ANALISIS POLA PENGOLAHAN LAHAN BASAH DENGAN
MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DI SEI BERASKATA
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
YOHANES EKA SEMBIRING 070308006
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS POLA PENGOLAHAN LAHAN BASAH DENGAN
MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DI SEI BERASKATA
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
YOHANES EKA SEMBIRING 070308006/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011
Taufik Rizaldi, STP, MP
Ketua
Achwil Putra Munir, STP, M. Si
ABSTRAK
YOHANES EKA SEMBIRING: Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan ACHWIL PUTRA MUNIR.
Analisis pola pengolahan lahan meliputi kemampuan kerja traktor dalam mengolah lahan dengan menggunakan pola pengolahan untuk mengukur kapasitas kerja, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas olah dari traktor Quick Impala pada lahan basah di Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu pola pengolahan lahan (pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa). Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pengolahan berpengaruh nyata terhadap kapasitas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor. Hasil kapasitas olah terbesar diperoleh pada pola spiral.
Kata kunci: Traktor, Lahan basah, Pola pengolahan
ABSTRACT
YOHANES EKA SEMBIRING: Analysis of Wet Land Treatment Pattern Using Hand Tractor at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Under the supervision of TAUFIK RIZALDI and ACHWIL PUTRA MUNIR.
Analysis of wet land treatment pattern is tractor’s ability to prepare land by knowing the work capacity, efficiency and fuel consumption. The objective of this research was to know the capacity of Quick Impala tractor on wet land at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. This research used non factorial randomized block design, i.e. treatment pattern (spiral pattern, side pattern, middle pattern and alfa pattern). Parameters measured were capacity, fuel consumption and tractor efficiency.
The result showed that treatment pattern affected significantly the capacity, fuel consumption, and tractor efficiency. The highest capacity was found in spiral pattern
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 1 Oktober 1989 dari ayah
B. Sembiring dan ibu S Br Ginting. Penulis merupakan putra kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Santa Maria Kabanjahe dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Pemanduan Minat dan
Bakat. Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Penerapan Komputer, penulis juga aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik
Pertanian (IMATETA). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun skripsi ini berjudul “Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah
dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang”
yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Taufik Rizaldi, STP, MP dan Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan
pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian dan seluruh pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
Medan, Mei 2011
DAFTAR ISI
Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha ... 23
Biaya tetap ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapasitas Lapang Efektif ... 33
Efisiensi Traktor ... 36
Konsumsi Bahan Bakar ... 37
Slip Ban Traktor ... 39
Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 44
DAFTAR TABEL
Hal.
1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil ... 13
2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil ... 15
3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan ... 33
4. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (Ha/Jam) ... 33
5. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%) ... 36
6. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha) ... 38
7. Persentase slip ban peralatan pengolahan tanah (%) ... 39
8. Biaya produksi setiap pola pengolahan (Rp/Ha) ... 40
DAFTAR GAMBAR
Hal.
1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang ... 34
2. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
1. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 47
2. Pola pengolahan tanah ... 49
3. Data pengamatan kapasitas lapang efektif (ha/jam) ... 51
4. Data pengamatan efesiensi traktor(%) ... 52
5. Data pengamatan konsumsi bahan bakar (l/ha) ... 54
6. Slip ban (%) masing-masing peralatan pengolahan tanah ... 55
7. Analisis ekonomi ... 56
8. Break event point ... 59
9. Net present value ... 60
10. Internal rate of return ... 64
ABSTRAK
YOHANES EKA SEMBIRING: Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan ACHWIL PUTRA MUNIR.
Analisis pola pengolahan lahan meliputi kemampuan kerja traktor dalam mengolah lahan dengan menggunakan pola pengolahan untuk mengukur kapasitas kerja, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas olah dari traktor Quick Impala pada lahan basah di Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu pola pengolahan lahan (pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa). Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pengolahan berpengaruh nyata terhadap kapasitas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor. Hasil kapasitas olah terbesar diperoleh pada pola spiral.
Kata kunci: Traktor, Lahan basah, Pola pengolahan
ABSTRACT
YOHANES EKA SEMBIRING: Analysis of Wet Land Treatment Pattern Using Hand Tractor at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Under the supervision of TAUFIK RIZALDI and ACHWIL PUTRA MUNIR.
Analysis of wet land treatment pattern is tractor’s ability to prepare land by knowing the work capacity, efficiency and fuel consumption. The objective of this research was to know the capacity of Quick Impala tractor on wet land at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. This research used non factorial randomized block design, i.e. treatment pattern (spiral pattern, side pattern, middle pattern and alfa pattern). Parameters measured were capacity, fuel consumption and tractor efficiency.
The result showed that treatment pattern affected significantly the capacity, fuel consumption, and tractor efficiency. The highest capacity was found in spiral pattern
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat penting di Indonesia,
karena merupakan makanan pokok bagi sebagian rakyat Indonesia. Tanaman padi
diusahakan di tanah sawah sehingga amat beralasan jika orang-orang yang
berkecimpung dibidang pertanian perlu memahami sifat dan ciri tanah, sehingga
mereka dapat mengelola sawah sebaik-baiknya (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
Sebelum menanam padi di lahan sawah, maka perlu dilakukan pengolahan
tanah terlebih dahulu. Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah
dipersiapkan dua bulan sebelum penanaman. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan
dengan dua cara yaitu dengan cara tradisonal yaitu pengolahan tanah sawah yang
dilakukan dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang
semuanya dikerjakan oleh manusia atau dibantu oleh hewan misalnya, kerbau atau
sapi. Cara modern yaitu pengolahan tanah sawah yang dilakukan dengan mesin,
yaitu dengan traktor dan alat-alat pengolahan tanah yang serba dapat bekerja
sendiri (Sugeng, 1998).
Pengolahan tanah dapat dipandang sebagai suatu usaha manusia untuk
merubah sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang
dikehendaki oleh manusia. Dalam usaha pertanian pengolahan tanah dilakukan
dengan tujuan untuk menciptakan kondisi fisik; khemis dan biologis tanah yang
lebih baik sampai kedalaman tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Di
samping itu, pengolahan tanah bertujuan untuk: membunuh gulma dan tanaman
yang tidak diinginkan; menempatkan seresah atau sisa-sisa tanaman pada tempat
meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan; mempersatukan
pupuk dengan tanah; serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam
pengaturan air (Rizaldi, 2006).
Kebutuhan akan traktor pertanian di Indonesia pada masa sekarang ini
sangatlah penting. Traktor dapat menyediakan sumber tenaga yang cukup besar
yang hampir dapat menggantikan sumber tenaga tradisional lainnya seperti tenaga
kuda, kerbau maupun manusia yang memakan waktu cukup lama dalam
pengerjaan suatu lahan pertanian.
Pemanfaatan traktor dan mesin-mesin lainnya untuk pengolahan lahan,
penanaman dan pemanenan serta pemrosesan bergantung pada bahan bakar,
dengan sedikit perkecualian, bahan bakar tidak dapat diperbaharui lagi.
Mekanisasi bisa memperbaiki hasil panen melalui pengolahan lahan yang lebih
baik, penanaman dan pemupukan lebih tepat waktu serta pemanenan lebih efisien
hingga akhirnya memperkuat dampak unsur lain dari paket revolusi hijau
(Reijntjes dkk, 1999).
Beberapa faktor input dari mekanisasi merupakan bahan bakar. Dalam
penggunaan traktor, diharapkan penggunaan bahan bakar dapat dioptimalkan,
salah satu cara pengoptimalan tersebut yaitu dengan menghindari faktor-faktor
yang dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar selama proses pengolahan
lahan berlangsung.
Tenaga yang berasal dari traktor dapat digunakan untuk memproduksi
pangan untuk kebutuhan nasional maupun dunia. Sebuah traktor dapat melakukan
pekerjaan beberapa kuda dengan konsumsi waktu yang sama, tanpa harus istirahat
mengimbangi pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, sehingga penggunaan
traktor akan semakin banyak untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan
tersebut (Shippen et al, 1980).
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pangan yaitu dengan cara
intensifikasi pertanian. Salah satu contoh intensifikasi pertanian yaitu penggunaan
traktor. Untuk menghindari penambahan unit traktor maka perlu dicari solusi
untuk meningkatkan kapasitas kerja dan efisiensi traktor. Karena salah satu faktor
yang mempengaruhi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah pola pengolahan
tanah dengan menggunakan traktor, sehingga dilakukan penelitian tentang
pengaruh berbagai pola pengolahan dengan menggunakan traktor, sehingga
diharapkan dapat diketahui pola pengolahan yang memiliki kapasitas kerja
maupun efisiensi paling tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kapasitas lapang, efisiensi,
konsumsi bahan bakar dan analisa ekonomi traktor tangan pada berbagai variasi
pola pengolahan lahan basah.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh pola pengolahan lahan terhadap kapasitas kerja, efisiensi
Manfaat Penelitian 1. Penulis
Sebagai bahan dasar penulisan skripsi untuk melengkapi syarat
melaksanakan ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
2. Petani
Sebagai bahan informasi bagi para petani.
3. Mahasiswa
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Traktor
Sejarah menunjukkan bahwa proses mekanisasi pertanian adalah suatu
proses yang dinamis, dengan proses tujuan masa depan yang tak terbatas. Dalam
suatu sistem yang kompetitif, setiap pabrik mesin-mesin pertanian harus secara
terus menerus memperbaiki produknya dan menciptakan produk baru agar posisi
perusahaannya tetap menguntungkan (Daywin dkk, 2008).
Praktek penggemburan tanah sebelum penanaman telah berlangsung sejak
lama. Dibeberapa daerah penggemburan sangat sulit dilakukan karena kondisi
tanah yang tidak mendukung. Petani telah mengatasi masalah ini dengan
menggunakan alat berat. Dibeberapa daerah yang biaya tenaga kerjanya tidak
terlalu tinggi, banyak lahan digemburkan dengan menggunakan tenaga manusia.
Pada saat mesin pengolah tanah belum tersedia, beberapa kuda digunakan untuk
mengolah lahan. Namun selama pengolahan lahan dengan menggunakan tenaga
kuda, luas olahan yang diperoleh masih terlalu kecil, mesin pengolahan tanah
dapat mengolah lahan dalam ukuran yang lebih luas (Burton, 1997).
Jumlah penduduk yang semakin bertambah telah dan akan terus
membutuhkan bahan makanan dan serat yang semakin banyak dan kenaikan
produksi pertanian yang terjadi juga telah didorong oleh kemajuan di bidang non
enjinering seperti bibit unggul, pemupukan dan budidaya tanaman yang lebih
baik. Akan tetapi yang paling utama adalah meningkatnya penggunaan mekanis
dan semakin efektifnya penggunaan mesin pertanian (Daywin dkk, 2008).
Mesin dapat membantu pekerja agar pekerjaan lebih aman dan dengan
semakin banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan per orangnya. Inilah dasar
untuk meningkatkan produktifitas per orang dalam industri pertanian. Proses
mekanisasi ini telah berlangsung dan mengalami peningkatan signifikan sejak
1950 (Herbs, 1980).
Klasifikasi Traktor
Menurut cara penggandengan peralatannya, maka traktor tangan dapat
dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
a. Integrated mounted tractor (tipe unit); peralatannya langsung
dihubungkan dengan poros (as) dengan transmisi.
b. Trailing type (tipe gusur); peralatannya digandengkan dengan traktor
hanya dengan bantuan pen (pasak) saja. Jadi bekerjanya berdasarkan
kekuatan tarik maju kedepan dari traktor.
c. Combination type (tipe kombinasi); dapat digunakan sebagai tipe unit
maupun tipe gusur (Sugeng, 1998).
Menurut Rizaldi (2006) klasifikasi traktor dibedakan menjadi dua macam,
yaitu berdasarkan kegunaan dan jenis roda penggeraknya.
1. Traktor berdasarkan kegunaannya
a. General purpose tractor
b. Special purpose tractor
c. Industrial tractor
d. Plantation tractor
2. Traktor berdasarkan roda penggeraknya
A. Traktor roda kepyak (crawler tractor)
a. Standard crawler tractor
b. Low ground pressure tractor (LGP)
c. Swam crawler tractor
d. Extra swam crawler tractor
e. Special application crawler traktor
B. Traktor roda karet (ban)
a. Single axle
b. Double axle
Traktor Tangan
Traktor roda dua atau traktor tangan (power tiller/hand tractor) adalah
mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan lain-lain.
Pekerjaan pertanian dengan alat pengolah tanahnya digandengkan/dipasang di
bagian belakang mesin (Hardjosentono dkk, 2000).
Alat ini mempunyai efisiensi tinggi, karena pembalikan dan pemotongan
tanah dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Traktor roda dua merupakan
mesin serba guna karena dapat juga berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk
alat-alat lain seperti pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer) dan lain-lain
(Hardjosentono dkk, 2000).
Tanah dan Air
Pada saat pengolahan tanah dimulai, yaitu dari sejak air dimasukkan ke
air oleh perkolasi, yaitu hilangnya air oleh peresapan melewati lubang pori dari
lapisan atas ke lapisan bawah tanah adalah cukup tinggi. Untuk menghindarkan
kehilangan air melalui perkolasi itu, segera setelah jenuh dengan air, digaru atau
disisir dengan maksud agar tanah setelah dilakukan pembajakan pertama yang
masih merupakan bongkahan besar dipecah menjadi bagian yang sekecil-kecilnya
sehingga merupakan lumpur yang lunak serta halus sekali, jadi merupakan koloid.
Koloid inilah yang nantinya menutup lobang kecil/pori-pori yang terdapat pada
tanah, sehingga kehilangan air oleh perkolasi berkurang secara berangsur-angsur
(Siregar, 1981).
Penyiapan lahan untuk budidaya padi dapat ditempuh dengan beberapa
cara. Secara manual penyiapan lahan dilakukan menggunakan tangan dan alat
sederhana. Secara mekanis menggunakan bajak (ploughing) dan garu
(harrowing). Cara yang banyak digunakan pula adalah secara kimiawi yaitu
dengan herbisida. Namun dapat pula digunakan gabungan dari cara-cara tersebut
(Noor, 1996).
Evaluasi terhadap mudah tidaknya lahan dikerjakan sangat bergantung
kepada sistem pengelolaan tanah dan air yang digunakan atau direncanakan.
Penyiapan lahan dan pekerjaan lain termasuk penyiangan dan pemanenan dapat
dilakukan secara manual tanpa kendala spesifik pada kebanyakan tipe lahan dan
tanah. Kesulitan dijumpai pada lahan berbatu dan miring, meskipun hanya
sebagian kecil dari daerah lahan sawah aktual dan potensial. Masalah juga
dijumpai pada penyiapan lahan berlumpur (boggy) yang berdrainase buruk, karena
kemudahan untuk dilewati (trafficability) sepanjang tahun amat rendah
Capaian penggunaan alat olah tanah ialah untuk mengerjakan (mengubah,
memindahkan, atau membentuk) tanah sebagaimana dikehendaki untuk
memperoleh kondisi tanah tertentu. Tiga faktor rancangan abstrak yaitu kondisi
awal tanah, bentuk alat, dan cara gerak alat akan mengendalikan atau menentukan
pengolahan tanahnya. Hasil dari ketiga faktor masukan independen tersebut
ditunjukkan oleh dua faktor keluaran yaitu kondisi akhir tanah dan gaya yang
dibutuhkan untuk mengolah tanah. Kelima faktor tersebut seluruhnya berkaitan
langsung dengan kepentingan perancang peralatan olah tanah (Tas, 2008).
Tingkatan paling rendah dari mekanisasi yakni penggunaan binatang
penarik (terutama kerbau atau sapi) untuk pembajakan dan pelumpuran serta
pengangkutan hasil panen dari lahan. Kendala yang ada mungkin seperti
pengerjaan secara manual, yaitu trafficability yang buruk pada lahan berlumpur
dan tingginya energi yang dibutuhkan pada tanah-tanah berliat halus (terutama
Vertisol) sehingga waktu yang tersedia bagi lahan untuk dapat dikerjakan amat
terbatas (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
Tujuan Pengolahan Tanah
Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air terlebih dahulu.
Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan yang dalamnya antara
12-20 cm. Tujuan pembajakan adalah:
a. Mematikan dan membenamkan rumput
b. Membenamkan bahan-bahan organis seperti pupuk hijau, pupuk kandang
Tujuan pembajakan kedua adalah:
a. Meratakan tanah
b. Meratakan pupuk dasar yang dibenamkan
c. Pelumpuran agar menjadi lebih sempurna (Sugeng, 1998).
Dengan menggunakan garu, gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan
sedemikian rupa sehingga tanah itu merupakan bubur yang sangat lunak. Bubur
yang sangat lunak ini terdiri dari butiran-butiran tanah yang sekecil-kecilnya. Pada
lingkaran butir-butir tersebut, yang disebut koloid, melekat elektrolit berbagai zat
hara seperti Ca, K, Mg yang kelak diperlukan tanaman melalui penyerapan oleh
akar. Lebih kecil butiran-butiran itu maka makin banyak zat hara yang melekat
sebagai elektrolit pada lingkaran tubuhnya dan lebih banyak zat hara yang tersedia
untuk diserap oleh akar (Siregar, 1981).
Tujuan lain dari pada memecahkan gumpalan tanah sampai butir-butir
yang sekecil-kecilnya ialah agar jarak antara dua butir tanah itu sekecil mungkin.
Jika jarak antara kedua butir tanah itu sekecil mungkin, maka pori dalam tanah
dengan sendirinya menjadi kecil pula dan lebih kecil pori dalam tanah lebih baik,
oleh karena pori yang lebih kecil itu akan menghambat air menyusup ke bagian
bawah tanah (Siregar, 1981).
Alat Pengolahan Tanah Primer
Peralatan yang digunakan oleh petani untuk memecah dan meremahkan
tanah sampai suatu kedalaman dari 6 sampai 36 inci (15,2 sampai 91,4 cm)
dikenal dengan alat pengolah tanah primer, yang mencakup bajak singkal, bajak
Alat pengolah tanah pertama adalah alat-alat yang pertama sekali
digunakan yaitu untuk memotong, memecah dan membalik tanah. Alat-alat
tersebut ada dikenal beberapa macam, yaitu bajak singkal. bajak piring, bajak
pisau berputar, dan bajak chisel (Daywin dkk, 2008).
Bajak singkal
Bajak singkal ditujukan untuk pemecahan banyak tipe tanah dan cocok
sekali untuk pembalikan tanah serta penutupan sisa-sisa tanaman. Telapak bajak
secara keseluruhan merupakan hal yang sangat esensial untuk pembajakan yang
baik, pemotongan oleh mata bajak dan sedikit pengangkatan irisan alur,
pengendalian sisi samping, kemantapan bajak, sementara singkal menyelesaikan
pengangkatan, penggemburan, dan pembalikan pemotongan tanah paliran.
Terutama pada singkal-lah tergantung pembajakan yang berhasil. Lengkung dan
panjang singkal menentukan derajat kegemburan yang diberikan kepada tanah
potongan paliran (Smith dan Wilkes, 1990).
Pada saat bergerak maju, maka pisau akan memotong tanah dan
mengarahkan potongan/keratin tersebut ke bagian singkal. Singkal akan menerima
potongan tanah, dan karena kelengkungannya maka potongan tanah akan dibalik
dan dipecah. Kelengkungan singkal ini berbeda untuk kondisi dan jenis tanah
yang berbeda agar diperoleh pembalikan dan pemecahan tanah yang baik
(Daywin dkk, 2008).
Alat Pengolahan Tanah Sekunder
Pengolahan tanah kedua diartikan sebagai pengadukan tanah sampai jeluk
yang komperatif tidak terlalu dalam. Peralatan pengolahan lahan pertama
jenis bajak brujul dapat disesuaikan dan diperlengkapi dengan alat-alat tambahan,
sehingga dapat digunakan untuk pengolahan lahan kedua pada jeluk yang lebih
dangkal (Smith dan Wilkes, 1990).
Garu
Garu adalah peralatan yang digunakan untuk meratakan tanah dan
memecahkan bongkahan-bongkahan tanah, mengaduk tanah, mencegah dan
membinasakan gulma. Di bawah kondisi tertentu, garu dapat digunakan untuk
menutup biji. Ada tiga jenis utama garu, yaitu garu piringan, garu gigi paku dan
garu gigi pegas (Smith dan Wilkes, 1990).
Garu rotari ada dua macam, yaitu garu rotari cangkul dan garu rotari
silang. Garu rotari cangkul merupakan susunan roda yang dikelilingi oleh gigi
berbentuk pisau yang dipasangkan pada as dengan jarak tertentu dan berputar
vertikal. Putaran roda garu ini disebabkan oleh tarikan traktor. Garu rotari silang
terdiri dari gigi-gigi yang tegak lurus terhadap permukaan tanah dan dipasang
pada rotor. Rotor diputar horisontal, yang gerakannya diambil dari putaran PTO.
Dengan menggunakan garu ini, penghancuran tanah terjadi sangat intensif
(Daywin dkk, 2008).
Kedalaman Olah Tanah
Seperti halnya diketahui, lapisan bunga tanah (top soil) tidaklah sama
untuk semua jenis tanah. Ada tanah yang lapisan bunganya tebal dan ada juga
tanah yang lapisan bunganya tipis. Lepas dari tebal tipisnya bunga tanah itu,
dalamnya pengolahan tanah yaitu: dangkal, sedang, atau dalam, akan
mempengaruhi hasil pertanaman. Ini dapat dibuktikan dengan angka-angka
Tabel 1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil
Dalamnya pengolahan tanah (cm) Hasil (gram/rumpun)
8 12.4
Angka-angka yang disajikan menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang
terbaik ialah di sekitar 30 cm. Bandingkanlah pengolahan sedalam 28 cm dan 32
cm. Yang ini berarti dalam praktek dengan pencangkulan tanah hampir sama
dengan satu kali saja mengayunkan cangkul yang panjangnya kurang lebih 30 cm
(Siregar, 1981).
Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama dengan cangkul.
Bajak berguna untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah.
Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan ketebalan
lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman padi lebih kurang
18 cm (IRRI) bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih dalam lagi sekitar 20 cm
(AKK, 1990).
Untuk padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak adanya
manusia dan tenaga ternak hanya 10 sampai kurang 15 cm saja. Karena itu selalu
ada air irigasi yang cukup untuk tanaman di atas dan di dalam lapisan olah atau
top soil. Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata, karena sifat-sifat
permukaan air, sehingga petakan sawah yang dibuat kecil akan mempermudah
pembuatan lapisan olah datar dan rata (Daywin dkk, 2008).
Pengolahan tanah meliputi pekerjaan penyiapan/pengolahan lahan
pengolahan tanah primer (pengolahan tanah pertama) dan pengolahan tanah
sekunder (pengolahan tanah kedua), meskipun pada kenyataannya pembedaan
tersebut kurang tegas (bisa saling tumpang tindih). Perbedaan antara pengolahan
tanah primer dan pengolahan tanah sekunder biasanya didasarkan pada kedalaman
pengolahan serta hasil olahannya. Pengolahan tanah pertama biasanya mempunyai
kedalaman olah yang lebih dalam (>15 cm) dengan bongkah tanah hasil
pengolahan lebih besar, sedangkan pengolahan tanah kedua mengolah tanah lebih
dangkal (< 15 cm) serta hasil olahannya sudah halus dengan permukaan tanah
yang relatif rata (siap untuk ditanami). Pada kenyataannya pengolahan tanah tidak
harus dua kali, mungkin ada yang hanya satu kali, ada pula yang sampai 3 atau 4
kali sebelum lahan menjadi siap untuk ditanami. Dalam hal ini alat-alat
pengolahan tanah yang ke-3 atau ke-4 akan masih digolongkan sebagai alat-alat
pengolahan tanah kedua (Tas, 2008).
Genangan Air Pengolahan
Sebelum dilakukan pencangkulan, terlebih dahulu sawah harus digenangi
air, sambil dilakukan perbaikan pada pematang. Begitu pula bila dilakukan
pembajakan, air harus tergenang di sawah. Ketika penggaruan/penyisiran
dilakukan, genangan air dikurangi dipetakan sawah , yaitu tinggi air sekitar 2 cm
dari permukaan (Rasyid, 1991).
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pertanaman padi dimana
tanahnya diolah dengan mempergunakan air dalam jumlah yang cukup banyak
senantiasa lebih tinggi daripada hasil pertanaman dimana tanahnya diolah secara
kering ataupun dengan persediaan air yang serba kurang. Kenyataan ini dapat
Tabel 2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil
Cara pengolahan tanah Penghasilan (kw/ha)
Varietas Mas Varietas Genjah Raci Tanah diolah dengan
genangan air yang cukup
26,9 100% 25 100%
Tanah diolah dengan persediaan air yang serba kurang
20,7 77% 13,6 54%
(Siregar, 1981).
Pola Pengolahan Tanah
Menurut Rizaldi (2006), pola pengolahan lahan tanah erat hubungannya
dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola
pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin
pengangkatan alat. Karena pada waktu diangkat alat tidak bekerja. Oleh karena itu
harus diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama waktu operasi di lapangan.
Makin banyak pengangkatan alat sewaktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya.
Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan adalah pola spiral, pola
tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral paling banyak digunakan karena
pembajakan dilakukan terus-menerus tanpa pengangkatan alat.
Menurut Tas (2008), dalam melakukan pengolahan tanah, perlu
menggunakan pola-pola tertentu. Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah
agar lebih efektif dan efisien. Dengan menggunakan pola yang sesuai, diharapkan
waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan
tanah diangkat) sesedikit mungkin, lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga
diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien. Hasil pengolahan tanah
akan ditimbun kembali dari alur berikutnya. Sehingga diharapkan pekerjaan
pengolahan tanah bisa lebih efektif.
Belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan
waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak
peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah
digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas
untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang
lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah
memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga
cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per
putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran.
Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi
oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land,
kekasaran daerah belok dan lebar alat (Siregar, 2010).
Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola tengah, pembajakan
dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil
pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil
pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan
sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit.
Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung
lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir.
Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual
(dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow),
penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi
lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan
(Tas, 2008).
Pembajakan dengan pola tepi dilakukan dari tepi membujur lahan,
lemparan hasil pembajakan ke arah luar lahan. Pembajakan kedua pada sisi lain
pembajakan pertama. Traktor diputar ke kiri dan membajak dari tepi lahan dengan
arah sebaliknya. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kiri sampai ke
tengah lahan. Pola ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit.
Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung
lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir.
Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual
(dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur mati (dead furrow).,
yaitu alur bajakan yang saling berdampingan satu sama lain. Sehingga akan terjadi
alur yang tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah
lahan. Pada tepi lahan lemparan hasil pembajakan tidak jatuh pada alur hasil
pembajakan (Tas, 2008).
Membajak dengan sistem balik rapat dapat dilakukan dengan cara berikut.
1. Pada tanah kering mula-mula harus dibuat scratch pada kedua ujung
petakan. Pada tanah basah tidak perlu dibuat karena akan menyebabkan
selipnya traktor. Pada tanah basah scratch nya hanya dibuat dengan
membajak secara dangkal.
2. Membajak dimulai dari salah satu tepi petakan, pada tanah ditinggalkan
strip (garis) selebar 2 jejak. Garis ini berguna untuk jalannya traktor pada
3. Apabila pekerjaan sudah selesai, pembajakan dilakukan pada salah satu
head land. Kalau head land yang pertama selesai dikerjakan, maka
kerjakan pula head land yang lain dengan sekaligus membajak strip tanah
yang dibuat pada langkah pertama tadi.
4. Untuk menghindari kecelakaan terbaliknya traktor, pada waktu
menjalankan apabila menyeberangi petakan atau bagian-bagian lain sawah
yang tidak sama tingginya, kalau jalannya menurun traktor harus berjalan
mundur, tapi kalau jalannya naik, traktor harus maju.
Membajak dengan sistem berkeliling dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Putaran keliling sebaiknya berlawanan arah dengan jarum jam.
2. Pada putaran pertama, pembajakan tanah dilakukan pada tepi petakan dan
diusahakan betul-betul rapat dengan pematang. Slice dilemparkan kearah
kiri atau kearah tengah petakan.
3. Pada putaran kedua sampai keempat cara berbelok berpusing kearah lebih
dalam. Slice dilemparkan kearah kanan atau kearah pematang.
4. Pada putaran kelima dan selanjutnya cara berbelok biasa tidak seperti
putaran sebelumnya. Traktor meninggalkan petakan dengan meninggalkan
open furrow/dead furrow (Sugeng, 1998).
Pada pengolahan lahan dengan pola keliling tengah, pengolahan tanah
dilakukan dari titik tengah lahan. Berputar ke kanan sejajar sisi lahan, sampai ke
tepi lahan. Lemparan pembajakan ke arah dalam lahan. Pada awal pengolahan,
operator akan kesulitan dalam membelokan traktor. Pola ini cocok untuk lahan
yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan
dibajak pada 2 sampai 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak,
diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).
Pada pengolahan tanah dengan pola keliling tepi, pengolahan tanah
dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar ke kiri sejajar sisi lahan,
sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir
pengolahan, operator akan kesulitan dalam mebelokan traktor. Pola ini cocok
untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas.
Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak
terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang
tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).
Kapasitas Pengolahan Tanah
Penerapan alat dan mesin pertanian pada dasarnya adalah untuk
memberikan kontribusi pada peningkatan efisiensi produksi tersebut.
Ketidakselarasan antara desain dan ukuran alsintan dengan kondisi spesifik
wilayah penerapannya akan mengakibatkan rendahnya kapasitas kerja alsintan
yang akhirnya akan memperbesar inefisiensi penggunaan sumber daya. Dalam
pengolahan tanah, hingga saat ini pemilihan tipe penggerak maupun implement
yang digunakan belum sepenuhnya didasarkan atas pertimbangan teknis
(soil-tools interaction) dan ekologi wilayah. Sebagai akibatnya, hal tersebut mengarah
pada kurang maksimalnya unjuk kerja alsintan yang digunakan, yang akhirnya
mengarah pada rendahnya efisiensi penggunaan sumber daya dan tingginya biaya
Kapasitas optimum dari peralatan pertanian tergantung dari faktor-faktor:
1. Jumlah hari kering untuk bekerja
2. Kecepatan kerja
3. Waktu yang tersedia untuk operasi lapang
4. Persentase keuntungan yang bakal didapat (Daywin dkk, 2008).
Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas
lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika
berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100 % dan alat tersebut bekerja dalam lebar
maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di
lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah
dengan waktu kerja total (Darun, 1990).
Persamaan untuk menentukan kapasitas lapang adalah sebagai berikut :
KLT = W . V ... (1)
dimana :
KLT = Kapasitas lapang teoritis (m2/jam)
W = Lebar kerja alat (m)
V = Kecepatan (m/jam)
KLE =
... (2)
dimana :
KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)
L = Luas lahan (ha)
T = Total waktu tempuh (jam)
Efisiensi Traktor
Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan
kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara
kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam
bentuk (%). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan
tanah adalah sebagai berikut :
Efisiensi = ...(3)
dimana :
KLE = Kapasitas lapang efektif
KLT = Kapasitas lapang teoritis
(Yunus, 2004).
Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat bajak maka akan
diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan selesai ditempuh dalam waktu
tertentu, sehingga kemampuan kerja lapang mengolah tanah tersebut atau yang
dapat dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu. Semakin luas
tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat maka dikatakan
bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi
(Yunus, 2004).
Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi hendaknya dilakukan:
a. Pemeliharaan traktor dan alat-alatnya dengan seksama
b. Pemilihan operator/driver yang berpengalaman
Bahan Bakar
Ditinjau dari segi bahan bakar, dalam hal ini bahan bakar minyak yang
disingkat BBM, yang pertama diingat bahwa kinerja optimal yang diperoleh
seorang pengemudi dari bekerjanya mesin kendaraan adalah bergantung kepada
dua sifat utama BBM, yaitu:
1. Dapat memberikan campuran bahan bakar-udara dalam perbandingan yang
benar (yang biasanya diatur oleh karburator atau injektor).
2. Dapat memberikan pembakaran secara “normal” pada saat yang tepat di
dalam siklusnya (Wartawan, 1997).
Penghematan bahan bakar dapat terjadi pada mesin berkecepatan lambat,
asalkan tidak kelebihan beban. Umumnya pada penurunan 20% putaran mesin,
dapat menghemat 15%-30% bahan bakar. Penghematan yang lebih besar dapat
diwujudkan apabila putaran mesin dikurangi lagi hingga diatas 20%. Namun,
kemungkinan overloading pada mesin semakin besar. Kebanyakan traktor
kehilangan daya pada saat putaran mesin lebih kecil dari 20%. Penurunan putaran
mesin dibawah 20% menyebabkan traktor kehilangan tenaga (Koelsch, 1978).
Slip Roda Traktor
Berdasarkan SNI 0738:2010, slip roda dapat dihitung dengan rumus:
Slip roda = ... (4)
dimana:
L1 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor tanpa mengolah
tanah
L2 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor dengan mengolah
Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha
Analisis ekonomi digunakan untuk mengetahui besarnya biaya
pengoperasian traktor. Dengan begitu, maka dapat dihitung besarnya keuntungan
ataupun kerugian finansial jika menggunakan traktor.
Biaya pokok = ...(5)
dimana:
BT = Total biaya tetap (Rp/thn)
BTT = Total biaya tidak tetap (Rp/jam)
x = Total jam kerja per tahun (jam)
C = Kapasitas kerja alat (jam/ha)
Biaya tetap
Menurut darun (2002), biaya tetap terdiri atas:
1. Biaya penyusutan (metode garis lurus)
D = ...(6)
dimana:
D = Biaya penyusutan (Rp/thn)
P = Nilai awal alat (Rp)
S = Nilai akhir alsintan 10% dari P (Rp)
n = Umur ekonomi (thn)
2. Biaya bunga modal dan asuransi
I = ...(7)
dimana:
3. Biaya pajak
Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin
dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur menganjurkan bahwa
biaya pajak alsin diperkirakan 2% pertahun dari nilai awalnya.
4. Biaya gudang/garasi
Biaya gudang atau garasi diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata
diperhitungkan 1% dari nilai awal (P) pertahun (Darun, 2002).
Biaya tidak tetap
Komponen-komponen dari biaya tidak tetap pada penelitian yang
dilaksanakan mencakup:
1. Bahan bakar
Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan mengalikan konsumsi bahan
bakar traktor dengan harga pasar.
Biaya bahan bakar = Konsumsi bahan bakar x Harga bahan bakar
2. Biaya oli
Biaya oli dihitung dengan membagi penggunaan oli dengan luas olahan.
3. Biaya operator
Biaya operator dapat diperkirakan dari gaji harian dibagi dengan jam kerja.
Break event point
Break event point (analisa titik impas) umumnya berhubungan dengan
proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang
dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat
berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap
maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan
titik impas akan memperoleh keuntungan (Pudjosumarto, 1998).
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang
diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya
keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas, dapat digunakan rumus:
N ...(8)
dimana:
N = Jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Ha)
F = Biaya tetap per tahun (Rp)
R = Penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (Rp)
V = Biaya tidak tetap per unit produksi (Rp) (Darun, 2002).
Net present value
Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi
dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan
datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan metode analisis
finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang digunakan untuk
mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan (Pudjosumarto, 1998).
Secara singkat rumus net present value adalah:
CIF – COF > 0...(9)
dimana:
CIF = Cash in flow
Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan
(%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan:
Penerimaan (CIF) = Pendapatan x (P/A, I, n) + Nilai akhir x (P/F, I, n) ... (10)
dan
Pengeluaran (COF) = Investasi + Pembiayaan (P/A, I, n) ... (11)
Kriteria NPV yaitu:
1. NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan
2. NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak
menguntungkan
3. NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan (Darun, 2002).
Internal rate of return (IRR)
Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan
lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.
Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, dimana diperoleh B/C
ratio = 1 atau NPV = 0. Berdasarkan harga dari NPV = X (positif) atau NPV = Y
(positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah harga IRR
dengan menggunakan rumus berikut:
IRR = p % + x (q% - p%) (positif dan negatif) ... (12)
dan
dimana:
p = Suku bunga bank paling atraktif
q = Suku bunga coba-coba (> dari p)
X = NPV awal pada p
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2011 di Desa Sei Beraskata
Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan basah, dan
minyak solar. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor
roda dua merk Quick Impala, stopwatch, meteran, bajak singkal, gelebek, garu,
dan gelas ukur.
Metode Penelitian
Metode Penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan
rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial pada masing-masing lahan,
dimana faktor tersebut adalah variasi pola pengolahan lahan.
Faktor 1: variasi pola pengolahan dengan 4 taraf
P1 = Pola Spiral
P2 = Pola Tepi
P3 = Pola Tengah
P4 = Pola Alfa
Maka diperoleh jumlah ulangan terhadap perlakuan adalah :
Tc (n-1) ≥ 15
4 (n-1) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
Prosedur Penelitian 1. Pembajakan
- Dibagi lahan sebanyak 20 petak dengan ukuran 10 m x 20 m.
- Diisi tangki bahan bakar traktor sampai penuh sebelum traktor
dijalankan.
- Digenangi lahan dengan air setinggi 5 cm di atas permukan tanah.
- Diolah lahan dengan kedalaman olah 20 cm dengan pola spiral, pola
tepi, pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s.
- Dicatat waktu kerja traktor.
- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume
penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.
- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola
pengolahan.
2. Pengglebekan
- Digenangi lahan dengan air setinggi 2 cm di atas permukan tanah.
- Diolah lahan dengan kedalaman 10 cm dengan pola spiral, pola tepi,
pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s.
- Dicatat waktu kerja traktor.
- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume
penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.
- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola
3. Penggaruan
- Digenangi lahan dengan air setinggi 2 cm di atas permukan tanah.
- Diolah lahan dengan kedalaman 10 cm dengan pola spiral, pola tepi,
pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s.
- Dicatat waktu kerja traktor.
- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume
penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.
- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola
pengolahan.
4. Slip roda
- Dijalankan traktor di lahan tanpa mengolah lahan.
- Dihentikan laju traktor hingga putaran ban traktor mencapai 5 putaran.
- Diukur jarak tempuh traktor.
- Dijalankan traktor di lahan dengan menggunakan peralatan
pengolahan.
- Dihentikan laju traktor hingga putaran ban traktor mencapai 5 putaran.
- Diukur jarak tempuh traktor.
- Dilakukan dengan 3 kali pengulangan.
Parameter Penelitian Kapasitas lapang efektif
Kapasitas lapang efektif diperoleh dari luas olahan yang dikerjakan oleh
traktor per satuan waktu dari masing-masing penggunaan implemen pada lahan
Efisiensi traktor
Efisiensi traktor merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif
traktor terhadap kapasitas lapang teoritis. Efisiensi dinyatakan dalam satuan
persen, dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.
Konsumsi bahan bakar
Konsumsi bahan bakar yaitu volume bahan bakar yang dibutuhkan untuk
mengolah suatu lahan per satuan waktu. Konsumsi bahan bakar dapat dihitung
dengan rumus:
Konsumsi bahan bakar =
Slip ban traktor
Berdasarkan SNI 0738:2010, slip roda dapat dihitung dengan rumus 4.
Analisis ekonomi dan kelayakan usaha a. Biaya pokok pemakaian traktor
Perhitungan biaya pengolahan lahan per hektar dilakukan dengan cara
menjumlahkan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Biaya pokok dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 5.
b. Break event point
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang
diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya
keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan
c. Net present value
Net present value merupakan keuntungan yang diharapkan dari investasi
yang dilakukan (%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dapat dihitung dengan
rumus 10 dan 11.
d. Internal rate of return (IRR)
Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan
lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian, secara umum dapat dilihat bahwa perbedaan pola
pengolahan lahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas lapang,
efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 3.
Tabel 3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan
Pola pengolahan Parameter
Kapasitas Lapang (Ha/Jam)
Efisiensi (%) Bahan Bakar (L/Ha)
Spiral 0,0490 71,09 19,4
Tepi 0,0452 65,20 20,8
Tengah 0,0425 61,02 23,4
Alfa 0,0262 36,26 34,7
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa kapasitas kerja tertinggi terdapat pada
pola spiral. Demikian juga pada konsumsi bahan bakar dan efisiensi tertinggi
terdapat pada pola spiral.
Kapasitas Lapang Efektif
Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 3, dapat dilihat bahwa
pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang
efektif. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola
pengolahan terhadap kapasitas lapang untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (Ha/jam)
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan satu dengan yang
lainnya memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Kapasitas
tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 0,0490 Ha/jam dan terendah
pada pola alfa yaitu sebesar 0,0262 Ha/jam. Pengaruh pola pengolahan terhadap
kapasitas lapang dapat dilihat pada pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang
Dari gambar 1, dapat dilihat bahwa pola pengolahan memberikan hasil
yang berbeda terhadap kapasitas lapang. Hal tersebut dipengaruhi oleh waktu
yang hilang selama terjadi pembelokan traktor. Pengolahan lahan dengan
menggunakan pola alfa merupakan pola pengolahan yang memiliki jumlah
belokan yang paling banyak sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang paling
rendah. Selain itu dibutuhkan tingkat keterampilan operator untuk berbelok,
dimana pembelokan pada pola alfa membutuhkan tingkat keterampilan yang baik.
Besarnya derajat pembelokan (besar ruang belok pada head land) juga
mempengaruhi stamina operator. Derajat pembelokan yang tinggi pada saat awal 0,049
Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa
Kapasitas Lapang (Ha/Jam)
pengolahan seperti pola tengah, akan membuat operator lebih cepat lelah sehingga
untuk meyelesaikan pekerjaan, konsentrasi dan stamina sudah sangat menurun,
terutama lahan dengan daerah olahan yang kecil. Demikian juga dengan pola tepi
yang memiliki derajat pembelokan yang cukup tinggi pada saat akhir pengolahan
lahan. Pola spiral memiliki jumlah belokan yang kecil dengan derajat pembelokan
yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan ketiga pola yang lain, sehingga
tidak terlalu menguras stamina operator, sehingga memberikan kapasitas lapang
yang lebih besar. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola pengolahan
dengan jumlah belokan yang sama, dapat memberikan kapasitas lapang yang
berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2010) yang menyatakan
bahwa belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan
waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak
peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah
digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas
untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang
lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah
memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga
cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per
putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran.
Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi
oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land,
Efisiensi Traktor
Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa
pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap efisiensi. Hasil
pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan
lahan terhadap efisiensi untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%) Perlakuan Rataan Efisiensi (%) BNT
F.0.5 F.0.1
Alfa 40,49 a A
Tengah 65,75 b B
Tepi 69,79 c C
Spiral 75,73 d D
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Efisiensi tertinggi diperoleh
pada pola spiral yaitu sebesar 75,73% dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar
40,49. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi 75,73
Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa
Efisiensi (%)
Menurut Yunus (2004), efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas
lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan
perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang
dinyatakan dalam bentuk (%). Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola
spiral, dihasilkan efisiensi tertinggi yaitu sebesar 75,73%. Hal ini disebabkan oleh
perbandingan antar kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis
memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan pola
pengolahan lainnya. Konsentrasi dan ketepatan kerja operator, amat
mempengaruhi kerapihan kerja operator tersebut. Konsentrasi kerja yang rendah,
dapat menyebabkan hasil olahan yang kurang baik, sehingga daerah yang sudah
diolah harus diolah kembali karena hasil yang belum sempurna. Ketepatan
operator dalam mengambil alur pengolahan pada saat mengolah di samping alur
yang telah diolah juga mempengaruhi efisiensi, sehingga diperlukan operator yang
terampil dalam mengolah lahan. Hal tersebut yang mempengaruhi efisiensi
pengerjaan lahan. Pola pengolahan yang dapat memberikan kenyamanan bagi
operator, akan sangat mempengaruhi efisiensi yang diperoleh.
Konsumsi Bahan Bakar
Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 5, dapat dilihat bahwa
pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan
bakar. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola
pengolahan lahan terhadap konsumsi bahan bakar untuk tiap-tiap perlakuan dapat
Tabel 6. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha)
perlakuan Rataan konsumsi bahan bakar (L/Ha)
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Konsumsi bahan
bakar terendah diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan tertinggi
pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Pengaruh pola pengolahan terhadap
konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar terendah yaitu
pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan
tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Konsumsi bahan bakar amat
dipengaruhi oleh lama nya pengerjaan satu luasan lahan. Semakin lama
19,4 20,8
Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa Konsumsi Bahan Bakar L/Ha
pengoperasian traktor, maka konsumsi bahan bakar akan semakin tinggi. Lamanya
pengoperasian traktor ini tidak terlepas dari kapasitas lapang traktor. Faktor lain
yang juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar yaitu kedalaman pengolahan dan
ketinggian air pengolahan. Semakin dalam peralatan mengolah tanah, maka beban
yang ditarik oleh traktor juga akan semakin besar. Dalam penelitian ini digunakan
kedalaman pembajakan sebesar 20 cm, penggelebekan dan penggaruan sebesar 10
cm. Ketinggian genangan pengolahan mempengaruhi tingkat kepadatan tanah
yang akan diolah. Air yang cukup akan memperlunak tanah, sehingga beban yang
ditarik oleh traktor semakin berkurang. Ketiadaan genangan pengolahan akan
membuat beban traktor menjadi berat yang dapat memperbesar konsumsi bahan
bakar.
Slip Ban
Dari hasil penelitian diperoleh data slip ban seperti pada tabel 7.
Tabel 7. Persentase slip ban peralatan pengolahan tanah (%) Perlakuan Jarak Tempuh (m) Slip Ban (%)
Pembajakan 9,66 16,42
Penggelebekan 9,86 14,69
Penggaruan 10,13 12,39
Tanpa Beban 11,566
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai slip tertinggi terdapat pada
perlakuan pembajakan yaitu sebesar 16,42% dan terendah pada kegiatan
penggaruan yaitu sebesar 12,39%. Hal ini dipengaruhi oleh jenis alat, lebar alat
dan kedalaman pengolahan. Semakin besar kedalaman pengolahan, maka slip ban
juga semakin besar. Demikian pula dengan lebar alat dan jenis alat yang
Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan pada saat menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui berapa besarnya biaya produksi, sehingga keuntungan penggunaan alat
dapat diperkirakan.
Dari analisis biaya (Lampiran 7), diperoleh biaya pengoperasian traktor
sebesar Rp. 23604,35/jam, yang merupakan hasil perhitungan biaya pokok
produksi yaitu biaya tetap sebesar Rp. 8906,25/jam dan biaya tidak tetap sebesar
Rp. 14698,1/jam. Biaya pokok untuk setiap pola pengolahan dapat dilihat dari
Tabel 8.
Tabel 8. Biaya produksi setiap pola pengolahan (Rp/Ha) Pola Pengolahan Kapasitas Lapang
(Ha/Jam)
Biaya Pokok (Rp/Jam)
Biaya Pokok (Rp/Ha)
Spiral 0,049 23604,35 481729,98
Tepi 0,045 23604,35 522714,77
Tengah 0,043 23604,35 554845,93
Alfa 0,026 23604,35 900826,56
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya produksi terendah terdapat pada
pola pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar
Rp. 481729,98/Ha. Hal ini tidak lepas dari kapasitas lapang yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Sedangkan biaya produksi
tertinggi terdapat pada pola alfa yaitu sebesar Rp. 900826,56/Ha. Hal ini juga
tidak terlepas dari rendahnya kapasitas lapang pengolahan lahan dengan
Break event point
Manfaat perhitungan break event point (BEP) adalah untuk mengetahui
batas produksi minimal yang harus dicapai agar usaha yang dikelola masih layak
untuk dijalankan. Pada kondisi ini, income yang diperoleh hanya cukup untuk
menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Bila pendapatan dari
produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita
kerugian, sebaliknya bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kanan titik
impas maka kegiatan usaha akan memberikan keuntungan.
Berdasarkan perhitungan (Lampiran 8) yang dilakukan, traktor ini
mencapai titik impas apabila setiap pola pengolahan telah mengolah lahan seperti
terlihat pada Tabel 8.
Tabel 9. Nilai BEP untuk setiap pola pengolahan lahan Pola
Dari tabel 9 dapat dilihat nilai BEP terendah terdapat pada pola spiral yaitu
sebesar 4,74 ha/tahun dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 6,68 ha/tahun. Ini
berarti pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa lebih beresiko
mengalami kerugian jika dibandingkan pola pengolahan lainnya, karena pola alfa
memiliki batas produksi minimal yang cukup tinggi. Jika produksi dengan
menggunakan pola alfa lebih kecil dari 6,68 ha/tahun, maka akan mengalami
Net present value
Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi
dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan
datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan
metode analisis finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah
kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk
diusahakan. Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 9) diketahui
besarnya NVP dari pola spiral sebesar Rp. 3.027.038, pola tepi sebesar
Rp. 2.086.678dan pola tengah sebesar Rp. 1.349.457. NVP dari ketiga pola
pengolahan tersebut lebih besar dari 0 yang artinya pengerjaan lahan dengan pola
tersebut menguntungkan. Namun pada pengolahan dengan pola alfa memiliki
NVP lebih kecil dari nol, yaitu sebesar - Rp. 6.588.764. Ini berarti pengolahan
lahan dengan menggunakan pola alfa tidak layak untuk dijalankan.
Internal rate of return
Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan
lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.
Dari hasil percobaan (Lampiran 10), diperoleh nilai IRR yang berbeda-beda untuk
tiap pola pengolahan, pola spiral sebesar 18,85%, pola tepi sebesar 19,40%, pola
tengah sebesar 19,28% dan pola alfa sebesar 22,12% . Angka tersebut
menunjukkan tingkat bunga maksimum yang dapat dicapai. Apabila bunga
dinaikkan lagi maka akan mengalami kerugian. Pola pengolahan tersebut masih
layak dijalankan apabila tidak melebihi nilai IRR nya. Apabila bunga bank
semakin mendekati nilai IRR, maka keuntungan yang diperoleh juga semakin
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pola pengolahan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang
efektif, efisiensi, konsumsi bahan bakar dan analisa ekonomi traktor.
2. Pengolahan lahan dengan pola spiral memiliki kapasitas lapang efektif
sebesar 0,049 ha/jam, efisiensi 71,09% dan konsumsi bahan bakar sebesar
19,4 liter/ha.
3. Pengolahan lahan dengan pola tepi memiliki kapasitas lapang efektif
sebesar 0,0452 ha/jam, efisiensi 65,2% dan konsumsi bahan bakar sebesar
20,8 liter/ha.
4. Pengolahan lahan dengan pola tengah memiliki kapasitas lapang efektif
sebesar 0,0425 ha/jam, efisiensi 61,02% dan konsumsi bahan bakar
sebesar 23,4 liter/ha. Pengolahan lahan dengan pola alfa memiliki
kapasitas lapang efektif sebesar 0,0262 ha/jam, efisiensi 36,26% dan
konsumsi bahan bakar sebesar 34,7 liter/ha.
5. Pola spiral merupakan pola yang paling baik untuk digunakan karena
memiliki kapasitas lapang dan efisiensi yang tinggi dan konsumsi bahan
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola pengolahan lahan
dengan metode penelitian yang berbeda.
2. Perlu dilakukan percobaan dengan petakan yang lebih luas agar hasil yang
diperoleh lebih akurat, dimana pada penelitian ini petakan sawah
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.
Burton, L.D., 1997. Agriscience & Techonology. Delmal Publisher, New York.
Darun., 1990. Pengantar Mekanisasi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.
Darun., 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan.
Daywin, F.J., R.G. Sitompul dan M. Hidayat., 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta
Hardjosentono, M., Wajito., E. Rachlan., I.W. Badra dan R.D. Tarmana. 2000. Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.
Hardjowigeno, S dan L. Rayes. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia Publishing, Malang.
Hendriadi, A., K. Sulistiadji dan A. Prabowo. 2002. Analisis Sistem Dalam Pengembangan Alsintan Pengolahan Berbagai Jenis Tanah dalam http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_conte nt&view=article&id=158:analisa-sistem-dala-pengembangan-alsintan-pengolah –tanah-pada-berbagai-jenis-tanah-2002&catid=37:abstrak-litbang-mektan-2002&itemid=51 [20 Maret 2011]
Herbs, J.H. 1980. Farm Management Principles, Budget and Plans, Fifth Revised Edition. Stipes Publishing Company, Illnois.
Koelsch, R.K., 1978. To Save Fuel dalam http://www.wvu.edu/~exten/infores /pubs/ageng/pm18-3n.pdf
Noor, M., 1996. Padi Lahan Marginal. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pudjosumartono, M., 1998. Evaluasi Proyek, Edisi Kedua. Fakultas Ekonomi Brawijaya, Malang.
Rizaldi, T., 2006. Mesin dan Peralatan. Departemen Teknologi Pertanian FP USU, Medan.
Purba, R. 1997. Analisa Biaya dan Manfaat. Rineka Cipta, Jakarta.
Shippen, J.M., C.R. Elin and C.H. Clover., 1980. Basic Farm Machinery. Pergamon Press, Potts Point.
Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Bogor.
Siregar , S.B., 2010. Kapasitas Lapang dalam http://saipulbahrisiregar.blogspot .com/ 2010/01/kapasitas-lapang.html [ 22Maret 2011].
Smith, H.P., dan L.H. Wilkes., 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani, Edisi Keenam. Terjemahan Tri Purwadi. UGM Press, Yogyakarta.
Sugeng, H.R., 1998. Bercocok Tanaman Padi. Aneka Ilmu, Semarang.
Rasyid, D., 1991. Peralatan Produksi Tradisional & Pengembangannya di Daerah Sulawesi Selatan. Depdikbud, Jakarta.
Reijntjes, C., B. Havekort dan W. Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan. Penerbit Kanisius,Yogyakarta.
Tas, P., 2008. Pengolahan dan Dinamika Tanah dalam http://teknoperta.wordpres s.com 2008/09/18/pengolahan-dan-dinamika-tanah-2/#more-703[22 Maret 2011].
Tas, P., 2008. Pengenalan Mesin dan Peralatan Pertanian dalam http://teknoperta. wordpress.com/2008/10/23/praktikum-mesin-pertanian-2/#more-706[22 Maret 2011].
Wartawan, A.L., 1997. Bahan Bakar Bensin Otomotif. Universitas Tri Sakti, Jakarta.
Lampiran 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Mulai
Mengukur luas lahan
Penggaruan Pola pengolahan: -Spiral -Tepi -Tengah -Alfa Waktu
penggaruan
Analisis data
Selesai