• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5O50‟ – 7O50‟ Lintang Selatan dan 104O48‟ – 108O48‟ Bujur Timur, dengan luas wilayah 35.377,76 km2. Batas wilayah Provinsi Jawa Barat adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta; sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten. Jawa Barat memiliki lokasi strategis sebagai daerah penyangga Ibukota negara. Salah satu peran Jawa Barat bagi DKI Jakarta adalah sebagai penyedia air baku, sebagai penyedia bahan pangan (menyumbang 17,76 persen produksi beras nasional), dan sebagai penyedia lahan dan infrastuktur pendukung. Selain itu, Jawa Barat juga merupakan pusat industri manufaktur strategis nasional yaitu industri tekstil, industri pesawat terbang, dan industri pertahanan (website resmi jabar).

Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 46,03 juta jiwa pada tahun 2014, terdiri dari 23,35 juta jiwa laki-laki dan 22,68 juta jiwa perempuan. Angka sex ratio di Jawa Barat sebesar sebesar 102,9 yang berarti terdapat 102 penduduk laki-laki dalam setiap 100 penduduk perempuan. Dengan kata lain, secara umum di Jawa Barat jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan. Penduduk terbanyak berada di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 5,3 juta jiwa dan penduduk terkecil berada di Kota Banjar yaitu sebanyak 181 ribu penduduk. Kepadatan penduduk di Jawa Barat pada tahun 2013 sebesar 1.219 orang/km2. Sebagian besar wilayah Jawa Barat memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Dari 27 Kabupaten/kota, 15 di antaranya memiliki tingkat kepadatan penduduk lebih dari 1.000 jiwa/km2. Kabupaten/Kota yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi

adalah Kota Bandung yaitu sebesar 14.744 orang/km2, dan terendah di kabupaten Ciamis yaitu 421,59 orang/km2 (Jawa Barat dalam Angka 2015).

Tingkat pendapatan penduduk Jawa Barat yang diukur dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Jawa Barat tahun 2014 sebesar Rp. 1.385.959.440,- juta. Sedangkan bila dirasiokan dengan jumlah penduduk maka PDRB Per Kapita Provinsi Jawa Barat tahun 2014 adalah Rp.29.934.329. PDRB tersebut dihitung berdasarkan harga berlaku yang menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan Provinsi Jawa Barat (Tabel 14).

Tabel 14 Perkembangan PDRB dan PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat menurut Harga Berlaku

Tahun PDRB (juta rupiah) Trend PDRB Per Kapita

(rupiah) Trend 2005 389.268.649 Naik 9.741.246 Naik 2006 473.187.292 Naik 11.615.494 Naik 2007 526.608.764 Naik 12.694.345 Naik 2008 602.420.555 Naik 14.277.105 Naik 2009 689.841.314 Naik 16.157.823 Naik 2010 771.593.860 Naik 17.921.649 Naik 2011 860.981.992 Naik 19.645.114 Naik 2012 949.761.265 Naik 21.319.747 Naik 2013 1.070.177.138 Naik 23.602.962 Naik 2014 1.385.959.440 Naik 29.934.329 Naik Sumber : BPS 2005-2014, diolah

Jika dilihat dari perkembangan nilai PDRB Per Kapita dapat dikatakan bahwa kemampuan ekonomi penduduk Provinsi Jawa Barat terus meningkat. Tren kenaikan tersebut berlangsung selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2014, terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Perkembangan PDRB Per Kapita Jawa Barat 2005 s.d 2014 menurut Harga Berlaku

Sementara bila dilihat dari PDRB berdasarkan harga konstan PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2013 dengan harga konstan 2000 adalah Rp.

- 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 PDRB Per Kapita (Harga Berlaku)

386.838.840.000,- juta. Sedangkan PDRB tahun 2014 dengan harga konstan 2010 adalah Rp. 1.148.948.817,- (Tabel 15). PDRB harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Terdapat perubahan tahun dasar yang digunakan untuk menghitung PDRB Tahun 2014, yaitu menggunakan tahun dasar 2010, sedangkan pada periode sebelumnya menggunakan tahun dasar 2000. Perubahan tahun dasar dilakukan untuk mengadaptasi perkembangan yang terjadi dalam mekanisme pencatatan global statistik nasional. Selama sepuluh tahun terakhir (2000 s.d 2010) banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global dan regional yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional, seperti krisis financial global tahun 2008, penerapan CAFTA, perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional, dan meluasnya jasa layanan pasar modal (BPS, 2015). Tabel 15 Perkembangan PDRB dan PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat

menurut Harga Konstan 2000

Tahun PDRB (juta rupiah) Trend PDRB Per Kapita

(rupiah) Trend 2005 242.935.199 Naik 6.079.327 Naik 2006 257.535.975 Naik 6.321.825 Naik 2007 274.180.308 Naik 6.609.345 Naik 2008 290.171.129 Naik 6.876.929 Naik 2009 303.405.251 Naik 7.106.516 Naik 2010 322.223.817 Naik 7.484.224 Naik 2011 343.111.243 Naik 7.828.804 Naik 2012 364.752.403 Naik 8.187.772 Naik 2013 386.838.840 Naik 8.531.804 Naik 2014 *) 1.148.948.817 Naik 24.815.309 Naik

*)Penghitungan PDRB Tahun 2014 menggunakan harga konstan 2010 Sumber : BPS 2005-2014, diolah

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat terus mengalami peningkatan yang stabil dari tahun 2005 sampai 2013 (Gambar 9). Rata-rata peningkatan PDRB adalah 6 persen per tahun, kecuali pada tahun 2014 terjadi lonjakan nilai PDRB yang disebabkan perubahan tahun dasar.

Sumber : BPS 2005-2014, diolah

Gambar 9 Perkembangan PDRB Jawa Barat 2005 s.d 2014 menurut Harga Konstan 2000 - 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000 350,000,000 400,000,000 450,000,000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDRB juta rupiah

Sementara apabila dirasiokan dengan jumlah penduduk Jawa Barat, PDRB Per Kapita Jawa Barat Harga Konstan 2000, pada tahun 2013 adalah sebesar Rp. 8.531.804. Setiap tahun mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,33% dari tahun 2005 (Gambar 10).

Sumber : BPS 2005-2014, diolah

Gambar 10 Perkembangan PDRB Per Kapita Jawa Barat 2005 s.d 2014 menurut Harga Konstan 2000

Sementara bila dilihat dari distribusi PDRB (Tabel 16) menunjukkan sektor Industri pengolahan memegang peranan utama yaitu sebesar 43,70 persen dari PDRB. Daerah industri yang berkembang yaitu Metropolitan Bodebek- Karpur (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bekasi) dan Metropolitan Bandung Raya (Kabupaten Bandung) (RPJMD2013-2018). Disusul dengan sektor Perdagangan Besar dan Eceran (15,98%), dan sector Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (8,07%) (BPS, 2015).

Tabel 16 Distribusi PDRB menurut lapangan usaha (%)

No Lapangan Usaha Sumbangan Terhadap

PDRB (%)

1 Industri Pengolahan 43,70

2 Perdagangan Besar dan Eceran 15,98

3 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8,07

4 Konstruksi 8,06

5 Transportasi dan Pergudangan 4,49

6 Informasi dan Komunikasi 3,13

7 Jasa pendidikan 2,56

8 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,40

9 Jasa Keuangan dan Asuransi 2,40

10 Pertambangan dan Penggalian 2,38

11 Lain-lain 6,83

Sumber : BPS 2015, diolah

Komposisi distribusi PDRB tersebut menunjukkan bahwa struktur perekonomian sebagian masyarakat Jawa Barat telah bergeser dari sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ke sektor ekonomi yang lebih hilir yaitu industri pengolahan (manufaktur). Sumbangan terbesar tahun 2014 dihasilkan

- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000 9,000,000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDRB Per Kapita rupiah

oleh sektor industri Pengolahan, kemudian Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Motor; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Konstruksi; Transportasi dan Pergudangan. Sementara sumbangan sektor lain di bawah 4 persen (BPS PDRB Provinsi Jabar Menurut Lapangan Usaha 2012-2014).

Secara nasional Jawa Barat memberi kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Brutto) Nasional sebesar 14,33 persen, dimana Sektor Industri Manufaktur memegang peran penting yaitu menyumbang 60 persen terhadap PDB Sektor Industri Manufaktur nasional (website resmi jabar). Pada tahun 2014 perekonomian Jawa Barat mengalami perlambatan dibanding pertumbuhan tahun- tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Jawa Barat Tahun 2014 mencapai 5,06 persen, sedangkan tahun 2013 sebesar 6,34 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh sektor informasi dan komunikasi sebesar 17,47 persen, sedangkan seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif di tahun 2014 (BPS, 2015).

Secara administratif, wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi 27 kabupaten/kota, yang meliputi 18 Kabupaten dan 9 Kota, 626 kecamatan, 641 kelurahan, dan 5.962 desa (Jawa Barat dalam Angka 2015). Sedangkan berdasarkan potensi pengembangan wilayahnya, Propinsi Jawa Barat terbagi ke dalam 6 wilayah pengembangan (WP) yaitu :

- WP Bodebekpunjur. Meliputi wilayah kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor, dan sebagian Kabupaten Cianjur. Potensi wilayah yang dimiliki untuk dikembangkan pada sektor pariwisata, industri manufaktur, perikanan, perdagangan, jasa, pertambangan, agribisnis, dan agrowisata.

- WP Purwasuka. Meliputi daerah Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Karawang. Potensi wilayah yang dimiliki untuk dikembangkan pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, bisnis kelautan, industri pengolahan, pariwisata, dan pertambangan

- WP Ciayumajakuning. Mencakup Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan Kota Cirebon. Potensi wilayah yang dimiliki untuk dikembangkan pada sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan, dan pariwisata.

- WP Priangan Timur dan Pangandaran. Mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran. Potensi wilayah yang dimiliki dapat dikembangkan pada sector pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, dan pertambangan mineral.

- WP Sukabumi dan Sekitarnya. Mencakup Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Potensi yang dimiliki dapat dikembangkan pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, bisnis kelautan, dan pertambangan mineral.

- WP Kawasan Khusus (KK) Cekungan Bandung. Mencakup Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, dan sebagian Kabupaten Sumedang. Potensi wilayah yang dimiliki dapat dikembangkan pada sector pertanian holtikultura, industri non-polutif, industri kreatif, perdagangan dan jasa, pariwisata, dan perkebunan.

Pegawai Negeri Sipil, yang berperan sebagai aparatur birokrasi, di Provinsi Jawa Barat sebanyak 341.068 orang yang tersebar pada 51 unit kerja di Jawa Barat. Adapun komposisi PNS menurut Tingkat Pendidikan ditampilkan pada Gambar 11.

Sumber : Jabar dalam Angka 2015, diolah

Gambar 11 Komposisi PNS Provinsi Jawa Barat menurut tingkat pendidikan PNS Provinsi Jawa Barat didominasi oleh pegawai dengan pendidikan Strata-1 (S1) yaitu sebanyak 152077 (44,59%). Jumlah terbanyak kedua adalah pegawai dengan pendidikan Diploma yaitu 97641 (28,63%). Kemudian pegawai dengan pendidikan SLTA ke bawah sebanyak 77045 (22,59%). Sementara pegawai dengan tingkat pendidikan Strata-2 (S2) dan Strata-3 (S3) sangat minim, yaitu 14305 orang (dibawah 5%).

Sedangkan bila dilihat dari komposisi jenis kelamin, PNS Provinsi Jawa Barat hampir berimbang antara jumlah Laki-laki dan Perempuan (Gambar 12). Pegawai Laki-laki sebanyak 176.355 orang (51,71%) sedangkan pegawai Perempuan sebanyak 164.713 orang (48,29%).

Sumber : Jabar dalam Angka 2015, diolah

Gambar 12 Komposisi PNS Provinsi Jawa Barat menurut jenis kelamin Untuk menjalankan pemerintahan, Jawa Barat dipimpin oleh kepala daerah dan dibantu oleh seperangkat organisasi perangkat daerah (OPD) dengan susunan

22,59% 28,63% 44,59% 4,16% 0,04% <= SLTA Diploma S1 S2 S3 51,71% 48,29% Laki-laki Perempuan Pendidikan Jumlah <= SLTA 77.045 Diploma 97.641 S1 152.077 S2 14.174 S3 131

Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki 176.355

organisasi sebagai berikut (LAKIP Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013) : 1) Kepala Daerah adalah Gubernur dibantu oleh seorang Wakil Gubernur; 2) Sekretariat Daerah yang terdiri dari 4 Biro; 3) Dinas terdiri dari 20 Dinas; 4) Lembaga Teknis Daerah terdiri dari 23 Badan, Rumah Sakit dan Kantor; dan 5) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terdiri dari 6 BUMD. Secara lengkap ditampilkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Perangkat organisasi pemerintah Provinsi Jawa Barat

No Organisasi

1 Gubernur dibantu oleh seorang Wakil Gubernur 2 Sekretariat Daerah

Asisten Pemerintahan Hukum dan HAM : - Biro Pemerintahan Umum

- Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama

- Biro Hukum dan HAM

Asisten Perekonomian :

- Biro Administrasi Pembangunan - Biro Administrasi Perekonomian - Biro Bina Produksi

Asisten Kesejahteraan Sosial: - Biro Pelayanan Sosial Dasar - Biro Pengembangan Sosial Asisten Administrasi :

- Biro Organisasi - Biro Keuangan

- Biro Pengelolaan Barang Daerah - Biro Humas,Protokol dan Umum

3 Dinas:

- Dinas Pendidikan - Dinas Bina Marga

- Dinas Perikanan - Dinas Kehutanan

- Dinas Kesehatan - Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

- Dinas Pendapatan - Dinas Pemukiman dan Perumahan

- Dinas Perkebunan - Dinas Olahraga dan Pemuda

- Dinas Sosial - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

- Dinas Pertanian Tanaman Pangan - Dinas Komunikasi dan Informatika - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi - Dinas Koperasi dan UMKM

- Dinas Perhubungan - Dinas Perindustrian dan Perdagangan

- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan - Dinas Peternakan

4 Lembaga Teknis Daerah :

- Inspektorat Provinsi - Badan Perpustakaan & Arsip Daerah

- Satuan Polisi Pamong Praja - Bakorrinbang Wilayah I

- Badan Perencanaan pembangunan Daerah - Bakorrinbang Wilayah II - Badan Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, Kependudukan dan KB

- Bakorinbang Wilayah III

- Badan Pelayanan Perizinan Terpadu - Bakorinbang Wilayah IV

- Badan Kes.Bangsa & Perlindungan Masyarakat - RS. Jiwa Provinsi Jawa Barat - Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah - RS. Paru Sidawangi Cirebon - Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah - RS. Umum Daerah Al-Ihsan

- Badan kepegawaian Daerah - Kantor Per. Pemprov. Jabar

- Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah - Sekretariat DPRD - Badan Pemberdayaan Masy. & Pemerintahan

Desa

- Sekretariat KPID 5 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025, Jawa Barat saat ini berada pada tahap ketiga yaitu pencapaian kemandirian masyarakat Jawa Barat yang produktif dan memiliki daya saing (RPJMD 2008- 2025). Visi yang diusung pada tahap ini adalah “Jawa Barat Maju dan Sejahtera untuk Semua”. Sedangkan visi pembangunan Jawa Barat secara umum adalah “Dengan Iman dan Takwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia”. Untuk mewujudkan visi dan misi yang diemban, pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan program-program pembangunan sesuai dengan potensi, permasalahan, dan isu strategis yang dimiliki Jawa Barat. Salah satu program yang selalu ada dalam pembangunan Jawa Barat adalah program untuk meningkatkan kinerja pemerintahan.

Perjalanan Reformasi Birokrasi di Jawa Barat

Reformasi birokrasi di Jawa Barat telah mulai dirintis sejak tahun 2007. Diawali dengan langkah Pemprov Jabar mencanangkan Jabar Cyber Province dan

Virtual Office, yaitu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Pemprov jabar membentuk Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah (SIPKD), Sistem Database Barang Daerah (ATISISBADA) dan secara bertahap menerapkan paperless office. LPSE yang dibentuk sejak 2008 membuat pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan secara online, real time, dan transparan. Sebagaimana diyakini bahwa proses secara online dan elektronik dapat menghindari penyimpangan dan kecurangan yang mengarah pada korupsi. Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah (SIKPD) beroperasi sejak tahun 2011, diawali dengan penandatanganan pakta integritas antara Sekretaris Daerah dengan para Kepala OPD. Implementasi sistem ini mencakup modul anggaran, penatausahaan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan Sistem Database Barang Daerah menyediakan fasilitas up load gambar (image) barang dan data koordinat lokasi barang yang terkoneksi dengan google map.

Pemprov Jabar juga mengimplementasikan pelayanan perijinan terpadu dengan mendirikan Unit Pengelola Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPPTSP) Provinsi Jabar yang melayani perijinan secara terpadu pada satu tempat. Unit tersebut melayani 51 jenis perijinan yang kemudian meningkat menjadi 83 jenis. Pada tahun 2008 UPPTSP bertransformasi menjadi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) yang sampai tahun 2011 dapat melayani 209 jenis perijinan (Sekda Pemprov Jabar, 2011). Badan perijinan ini telah mengembangkan pelayanan dengan membuka outlet-outlet di wilayah potensial dan mengoperasikan mobil layanan keliling.

Langkah selanjutnya adalah meningkatkan pelayanan berbasis pelanggan. Pelayanan yang menjadi obyek adalah pelayanan terhadap wajib pajak kendaraan. Dinas Pendapatan Pemprov Jabar mengembangkan pelayanan berbasis pelanggan melalui penerapan SAMSAT online di 34 Cabang SAMSAT Induk, 12 SAMSAT Outlet, 1 drive thru, 3 SAMSAT Online 3 Provinsi (Jabar, Banten, dan DKI Jakarta) dan 5 SAMSAT Keliling. Selain itu untuk lebih meningkatkan kepuasan pelanggan, Pemprov Jabar juga berupaya menjaga kualitas manajemen organisasi dengan menerapkan ISO 9001 pada OPD yang telah siap, yaitu Bandiklat, Bappeda, BKD, BPPT, dan 11 UPTD/B lainnya.

Untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan aparatur, Pemprov Jabar telah menetapkan dan memberlakukan tunjangan tambahan penghasilan pada tahun 2010. Tunjangan tambahan tersebut diberikan sebagai insentif bagi aparatur berdasarkan kinerja yang dihasilkan. Perbaikan remunerasi merupakan langkah penting dalam reformasi birokrasi. Pemberian tunjangan berbasis kinerja dirasakan langsung oleh aparatur sehingga dapt dikatakan bahwa tahun 2010 adalah tonggak dimulainya reformasi birokrasi pada Pemprov Jabar. Hal ini seiring tahapan pada level nasional dimana pada tahun 2010 ditetapkan Grand Design Reformasi Birokrasi. Seiring dengan diberlakukannya tunjangan berbasis kinerja, Pemprov Jabar melakukan pengukuran kinerja pegawai. Kinerja pegawai pada Pemprov Jabar diukur dari dua indikator yaitu aspek perilaku kerja dan aspek prestasi kerja. Aspek perilaku kerja berlaku sama kepada seluruh aparatur pemprov, sedangkan aspek prestasi kerja tergantung pada posisi dan kedudukan pegawai.

Untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, Pemprov Jabar menetapkan 3 langkah aksi. Langkah pertama adalah penetapan Island of Integrity. Tahun 2008 dilakukan Kesepakatan Bersama untuk menetapkan Daerah/Wilayah percontohan bebas KKN dengan pimpinan KPK, Kemenpanrb dan 6 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Kuningan, Kota Bandung, Kota Bogor, dan Kota Sukabumi. Kemudian tahun 2010 4 OPD ditetapkan sebagai Island of Integrity, yaitu BKD, Dinas Pendapatan, BPPT, dan Inspektorat. Langkah kedua mengenai pelaporan LHKPN. Kewajiban melaporkan LHKPN telah diperluas, tidak hanya berlaku untuk para Penyelenggaran Pemerintahan Provinsi/Kabupaten/Kota saja, namun juga untuk para pejabat Eselon III yang strategis dan pelaksana yang berhubungan langsung dengan publik. Langkah ketiga adalah pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi (UPG). UPG yang telah terbentuk ada pada BUMD yaitu Bank BJB pada tahun 2011. Sedangkan UPG pada Pemprov Jabar sedang dalam proses pembentukan.

Pada tataran kelembagaan, Pemprov Jabar telah melakukan evaluasi organisasi terbatas pada beberapa OPD yaitu Inspektorat, Bappeda, Bandiklat, Bapusipda, dan menghasilkan rasionalisasi organisasi untuk eselon terendah (eselon IV). Untuk penguatan akuntabilitas, Pemprov Jabar membentuk Desk Akuntabilitas yang berfungsi sebagai institusi konsultasi bagi OPD dalam menyelesaikan permasalahan pelaksanaan program/kegiatan. Desk Akuntabilitas ditempatkan di Inspektorat yang terdiri dari para pejabat dan auditor pada Inspektorat.

Sementara dari sisi perencanaan pembangunan, greget reformasi birokrasi telah terlihat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2008-2013, salah satu bidang pembangunan yang dicanangkan adalah pembangunan bidang aparatur dan pelayanan publik. Prioritas pembangunan bidang tersebut adalah penataan organisasi perangkat daerah, penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi melalui pengembangan kemampuan aparatur, peningkatan kualitas pelayanan publik, penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam manajemen pemerintahan. Sedangkan langkah yang dilakukan adalah penerapan insentif berbasis kinerja untuk peningkatan profesionalitas aparatur, pembenahan sistem dan prosedur serta standarisasi kualitas pelayanan, pengembangan kapasitas pemerintahan, dan penyelenggaraan pelayanan publik

menjadi pelayanan yang bermutu dan akuntabel (RPJMD 2008-2013). Pada saat itu perbaikan birokrasi menemui kendala dan tantangan besar karena kultur tradisional dan primordial mewarnai pemerintah provinsi Jawa Barat, sedangkan sarana dan prasanan telah disediakan namun belum dimanfaatkan secara optimal. Tahap tersebut dianggap sebagai masa transisi dalam reformasi birokrasi.

Pada tahap RPJMD selanjutnya (2013-2018) kinerja aparatur pemerintahan masih menjadi obyek pembangunan. Salah satu misi yang ditetapkan adalah meningkatkan kinerja pemerintahan, profesionalisme aparatur, dan perluasan partisipasi publik. Misi ini untuk menciptakan Jawa Barat dengan pemerintahan yang bermutu dan akuntabel, handal dan terpercaya dalam pelayanan dengan ditopang aparatur profesional, sistem yang berbasis iptek menuju Good Governance dan Clean Government.

Analisis Hasil Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Komponen Proses (Pengungkit)

Pelaksanaan reformasi birokrasi dievaluasi dengan mengacu pada indikator penilaian pada Permenpanrb No 14/2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Indikator tersebut dianggap mampu mewakili komponen reformasi birokrasi, yaitu komponen pengungkit (proses) dan komponen hasil. Komponen Pengungkit (Proses) Reformasi birokrasi dinilai dari persepsi pegawai (aparatur) Pemprov Jawa Barat mengenai pelaksanaan reformasi birokrasi sesuai dengan fungsi dan pekerjaannya. Komponen Pengungkit terdiri dari 8 (delapan) sub komponen penilaian yang mencerminkan 8 (delapan) area perubahan dalam program reformasi birokrasi. Masing-masing sub komponen diukur dengan indikator yang mewakili dan diwujudkan ke dalam pernyataan- pernyataan pada kuesioner. Sedangkan komponen hasil dinilai dari hasil penilaian pihak ketiga terhadap Pemprov Jawa Barat.

Untuk mengetahui pelaksanaan reformasi birokrasi di Pemprov Jawa Barat dilakukan pengambilan data melalui kuesioner terhadap 90 responden aparatur Pemprov Jawa Barat. Kuesioner disebarkan pada 9 instansi yang menjadi lokasi pengambilan sampel yaitu : Biro Perekonomian, Biro Pelayanan Sosial Dasar, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa. Jawaban diukur menggunakan Skala Likert dengan rentang pilihan dari Sangat Tidak Setuju sampai dengan Setuju. Masing-masing pilihan diberi skor 1 sampai dengan 5. Sangat Tidak Setuju (skor 1) berarti kenyataan di instansi tempat responden bekerja tidak sesuai dengan pernyataan. Sangat Setuju (skor 2) berarti sebagian besar kenyataan di instansi tempat responden bekerja tidak sesuai dengan pernyataan. Tidak Tahu/Ragu-ragu (skor 3) berarti responden tidak tahu atau ragu dengan kenyataan di tempat mereka bekerja. Setuju (skor 4) berarti sebagian besar kenyataan di instansi tempat responden bekerja sesuai dengan pernyataan. Sangat Setuju (skor 5) berarti kenyataan di instansi tempat responden bekerja sesuai dengan pernyataan.

Analisis Perubahan Pola Pikir dan Budaya Kerja (Manajemen Perubahan)

Pada Komponen Proses perubahan pola pikir dan budaya kerja/manajemen perubahan (KP1), mayoritas responden setuju bahwa sebagian besar praktek birokrasi di Pemprov Jawa Barat telah sesuai dengan persyaratan reformasi birokrasi. Dari 18 pertanyaan, sebanyak 40% mendapat skor jawaban 4; 33% mendapat skor 3; 13% mendapat skor 5; 11% mendapat skor 2; dan hanya 3% mendapat skor 1 (Gambar 13). Indikator yang diukur pada area ini adalah efektivitas manajemen perubahan yang meliputi Tim Reformasi Birokrasi, Road Map reformasi birokasi, pemantauan dan evaluasi reformasi birokrasi, dan perubahan pola pikir dan budaya kerja. Proses pada area ini memerlukan banyak keterlibatan pimpinan instansi sebagai pihak penggerak utama dalam melakukan reformasi birokrasi. Tanpa kepemimpinan dari pimpinan institusi maka akan sulit bagi organisasi untuk melakukan perubahan yang menyangkut aspek utama institusi yaitu nilai, struktur organisasi, dan prosedur atau manajemen. Sedangkan dalam reformasi birokrasi, ketiga aspek tersebut harus diformulasikan dalam konsep perubahan yang dibuat (Bratakusumah, 2015). Tingginya pertanyaan yang mendapatkan skor 3 (Tidak Tahu/Ragu-ragu), yaitu 33%, menunjukkan bahwa manajemen perubahan yang dilakukan belum sepenuhnya dirasakan oleh aparatur di Pemprov Jabar sehingga informasi yang berkaitan dengan tahapan reformasi birokrasi belum banyak diketahui oleh aparatur di tingkat bawah.

Gambar 13 Persentase skor jawaban KP1

Analisis Penataan Peraturan Perundang-undangan

Pada Komponen Proses Penataan Peraturan Perundang-undangan (KP2), sebanyak 55% pertanyaan mendapat skor jawaban 4 yang berarti bahwa sebagian besar kenyataan (praktek birokrasi) di Pemprov Jawa Barat telah sesuai dengan persyaratan reformasi birokrasi (Gambar 14). Selanjutnya 25% pertanyaan mendapat skor jawaban 3, 10% pertanyaan mendapat skor jawaban 5, 9% pertanyaan mendapat skor jawaban 2, dan 1% pertanyaan mendapat skor jawaban 1. Tingginya persentase pertanyaan yang mendapat skor jawaban 3 (tidak tahu/tidak tahu) menunjukkan bahwa proses penataan peraturan perundangan di Pemprov Jawa Barat tidak banyak melibatkan aparatur Pemprov Jawa Barat sehingga banyak aparatur yang tidak mengetahui informasi tersebut. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh sifat pekerjaan penataan peraturan perundangan

3% 11%

33% 40%

13%

1 : Sangat Tidak Setuju 2 : Tidak Setuju 3 : Tidak Tahu 4 : Setuju 5 : Sangat Setuju

yang sangat khusus dan terbatas, hanya ditangani oleh bidang yang mengurusi

Dokumen terkait