• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

Penelitian ini mengambil Negara Indonesia dengan obyek penelitian besarnya penyaluran kredit perbankan pada bank umum Indonesia. Di Indonesia dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Perkembangan besarnya penyaluran kredit perbankan pada bank umum di Indonesia dari tahun ketahun mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak tentu persentasenya. Variable-variable yang di perhatikan dalam penelitian ini adalah kredit, dana pihak ketiga, Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Loan

4.1.1. Gambar an Umum Penyaluran Kredit Ke Bank Umum

Wilayah Indonesia secara umum terletak diantara 6˚ 08˚Lintang Utara dan 11˚

15˚Lintang Selatan dan antara 94˚ 45˚ Bujur Timur serta 141˚ 05˚ Bujur Barat. Letak geografis Indonesia ini sangat menguntungkan dalam pencaturan perdagangan dunia, karena Indonesia terletak tepat di penempatan jalur perdangangan dunia, karena Indonesia terletak tepat di penempatan jalur perdagangan yang menghubungkan antara benua asia dan afrika yang juga merupakan benua yang mengapit Negara Indonesia.

Indonesia adalah merupakan Negara kepualauan yang memiliki 13.667 pulau yang terbentang dari sabang merauke dengan luas 1.919.443km² dan terbagi kedalam 13.000 pulau kecil serta 667 pulau besar. Pulau yang terbesar diantara banyak pulau

tersebut antara lain jawa, sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya.

Pada perempatan 1999 pemerintah Indonesia mengkaji ulang keikut sertaan propinsi Timor-Timur yang merupakan propinsi ke-27 ke dalam wilayah pemerintahan Indonesia. Keputusan ini selanjutnya berakhir dengan dikeluarkannya ketetapan pemerintah untuk melepaskan propinsi Timor-Timur sendiri. Sehingga sejak tahun 1999 jumlah daerah administrasi Indonesia ditingkat propinsi berkurang menjadi 26 propinsi.

4.1.2. Gambaran Umum Per bankan Di Indonesia

Salah satu peranan perbankan dalam perekonomian adalah sebagai pendukung pelaksana kebijaksanaan moneter. Dalam kenyataannya, pelaksanaan kebijaksanaan moneter di Indonesia masih dihadapkan berbagai kendala antara lain karena kelembagaan yang dibutuhkan masih memerlukan penyempurnaan sedangkan tingkat penguasaan jasa perbankan masih relative kecil, jaringan perbankan masih belum merata di Indonesia. Teknologi perbankan belum cukup canggih sehingga piranti moneter sebelum dapat digunakan secara optimal.

Perkembangan perbankan saat ini tidak terlepas dari adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang perbankan yang dilakukan secara bertahap sejak 1 Juni 1983 dan dilanjutkan dengan beberapa paket kebijaksanaan yang memberikan keleluasaan dan kesempatan yang besar kepada dunia perbankan untuk berkembang dengan pesat, baik dalam produk pelayanan jasa perbankan maupun perluasan jaringan kantor yang tidak hanya mencapai seluruh pelosok tanah air tetapi juga meluas ke luar negeri

menentukan suku bunga kredit (diluar yang dibiayai dengan kredit liquiditas) dirasa semakin membuat persaingan antar bank menjadi ketat baik dalam pengerahan dana maupun dalam penyaluran kredit.

Selanjutnya Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan diharapkan mampu sebagai landasan gerak, yang dapat menampung tuntutan pengembangan jasa perbankan yang sesuai dengan perkembangan waktu dan pada gilirannya diharapkan dapat memperkuat kerangka pengaturan perbankan.

4.2 Deskr ipsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan tentang gambaran Kredit dengan didukung data-data sekunder yang meliputi : Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan. Data tersebut merupakan data pendukung dan sebagai variabel yang mempengaruhi Kredit.

4.2.1. Per kembangan Kredit

Perkembangan Kredit dapat disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 2. Perkembangan Kredit Tahun 2001-2011

Tahun Kredit (%) Perkembangan ( % ) 2001 121,496 - 2002 150,632 29,136 2003 177,137 26,505 2004 222,855 45,718 2005 256,413 33,558 2006 287,910 31,497 2007 356,151 68,241 2008 470,665 114,514 2009 544,670 74,005 2010 642,718 98,048 2011 776,833 134,115

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Kredit selama 11 tahun (2001-2011) cenderung mengalami kenaikan. Perkembangan tertinggi Kredit adalah pada tahun 2011 sebesar 134,115 % dikarenakan pada tahun 2011 pemerintah melakukan kredit untuk usaha kecil sehingga banyak masyarakat membuka usaha dan meningkatkan tenaga kerja yang banyak dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2003 sebesar 26,505 % disebabkan dampak ekonomi didunia yang berdampak pada ekonomi di indonesia yang menyebabkan penurunan kredit. Kredit tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 776,833 % dan Kredit terendah pada tahun 2001 sebesar 121,496 %.

4.2.2 Per kembangan Dana Pihak Ketiga

Tabel 3. Dana Pihak Ketiga Tahun 2001 - 2011

Tahun Dana Pihak Ketiga

(%) Perkembangan % 2001 364,21 - 2002 370,54 6,33 2003 368,48 -2,06 2004 374,73 6,25 2005 431,4 56,67 2006 480,39 48,99 2007 571,01 90,62 2008 669,83 98,82 2009 783,38 113,55 2010 898,41 115,03 2011 1039,26 140,85

Sumber : Statistik Bank Indonesia (di olah)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Dana Pihak Ketiga selama 11 tahun (2001-2011) cenderung mengalami peningkatan hanya pada tahun 2003 mengalami penurunan. Dari data di atas dapat diketahui besarnya Dana Pihak Ketiga . Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pada Tahun 2003 mengalami penurunan

pada ekonomi di indonesia yang menyebabkan penurunan. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pada Tahun 2011 mengalami mengalami peningkatan sebesar 140,85 % hal tersebut disebabkan pada tahun 2013 pemerintah melakukan kebijakan dalam suku bunga yang tinggi sehingga masyarakat banyak yang menaruh uanagnya di bank sehingga Dana Pihak Ketiga meningkat secara signifikan.

4.2.3. Per kembangan Capital Adequacy Ratio

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Capital Adequacy Ratio setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada tahun 2001 sampai 2011, Perkembangan terbesar Capital Adequacy Ratio pada tahun 2004 sebesar 2,50 % dan terendah sebesar -3,54 % terjadi pada tahun 2008, Capital Adequacy Ratio terbesar pada tahun 2002 sebesar 21,71 %. dan Capital Adequacy Ratio yang terendah yaitu pada tahun 2009 sebesar 13,81 %.

Tabel 4. Perkembangan Capital Adequacy Ratio Tahun 2001-2011

Tahun Capital Adequacy Ratio

( % ) Perkembangan ( % ) 2001 19,39 - 2002 21,71 2,32 2003 18,21 - 3,50 2004 20,71 2,50 2005 19,43 - 1,28 2006 21,20 1,77 2007 17,85 - 3,35 2008 14,31 - 3,54 2009 13,81 - 0,50 2010 15,36 1,55 2011 15,04 - 0,32

4.2.4. Per kembangan Non Performing Loan

Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa Non Performing Loan setiap tahunnya mengalami naik turun yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yang menjelaskan bahwa pada tahun 2001 sampai 2011, Perkembangan terbesar Non Performing Loan pada tahun 2005 sebesar 8,87 % dan terendah sebesar -4,20 % terjadi pada tahun 2007 hal tersebut disebabkan oleh dampak ekonomi didunia yang berdampak pada ekonomi di indonesia yang menyebabkan penurunan Non Performing Loan, Non Performing Loan tertinggi pada tahun 2005 sebesar Rp. 14,75 % dan Non Performing Loan yang terendah yaitu pada tahun 2011 sebanyak Rp 2,55%.

Tabel 5. Perkembangan Non Performing Loan Tahun 2001-2011

Tahun Non Performing Loan

( %) Perkembangan ( % ) 2001 7,21 2002 6,03 - 1,18 2003 7,31 1,28 2004 5,88 - 1,43 2005 14,75 8,87 2006 10,70 - 4,05 2007 6,50 - 4,20 2008 3,74 - 2,76 2009 3,46 - 0,28 2010 2,80 - 0,66 2011 2,55 - 0,25

4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE/Best Linier Unbiased Estimator) Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melaui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :

1. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “ korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)” (Gujarati,1995:201). Untuk menguji variabel-variabel yang diteliti apakah terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uju Durbin Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung dengan nilai Durbin Watson (dL dan dU) dalam tabel. Distribusi penentuan keputusan dimulai dari 0 (nol) sampai 4 (empat).

Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1 Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4-dL), maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.

2 Jika d terletak antara dU (4-dU), maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada autokorelasi.

3 Jika nilai d terletak antara dL dan dU atau antara (4-dL) dan (4-dU) maka uji Durbin Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di antara factor-faktor penganggu.

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 3 (k=3) dan banyaknya data adalah (n=11) sehingga diperoleh nilai DW tebel adalah sebesar dL = 0,595 dan dU = 1,928

Gambar 3.2 : Kurva Statistik Durbin Watson

Daerah Daerah Daerah Daerah

Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian

Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho

0 dL= 0,595 dU = 1,928 (4-dU) = 2,072 (4-dL) = 3,405 d

1,270

Berdasarkan hasil analisis, maka dalam model regresi ini tidak terjadi gejala autokorelasi karena DW tes yang diperoleh adalah sebesar 1,270 berada pada daerah antara dL dan dU yang berarti berada dalam daerah ketidak pastian.

2. Multikolinier

Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang “sempurna” atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi.

Dari dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian secara statistic ada atau tidaknya gejala multikolinier dengan cara menghitung

Variance Inflation Factor (VIF). VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan

regresi linier berganda diketahui bahwa keempat variabel yang dianalisis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6 : Tes Multikolinier

TOLERANCE VIF KETENTUAN KETERANGAN

0,310 3,225 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier

0,310 3,230 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier

0,546 1,830 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier

Sumber : Lampiran 3 3. Heterokedastisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas (X). Hal ini bisa diidentifikasikan dengan menghitung korelasi rank spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Pembuktian adanya heterokedastisitas dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi

Residual Simpangan

Baku Spearman's rho Residual Simpangan Baku Koefisien Korelasi 1000

Sig. (2-tailed) -

N 11

Dana Pihak Ketiga (X1) Koefisien Korelasi .091

Sig. (2-tailed) .790

N 11

Capital Adequacy Ratio (X2)

Koefisien Korelasi .064

Sig. (2-tailed) .853

N 11

Non Performing Loan (X3) Koefisien Korelasi .173

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh tingkat signifikasi koefisien korelasi rank spearman untuk variabel bebas X1 sebesar 0,790; X2 sebesar 0,853; dan X3 sebesar 0,612 terhadap residual lebih besar 0,05 (tidak signifikan) sehingga tidak mempunyai korelasi yang berarti antara nilai residual dengan variabel yang menjelaskan. Jadi dapat disimpulkan persamaan tersebut tidak terjadi heterokedastisitas.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diatas dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik.

4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis

Dalam analisis ini digunakan analisis regresi linier berganda dan untuk mengolah data yang ada digunakan alat bantu computer dengan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

Y= -140,820 + 0,907 X1 - 2,041 X2 + 2,780 X3

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan sebagai berikut :

βo = nilai konstanta sebesar -140,820 menunjukkan bahwa apabila faktor Dana Pihak Ketiga (X1), Capital Adequacy Ratio (X2), dan Non Performing Loan (X3) konstan maka Kredit turun sebesar 140,820 %.

β1 = 0,907 menunjukkan bahwa faktor Dana Pihak Ketiga (X1) berpengaruh positif, dapat di artikan apabila setiap ada kenaikan Dana Pihak Ketiga satu persen maka Kredit akan mengalami peningkatan sebesar 0,907 % dengan asumsi X2, dan X3, Konstan.

β2 = -2,041 menunjukkan bahwa faktor Capital Adequacy Ratio (X2) berpengaruh negatif, dapat diartikan apabila setiap ada kenaikan Capital Adequacy Ratio satu persen maka Kredit akan mengalami penurunan sebesar 2,041 % dengan asumsi X1, dan X3, Konstan.

β3 = 2,780 menunjukkan bahwa faktor Non Performing Loan (X3) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila setiap ada kenaikan Non Performing Loan satu persen maka Kredit akan mengalami peningkatan sebesar 2,780 % dengan asumsi X1, dan X2, Konstan.

4.3.2 Uji Hipotesis Secara Simultan

Untuk mengetahui pengaruh secara antara variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji F dengan langkah – langkah sebagai berikut :

Tabel 8 : Analisis Varian (ANOVA)

Sumber Varian

Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah F hitung F

tabel

Regresi 462925,5 3 154308,493 185,999 4,35

Sisa 58807,343 7 829,620

Total 468732,8 10

Sumber : Lampiran 2

1 Untuk menguji pengaruh secara simultan (serempak) digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Ho : β1 = β2 = β3 = 0

Secara keseluruhan variabel bebas tidak ada pengaruh terhadap variabel terikat. Hi : β1 ≠ β 2 ≠ β 3 ≠ 0

b. α = 0,05 dengan df pembilang = 3 df penyebut = 7 c. F tabel (α = 0,05) = 4,35 d. F hitung = = 154308,493 = 185,999 829,620 e. Daerah Pengujian Gambar 4.1

Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis secara Simultan atau Keseluruhan

Daerah penolakan Ho Daerah penerimaan Ho

4,35 185,999

Ho diterima apabila F hitung ≤ 4,35 Ho ditolak apabila F hitung > 4,35

f. Kesimpulan

Oleh karena F hitung = 185,999 > F tabel = 4,35 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas yaitu Dana Pihak Ketiga (X1), Capital Adequacy Ratio (X2), Non Performing Loan (X3), berpengaruh

4.3.3 Uji Hipotesis Secara Par sial

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas Dana Pihak Ketiga (X1), Capital Adequacy Ratio (X2), dan Non Performing Loan (X3). Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat dalam analisis sebagai berikut :

Tabel 9 : Hasil Analisis Variabel Dana Pihak Ketiga (X1), Capital Adequacy Ratio

(X2), dan Non Performing Loan (X3) terhadap Kredit.

Variabel Koefisien

Regresi

t hitung t tabel r2 Parsial

Dana Pihak Ketiga (X1) 0,907 13,253 2,365 0,962

Capital Adequacy Ratio (X2) -2,041 -0,357 2,365 0,017

Non Performing Loan (X3) 2,780 0,825 2,365 0,088 Variabel Terikat : Kredit

Konstan : -140,820

Koefisien Korelasi (R) : 0,994 R2 : 0,988 Sumber : Lampiran 3

Selanjutnya untuk melihat ada tidaknya pengaruh masing – masing variabel terhadap variabel terikatnya, dapat dianalisis melalui uji t dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Pengaruh secara par sial antar a Dana Pihak Ketiga (X1) terhadap Kredit (Y) Langkah – langkah pengujian :

i. Ho :β1 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : β1 ≠ 0 (ada pengaruh) ii. α = 0,05 dengan df = 7 iii. t hitung = = 13,253

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,365 v. pengujian

Gambar 4.2

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Dana Pihak Ketiga (X1) terhadap Kredit (Y)

-2,365 2,365 13,253

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar 13,253 > t tabel sebesar 2,365 sehingga secara parsial Dana Pihak Ketiga (X1) berpengaruh secara nyata positif terhadap Kredit (Y).

Nilai r2 parsial untuk variabel Dana Pihak Ketiga sebesar 0,962 yang artinya bahwa Dana Pihak Ketiga (X1) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Kredit (Y) sebesar 96,2 %, sedangkan sisanya 3,8 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

b. Pengaruh secara par sial antar a Capital Adequacy Ratio (X2) terhadap Kredit (Y) Langkah – langkah pengujian :

i. Ho : β2 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : β2 ≠ 0 (ada pengaruh)

Daerah Penerimaan Ho

iii. t hitung = = - 0,357

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,365 v. pengujian

Gambar 4.3

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Capital Adequacy Ratio

(X2) terhadap Kredit (Y)

-2,365 - 0,357 2,365

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar 0,357 < t tabel sebesar -2,365 sehingga secara parsial Capital Adequacy Ratio (X2) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap Kredit (Y).

Nilai r2 untuk variabel Capital Adequacy Ratio sebesar 0,017 yang artinya

Capital Adequacy Ratio (X2) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Kredit (Y) sebesar 1,7 %, sedangkan sisanya 98,3 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

Daerah Penerimaan Ho

c. Pengaruh secara parsial antara Non Performing Loan (X3) terhadap Kredit (Y) Langkah – langkah pengujian :

i. Ho : β3 =0 (tidak ada pengaruh) Hi : β3 ≠ 0 (ada pengaruh) ii. α = 0,05 dengan df = 7 iii.t hitung = = 0,825

iv.level ofsignificani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,365 v. pengujian

Gambar 4.4

Kurva Distibusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Non Performing Loan terhadap Kredit (Y)

0,825 -2,365 0,825 2,365

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar 0,825 < t tabel sebesar 2,365 sehingga secara parsial Non Performing Loan (X3) tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Kredit (Y).

Nilai r2 untuk variabel Non Performing Loan sebesar 0,088 yang artinya Non Performing Loan (X3) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Kredit (Y)

Daerah Penerimaan Ho

tersebut. Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling dominan empat variabel bebas terhadap Kredit : Dana Pihak Ketiga (X1), Capital Adequacy Ratio (X2), Non Performing Loan (X3), dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel Dana Pihak Ketiga dengan koefisien determinasi parsial (r2) sebesar 0,962 atau sebesar 96,2 %.

4.3.4 Pembahasan

Dengan melihat hasil regresi yang didapatkan maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk Kredit :

Dari pengujian hipotesis parsial yang dilakukan Dana Pihak Ketiga berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Penyaluran Kredit dengan nilai sig 0,000. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan DPK selama periode penelitian mempengaruhi penyaluran kredit secara signifikan. Semakin tinggi DPK yang berhasil dihimpun oleh perbankan, akan mendorong peningkatan jumlah kredit yang disalurkan, demikian pula sebaliknya. DPK merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap penyaluran kredit perbankan. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan fungsi perantara keuangan (financial intermediary), DPK merupakan sumber pendanaan yang utama. Dana - dana yang dihimpun dari masyarakat dapat mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank (Dendawijaya, 2001).

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Beriman Pail Tomo (2010), Billy Arma Pratama (2010), Anita Maharani (2011) yang menyatakan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap kredit perbankan.

Dari hasil pengujian secara parsial Capital Adequacy Ratio tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap penyaluran Kredit dengan nilai t hitung = -0,357 < t table = -2,365. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan CAR selama periode penelitian tidak akan mempengaruhi penyaluran kredit secara signifikan. Semakin besar CAR maka semakin tinggi kemampuan permodalan bank dalam menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian kegiatan usahanya namun belum tentu secara nyata berpengaruh terhadap peningkatan penyaluran kredit Bank Persero Pemerintah.Disisi lain, CAR Bank Persero Pemerintah yang tinggi dapat mengurangi kemampuan bank dalam melakukan ekspansi usahanya seperti penyaluran kredit karena semakin besarnya cadangan modal yang digunakan untuk menutupi risiko kerugian. Rata - rata CAR Bank Persero pada periode 2001 - 2011 berada pada kisaran yang cukup tinggi yakni 15,36% - 18,24%, jauh diatas ketentuan minimal yang disyaratkan oleh Bank Indonesia sebesar 8%. Tingginya CAR mengindikasikan adanya sumber daya finansial (modal) yang idle. Tingginya nilai CAR mungkin disebabkan oleh sebagian besar dana yang telah diperoleh dari aktivitas perbankan dialokasikan pada cadangan minimum bank atau digunakan untuk menutupi potensi kerugian yang diakibatkan oleh kegiatan aktivitas bank. Sehingga secara parsial CAR tidak berpengaruh signifikan (tidak nyata) terhadap penyaluran Kredit Bank Persero Pemerintah.(kasmir, 2002)

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Billy Arma Paratama yang menyatakan bahwa CAR Capital Adequacy Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan.

Dari pengujian hipotesis secara parsial Non Performing Loan tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap penyaluran Kredit dengan nilai t hitung = 0,825

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Bank dapat menjalankan operasinya dengan baik jika mempunyai NPL dibawah 5% dan dalam rentan 5%-8% dikatakan masih dalam kondisi cukup baik (aman). Hasil persamaan regresi terlihat bahwa koefisien untuk variabel ini bernilai negative dan tidak signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan (kenaikan dan penurunan) pada nilai NPL secara nyata tidak akan mempengaruhi Penyaluran Kredit pada Bank Persero. Hal ini terjadi karena nilai NPL pada tahun penelitian 2011 berkisar antara nilai 3,10% - 15,52%. Meskipun NPL menunjukkan nilai yang cukup tinggi namun Bank Persero memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) yang cukup tinggi dan jauh dari batas minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sehingga CAR tersebut masih dapat membantu mengcover risiko kredit yang diakibatkan oleh kredit bermasalah. Oleh karena itu kenaikan NPL secara nyata tidak mengakibatkan menurunnya Kredit.

Berdasarkan koefisien beta regresi pada tabel lampiran 3 dapat disimpulkan bahwa variabel DPK memiliki pengaruh yang lebih besar atau lebih dominan terhadap Penyaluran Kredit Bank Persero dengan nilai koefisien beta regresi sebesar (+) 5,951 diikuti variabel CAR dan NPL dengan nilai beta regresi berturut - turut sebesar (-) 0,920, dan (+) 0,363. Hal tersebut disebabkan karena dana - dana yang dihimpun dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (Dendawijaya, 2009). Adapun kegiatan bank setelah

menghimpun dana dari masyarakat luas adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya, dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit (Kasmir, 2008). Sehingga hipotesis yang menyatakan variable DPK berpengaruh dominan terhadap Penyaluran Kredit Bank Persero di Indonesia dapat diterima.

Hasil ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anita Maharani (2011) dari hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa dana pihak ketiga (DPK) paling berpengaruh dominan terhadap penyaluran kredit perbankan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan uraian-uraian yang telah penulis paparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam pengujian secara parsial, yaitu menggunakan uji t variabel Dana Pihak Ketiga(DPK) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Penyaluran Kredit Bank Persero Pemerintah sedangkan variabel CAR dan NPL tidak berpengaruh terhadap Penyaluran Kredit Bank Persero Pemerintah.

2. Variabel independen yang paling dominan berpengaruh terhadap Penyaluran Kredit Bank Persero Pemerintah adalah Dana Pihak Ketiga (DPK).

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian, pembahasan, dan merumuskan kesimpulan dari hasil penelitian, maka penulis memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan untuk dijadikan masukan dan bahan pertimbangan yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain sebagai berikut:

1. Penulis menyarankan agar Bank Persero mempertahankan kinerja perusahaan. Dimana dalam penelitian ini, Bank Persero telah memiliki DPK dan CAR yang cukup tinggi jauh dari batas minimum yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Untuk mempertahankan nilai DPK dapat dilakukan antara lain melalui program reward

menarik minat masyarakat untuk menyimpan dananya. Sedangkan untuk mempertahankan nilai CAR yang cukup tinggi, mengharuskan Bank Persero untuk lebih optimal dalam memanfaatkan kegunaan sumber daya finansial (modal) yang dimiliki melalui penyaluran kredit (sektor produktif).

2. Bank Persero perlu mempertimbangkan untuk selalu melaksanakan sistem pengawasan manajemen perkreditan yang lebih baik lagi, agar tingkat NPL-nya tetap berada dalam batas maksimal yang disyaratkan oleh Bank Indonesia sebesar 5%. Dengan demikian Bank Persero dapat menyalurkan kredit secara optimal.

Pratama, Billy Arma, 2010, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum Indonesia Periode

2005-2009).TESIS Programpascasarjana Magister Manajemen UNDIP.

Soedarto.Moch, 2004, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat (Studi Kasus pada BPR Wilayah Kerja

BI Semarang).TESIS Programpascasarjana Magister Manajemen UNDIP.

Tomo, Beriman Pail,2010. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga Terhadap PT.

Bank Mandiri Tbk. Periode Januari 2004-Desember 2008.SKRIPSI Program

Strata Satu Manajemen UNPAD.

Dendawijaya, Lukman, 2009, Manajemen Perbankan, Penerbit Ghalia Indonesia,Jakarta.

Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 11, No. 1, Juni 2012, Bank Indonesia

Dokumen terkait