• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi DAS Percut

Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut merupakan salah satu kawasan di Sumatera Utara yang kondisinya kritis atau rawan banjir. Secara geografis DAS Percut terletak pada 03o18’- 03o40’ LU dan 98o30’ – 99o00 BT, dengan sungai utama yang melaluinya adalah Sungai Percut. Sungai Percut ini mengalir dari daerah hulu yang terletak di sebagian kecil kecamatan STM Hulu dan kecamatan Sibolangit, hingga bermuara pada daerah hilir di kecamatan Percut Sei Tuan dan kemudian terus mengalir sampai ke Selat Malaka (Pantai Timur Sumatera Utara).

Daerah pengaliran (catchment area) Sungai Percut berbentuk bulu burung yang meliputi beberapa bagian dari kecamatan Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Pantai Labu, Sibolangit, Tanjung Morawa, Patumbak, Biru-biru, STM Hulu dan STM Hilir. Tidak seluruh luasan dari masing-masing kecamatan tersebut masuk ke dalam daerah pengaliran Sungai Percut, akan tetapi hanya beberapa bagian saja.

Ada tiga stasiun penakar curah hujan pada DAS Percut yaitu Saentis, Batang Kuis dan Medan Amplas. Dari ketiga stasiun penakar hujan yang ada hanya Saentís dan Batang Kuis yang berfungsi dengan baik. Kedua stasiun penakar hujan ini letaknya berdekatan sehingga data curah hujan untuk daerah pengaliran Sungai Percut diwakili oleh salah satu penakar saja. Dalam hal ini penulis menggunakan data curah hujan harian dari stasiun penakar hujan Saentis.

Data kondisi DAS Percut yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut.

Luas total daerah pengaliran Sungai Percut (A) = 276,8 km2 Lebar Maksimum sungai = 45 m

Panjang sungai Percut (L) = 70 km. Kelerengan/kemiringan (S) = 0,02500 m

Kondisi tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut terdiri dari permukiman, perkebunan, sawah, tegalan, hutan dan tambak. Permukiman di kawasan DAS Percut dapat digolongkan pada kawasan dengan kepadatan yang sedang, sebagian besar kawasan DAS Percut berupa kawasan pertanian, hutan dan perkebunan. Berdasarkan peta tata guna lahan yang ada, DAS Percut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa penggunaan lahan yang luas masing-masing lahan adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Data Penggunaan Lahan pada DAS Percut Tata Guna Lahan Luas (km2)

Permukiman 86,8

Hutan 23,5

Sawah 38,6

Tegalan 4,2 Perkebunan - Tebu - Kelapa Sawit - Coklat 26,3 34,5 5,4 Tambak 2,2 Lainnya 2,7 Luas Total 276,8

Sumber : Data Primer

Dari data diatas dapat diketahui bahwa kondisi tata guna lahan pada DAS Percut didominasi daerah pertanian dan permukiman.

Analisis Curah Hujan

Curah Hujan Harian Maksimum

Untuk mengetahui besarnya curah hujan rencana yang terjadi di daerah pengaliran Sungai Percut, diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir pada stasiun penakar hujan yang terdekat. Data curah hujan harian yang digunakan diperoleh dari Bagian Penelitian Tebu Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, Medan yang merupakan data curah hujan harian selama 22 tahun terakhir (1985-2006), dari stasiun penakar hujan Saentís.

Data curah hujan harian yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis untuk mendapatkan data curah hujan harian maksimum. Penentuan data curah hujan maksimum ini mengunakan metode partial series yang merupakan metode terbaik dibandingkan dengan metode annual maximum series. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) mengatakan bahwa metode annual maximum series merupakan metode yang kurang realitis sebab dalam metode ini, besaran data maksimum kedua dalam satu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran data maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam

analisis. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan untuk menggunakan metode Partial Series.

Setelah dilakukan analisis, diperoleh data curah hujan harian maksimum selama 22 tahun terakhir.

Tabel 4. Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Periode 1985-2006 di Stasiun Saentis. No Rmax (mm) No Rmax (mm) 1 95 12 105 2 96 13 108 3 97 14 108 4 98 15 112 5 100 16 120 6 100 17 131 7 102 18 133 8 103 19 162 9 104 20 165 10 105 21 176 11 105 22 210

Sumber : Data Primer

Berdasarkan pada Tabel 4 di atas diperoleh bahwa curah hujan harian maksimum tertinggi sebesar 210 mm dan curah hujan harian maksimum terendah sebesar 95 mm.

Penentuan Pola Distribusi Hujan

Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisis data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statistik adalah sebagai berikut.

Machairiyah : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Percut Kabupaten Deli Serdang, 2007.

USU Repository © 2008

Tabel 5. Parameter Statistik Analisis Frekuensi

Parameter Nilai Rata-rata X = 119,7727 Simpangan baku s = 31,0329 Koefisien variasi Cv = 0,259098 Koefisien skewness Cs = 1,735077 Koefisien kurtosis Ck = 2,370905

Berdasarkan hitungan parameter statistik yang diperoleh pada Tabel 5 tersebut ditetapkan bahwa jenis distribusi yang cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di wilayah studi adalah distribusi Log Pearson Type III untuk menghitung curah hujan rancangan dengan berbagai kala ulang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai parameter statistik yang diperoleh tidak mengikuti pola distribusi untuk ketiga metode lainnya dan penggambaran garis teoritiknya berupa garis lengkung (dapat dilihat pada Gambar 5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III adalah:

1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi yaitu distribusi Gumbel, Normal maupun Log Normal

2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung.

Penggambaran garis teoritiknya dapat dilakukan dengan melakukan pengeplotan data secara empiris dengan metode Weibull. Pengeplotan ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas dan penggambaran garis teoritik data hidrologi. Setelah dilakukan pengeplotan, data curah hujan maksimum digambarkan di kertas probabilitas.

100 1000 aksi m u m

Uji Kecocokan (Goodness Of Fit)

Dari distribusi yang telah diketahui, maka dilakukan uji statistik untuk mengetahui kesesuaian distribusi yang dipilih dengan hasil empiris. Pada penelitian ini uji statistik dilakukan dengan metode Chi-Square dan Smirnov Kolmogorov. Menurut Sri Harto (1993), setiap distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan metode Chi-Square dan Smirnov Kolmogorov. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over estimate maupun under estimate.

Tabel 6. Hasil Uji Chi Square dan Smirnov-Kolmogorov Uji Kecocokan Nilai Tabel Nilai Hitung

Chi-Square 3,841 1,45

Smirnov-Kolmogorov 0,282 0,0981

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa dengan uji Chi-Square diperoleh nilai

χ2

hitung < χ2

tabel sedangkan Smirnov Kolmogorov diperoleh nilai Dhitung < Dtabel

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho terima. Hal ini berarti bahwa distribusi observasi (pengamatan) dan distribusi teoritis (yang diharapkan) tidak

berbeda secara nyata atau dapat dinyatakan pola distribusi yang digunakan sudah tepat yaitu distribusi Log Pearson Type III.

Curah Hujan Rencana

Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang paling cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah pengaliran Sungai Percut adalah distribusi Log Pearson Type III. Untuk itu, data curah hujan harian maksimum yang diperoleh diubah dalam bentuk logaritmik sehingga parameter statistik berubah sesuai dengan Tabel 7 di bawah ini :

Tabel 7. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Distribusi Log Pearson Type III

Parameter Nilai Rata-rata X = 2,06687 Simpangan baku s = 0,09787 Koefisien variasi Cv = 0,04735 Koefisien skewness Cs = 1,426049 Koefisien kurtosis Ck = 1,057912

Setelah itu, dilakukan penghitungan curah hujan rancangan pada periode ulang tertentu dengan persamaan Log XT = LogX + K . Ssehingga :

Berdasarkan persamaan diatas dapat dihitung hujan rancangan untuk berbagai periode ulang. Hujan rancangan ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang

No Kala Ulang (Tahun) Hujan Rancangan (mm) 1 1 86,98 2 2 110,78 3 5 136,61 4 10 157,62 5 15 164,08 6 20 170,83 7 25 177,86 8 30 184,77 9 40 199,34 10 50 215,12 11 100 244,65 12 200 277,7 Intensitas Hujan

Untuk mendapatkan intensitas hujan dalam periode 1 jam dari data curah hujan harian maksimum digunakan rumus mononobe. Hal ini disebabkan karena data curah hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data curah hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus mononobe pada

Machairiyah : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Percut Kabupaten Deli Serdang, 2007.

USU Repository © 2008

persamaan (14) sesuai dengan pernyataan Loebis (1992) bahwa intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode mononobe. Hasil analisis ditunjukkan dengan Tabel 9 di bawah ini.

Hasil analisis berupa intensitas hujan dengan durasi dan periode ulang tertentu dihubungkan ke dalam sebuah kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Kurva IDF menggambarkan hubungan antara dua parameter penting hujan yaitu durasi dan intensitas hujan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menghitung debit puncak dengan metode rasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sosrodarsono dan Takeda (2003), yang mengatakan bahwa Lengkung Intensity Duration Frequency (IDF) ini digunakan dalam menghitung debit puncak dengan metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang dipilih.

Dari Tabel 9 di atas dapat dibuat kurva Intensity Duration Frequency (IDF) seperti Gambar 6 di bawah ini.

200 300 400 500 600 si tas H u jan (m m /j am ) 1 Tahun 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 40 Tahun 50 Tahun

Dari kurva Intensity Duration Frequency (IDF) terlihat bahwa intensitas hujan yang tinggi berlangsung dengan durasi pendek. Hal ini menunjukkan bahwa hujan deras pada umumnya berlangsung dalam waktu singkat namun hujan tidak deras (rintik-rintik) berlangsung dalam waktu lama. Interpretasi kurva Intensity Duration Frequency (IDF) diperlukan untuk menentukan debit banjir rencana mempergunakan metode rasional.

Analisis Debit Banjir

Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi digunakan untuk menentukan lamanya air hujan mengalir dari hulu sungai hingga ke tempat keluaran DAS. Waktu konsentrasi (tc) dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich (1940) pada persamaan (15). Berdasarkan data panjang dan kemiringan sungai sebelumnya, diperoleh nilai waktu konsentrasi sebesar 7,24 jam. Hal ini berarti bahwa waktu yang diperlukan oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh (hulu) sampai ke tempat keluaran DAS (hilir) sebesar 7,24 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suroso (2006), yang menyatakan bahwa durasi hujan yang biasa terjadi 1-6 jam bahkan

maksimum 12 jam pun jarang terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Hal ini menunjukkan bahwa durasi hujan dengan intensitas tertentu sama dengan waktu konsentrasi dapat terpenuhi sehingga metode rasional layak digunakan untuk wilayah studi.

Koefisien Limpasan

Dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional diperlukan data koefisien limpasan (run off coeffisient). Koefisien limpasan ini diperoleh dengan menghitung data luasan dari masing-masing tata guna lahan yang ada. Luasan diperoleh dengan mengukur masing-masing kondisi tata guna lahan pada peta dengan planimeter. Penulis menghitung nilai koefisien limpasan hanya berdasarkan pada peta tata guna lahan yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Deli Serdang. Ada kawasan-kawasan tertentu yang sifatnya minoritas tidak terdapat di dalam peta tersebut, sehingga tidak turut diperhitungkan dalam menentukan koefisien limpasan.

Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dihitung nilai koefisien limpasan untuk masing-masing luasan yaitu:

Tabel 10. Perhitungan Koefisien Limpasan

Tata Guna lahan C A (km2) C x A

Pemukiman 0,5 86,8 43,4 Hutan 0,03 23,5 0,705 Sawah 0,15 38,6 5,79 Perkebunan 0,4 66,2 26,48 Tegalan 0,2 4,2 0,84 Kebun Campuran 0,1 54,6 5,46

Jumlah 273,9 82,675

Nilai C 0,305186

Dari Tabel 10 di atas dan dengan menggunakan persamaan (16) dapat dihitung nilai koefisien limpasan yaitu sebesar 0,305. Dari nilai koefisien limpasan ini dapat diketahui bahwa 0,305 dari air hujan yang turun akan melimpas ke permukaan yang kemudian akan mengalir menuju daerah hilir.

Nilai koefisien limpasan dapat juga digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari suatu DAS. Dari nilai koefisien limpasan sebesar 0,305 maka dapat dinyatakan bahwa DAS Percut memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005), yang mengatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 – 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka harga C semakin mendekati satu.

Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak (banjir) yang terjadi pada suatu DAS. Kondisi fisik DAS Percut sekarang harus terus dilestarikan, perkembangan dan kemajuan suatu daerah yang terus meningkat harus disertai dengan upaya peningkatan pelestarian lingkungan agar nilai koefisien limpasan tidak meningkat secara drastis.

Berdasarkan berbagai data yang telah diperoleh di atas maka dapat dihitung debit puncak Sungai Percut dengan metode rasional sesuai persamaan (17) untuk berbagai kala ulang tertentu. Lama hujan dengan intensitas tertentu sama dengan waktu konsentrasi. Untuk itu, penulis melakukan interpolasi terhadap data intensitas hujan jam-jaman sehingga diperoleh data yang terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Debit Puncak (banjir) di DAS Percut Kala Ulang (tahun) Intensitas Hujan (mm/jam) Debit Puncak (m3/detik) 1 8,18 192,05 2 10,42 244,68 5 12,84 301,57 10 14,82 348,03 15 15,55 365,16 20 16,06 377,18 25 16,69 391,93 30 17,37 407,91 40 18,74 440,15 50 20,23 475,00 100 23,00 540,17 200 26,11 613,24

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dinyatakan bahwapada kala ulang 1 tahun selama durasi hujan (waktu konsentrasi) 7,24 jam dengan intensitas hujan 8,18 mm/jam seluas 276,8 km2 maka debit puncak yang diperoleh pada DAS Percut sebesar 192,05 m3/detik. Debit puncak yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk perencanaan bangunan pengendali banjir, dimana dibangun suatu bangunan pengendali banjir yang dapat menampung debit puncak suatu aliran air sehingga dapat menghemat biaya dan waktu dalam pelaksanaan proyek pembangunan.

Dokumen terkait