• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari hasil penelitian, secara umum dapat dilihat bahwa perbedaan pola pengolahan lahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas lapang, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan

Pola pengolahan Parameter

Kapasitas Lapang (Ha/Jam)

Efisiensi (%) Bahan Bakar (L/Ha)

Spiral 0,0490 71,09 19,4

Tepi 0,0452 65,20 20,8

Tengah 0,0425 61,02 23,4

Alfa 0,0262 36,26 34,7

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa kapasitas kerja tertinggi terdapat pada pola spiral. Demikian juga pada konsumsi bahan bakar dan efisiensi tertinggi terdapat pada pola spiral.

Kapasitas Lapang Efektif

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 3, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang efektif. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (Ha/jam) Perlakuan RataanKapasitas Lapang (Ha/jam) BNT F.0.5 F.0.1 Alfa 0,0262 a A Tengah 0,0425 b B Tepi 0,0452 c C Spiral 0,0490 d D

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan satu dengan yang lainnya memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Kapasitas tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 0,0490 Ha/jam dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 0,0262 Ha/jam. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang dapat dilihat pada pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang

Dari gambar 1, dapat dilihat bahwa pola pengolahan memberikan hasil yang berbeda terhadap kapasitas lapang. Hal tersebut dipengaruhi oleh waktu yang hilang selama terjadi pembelokan traktor. Pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa merupakan pola pengolahan yang memiliki jumlah belokan yang paling banyak sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang paling rendah. Selain itu dibutuhkan tingkat keterampilan operator untuk berbelok, dimana pembelokan pada pola alfa membutuhkan tingkat keterampilan yang baik. Besarnya derajat pembelokan (besar ruang belok pada head land) juga mempengaruhi stamina operator. Derajat pembelokan yang tinggi pada saat awal

0,049 0,045 0,043 0,026 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Kapasitas Lapang (Ha/Jam)

pengolahan seperti pola tengah, akan membuat operator lebih cepat lelah sehingga untuk meyelesaikan pekerjaan, konsentrasi dan stamina sudah sangat menurun, terutama lahan dengan daerah olahan yang kecil. Demikian juga dengan pola tepi yang memiliki derajat pembelokan yang cukup tinggi pada saat akhir pengolahan lahan. Pola spiral memiliki jumlah belokan yang kecil dengan derajat pembelokan yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan ketiga pola yang lain, sehingga tidak terlalu menguras stamina operator, sehingga memberikan kapasitas lapang yang lebih besar. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola pengolahan dengan jumlah belokan yang sama, dapat memberikan kapasitas lapang yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2010) yang menyatakan bahwa belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran. Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land, kekasaran daerah belok dan lebar alat.

Efisiensi Traktor

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap efisiensi. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan lahan terhadap efisiensi untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%)

Perlakuan Rataan Efisiensi (%) BNT F.0.5 F.0.1

Alfa 40,49 a A

Tengah 65,75 b B

Tepi 69,79 c C

Spiral 75,73 d D

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Efisiensi tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 75,73% dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 40,49. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi 75,73 69,79 65,75 40,49 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Efisiensi (%)

Menurut Yunus (2004), efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral, dihasilkan efisiensi tertinggi yaitu sebesar 75,73%. Hal ini disebabkan oleh perbandingan antar kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Konsentrasi dan ketepatan kerja operator, amat mempengaruhi kerapihan kerja operator tersebut. Konsentrasi kerja yang rendah, dapat menyebabkan hasil olahan yang kurang baik, sehingga daerah yang sudah diolah harus diolah kembali karena hasil yang belum sempurna. Ketepatan operator dalam mengambil alur pengolahan pada saat mengolah di samping alur yang telah diolah juga mempengaruhi efisiensi, sehingga diperlukan operator yang terampil dalam mengolah lahan. Hal tersebut yang mempengaruhi efisiensi pengerjaan lahan. Pola pengolahan yang dapat memberikan kenyamanan bagi operator, akan sangat mempengaruhi efisiensi yang diperoleh.

Konsumsi Bahan Bakar

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 5, dapat dilihat bahwa pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan lahan terhadap konsumsi bahan bakar untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha)

perlakuan Rataan konsumsi bahan bakar (L/Ha)

BNT F.0.5 F.0.1 Spiral 19,4 a A Tepi 20,8 b B Tengah 23,4 c C Alfa 34,7 d D

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar terendah yaitu pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Konsumsi bahan bakar amat dipengaruhi oleh lama nya pengerjaan satu luasan lahan. Semakin lama

19,4 20,8 23,4 34,7 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa Konsumsi Bahan Bakar L/Ha

pengoperasian traktor, maka konsumsi bahan bakar akan semakin tinggi. Lamanya pengoperasian traktor ini tidak terlepas dari kapasitas lapang traktor. Faktor lain yang juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar yaitu kedalaman pengolahan dan ketinggian air pengolahan. Semakin dalam peralatan mengolah tanah, maka beban yang ditarik oleh traktor juga akan semakin besar. Dalam penelitian ini digunakan kedalaman pembajakan sebesar 20 cm, penggelebekan dan penggaruan sebesar 10 cm. Ketinggian genangan pengolahan mempengaruhi tingkat kepadatan tanah yang akan diolah. Air yang cukup akan memperlunak tanah, sehingga beban yang ditarik oleh traktor semakin berkurang. Ketiadaan genangan pengolahan akan membuat beban traktor menjadi berat yang dapat memperbesar konsumsi bahan bakar.

Slip Ban

Dari hasil penelitian diperoleh data slip ban seperti pada tabel 7. Tabel 7. Persentase slip ban peralatan pengolahan tanah (%)

Perlakuan Jarak Tempuh (m) Slip Ban (%)

Pembajakan 9,66 16,42

Penggelebekan 9,86 14,69

Penggaruan 10,13 12,39

Tanpa Beban 11,566

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai slip tertinggi terdapat pada perlakuan pembajakan yaitu sebesar 16,42% dan terendah pada kegiatan penggaruan yaitu sebesar 12,39%. Hal ini dipengaruhi oleh jenis alat, lebar alat dan kedalaman pengolahan. Semakin besar kedalaman pengolahan, maka slip ban juga semakin besar. Demikian pula dengan lebar alat dan jenis alat yang digunakan, akan berpengaruh terhadap slip ban.

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada saat menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui berapa besarnya biaya produksi, sehingga keuntungan penggunaan alat dapat diperkirakan.

Dari analisis biaya (Lampiran 7), diperoleh biaya pengoperasian traktor sebesar Rp. 23604,35/jam, yang merupakan hasil perhitungan biaya pokok produksi yaitu biaya tetap sebesar Rp. 8906,25/jam dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 14698,1/jam. Biaya pokok untuk setiap pola pengolahan dapat dilihat dari Tabel 8.

Tabel 8. Biaya produksi setiap pola pengolahan (Rp/Ha) Pola Pengolahan Kapasitas Lapang

(Ha/Jam) Biaya Pokok (Rp/Jam) Biaya Pokok (Rp/Ha) Spiral 0,049 23604,35 481729,98 Tepi 0,045 23604,35 522714,77 Tengah 0,043 23604,35 554845,93 Alfa 0,026 23604,35 900826,56

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya produksi terendah terdapat pada

pola pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar Rp. 481729,98/Ha. Hal ini tidak lepas dari kapasitas lapang yang cukup tinggi bila

dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Sedangkan biaya produksi tertinggi terdapat pada pola alfa yaitu sebesar Rp. 900826,56/Ha. Hal ini juga tidak terlepas dari rendahnya kapasitas lapang pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa.

Break event point

Manfaat perhitungan break event point (BEP) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini, income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kanan titik impas maka kegiatan usaha akan memberikan keuntungan.

Berdasarkan perhitungan (Lampiran 8) yang dilakukan, traktor ini mencapai titik impas apabila setiap pola pengolahan telah mengolah lahan seperti terlihat pada Tabel 8.

Tabel 9. Nilai BEP untuk setiap pola pengolahan lahan Pola pengolahan Kapasitas kerja (Jam/Ha) Biaya tetap (Rp/Tahun) Biaya tidak tetap (Rp/Jam) Harga Sewa(Rp/Ha) BEP (Ha/Tahun) Spiral 0,049 4275000 14698,09 1200000 4,74 Tepi 0,045 4275000 14698,09 1200000 4,88 Tengah 0,043 4275000 14698,09 1200000 5,00 Alfa 0,026 4275000 14698,09 1200000 6,68

Dari tabel 9 dapat dilihat nilai BEP terendah terdapat pada pola spiral yaitu sebesar 4,74 ha/tahun dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 6,68 ha/tahun. Ini berarti pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa lebih beresiko mengalami kerugian jika dibandingkan pola pengolahan lainnya, karena pola alfa memiliki batas produksi minimal yang cukup tinggi. Jika produksi dengan menggunakan pola alfa lebih kecil dari 6,68 ha/tahun, maka akan mengalami kerugian.

Net present value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 9) diketahui

besarnya NVP dari pola spiral sebesar Rp. 3.027.038, pola tepi sebesar Rp. 2.086.678dan pola tengah sebesar Rp. 1.349.457. NVP dari ketiga pola

pengolahan tersebut lebih besar dari 0 yang artinya pengerjaan lahan dengan pola tersebut menguntungkan. Namun pada pengolahan dengan pola alfa memiliki NVP lebih kecil dari nol, yaitu sebesar - Rp. 6.588.764. Ini berarti pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa tidak layak untuk dijalankan.

Internal rate of return

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Dari hasil percobaan (Lampiran 10), diperoleh nilai IRR yang berbeda-beda untuk tiap pola pengolahan, pola spiral sebesar 18,85%, pola tepi sebesar 19,40%, pola tengah sebesar 19,28% dan pola alfa sebesar 22,12% . Angka tersebut menunjukkan tingkat bunga maksimum yang dapat dicapai. Apabila bunga dinaikkan lagi maka akan mengalami kerugian. Pola pengolahan tersebut masih layak dijalankan apabila tidak melebihi nilai IRR nya. Apabila bunga bank semakin mendekati nilai IRR, maka keuntungan yang diperoleh juga semakin sedikit.

Dokumen terkait