banyak. Ruas DNA yang berulang sering berlipat ganda, homologi urutan nukleotida pada pita-pita DNA dengan mobilitas yang sama pada gel tidak diketahui, penanda RAPD bersifat dominan dan tingkat keberulangannya (reproducibility) rendah (Demeke dan Adams, 1994)

Analisis Hubungan Genetik Andaliman

Berdasarkan elektroforesis hasil amplifikasi dengan menggunakan program software Darwin 5.05 (Perrier dan Jacquemoud-Collet, 2009) dari 30 aksesi yang dianalisis hanya 26 aksesi yang diproses oleh software, karena ada beberapa aksesi yang tidak memenuhi persentasi yang distandarkan.

Gambar 7. Pohon filogenik 30 aksesi andaliman dari 3 kabupaten (Dairi,Tanah Karo dan Simalungun) yang dianalisis berdasarkan Matrix Dissimilarity Simple Matching).

Data biner hasil skoring amplifikasi 5 primer yang diolah dengan software DARwin dihasilkan radial filogenetik yang menunjukkan kekerabatan aksesi andaliman dimana 26 aksesi andaliman yang dikelompokkan menjadi 3 klustering. Kluster I terbagi lagi menjadi 2 subkluster yaitu : subkluster IA dan subkluster IB. Subkluster IA terdiri dari aksesi yang berasal dari Dairi (D18), Karo (K2 dan K3) , dan Simalungun (S2, S3, S5 dan S8) yang mengelompok secara acak (D, K dan S). Subkluter IB terdiri dari aksesi yang berasal dari Simalungun (S1 dan S4).

Kluster II terbagi lagi menjadi 2 subkluster yaitu subkluster IIA dan IIB. Subkluster IIA terdiri atas aksesi yang berasal dari Dairi (D3, D7, D8, D9, D10, D11, dan D12), dan subkluster IIB terdiri dari aksesi yang berasal dari Dairi (D2 dan D4) .

Kluster III terbagi lagi menjadi 3 subkluster yaitu subkluster IIIA dan IIIB. Subkluster IIIA terdiri atas aksesi yang berasal dari Dairi (D1, D14 dan D15), Simalungun (S9). Dan subkluster IIIB terdiri dari aksesi yang berasal dari Dairi (D13) dan Simalungun (S6 dan S7). Hasil clustering menunjukkan bahwa keragaman genetik dari andaliman pada 3 kabupaten tersebut adalah tinggi.

Hasil klustering 3 aksesi andaliman, dapat dilihat bahwa pada kelompok kedua, yang terdiri dari subkluster IIA dan IIB merupakan aksesi yang berasal dari 1 kabupaten yaitu kabupaten Dairi . Pada kelompok kedua ini tidak terdapat aksesi yang berasal dari kabupaten lain , meskipun aksesi dari kabupaten dairi lainnya menyebar pada kelompok yang lainnya.

Pengelompokkan tersebut menunjukkan bahwa penggelompokkan tidak berdasarkan warna daun andaliman yang beberapa berwarna hijau, hijau

kemerahan dan merah. Setiap jenis andaliman yang berbeda berwarna daun sama menyebar pada ketiga kelompok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan secara morfologi tidak menentukan bahwa perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.

Menurut Sitanggang dan Habeahan (1999) ada tiga jenis andaliman yang terdapat di kawasan Danau Toba yaitu : Sihorbo (buah besar, kurang aromatis dan produksi rendah ), Simanuk ( buah kecil, aroma dan rasa lebih tajam dari Sihorbu) dan jenis Sitanga (aroma sangat tajam sehingga lebih mirip bau kepinding, produksi tinggi namun kurang disenangi masyarakat). Ketiga jenis andaliman ini merupakan pengelompokkan masyarakat secara morfologi dan pengamatan visual yang tidak terukur. Dari hasil filogenetik andaliman dengan marka RAPD ini juga dapat dilihat bahwa andaliman dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar , namun tidak dapat dihubungkan dengan pengelompokkan secara morfologi secara spesifik untuk setiap sampel aksesi andaliman tersebut.

Menurut Zulhalmi (2013) informasi keragaman genetik tanaman pada tingkat individu , spesies maupun populasi perlu diketahui sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun strategi konservasi, pemuliaan , pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman secara berkelanjutan. Dari filogenetik dari 25 aksesi andaliman dapat dilihat bahwa andaliman memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi , dimana menurut Hutami (2006) Keragaman genetik ini dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas unggul.

Gambar 8. Profil radial neighbor-joining 25 aksesi andaliman dari 3 kabupaten (Dairi, Tanah karo, dan Simalungun) yang dianalisis berdasarkan

Matrix Dissimilarity Simple Matching.

IA

IB

Dokumen terkait