• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Pariwisata di Kawasan ASEAN+4

ASEAN merupakan suatu wilayah yang kaya akan berbagai jenis tempat tujuan wisata. Jenis tempat tujuan wisata yang terdapat di kawasan ini antara lain wisata alam, wisata budaya, wisata kuliner, wisata sejarah, dan wisata belanja. Selain itu, belakangan ini ada gagasan untuk mengembangkan wisata syariah untuk menarik wisatawan dari negara-negara islam dan masyarakat muslim lainnya. Beragamnya jenis wisata yang ditawarkan di ASEAN menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Hal ini tentu menjadi salah satu keuntungan negara-negara ASEAN karena dengan banyaknya kunjungan wisatawan maka kegiatan ekonomi masyarakat setempat juga turut berkembang.

Begitu besar potensi pariwisata yang dimiliki ASEAN maka negara-negara di kawasan ini mulai fokus untuk mengembangkan sektor pariwisata. Negara- negara ASEAN bersepakat membentuk sebuah forum untuk membahas pengembangan potensi pariwisata pada tanggal 4 November 2002 di Phnom Penh. Forum kerja sama ini menghasilkan sebuah kesepakatan perjanjian pariwisata ASEAN atau ASEAN Tourism Agreement (Djatnika 2014). Ada lima poin isi dari perjanjian ini, yaitu:

1. Pemasaran dan promosi 2. Pengembangan produk

3. Peningkatan pelayanan dan standar pariwisata 4. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) 5. Fasilitas perjalanan pariwisata di ASEAN

Tindak lanjut dari kerjasama ASEAN di bidang pariwisata maka disusun Roadmap Integration of Tourism Sector (RITS) untuk periode 2004 sampai 2010. Penyusunan ini didasari setelah ditetapkannya sektor pariwisata sebagai sektor prioritas dalam proses Integrasi ASEAN. Selanjutnya, setelah berakhirnya RITS pada tahun 2010 para menteri pariwisata se-ASEAN membuat sebuah landasan baru yaitu ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) untuk periode 2011 sampai 2015 (Djatnika 2014). Landasan ini dibuat pada bulan Januari 2011 di Phnom Pehn, Cambidia. Adapun isi dari ATSP meliputi:

1. Penyusunan strategi investasi, pemasaran, dan produk di kawasan ASEAN 2. Peningkatan mutu pelayanan dan SDM di kawasan ASEAN

3. Penggalakan dan percepatan fasilitas perjalanan dan konektifitas ASEAN Kerjasama pengembangan sektor pariwisata di ASEAN tidak hanya dilakukan oleh negara-negara ASEAN. Beberapa negara mitra ASEAN juga ikut serta dalam kerjasama ini yaitu China, India, Jepang, dan Korea Selatan. Hal yang mendasari negara-negara ASEAN dan mitra-ASEAN melakukan kerjasama adalah untuk peningkatan pangsa pasar, kualitas produk wisata, teknologi, investasi, dan politik kerjasama. Semua hal yang mendasari kerjasama antara kedua belah pihak berujung pada upaya peningkatan jumlah kedatangan wisatawan di setiap negara. Pada Tabel 8 menyajikan data pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan ke Negara-negara ASEAN+4 selama periode 2008 sampai 2012.

Tabel 8 Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan ke negara-negara ASEAN+4 periode 2008-2012 Negara Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Persen (%) Brunei Darusalam 26.26 -30.53 36.31 13.08 -13.64 Indonesia 13.22 1.44 10.74 9.24 5.15 Kamboja 5.46 1.74 16.00 14.91 24.36 Laos 13.40 -4.32 34.79 6.95 19.82 Malaysia 5.14 7.23 3.94 0.56 1.29 Philiphina 1.52 -3.89 16.67 11.28 9.09 Singapura -2.25 -3.73 22.34 13.42 6.81 Thailand 0.83 -2.98 12.62 20.67 16.25 Vietnam 0.17 -11.54 34.77 19.09 13.87 China -3.05 -4.10 9.41 3.44 0.25 India 3.96 -2.18 11.76 9.23 4.26 Jepang 0.05 -18.69 26.82 -27.78 34.39 Korea Selatan 6.87 13.45 12.54 11.33 13.73

Sumber: World Bank (2014)

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah wisatawan yang datang ke Negara-negara ASEAN+4 selama periode 2008 sampai 2009 mengalami fluktuatif. Selama periode ini negara yang mengalami peningkatan jumlah kedatangan tertinggi adalah Brunei Darusalam dengan peningkatan kedatangan sebesar 36.31 persen pada tahun 2010. Selain itu, negara lain yang mencatat pertumbuhan diatas 30 persen adalah Laos dan Kamboja pada tahun 2010 dan Jepang pada tahun 2012.

Tabel 8 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2009 banyak negara yang mengalami penurunan jumlah kedatangan wisatawan diantaranya Brunei Darusalam, Laos, Philiphina, Singapura, Thailand, Vietnam, China, India, dan Jepang. Menurut UNWTO (2009) guncangan yang terjadi pada sektor pariwisata ini merupakan imbas dari krisis finansial global pada tahun 2008. Jepang menjadi satu-satunya negara yang mengalami penurunan jumlah kedatangan wisatawan pada tahun 2011. Penurunan yang dialami Jepang diakibatkan oleh bencana alam (gempa bumi dan tsunami). Menurut Saputra (2011) bencana alam yang dialami jepang ini membuat para wisatawan membatalkan kunjungan ke negara sakura ini. Ada beberapa negara yang tetap mengalami pertumbuhan kedatangan wisatawan di tengah guncangan yang terjadi. Negara-negara tersebut diantaranya Indonesia, Kamboja, Malaysia, dan Korea Selatan, dan negara-negara ini juga merupakan negara yang terus mengalami pertumbuhan kedatangan wisata selama periode 2008 sampai 2012.

Pengembangan sektor pariwisata yang dilakukan oleh Negara-negara ASEAN+4 untuk meningkatkan perekonomian negara. Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan melihat output yang dihasilkan negara tersebut. GDP digunakan sebagai suatu indikator untuk melihat output suatu yang dihasilkan masyarakat di sektor pariwisata. Selain itu, indikator yang dapat digunakan dalam menghitung

kegiatan perekonomian di sektor pariwisata yaitu melalui pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan.

Pengeluaran wisatawan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pendapatan masyarakat suatu Negara sebagai penyedia produk dan jasa di sektor pariwisata. Barang dan jasa pariwisata yang dibeli oleh wisatawan selama melakukan perjalanan wisata menjadi sebuah pendapatan bagi para produsen di sektor pariwisata. Selanjutnya, produsen akan terus meningkatkan produksinya ketika mendapatkan tambahan modal. Selain itu, pendapatan yang di terima oleh masyarakat setempat yang melakukan produksi di sektor pariwisata juga meningkatkan konsumsinya terhadap barang dan jasa. Kondisi ini yang menjadikan pengeluaran wisatawan sebagai salah satu komponen penggerak dan menciptakan efek berganda bagi perekonomian (Yoeti 2012).Tabel 9 menunjukkan pertumbuhan pengeluaran wisatawan di Negara-negara ASEAN+4 dari tahun 2008 sampai 2012.

Tabel 9 Pertumbuhan pengeluaran wisatawan di negara-negara ASEAN+4 tahun 2008-2012 Negara Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Persentase (%) Brunei 6.77 -12.99 17.23 15.34 3.72 Indonesia 12.94 -8.19 19.14 13.36 3.43 Kamboja 11.44 -3.22 9.26 23.75 10.01 Laos 25.94 3.84 22.35 11.31 10.39 Malaysia 8.06 -6.94 15.08 10.40 4.67 Philiphina -33.61 2.25 10.47 22.83 15.95 Singapura 13.28 -10.82 27.76 19.75 6.06 Thailand 8.27 -13.71 16.43 19.45 15.24 Vietnam 14.42 -9.30 10.87 19.73 12.90 China 15.33 5.95 13.04 16.63 11.42 India 9.02 -4.90 19.28 13.09 1.15 Jepang 10.58 1.47 6.19 5.21 3.43 Korea Selatan 0.29 -10.10 15.28 7.06 6.04

Sumber: World Travel and Tourism Council (2014)

Berdasarkan data yang dipublikasi oleh WTTC (2014), selama periode 2008 hingga tahun 2012 negara yang memiliki persentase pertumbuhan paling besar adalah negara Singapura pada tahun 2010 yaitu sebesar 27.76 persen. Akan tetapi, selama periode ini juga terjadi penurunan jumlah pengeluaran wisatawan untuk beberapa negara di kawasan ini. Negara yang mengalami penurunan paling besar terdapat pada negara Philiphina di tahun 2008 dengan besaran 33.61 persen. Penurunan ini terjadi akibat krisis finansial dunia pada tahun 2008. Krisis finansial ini berlanjut pada tahun 2009. Sebagian besar negara di kawasan ASEAN+4 mengalami penurunan pada tahun 2009, terkecuali untuk negara Laos, Philiphina, China, dan Jepang.

Investasi menjadi salah satu unsur dalam pengembangan sektor pariwisata. Hal ini terkait dengan penyediaan barang dan jasa kebutuhan-kebutuhan wisatawan selama berada di daerah wisata. Secara langsung maupun tidak

langsung perkembangan ini juga akan berpengaruh terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Perkembangan investasi ini juga nantinya akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru dan lapangan kerja baru. Pertumbuhan investasi inilah yang diharapkan oleh Negara-negara ASEAN+4 untuk meningkatkan perekonomian.

Gambar 2 menunjukkan Investasi Modal Produk Pariwisata di Negara- negara ASEAN+4 pada tahun 2012. Investasi modal pariwisata ini terkait dengan semua investasi pada industri yang berkaitan langsung dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan barang dan jasa bagi para wisatawan. Barang dan jasa yang termasuk dalam produk-poduk pariwisata ini diantaranya hotel, transportasi, cindramata, dan lain sebagainya. China memiliki investasi modal produk pariwisata yang paling besar diantara negara ASEAN+4 lainnya. Hingga tahun 2012 besarnya investasi di China mencapai 108.531 miliar US$. Kemudian, pada tahun yang sama Jepang dan India menempati urutan kedua dan ketiga investasi tertinggi dengan besaran 41.706 dan 31.883 miliar US. Sedangkan, Korea Selatan memiliki investasi terkecil dibanding tiga mitra-ASEAN lainnya dengan investasi sebesar 6.982 miliar US$. Indonesia menjadi negara yang memiliki nilai investasi terbesar di kawasan ASEAN pada tahun 2012 dengan jumlah investasi sebesar 14.985 miliar US$. Selanjutnya, setelah indonesia negara yang memiliki investasi terbesar di kawasan ASEAN adalah Singapura, Thailand, dan Malaysia dengan besaran 13.094, 7.155, dan 6.019 miliar US$. Sedangkan, negara-negara lainnya memiliki investasi dibawah lima miliar US$ yaitu Vietnam, Philiphina, Brunai, Kamboja, dan Laos dengan investasi sebesar 3.477, 1.791, 0.381, 0.299, dan 0.284 miliar US$.

Sumber: World Travel and Tourism Council (2014)

Gambar 2. Investasi modal sektor pariwisata di ASEAN+4 tahun 2006- 2011(miliar US$) 0 20 40 60 80 100 120 2012 P erse n Tahun China Japan South Korea India Brunei Cambodia Indonesia Laos Malaysia Philippines Thailand Singapore Vietnam

Menurut Rahmin (2012) kawasan ASEAN memiliki daya tarik pariwisata yang begitu besar, begitu juga bagi para investor. Pihak ASEAN melakukan kegiatan ASEAN Tourism Invesment Forum (ATIF) pada tahun 2012 di Lombok, Indonesia. Agenda ini ditujukan untuk menarik para investor yang ingin berinvestasi pada sektor pariwisata ASEAN. Forum yang di gagas negara-negara ASEAN ini dihadiri oleh negara-negara mitra ASEAN (China, Jepang, dan Korea Selatan), investor potensial, pengembang, buyer dan trader regional, profesional, pemerintah pusat maupun daerah, serta pelaku bisnis pariwisata dari dalam maupun luar negeri. Kehadiran tiga negara mitra ASEAN dalam forum ini untuk memperkenalkan proyek investasi pariwisata di negara ASEAN. Peningkatan investasi di sektor pariwisata ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masing-masing negara (Jurnas 2012).

Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan dalam pelaksanaan kebijakan terkait perekonomian, juga memiliki peran dalam menentukan pengembangan sektor pariwisata di negaranya. Pemerintah adalah pelaku penting dalam sektor pariwisata karena pemerintah bertanggung jawah terhadap penentuan peraturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai macam infrastruktur terkait dengan kebutuhan pariwisata (Damanik dan Weber 2006). Penentuan jumlah anggaran yang diperuntukan membangun infrastuktur perlu dilakukan pemerintah guna meningkatkan pelayanan dan fasilitas pariwisata. Penyusunan recana yang strategis ini perlu dilakukan pemerintah untuk menarik wisatawan berkunjung ke negaranya.

Sumber: World Travel and Tourism Council (2014)

Gambar 3 Persentase pengeluaran pemerintah di sektor pariwisata terhadap pengeluaran total pemerintah ASEAN+4 pada tahun 2012

Gambar 5 menunjukkan bahwa negara yang sangat fokus mengembangkan sektor pariwisata di negaranya adalah negara Singapura jika

0 2 4 6 8 10 12 2012 P erse n Tahun China Japan South Korea India Brunei Cambodia Indonesia Laos Malaysia Philippines Thailand Singapore Vietnam

dibandingkan Negara-negara ASEAN+4 lainnya. Di negara ini anggaran pembangunan terkait peningkatan pelayanan pariwisata sebesar 10.2 persen dibandingkan total anggaran belanja pemerintah. Negara-negara ASEAN+4 yang memiliki anggaran diatas lima persen adalah Kamboja(9.4%), Indonesia (9.1%), Laos (7.9%), dan Philiphina (6%). Selain itu, negara ASEAN+4 yang memiliki persentase anggaran dibawah lima persen adalah Brunei (0.7%), Malaysia (1.7%), Thailand (2.7%), Vietnam (1.4), China (3.9%), India (0.9%), Jepang (0.9%), dan Korea Selatan (2.5%).

Pemerintah tidak hanya dituntut dalam penyediaan berbagai fasilitas perjalanan wisata. Namun, pemerintah juga harus aktif menjadi mediator bagi berbagai pihak di sektor pariwisata. Sehingga, terjadi sinergitas antara pelaku usaha, investor, masyarakat, pemerintah, dan stakeholder lainnya dalam membahas dan menentukan strategi dalam mengembangkan sektor pariwisata. Dengan demikian strategi atau kebijakan yang diambil dapat dirasakan manfaatnya bagi semua pihak terutama para pelaku usaha dan masyarakat yang berhadapan langsung dengan para wisatawan dalam melakukan pelayanan wisata.

Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ASEAN+4 Bagian ini membahas tentang pengaruh pariwisata terhadap perekonomian di wilayah ASEAN+4 dengan menggunakan metode data panel statis. Model yang digunakan mengacu pada penelitiaan yang dilakukan oleh Eugenio-Martin et al (2004) dan Makochekanwa (2013). Perekonomian (diwakili oleh GDP rill perkapita) ini dilihat melalui pengeluaran wisatawan domestik, investasi pada sektor pariwisata, total pengeluaran pemerintah, dan jumlah pengeluaran wisatawan mancanegara.

Tahap awal metode data panel adalah mengestimasi model untuk mendapatkan model yang dapat menggambarkan tentang pengaruh pariwisata terhadap perekonomian. Estimasi model pada data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan model yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Penentuan estimasi terbaik dilakukan melalui dua uji yaitu uju Chow dan uji Hausman. Tabel 10 menunjukkan hasil Uji Chow dan uji Hausman.

Tabel 10 Hasil Uji Chow dan uji Hausman model 1

Uji Model Terbaik Nilai Probabilitas Hasil Hipotesis

Uji Chow 0,0000 Tolak , maka FEM

Uji Hausman 0,0000 Tolak , maka FEM

Hasil Uji Chow menunjukkan bahwa nilai probabilitas 0,0000. Hasil ini kurang dari taraf nyata yang digunakan sebesar 5%. Karena nilai probabilitas pada Uji Chow menunjukkan lebih kecil dari 5% maka cukup bukti untuk melakukan penolakan . Berdasarkan Uji Chow model FEM lebih baik digunakan dibandingkan model PLS. Nilai pobabilitas yang ditunjukan pada hasil estimasi uji Hausman sebesar 0,0000. Karena hasil estimasi pada uji Hausman menunjukkan nilai probabilitas 0,0000 kurang dari taraf nyata 5 persen, maka

cukup bukti untuk menolak . Berdasarkan hasil estimasi uji Hausman maka model FEM lebih baik dibandingkan REM. Adapun hasil estimasi dari pendekatan model FEM dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil estimasi data panel dengan menggunakan FEM (Model 1)

Variable Coefficient t-Statistic Prob.

lnTOUR 0.1157 5.2021 0.0000 lnCI 0.0273 2.1536 0.0342 lnGCWITHOU 0.1461 5.4771 0.0000 CPI 0.0130 2.2782 0.0253 C 1.0845 4.3953 0.0000 R-squared 0.9997 Prob(F-statistic) 0.0000

Sum squared resid Weighted 0.1223

Sum squared resid Unweighted 0.1436

Durbin-Watson Stat 1.1316

Hasil estimasi pada Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi model FEM sebesar 0.9997. Hasil ini menjelaskan bahwa 99.97 persen keragaman perekonomian di Negara-negara ASEAN+4 dapat dijelaskan oleh model. Sedangkan 0.03 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Adapun faktor lain yang mungkin mempengaruhi GDP rill perkapita di kawasan ini diantaranya investasi langsung, total perdagangan, dan investasi modal manusia (Fayissa et all 2007).

Nilai probabilitas F-statistik yang ditunjukan pada Tabel 11 adalah 0.0000. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar lima persen. Hasil ini menunjukkan bahwa pengeluaran wisatawan, investasi sektor pariwisata, total pengeluaran pemerintah, dan korupsi di wilayah ASEAN+4 secara bersama mempengaruhi GDP rill perkapita kawasan tersebut dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Hasil uji-t pada model menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen (pengeluaran wisatawan, investasi sektor pariwisata, total pengeluaran pemerintah, dan tingkat korupsi) di wilayah ASEAN+4 berpengaruh terhadap GDP rill perkapita dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil uji-t didapat dari nilai probabilitas masing-masing variabel independen yang nilainya kurang dari taraf nyata lima persen.

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error yang terdapat pada model sudah terdistribusi nomal. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas pada uji normalitas lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Tabel 12 menunjukkan hasil yang diperoleh dalam uji normalitas model FEM ini didapati nilai probabilitas sebesar 0.1065 atau lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Kondisi ini menandakan bahwa cukup bukti untuk menerima atau dengan kata lain error yang terdapat pada model telah terdistribusi dengan normal.

Tabel 12 Hasil uji normalitas model 1

Uji Normalitas Nilai Keterangan

Jarque Bera 4.4787 >taraf nyata 5 persen Probability 0.1065 >taraf nyata 5 persen

Heterokedastisitas merupakan variasi residual yang tidak sama untuk semua pengamatan. Untuk menguji apakah model terbebas dari heterokedastisitas dapat dilihat dari nilai Sum squared resid Weighted yang nilainya lebih kecil dari nilai Sum squared resid Unweighted. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai Sum squared resid Weighted sebesar 0.1223 dan nilai Sum squared resid Unweighted 0.1436. Sehingga model FEM ini dapat dikatakan sudah terbebas dari Heterokedastisitas.

Multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan linier antar variabel bebas. Keberadaan multikolinearitas dapat dilihat berdasarkan hasil uji korelasi antar variabel bebas (Lampran 5). Hasil pengujian menunjukkan tidak adanya hubungan antar variabel bebas yang dilihat dari nilai masing-masing variabel bebas yang kurang dari nilai koefisien determinasi.

Autokorelasi digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya korelasi antar eror pada periode waktu yang berbeda pada model. Hasil pengujian ini dilihat dengan membandingkan nilai DW hasil estimasi dengan DW-tabel. Nilai DW hasil estimasi menunjukkan berada pada selang antara 0 dan dL atau menunjukkan terdapatnya autokorelasi. Model FEM yang digunakan telah dilakukan pembobotan cross-section weight dan coefficience covariance white cross section method. Pembobotan ini untuk mengkoreksi terjadinya autokorelasi dan multikorelasi. Sehingga model FEM yang digunakan dapat dikatakan terbebas dari pelanggaran asumsi kelasik tersebut.

Analisis Ekonomi Pengaruh Pariwisata terhadap Perekonomian Negara- negara ASEAN+4

Berdasarkan hasil estimasi pada data panel, pengeluaran wisatawan di negara-negara ASEAN+4 berpengaruh terhadap perekonomian kawasan tersebut. Pengeluaran wisatawan merupakan besaran pendapatan wisatawan yang dialokasikan untuk produk-produk di sektor pariwisata. Pengeluaran ini berpengaruh positif terhadap GDP rill perkapita Negara-negara ASEAN+4. Jika pengeluaran wisatawan domestik naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan GDP rill perkapita sebesar 0.1157 persen, begitu pula sebaliknya. Menurut Fayissa (2007) peningkatan pengeluaran wisatawan di suatu wilayah akan meningkatkan perekonomian wilayah tersebut seiring peningkatan pendapatan rata-rata perkapita masyarakat sebagai penyedia produk pariwisata. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Wahab dalam Yoeti (2008), yang menyatakan bahwa pariwisata berperan penting dalam mendorong peningkatkan beberapa sektor perekonomian (Sektor pariwisata, sektor pertanian, dan sektor lainnya) di suatu wilayah.

Hasil dari analisis data panel menunjukkan bahwa tingkat investasi sektor pariwisata berpengaruh positif terhadap perekonomian di negara-negara ASEAN+4. Ketika investasi terhadap produk-produk wisata meningkat satu persen maka GDP rill perkapita akan meningkat sebesar 0.0273 persen. Pengaruh positif investasi sektor pariwisata terhadap perekonomian menandakan investasi modal sudah dapat digunakan untuk meningkatkan produk dan kualitas di sektor pariwisata. Menurut Tambunan (2001), keberadaan investasi berpengarung

terhadap peningkatan jumlah modal per pekerja yang kemudian akan meningkatkan produktivitas per pekerja. Selain itu, pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat terjadi ketika iklim investasi yang kondusif. Kondisi iklim tersebut terkait pelayanan publik yang baik, peraturan pemerintah yang pro-bisnis, dan kepastian hukum (Nuryadin dan Sodik 2005).

Hasil analisis data panel menunjukkan bahwa total pengeluaran pemerintah Negara-negara ASEAN+4 berpengaruh positif terhadap perekonomian kawasan ini. Peningkatan satu persen pada pos pengeluaran pemerintah akan meningkatkan 0.1461 persen GDP rill perkapita negara ASEAN+4. Kondisi ini juga didukung oleh teori pertumbuhan ekonomi dari pos pengeluaran yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat perekonomian. Belanja pemerintah yang dikeluarkan untuk sektor-sektor produktif masyarakat akan meningkatkan pendapatan masyarakat, hal ini terkait pendapatan yang diterima masyarakat yang bekerja pada proyek pembangunan yang dikeluarkan pemerintah. Selain itu, berdasarkan penelitian Eugenio-Martin, et al (2004) pengeluaran total pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, ketika pengeluaran tersebut digunakan untuk belanja barang-barang pendukung kegiatan produksi masyarakat.

Index persepsi korupsi merupakan cerminan tingkat korupsi di suatu negara. Semakin besar nilai index maka tingkat korupsi semakin rendah. Estimasi model FEM menunjukkan bahwa index korupsi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+4. Ketika index persepsi korupsi meningkat satu satuan index maka akan meningkatkan GDP rill perkapita sebesar 0.0130 persen. (Eugenio-Martin et al 2004) korupsi merupakan faktor yang mempengaruhi perekonomian karena negara yang terbebas korupsi perekonomiaannya akan lebih efisien dan penerimaan dari modal akan lebih besar. Menurut Jain dan Dahiya (2012), dampak korupsi terhadap perekonomian adalah meningkatkan biaya belanja pemerintah sehingga tidak efisien. Selain itu, korupsi meningkatkan pajak untuk bisnis sehingga berkurangnya investasi langsung (salah satu faktor penting dalam mengurangi pengangguran).

Tabel 13 Efek individu perekonomian Negara-negara ASEAN+4

No. Negara Efek

1. Brunei 3.9661 2. Indonesia 0.0067 3. Kamboja 0.1771 4. Laos 0.3362 5. Malaysia 1.7321 6. Philiphina 0.3590 7. Singapura 3.4591 8. Thailand 0.8993 9. Vietnam 0.0723 10. China 0.0232 11. India 0.6144 12. Jepang 2.5619 13. Korea Selatan 2.4597

Selanjutnya, analisis pada bab ini secara khusus dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing negara terhadap perekonomian (GDP rill perkapita) di kawasan ASEAN+4. Interpretasi ini dilakukan terhadap nilai keragaman individu (individual heterogeneity) yang terdapat pada metode panel statis dengan pendekatan FEM (Lampiran 3). Tabel 13 menunjukkan besarnya pengaruh pertumbuhan di Negara ASEAN+4 ketika semua variabel dalam model ini dianggap konstan atau tidak berpengaruh. Data tersebut hanya melihat besarnya pengaruh dari masing-masing negara, tidak melihat pengaruh secara positif ataupun negatif. Karena dalam hasil ini efek yang diperoleh telah dimutlakan. Efek yang ditunjukan pada data tersebut memperlihatkan bahwa negara yang mempunyai pengaruh terbesar adalah negara Brunei dengan besaran efek sebesar 3.966. Kemudian ada negara Singapura, Jepang, dan Korea Selatan dengan efek sebesar 3.4591, 2.5619, dan 2.4597. sedangkan untuk negara-negara lainnya memiliki efek dibawah dua dan negara yang memiliki efek terkecil adalah negara Indonesia dengan besaran 0.0067.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedatangan Wisatawan ke Wilayah ASEAN+4

Sub bab ini membahas tentang faktor-faktor yang mempegaruhi kedatangan wisatawan ke wilayah ASEAN+4 dengan model yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Eugenio-Martin, et al (2004). Faktor kedatangan wisatawan tersebut dilihat melalui harga, index pelayanan publik, perdagangan, dan GDP rill perkapita. Faktor harapan hidup ditambahkan sebagai variabel yang mempengaruhi kedatangan wisatawan mancanegara, hal ini terkait ketersediaan berbagai pelayanan publik yang menyangkut kenyamanan wisatawan saat melakukan kunjungan wisata (Yoeti 2008). Metode data panel digunakan sebagai analisis model kedatangan wisatawan ke wilayah ini.

Estimasi model pada metode data panel digunakan untuk mendapatkan model tebaik dalam menganalisis faktor-faktor kedatangan wisatawan ke wilayah ASEAN+4. Estimasi ini dilihat melalui tiga pendekatan model, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Hasil pengujian ini dijelaskan pada Tabel 14.

Tabel 14 Hasil uji Chow dan uji Hausman model 2

Uji Model Terbaik Nilai Probabilitas Hasil Hipotesis

Uji Chow 0,0000 Tolak , maka FEM

Uji Hausman 0,0000 Tolak , maka FEM

Nilai probabilitas yang diperoleh pada Uji Chow adalah sebesar 0.0000. Hasil tersebut kurang dari taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 10 persen maka cukup bukti untuk menolak . Berdasarkan hasil uji tersebut menunjukkan bahwa model FEM dibandingkan model PLS.Hasil Uji

Dokumen terkait