• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POLA PENGOLAHAN LAHAN BASAH DENGAN

MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DI SEI BERASKATA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

YOHANES EKA SEMBIRING 070308006

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS POLA PENGOLAHAN LAHAN BASAH DENGAN

MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DI SEI BERASKATA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

YOHANES EKA SEMBIRING 070308006/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

Taufik Rizaldi, STP, MP

Ketua

Achwil Putra Munir, STP, M. Si

(3)

ABSTRAK

YOHANES EKA SEMBIRING: Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analisis pola pengolahan lahan meliputi kemampuan kerja traktor dalam mengolah lahan dengan menggunakan pola pengolahan untuk mengukur kapasitas kerja, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas olah dari traktor Quick Impala pada lahan basah di Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu pola pengolahan lahan (pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa). Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pengolahan berpengaruh nyata terhadap kapasitas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor. Hasil kapasitas olah terbesar diperoleh pada pola spiral.

Kata kunci: Traktor, Lahan basah, Pola pengolahan

ABSTRACT

YOHANES EKA SEMBIRING: Analysis of Wet Land Treatment Pattern Using Hand Tractor at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Under the supervision of TAUFIK RIZALDI and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analysis of wet land treatment pattern is tractor’s ability to prepare land by knowing the work capacity, efficiency and fuel consumption. The objective of this research was to know the capacity of Quick Impala tractor on wet land at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. This research used non factorial randomized block design, i.e. treatment pattern (spiral pattern, side pattern, middle pattern and alfa pattern). Parameters measured were capacity, fuel consumption and tractor efficiency.

The result showed that treatment pattern affected significantly the capacity, fuel consumption, and tractor efficiency. The highest capacity was found in spiral pattern

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 1 Oktober 1989 dari ayah

B. Sembiring dan ibu S Br Ginting. Penulis merupakan putra kedua dari lima

bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Santa Maria Kabanjahe dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Pemanduan Minat dan

Bakat. Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi

Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah

Penerapan Komputer, penulis juga aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik

Pertanian (IMATETA). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun skripsi ini berjudul “Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah

dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang”

yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program

Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Taufik Rizaldi, STP, MP dan Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan

berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan

pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian dan seluruh pihak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

Medan, Mei 2011

(6)

DAFTAR ISI

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha ... 23

Biaya tetap ... 23

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapasitas Lapang Efektif ... 33

Efisiensi Traktor ... 36

Konsumsi Bahan Bakar ... 37

Slip Ban Traktor ... 39

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 44

(8)

DAFTAR TABEL

Hal.

1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil ... 13

2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil ... 15

3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan ... 33

4. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (Ha/Jam) ... 33

5. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%) ... 36

6. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha) ... 38

7. Persentase slip ban peralatan pengolahan tanah (%) ... 39

8. Biaya produksi setiap pola pengolahan (Rp/Ha) ... 40

(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang ... 34

2. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi ... 36

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

1. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 47

2. Pola pengolahan tanah ... 49

3. Data pengamatan kapasitas lapang efektif (ha/jam) ... 51

4. Data pengamatan efesiensi traktor(%) ... 52

5. Data pengamatan konsumsi bahan bakar (l/ha) ... 54

6. Slip ban (%) masing-masing peralatan pengolahan tanah ... 55

7. Analisis ekonomi ... 56

8. Break event point ... 59

9. Net present value ... 60

10. Internal rate of return ... 64

(11)

ABSTRAK

YOHANES EKA SEMBIRING: Analisis Pola Pengolahan Lahan Basah dengan Menggunakan Traktor Tangan di Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analisis pola pengolahan lahan meliputi kemampuan kerja traktor dalam mengolah lahan dengan menggunakan pola pengolahan untuk mengukur kapasitas kerja, efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas olah dari traktor Quick Impala pada lahan basah di Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu pola pengolahan lahan (pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa). Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pengolahan berpengaruh nyata terhadap kapasitas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi traktor. Hasil kapasitas olah terbesar diperoleh pada pola spiral.

Kata kunci: Traktor, Lahan basah, Pola pengolahan

ABSTRACT

YOHANES EKA SEMBIRING: Analysis of Wet Land Treatment Pattern Using Hand Tractor at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. Under the supervision of TAUFIK RIZALDI and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Analysis of wet land treatment pattern is tractor’s ability to prepare land by knowing the work capacity, efficiency and fuel consumption. The objective of this research was to know the capacity of Quick Impala tractor on wet land at Desa Sei Beraskata Kabupaten Deli Serdang. This research used non factorial randomized block design, i.e. treatment pattern (spiral pattern, side pattern, middle pattern and alfa pattern). Parameters measured were capacity, fuel consumption and tractor efficiency.

The result showed that treatment pattern affected significantly the capacity, fuel consumption, and tractor efficiency. The highest capacity was found in spiral pattern

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat penting di Indonesia,

karena merupakan makanan pokok bagi sebagian rakyat Indonesia. Tanaman padi

diusahakan di tanah sawah sehingga amat beralasan jika orang-orang yang

berkecimpung dibidang pertanian perlu memahami sifat dan ciri tanah, sehingga

mereka dapat mengelola sawah sebaik-baiknya (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Sebelum menanam padi di lahan sawah, maka perlu dilakukan pengolahan

tanah terlebih dahulu. Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah

dipersiapkan dua bulan sebelum penanaman. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan

dengan dua cara yaitu dengan cara tradisonal yaitu pengolahan tanah sawah yang

dilakukan dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang

semuanya dikerjakan oleh manusia atau dibantu oleh hewan misalnya, kerbau atau

sapi. Cara modern yaitu pengolahan tanah sawah yang dilakukan dengan mesin,

yaitu dengan traktor dan alat-alat pengolahan tanah yang serba dapat bekerja

sendiri (Sugeng, 1998).

Pengolahan tanah dapat dipandang sebagai suatu usaha manusia untuk

merubah sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang

dikehendaki oleh manusia. Dalam usaha pertanian pengolahan tanah dilakukan

dengan tujuan untuk menciptakan kondisi fisik; khemis dan biologis tanah yang

lebih baik sampai kedalaman tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Di

samping itu, pengolahan tanah bertujuan untuk: membunuh gulma dan tanaman

yang tidak diinginkan; menempatkan seresah atau sisa-sisa tanaman pada tempat

(13)

meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan; mempersatukan

pupuk dengan tanah; serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam

pengaturan air (Rizaldi, 2006).

Kebutuhan akan traktor pertanian di Indonesia pada masa sekarang ini

sangatlah penting. Traktor dapat menyediakan sumber tenaga yang cukup besar

yang hampir dapat menggantikan sumber tenaga tradisional lainnya seperti tenaga

kuda, kerbau maupun manusia yang memakan waktu cukup lama dalam

pengerjaan suatu lahan pertanian.

Pemanfaatan traktor dan mesin-mesin lainnya untuk pengolahan lahan,

penanaman dan pemanenan serta pemrosesan bergantung pada bahan bakar,

dengan sedikit perkecualian, bahan bakar tidak dapat diperbaharui lagi.

Mekanisasi bisa memperbaiki hasil panen melalui pengolahan lahan yang lebih

baik, penanaman dan pemupukan lebih tepat waktu serta pemanenan lebih efisien

hingga akhirnya memperkuat dampak unsur lain dari paket revolusi hijau

(Reijntjes dkk, 1999).

Beberapa faktor input dari mekanisasi merupakan bahan bakar. Dalam

penggunaan traktor, diharapkan penggunaan bahan bakar dapat dioptimalkan,

salah satu cara pengoptimalan tersebut yaitu dengan menghindari faktor-faktor

yang dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar selama proses pengolahan

lahan berlangsung.

Tenaga yang berasal dari traktor dapat digunakan untuk memproduksi

pangan untuk kebutuhan nasional maupun dunia. Sebuah traktor dapat melakukan

pekerjaan beberapa kuda dengan konsumsi waktu yang sama, tanpa harus istirahat

(14)

mengimbangi pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, sehingga penggunaan

traktor akan semakin banyak untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan

tersebut (Shippen et al, 1980).

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pangan yaitu dengan cara

intensifikasi pertanian. Salah satu contoh intensifikasi pertanian yaitu penggunaan

traktor. Untuk menghindari penambahan unit traktor maka perlu dicari solusi

untuk meningkatkan kapasitas kerja dan efisiensi traktor. Karena salah satu faktor

yang mempengaruhi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah pola pengolahan

tanah dengan menggunakan traktor, sehingga dilakukan penelitian tentang

pengaruh berbagai pola pengolahan dengan menggunakan traktor, sehingga

diharapkan dapat diketahui pola pengolahan yang memiliki kapasitas kerja

maupun efisiensi paling tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kapasitas lapang, efisiensi,

konsumsi bahan bakar dan analisa ekonomi traktor tangan pada berbagai variasi

pola pengolahan lahan basah.

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh pola pengolahan lahan terhadap kapasitas kerja, efisiensi

(15)

Manfaat Penelitian 1. Penulis

Sebagai bahan dasar penulisan skripsi untuk melengkapi syarat

melaksanakan ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

2. Petani

Sebagai bahan informasi bagi para petani.

3. Mahasiswa

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Traktor

Sejarah menunjukkan bahwa proses mekanisasi pertanian adalah suatu

proses yang dinamis, dengan proses tujuan masa depan yang tak terbatas. Dalam

suatu sistem yang kompetitif, setiap pabrik mesin-mesin pertanian harus secara

terus menerus memperbaiki produknya dan menciptakan produk baru agar posisi

perusahaannya tetap menguntungkan (Daywin dkk, 2008).

Praktek penggemburan tanah sebelum penanaman telah berlangsung sejak

lama. Dibeberapa daerah penggemburan sangat sulit dilakukan karena kondisi

tanah yang tidak mendukung. Petani telah mengatasi masalah ini dengan

menggunakan alat berat. Dibeberapa daerah yang biaya tenaga kerjanya tidak

terlalu tinggi, banyak lahan digemburkan dengan menggunakan tenaga manusia.

Pada saat mesin pengolah tanah belum tersedia, beberapa kuda digunakan untuk

mengolah lahan. Namun selama pengolahan lahan dengan menggunakan tenaga

kuda, luas olahan yang diperoleh masih terlalu kecil, mesin pengolahan tanah

dapat mengolah lahan dalam ukuran yang lebih luas (Burton, 1997).

Jumlah penduduk yang semakin bertambah telah dan akan terus

membutuhkan bahan makanan dan serat yang semakin banyak dan kenaikan

produksi pertanian yang terjadi juga telah didorong oleh kemajuan di bidang non

enjinering seperti bibit unggul, pemupukan dan budidaya tanaman yang lebih

baik. Akan tetapi yang paling utama adalah meningkatnya penggunaan mekanis

dan semakin efektifnya penggunaan mesin pertanian (Daywin dkk, 2008).

Mesin dapat membantu pekerja agar pekerjaan lebih aman dan dengan

(17)

semakin banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan per orangnya. Inilah dasar

untuk meningkatkan produktifitas per orang dalam industri pertanian. Proses

mekanisasi ini telah berlangsung dan mengalami peningkatan signifikan sejak

1950 (Herbs, 1980).

Klasifikasi Traktor

Menurut cara penggandengan peralatannya, maka traktor tangan dapat

dibedakan menjadi 3 macam yaitu:

a. Integrated mounted tractor (tipe unit); peralatannya langsung

dihubungkan dengan poros (as) dengan transmisi.

b. Trailing type (tipe gusur); peralatannya digandengkan dengan traktor

hanya dengan bantuan pen (pasak) saja. Jadi bekerjanya berdasarkan

kekuatan tarik maju kedepan dari traktor.

c. Combination type (tipe kombinasi); dapat digunakan sebagai tipe unit

maupun tipe gusur (Sugeng, 1998).

Menurut Rizaldi (2006) klasifikasi traktor dibedakan menjadi dua macam,

yaitu berdasarkan kegunaan dan jenis roda penggeraknya.

1. Traktor berdasarkan kegunaannya

a. General purpose tractor

b. Special purpose tractor

c. Industrial tractor

d. Plantation tractor

(18)

2. Traktor berdasarkan roda penggeraknya

A. Traktor roda kepyak (crawler tractor)

a. Standard crawler tractor

b. Low ground pressure tractor (LGP)

c. Swam crawler tractor

d. Extra swam crawler tractor

e. Special application crawler traktor

B. Traktor roda karet (ban)

a. Single axle

b. Double axle

Traktor Tangan

Traktor roda dua atau traktor tangan (power tiller/hand tractor) adalah

mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan lain-lain.

Pekerjaan pertanian dengan alat pengolah tanahnya digandengkan/dipasang di

bagian belakang mesin (Hardjosentono dkk, 2000).

Alat ini mempunyai efisiensi tinggi, karena pembalikan dan pemotongan

tanah dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Traktor roda dua merupakan

mesin serba guna karena dapat juga berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk

alat-alat lain seperti pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer) dan lain-lain

(Hardjosentono dkk, 2000).

Tanah dan Air

Pada saat pengolahan tanah dimulai, yaitu dari sejak air dimasukkan ke

(19)

air oleh perkolasi, yaitu hilangnya air oleh peresapan melewati lubang pori dari

lapisan atas ke lapisan bawah tanah adalah cukup tinggi. Untuk menghindarkan

kehilangan air melalui perkolasi itu, segera setelah jenuh dengan air, digaru atau

disisir dengan maksud agar tanah setelah dilakukan pembajakan pertama yang

masih merupakan bongkahan besar dipecah menjadi bagian yang sekecil-kecilnya

sehingga merupakan lumpur yang lunak serta halus sekali, jadi merupakan koloid.

Koloid inilah yang nantinya menutup lobang kecil/pori-pori yang terdapat pada

tanah, sehingga kehilangan air oleh perkolasi berkurang secara berangsur-angsur

(Siregar, 1981).

Penyiapan lahan untuk budidaya padi dapat ditempuh dengan beberapa

cara. Secara manual penyiapan lahan dilakukan menggunakan tangan dan alat

sederhana. Secara mekanis menggunakan bajak (ploughing) dan garu

(harrowing). Cara yang banyak digunakan pula adalah secara kimiawi yaitu

dengan herbisida. Namun dapat pula digunakan gabungan dari cara-cara tersebut

(Noor, 1996).

Evaluasi terhadap mudah tidaknya lahan dikerjakan sangat bergantung

kepada sistem pengelolaan tanah dan air yang digunakan atau direncanakan.

Penyiapan lahan dan pekerjaan lain termasuk penyiangan dan pemanenan dapat

dilakukan secara manual tanpa kendala spesifik pada kebanyakan tipe lahan dan

tanah. Kesulitan dijumpai pada lahan berbatu dan miring, meskipun hanya

sebagian kecil dari daerah lahan sawah aktual dan potensial. Masalah juga

dijumpai pada penyiapan lahan berlumpur (boggy) yang berdrainase buruk, karena

kemudahan untuk dilewati (trafficability) sepanjang tahun amat rendah

(20)

Capaian penggunaan alat olah tanah ialah untuk mengerjakan (mengubah,

memindahkan, atau membentuk) tanah sebagaimana dikehendaki untuk

memperoleh kondisi tanah tertentu. Tiga faktor rancangan abstrak yaitu kondisi

awal tanah, bentuk alat, dan cara gerak alat akan mengendalikan atau menentukan

pengolahan tanahnya. Hasil dari ketiga faktor masukan independen tersebut

ditunjukkan oleh dua faktor keluaran yaitu kondisi akhir tanah dan gaya yang

dibutuhkan untuk mengolah tanah. Kelima faktor tersebut seluruhnya berkaitan

langsung dengan kepentingan perancang peralatan olah tanah (Tas, 2008).

Tingkatan paling rendah dari mekanisasi yakni penggunaan binatang

penarik (terutama kerbau atau sapi) untuk pembajakan dan pelumpuran serta

pengangkutan hasil panen dari lahan. Kendala yang ada mungkin seperti

pengerjaan secara manual, yaitu trafficability yang buruk pada lahan berlumpur

dan tingginya energi yang dibutuhkan pada tanah-tanah berliat halus (terutama

Vertisol) sehingga waktu yang tersedia bagi lahan untuk dapat dikerjakan amat

terbatas (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Tujuan Pengolahan Tanah

Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air terlebih dahulu.

Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan yang dalamnya antara

12-20 cm. Tujuan pembajakan adalah:

a. Mematikan dan membenamkan rumput

b. Membenamkan bahan-bahan organis seperti pupuk hijau, pupuk kandang

(21)

Tujuan pembajakan kedua adalah:

a. Meratakan tanah

b. Meratakan pupuk dasar yang dibenamkan

c. Pelumpuran agar menjadi lebih sempurna (Sugeng, 1998).

Dengan menggunakan garu, gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan

sedemikian rupa sehingga tanah itu merupakan bubur yang sangat lunak. Bubur

yang sangat lunak ini terdiri dari butiran-butiran tanah yang sekecil-kecilnya. Pada

lingkaran butir-butir tersebut, yang disebut koloid, melekat elektrolit berbagai zat

hara seperti Ca, K, Mg yang kelak diperlukan tanaman melalui penyerapan oleh

akar. Lebih kecil butiran-butiran itu maka makin banyak zat hara yang melekat

sebagai elektrolit pada lingkaran tubuhnya dan lebih banyak zat hara yang tersedia

untuk diserap oleh akar (Siregar, 1981).

Tujuan lain dari pada memecahkan gumpalan tanah sampai butir-butir

yang sekecil-kecilnya ialah agar jarak antara dua butir tanah itu sekecil mungkin.

Jika jarak antara kedua butir tanah itu sekecil mungkin, maka pori dalam tanah

dengan sendirinya menjadi kecil pula dan lebih kecil pori dalam tanah lebih baik,

oleh karena pori yang lebih kecil itu akan menghambat air menyusup ke bagian

bawah tanah (Siregar, 1981).

Alat Pengolahan Tanah Primer

Peralatan yang digunakan oleh petani untuk memecah dan meremahkan

tanah sampai suatu kedalaman dari 6 sampai 36 inci (15,2 sampai 91,4 cm)

dikenal dengan alat pengolah tanah primer, yang mencakup bajak singkal, bajak

(22)

Alat pengolah tanah pertama adalah alat-alat yang pertama sekali

digunakan yaitu untuk memotong, memecah dan membalik tanah. Alat-alat

tersebut ada dikenal beberapa macam, yaitu bajak singkal. bajak piring, bajak

pisau berputar, dan bajak chisel (Daywin dkk, 2008).

Bajak singkal

Bajak singkal ditujukan untuk pemecahan banyak tipe tanah dan cocok

sekali untuk pembalikan tanah serta penutupan sisa-sisa tanaman. Telapak bajak

secara keseluruhan merupakan hal yang sangat esensial untuk pembajakan yang

baik, pemotongan oleh mata bajak dan sedikit pengangkatan irisan alur,

pengendalian sisi samping, kemantapan bajak, sementara singkal menyelesaikan

pengangkatan, penggemburan, dan pembalikan pemotongan tanah paliran.

Terutama pada singkal-lah tergantung pembajakan yang berhasil. Lengkung dan

panjang singkal menentukan derajat kegemburan yang diberikan kepada tanah

potongan paliran (Smith dan Wilkes, 1990).

Pada saat bergerak maju, maka pisau akan memotong tanah dan

mengarahkan potongan/keratin tersebut ke bagian singkal. Singkal akan menerima

potongan tanah, dan karena kelengkungannya maka potongan tanah akan dibalik

dan dipecah. Kelengkungan singkal ini berbeda untuk kondisi dan jenis tanah

yang berbeda agar diperoleh pembalikan dan pemecahan tanah yang baik

(Daywin dkk, 2008).

Alat Pengolahan Tanah Sekunder

Pengolahan tanah kedua diartikan sebagai pengadukan tanah sampai jeluk

yang komperatif tidak terlalu dalam. Peralatan pengolahan lahan pertama

(23)

jenis bajak brujul dapat disesuaikan dan diperlengkapi dengan alat-alat tambahan,

sehingga dapat digunakan untuk pengolahan lahan kedua pada jeluk yang lebih

dangkal (Smith dan Wilkes, 1990).

Garu

Garu adalah peralatan yang digunakan untuk meratakan tanah dan

memecahkan bongkahan-bongkahan tanah, mengaduk tanah, mencegah dan

membinasakan gulma. Di bawah kondisi tertentu, garu dapat digunakan untuk

menutup biji. Ada tiga jenis utama garu, yaitu garu piringan, garu gigi paku dan

garu gigi pegas (Smith dan Wilkes, 1990).

Garu rotari ada dua macam, yaitu garu rotari cangkul dan garu rotari

silang. Garu rotari cangkul merupakan susunan roda yang dikelilingi oleh gigi

berbentuk pisau yang dipasangkan pada as dengan jarak tertentu dan berputar

vertikal. Putaran roda garu ini disebabkan oleh tarikan traktor. Garu rotari silang

terdiri dari gigi-gigi yang tegak lurus terhadap permukaan tanah dan dipasang

pada rotor. Rotor diputar horisontal, yang gerakannya diambil dari putaran PTO.

Dengan menggunakan garu ini, penghancuran tanah terjadi sangat intensif

(Daywin dkk, 2008).

Kedalaman Olah Tanah

Seperti halnya diketahui, lapisan bunga tanah (top soil) tidaklah sama

untuk semua jenis tanah. Ada tanah yang lapisan bunganya tebal dan ada juga

tanah yang lapisan bunganya tipis. Lepas dari tebal tipisnya bunga tanah itu,

dalamnya pengolahan tanah yaitu: dangkal, sedang, atau dalam, akan

mempengaruhi hasil pertanaman. Ini dapat dibuktikan dengan angka-angka

(24)

Tabel 1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil

Dalamnya pengolahan tanah (cm) Hasil (gram/rumpun)

8 12.4

Angka-angka yang disajikan menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang

terbaik ialah di sekitar 30 cm. Bandingkanlah pengolahan sedalam 28 cm dan 32

cm. Yang ini berarti dalam praktek dengan pencangkulan tanah hampir sama

dengan satu kali saja mengayunkan cangkul yang panjangnya kurang lebih 30 cm

(Siregar, 1981).

Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama dengan cangkul.

Bajak berguna untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah.

Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan ketebalan

lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman padi lebih kurang

18 cm (IRRI) bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih dalam lagi sekitar 20 cm

(AKK, 1990).

Untuk padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak adanya

manusia dan tenaga ternak hanya 10 sampai kurang 15 cm saja. Karena itu selalu

ada air irigasi yang cukup untuk tanaman di atas dan di dalam lapisan olah atau

top soil. Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata, karena sifat-sifat

permukaan air, sehingga petakan sawah yang dibuat kecil akan mempermudah

pembuatan lapisan olah datar dan rata (Daywin dkk, 2008).

Pengolahan tanah meliputi pekerjaan penyiapan/pengolahan lahan

(25)

pengolahan tanah primer (pengolahan tanah pertama) dan pengolahan tanah

sekunder (pengolahan tanah kedua), meskipun pada kenyataannya pembedaan

tersebut kurang tegas (bisa saling tumpang tindih). Perbedaan antara pengolahan

tanah primer dan pengolahan tanah sekunder biasanya didasarkan pada kedalaman

pengolahan serta hasil olahannya. Pengolahan tanah pertama biasanya mempunyai

kedalaman olah yang lebih dalam (>15 cm) dengan bongkah tanah hasil

pengolahan lebih besar, sedangkan pengolahan tanah kedua mengolah tanah lebih

dangkal (< 15 cm) serta hasil olahannya sudah halus dengan permukaan tanah

yang relatif rata (siap untuk ditanami). Pada kenyataannya pengolahan tanah tidak

harus dua kali, mungkin ada yang hanya satu kali, ada pula yang sampai 3 atau 4

kali sebelum lahan menjadi siap untuk ditanami. Dalam hal ini alat-alat

pengolahan tanah yang ke-3 atau ke-4 akan masih digolongkan sebagai alat-alat

pengolahan tanah kedua (Tas, 2008).

Genangan Air Pengolahan

Sebelum dilakukan pencangkulan, terlebih dahulu sawah harus digenangi

air, sambil dilakukan perbaikan pada pematang. Begitu pula bila dilakukan

pembajakan, air harus tergenang di sawah. Ketika penggaruan/penyisiran

dilakukan, genangan air dikurangi dipetakan sawah , yaitu tinggi air sekitar 2 cm

dari permukaan (Rasyid, 1991).

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pertanaman padi dimana

tanahnya diolah dengan mempergunakan air dalam jumlah yang cukup banyak

senantiasa lebih tinggi daripada hasil pertanaman dimana tanahnya diolah secara

kering ataupun dengan persediaan air yang serba kurang. Kenyataan ini dapat

(26)

Tabel 2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil

Cara pengolahan tanah Penghasilan (kw/ha)

Varietas Mas Varietas Genjah Raci Tanah diolah dengan

genangan air yang cukup

26,9 100% 25 100%

Tanah diolah dengan persediaan air yang serba kurang

20,7 77% 13,6 54%

(Siregar, 1981).

Pola Pengolahan Tanah

Menurut Rizaldi (2006), pola pengolahan lahan tanah erat hubungannya

dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola

pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin

pengangkatan alat. Karena pada waktu diangkat alat tidak bekerja. Oleh karena itu

harus diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama waktu operasi di lapangan.

Makin banyak pengangkatan alat sewaktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya.

Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan adalah pola spiral, pola

tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral paling banyak digunakan karena

pembajakan dilakukan terus-menerus tanpa pengangkatan alat.

Menurut Tas (2008), dalam melakukan pengolahan tanah, perlu

menggunakan pola-pola tertentu. Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah

agar lebih efektif dan efisien. Dengan menggunakan pola yang sesuai, diharapkan

waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan

tanah diangkat) sesedikit mungkin, lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga

diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien. Hasil pengolahan tanah

(27)

akan ditimbun kembali dari alur berikutnya. Sehingga diharapkan pekerjaan

pengolahan tanah bisa lebih efektif.

Belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan

waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak

peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah

digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas

untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang

lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah

memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga

cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per

putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran.

Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi

oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land,

kekasaran daerah belok dan lebar alat (Siregar, 2010).

Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola tengah, pembajakan

dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil

pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil

pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan

sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit.

Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung

lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir.

Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual

(dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow),

(28)

penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi

lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan

(Tas, 2008).

Pembajakan dengan pola tepi dilakukan dari tepi membujur lahan,

lemparan hasil pembajakan ke arah luar lahan. Pembajakan kedua pada sisi lain

pembajakan pertama. Traktor diputar ke kiri dan membajak dari tepi lahan dengan

arah sebaliknya. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kiri sampai ke

tengah lahan. Pola ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit.

Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung

lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir.

Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual

(dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur mati (dead furrow).,

yaitu alur bajakan yang saling berdampingan satu sama lain. Sehingga akan terjadi

alur yang tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah

lahan. Pada tepi lahan lemparan hasil pembajakan tidak jatuh pada alur hasil

pembajakan (Tas, 2008).

Membajak dengan sistem balik rapat dapat dilakukan dengan cara berikut.

1. Pada tanah kering mula-mula harus dibuat scratch pada kedua ujung

petakan. Pada tanah basah tidak perlu dibuat karena akan menyebabkan

selipnya traktor. Pada tanah basah scratch nya hanya dibuat dengan

membajak secara dangkal.

2. Membajak dimulai dari salah satu tepi petakan, pada tanah ditinggalkan

strip (garis) selebar 2 jejak. Garis ini berguna untuk jalannya traktor pada

(29)

3. Apabila pekerjaan sudah selesai, pembajakan dilakukan pada salah satu

head land. Kalau head land yang pertama selesai dikerjakan, maka

kerjakan pula head land yang lain dengan sekaligus membajak strip tanah

yang dibuat pada langkah pertama tadi.

4. Untuk menghindari kecelakaan terbaliknya traktor, pada waktu

menjalankan apabila menyeberangi petakan atau bagian-bagian lain sawah

yang tidak sama tingginya, kalau jalannya menurun traktor harus berjalan

mundur, tapi kalau jalannya naik, traktor harus maju.

Membajak dengan sistem berkeliling dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Putaran keliling sebaiknya berlawanan arah dengan jarum jam.

2. Pada putaran pertama, pembajakan tanah dilakukan pada tepi petakan dan

diusahakan betul-betul rapat dengan pematang. Slice dilemparkan kearah

kiri atau kearah tengah petakan.

3. Pada putaran kedua sampai keempat cara berbelok berpusing kearah lebih

dalam. Slice dilemparkan kearah kanan atau kearah pematang.

4. Pada putaran kelima dan selanjutnya cara berbelok biasa tidak seperti

putaran sebelumnya. Traktor meninggalkan petakan dengan meninggalkan

open furrow/dead furrow (Sugeng, 1998).

Pada pengolahan lahan dengan pola keliling tengah, pengolahan tanah

dilakukan dari titik tengah lahan. Berputar ke kanan sejajar sisi lahan, sampai ke

tepi lahan. Lemparan pembajakan ke arah dalam lahan. Pada awal pengolahan,

operator akan kesulitan dalam membelokan traktor. Pola ini cocok untuk lahan

yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan

(30)

dibajak pada 2 sampai 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak,

diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).

Pada pengolahan tanah dengan pola keliling tepi, pengolahan tanah

dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar ke kiri sejajar sisi lahan,

sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir

pengolahan, operator akan kesulitan dalam mebelokan traktor. Pola ini cocok

untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas.

Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak

terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang

tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).

Kapasitas Pengolahan Tanah

Penerapan alat dan mesin pertanian pada dasarnya adalah untuk

memberikan kontribusi pada peningkatan efisiensi produksi tersebut.

Ketidakselarasan antara desain dan ukuran alsintan dengan kondisi spesifik

wilayah penerapannya akan mengakibatkan rendahnya kapasitas kerja alsintan

yang akhirnya akan memperbesar inefisiensi penggunaan sumber daya. Dalam

pengolahan tanah, hingga saat ini pemilihan tipe penggerak maupun implement

yang digunakan belum sepenuhnya didasarkan atas pertimbangan teknis

(soil-tools interaction) dan ekologi wilayah. Sebagai akibatnya, hal tersebut mengarah

pada kurang maksimalnya unjuk kerja alsintan yang digunakan, yang akhirnya

mengarah pada rendahnya efisiensi penggunaan sumber daya dan tingginya biaya

(31)

Kapasitas optimum dari peralatan pertanian tergantung dari faktor-faktor:

1. Jumlah hari kering untuk bekerja

2. Kecepatan kerja

3. Waktu yang tersedia untuk operasi lapang

4. Persentase keuntungan yang bakal didapat (Daywin dkk, 2008).

Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas

lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika

berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100 % dan alat tersebut bekerja dalam lebar

maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di

lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah

dengan waktu kerja total (Darun, 1990).

Persamaan untuk menentukan kapasitas lapang adalah sebagai berikut :

KLT = W . V ... (1)

dimana :

KLT = Kapasitas lapang teoritis (m2/jam)

W = Lebar kerja alat (m)

V = Kecepatan (m/jam)

KLE =

... (2)

dimana :

KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)

L = Luas lahan (ha)

T = Total waktu tempuh (jam)

(32)

Efisiensi Traktor

Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan

kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara

kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam

bentuk (%). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan

tanah adalah sebagai berikut :

Efisiensi = ...(3)

dimana :

KLE = Kapasitas lapang efektif

KLT = Kapasitas lapang teoritis

(Yunus, 2004).

Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat bajak maka akan

diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan selesai ditempuh dalam waktu

tertentu, sehingga kemampuan kerja lapang mengolah tanah tersebut atau yang

dapat dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu. Semakin luas

tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat maka dikatakan

bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi

(Yunus, 2004).

Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi hendaknya dilakukan:

a. Pemeliharaan traktor dan alat-alatnya dengan seksama

b. Pemilihan operator/driver yang berpengalaman

(33)

Bahan Bakar

Ditinjau dari segi bahan bakar, dalam hal ini bahan bakar minyak yang

disingkat BBM, yang pertama diingat bahwa kinerja optimal yang diperoleh

seorang pengemudi dari bekerjanya mesin kendaraan adalah bergantung kepada

dua sifat utama BBM, yaitu:

1. Dapat memberikan campuran bahan bakar-udara dalam perbandingan yang

benar (yang biasanya diatur oleh karburator atau injektor).

2. Dapat memberikan pembakaran secara “normal” pada saat yang tepat di

dalam siklusnya (Wartawan, 1997).

Penghematan bahan bakar dapat terjadi pada mesin berkecepatan lambat,

asalkan tidak kelebihan beban. Umumnya pada penurunan 20% putaran mesin,

dapat menghemat 15%-30% bahan bakar. Penghematan yang lebih besar dapat

diwujudkan apabila putaran mesin dikurangi lagi hingga diatas 20%. Namun,

kemungkinan overloading pada mesin semakin besar. Kebanyakan traktor

kehilangan daya pada saat putaran mesin lebih kecil dari 20%. Penurunan putaran

mesin dibawah 20% menyebabkan traktor kehilangan tenaga (Koelsch, 1978).

Slip Roda Traktor

Berdasarkan SNI 0738:2010, slip roda dapat dihitung dengan rumus:

Slip roda = ... (4)

dimana:

L1 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor tanpa mengolah

tanah

L2 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor dengan mengolah

(34)

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Analisis ekonomi digunakan untuk mengetahui besarnya biaya

pengoperasian traktor. Dengan begitu, maka dapat dihitung besarnya keuntungan

ataupun kerugian finansial jika menggunakan traktor.

Biaya pokok = ...(5)

dimana:

BT = Total biaya tetap (Rp/thn)

BTT = Total biaya tidak tetap (Rp/jam)

x = Total jam kerja per tahun (jam)

C = Kapasitas kerja alat (jam/ha)

Biaya tetap

Menurut darun (2002), biaya tetap terdiri atas:

1. Biaya penyusutan (metode garis lurus)

D = ...(6)

dimana:

D = Biaya penyusutan (Rp/thn)

P = Nilai awal alat (Rp)

S = Nilai akhir alsintan 10% dari P (Rp)

n = Umur ekonomi (thn)

2. Biaya bunga modal dan asuransi

I = ...(7)

dimana:

(35)

3. Biaya pajak

Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin

dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur menganjurkan bahwa

biaya pajak alsin diperkirakan 2% pertahun dari nilai awalnya.

4. Biaya gudang/garasi

Biaya gudang atau garasi diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata

diperhitungkan 1% dari nilai awal (P) pertahun (Darun, 2002).

Biaya tidak tetap

Komponen-komponen dari biaya tidak tetap pada penelitian yang

dilaksanakan mencakup:

1. Bahan bakar

Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan mengalikan konsumsi bahan

bakar traktor dengan harga pasar.

Biaya bahan bakar = Konsumsi bahan bakar x Harga bahan bakar

2. Biaya oli

Biaya oli dihitung dengan membagi penggunaan oli dengan luas olahan.

3. Biaya operator

Biaya operator dapat diperkirakan dari gaji harian dibagi dengan jam kerja.

Break event point

Break event point (analisa titik impas) umumnya berhubungan dengan

proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang

dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat

berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap

(36)

maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan

titik impas akan memperoleh keuntungan (Pudjosumarto, 1998).

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk

mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha

yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang

diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya

keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas, dapat digunakan rumus:

N ...(8)

dimana:

N = Jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Ha)

F = Biaya tetap per tahun (Rp)

R = Penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (Rp)

V = Biaya tidak tetap per unit produksi (Rp) (Darun, 2002).

Net present value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi

dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan

datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan metode analisis

finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang digunakan untuk

mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan (Pudjosumarto, 1998).

Secara singkat rumus net present value adalah:

CIF – COF > 0...(9)

dimana:

CIF = Cash in flow

(37)

Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan

(%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan:

Penerimaan (CIF) = Pendapatan x (P/A, I, n) + Nilai akhir x (P/F, I, n) ... (10)

dan

Pengeluaran (COF) = Investasi + Pembiayaan (P/A, I, n) ... (11)

Kriteria NPV yaitu:

1. NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

2. NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak

menguntungkan

3. NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang

dikeluarkan (Darun, 2002).

Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan

lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.

Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, dimana diperoleh B/C

ratio = 1 atau NPV = 0. Berdasarkan harga dari NPV = X (positif) atau NPV = Y

(positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah harga IRR

dengan menggunakan rumus berikut:

IRR = p % + x (q% - p%) (positif dan negatif) ... (12)

dan

(38)

dimana:

p = Suku bunga bank paling atraktif

q = Suku bunga coba-coba (> dari p)

X = NPV awal pada p

(39)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2011 di Desa Sei Beraskata

Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan basah, dan

minyak solar. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor

roda dua merk Quick Impala, stopwatch, meteran, bajak singkal, gelebek, garu,

dan gelas ukur.

Metode Penelitian

Metode Penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan

rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial pada masing-masing lahan,

dimana faktor tersebut adalah variasi pola pengolahan lahan.

Faktor 1: variasi pola pengolahan dengan 4 taraf

P1 = Pola Spiral

P2 = Pola Tepi

P3 = Pola Tengah

P4 = Pola Alfa

Maka diperoleh jumlah ulangan terhadap perlakuan adalah :

Tc (n-1) ≥ 15

4 (n-1) ≥ 15

4n – 4 ≥ 15

(40)

Prosedur Penelitian 1. Pembajakan

- Dibagi lahan sebanyak 20 petak dengan ukuran 10 m x 20 m.

- Diisi tangki bahan bakar traktor sampai penuh sebelum traktor

dijalankan.

- Digenangi lahan dengan air setinggi 5 cm di atas permukan tanah.

- Diolah lahan dengan kedalaman olah 20 cm dengan pola spiral, pola

tepi, pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s.

- Dicatat waktu kerja traktor.

- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume

penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.

- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola

pengolahan.

2. Pengglebekan

- Digenangi lahan dengan air setinggi 2 cm di atas permukan tanah.

- Diolah lahan dengan kedalaman 10 cm dengan pola spiral, pola tepi,

pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s.

- Dicatat waktu kerja traktor.

- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume

penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.

- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola

(41)

3. Penggaruan

- Digenangi lahan dengan air setinggi 2 cm di atas permukan tanah.

- Diolah lahan dengan kedalaman 10 cm dengan pola spiral, pola tepi,

pola tengah, pola alfa dengan kecepatan 1,4 m/s.

- Dicatat waktu kerja traktor.

- Diisi bahan bakar kedalam tangki sampai penuh dan mencatat volume

penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tangki.

- Dilakukan dengan 5 kali pengulangan untuk masing-masing pola

pengolahan.

4. Slip roda

- Dijalankan traktor di lahan tanpa mengolah lahan.

- Dihentikan laju traktor hingga putaran ban traktor mencapai 5 putaran.

- Diukur jarak tempuh traktor.

- Dijalankan traktor di lahan dengan menggunakan peralatan

pengolahan.

- Dihentikan laju traktor hingga putaran ban traktor mencapai 5 putaran.

- Diukur jarak tempuh traktor.

- Dilakukan dengan 3 kali pengulangan.

Parameter Penelitian Kapasitas lapang efektif

Kapasitas lapang efektif diperoleh dari luas olahan yang dikerjakan oleh

traktor per satuan waktu dari masing-masing penggunaan implemen pada lahan

(42)

Efisiensi traktor

Efisiensi traktor merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif

traktor terhadap kapasitas lapang teoritis. Efisiensi dinyatakan dalam satuan

persen, dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.

Konsumsi bahan bakar

Konsumsi bahan bakar yaitu volume bahan bakar yang dibutuhkan untuk

mengolah suatu lahan per satuan waktu. Konsumsi bahan bakar dapat dihitung

dengan rumus:

Konsumsi bahan bakar =

Slip ban traktor

Berdasarkan SNI 0738:2010, slip roda dapat dihitung dengan rumus 4.

Analisis ekonomi dan kelayakan usaha a. Biaya pokok pemakaian traktor

Perhitungan biaya pengolahan lahan per hektar dilakukan dengan cara

menjumlahkan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Biaya pokok dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 5.

b. Break event point

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk

mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha

yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang

diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya

keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan

(43)

c. Net present value

Net present value merupakan keuntungan yang diharapkan dari investasi

yang dilakukan (%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dapat dihitung dengan

rumus 10 dan 11.

d. Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan

lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, secara umum dapat dilihat bahwa perbedaan pola

pengolahan lahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas lapang,

efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan

Pola pengolahan Parameter

Kapasitas Lapang (Ha/Jam)

Efisiensi (%) Bahan Bakar (L/Ha)

Spiral 0,0490 71,09 19,4

Tepi 0,0452 65,20 20,8

Tengah 0,0425 61,02 23,4

Alfa 0,0262 36,26 34,7

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa kapasitas kerja tertinggi terdapat pada

pola spiral. Demikian juga pada konsumsi bahan bakar dan efisiensi tertinggi

terdapat pada pola spiral.

Kapasitas Lapang Efektif

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 3, dapat dilihat bahwa

pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang

efektif. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola

pengolahan terhadap kapasitas lapang untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang (Ha/jam)

(45)

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan satu dengan yang

lainnya memberikan pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Kapasitas

tertinggi diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 0,0490 Ha/jam dan terendah

pada pola alfa yaitu sebesar 0,0262 Ha/jam. Pengaruh pola pengolahan terhadap

kapasitas lapang dapat dilihat pada pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang

Dari gambar 1, dapat dilihat bahwa pola pengolahan memberikan hasil

yang berbeda terhadap kapasitas lapang. Hal tersebut dipengaruhi oleh waktu

yang hilang selama terjadi pembelokan traktor. Pengolahan lahan dengan

menggunakan pola alfa merupakan pola pengolahan yang memiliki jumlah

belokan yang paling banyak sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang paling

rendah. Selain itu dibutuhkan tingkat keterampilan operator untuk berbelok,

dimana pembelokan pada pola alfa membutuhkan tingkat keterampilan yang baik.

Besarnya derajat pembelokan (besar ruang belok pada head land) juga

mempengaruhi stamina operator. Derajat pembelokan yang tinggi pada saat awal 0,049

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Kapasitas Lapang (Ha/Jam)

(46)

pengolahan seperti pola tengah, akan membuat operator lebih cepat lelah sehingga

untuk meyelesaikan pekerjaan, konsentrasi dan stamina sudah sangat menurun,

terutama lahan dengan daerah olahan yang kecil. Demikian juga dengan pola tepi

yang memiliki derajat pembelokan yang cukup tinggi pada saat akhir pengolahan

lahan. Pola spiral memiliki jumlah belokan yang kecil dengan derajat pembelokan

yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan ketiga pola yang lain, sehingga

tidak terlalu menguras stamina operator, sehingga memberikan kapasitas lapang

yang lebih besar. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola pengolahan

dengan jumlah belokan yang sama, dapat memberikan kapasitas lapang yang

berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2010) yang menyatakan

bahwa belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan

waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak

peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah

digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas

untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang

lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah

memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga

cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per

putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran.

Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi

oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land,

(47)

Efisiensi Traktor

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa

pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap efisiensi. Hasil

pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola pengolahan

lahan terhadap efisiensi untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi (%) Perlakuan Rataan Efisiensi (%) BNT

F.0.5 F.0.1

Alfa 40,49 a A

Tengah 65,75 b B

Tepi 69,79 c C

Spiral 75,73 d D

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata satu sama lainnya. Efisiensi tertinggi diperoleh

pada pola spiral yaitu sebesar 75,73% dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar

40,49. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh pola pengolahan terhadap efisiensi 75,73

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa

Efisiensi (%)

(48)

Menurut Yunus (2004), efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas

lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan

perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang

dinyatakan dalam bentuk (%). Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola

spiral, dihasilkan efisiensi tertinggi yaitu sebesar 75,73%. Hal ini disebabkan oleh

perbandingan antar kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis

memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan pola

pengolahan lainnya. Konsentrasi dan ketepatan kerja operator, amat

mempengaruhi kerapihan kerja operator tersebut. Konsentrasi kerja yang rendah,

dapat menyebabkan hasil olahan yang kurang baik, sehingga daerah yang sudah

diolah harus diolah kembali karena hasil yang belum sempurna. Ketepatan

operator dalam mengambil alur pengolahan pada saat mengolah di samping alur

yang telah diolah juga mempengaruhi efisiensi, sehingga diperlukan operator yang

terampil dalam mengolah lahan. Hal tersebut yang mempengaruhi efisiensi

pengerjaan lahan. Pola pengolahan yang dapat memberikan kenyamanan bagi

operator, akan sangat mempengaruhi efisiensi yang diperoleh.

Konsumsi Bahan Bakar

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 5, dapat dilihat bahwa

pengaruh pola pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan

bakar. Hasil pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan pengaruh pola

pengolahan lahan terhadap konsumsi bahan bakar untuk tiap-tiap perlakuan dapat

(49)

Tabel 6. Uji BNT efek utama pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar (L/Ha)

perlakuan Rataan konsumsi bahan bakar (L/Ha)

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pola pengolahan lahan memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar. Konsumsi bahan

bakar terendah diperoleh pada pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan tertinggi

pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Pengaruh pola pengolahan terhadap

konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh pola pengolahan terhadap konsumsi bahan bakar

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar terendah yaitu

pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar 19,4 L/Ha dan

tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 34,7 L/Ha. Konsumsi bahan bakar amat

dipengaruhi oleh lama nya pengerjaan satu luasan lahan. Semakin lama

19,4 20,8

Pola Spiral Pola Tepi Pola Tengah Pola Alfa Konsumsi Bahan Bakar L/Ha

(50)

pengoperasian traktor, maka konsumsi bahan bakar akan semakin tinggi. Lamanya

pengoperasian traktor ini tidak terlepas dari kapasitas lapang traktor. Faktor lain

yang juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar yaitu kedalaman pengolahan dan

ketinggian air pengolahan. Semakin dalam peralatan mengolah tanah, maka beban

yang ditarik oleh traktor juga akan semakin besar. Dalam penelitian ini digunakan

kedalaman pembajakan sebesar 20 cm, penggelebekan dan penggaruan sebesar 10

cm. Ketinggian genangan pengolahan mempengaruhi tingkat kepadatan tanah

yang akan diolah. Air yang cukup akan memperlunak tanah, sehingga beban yang

ditarik oleh traktor semakin berkurang. Ketiadaan genangan pengolahan akan

membuat beban traktor menjadi berat yang dapat memperbesar konsumsi bahan

bakar.

Slip Ban

Dari hasil penelitian diperoleh data slip ban seperti pada tabel 7.

Tabel 7. Persentase slip ban peralatan pengolahan tanah (%) Perlakuan Jarak Tempuh (m) Slip Ban (%)

Pembajakan 9,66 16,42

Penggelebekan 9,86 14,69

Penggaruan 10,13 12,39

Tanpa Beban 11,566

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai slip tertinggi terdapat pada

perlakuan pembajakan yaitu sebesar 16,42% dan terendah pada kegiatan

penggaruan yaitu sebesar 12,39%. Hal ini dipengaruhi oleh jenis alat, lebar alat

dan kedalaman pengolahan. Semakin besar kedalaman pengolahan, maka slip ban

juga semakin besar. Demikian pula dengan lebar alat dan jenis alat yang

(51)

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus

dikeluarkan pada saat menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat

diketahui berapa besarnya biaya produksi, sehingga keuntungan penggunaan alat

dapat diperkirakan.

Dari analisis biaya (Lampiran 7), diperoleh biaya pengoperasian traktor

sebesar Rp. 23604,35/jam, yang merupakan hasil perhitungan biaya pokok

produksi yaitu biaya tetap sebesar Rp. 8906,25/jam dan biaya tidak tetap sebesar

Rp. 14698,1/jam. Biaya pokok untuk setiap pola pengolahan dapat dilihat dari

Tabel 8.

Tabel 8. Biaya produksi setiap pola pengolahan (Rp/Ha) Pola Pengolahan Kapasitas Lapang

(Ha/Jam)

Biaya Pokok (Rp/Jam)

Biaya Pokok (Rp/Ha)

Spiral 0,049 23604,35 481729,98

Tepi 0,045 23604,35 522714,77

Tengah 0,043 23604,35 554845,93

Alfa 0,026 23604,35 900826,56

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya produksi terendah terdapat pada

pola pengolahan lahan dengan menggunakan pola spiral yaitu sebesar

Rp. 481729,98/Ha. Hal ini tidak lepas dari kapasitas lapang yang cukup tinggi bila

dibandingkan dengan pola pengolahan lainnya. Sedangkan biaya produksi

tertinggi terdapat pada pola alfa yaitu sebesar Rp. 900826,56/Ha. Hal ini juga

tidak terlepas dari rendahnya kapasitas lapang pengolahan lahan dengan

(52)

Break event point

Manfaat perhitungan break event point (BEP) adalah untuk mengetahui

batas produksi minimal yang harus dicapai agar usaha yang dikelola masih layak

untuk dijalankan. Pada kondisi ini, income yang diperoleh hanya cukup untuk

menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Bila pendapatan dari

produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita

kerugian, sebaliknya bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kanan titik

impas maka kegiatan usaha akan memberikan keuntungan.

Berdasarkan perhitungan (Lampiran 8) yang dilakukan, traktor ini

mencapai titik impas apabila setiap pola pengolahan telah mengolah lahan seperti

terlihat pada Tabel 8.

Tabel 9. Nilai BEP untuk setiap pola pengolahan lahan Pola

Dari tabel 9 dapat dilihat nilai BEP terendah terdapat pada pola spiral yaitu

sebesar 4,74 ha/tahun dan terendah pada pola alfa yaitu sebesar 6,68 ha/tahun. Ini

berarti pengolahan lahan dengan menggunakan pola alfa lebih beresiko

mengalami kerugian jika dibandingkan pola pengolahan lainnya, karena pola alfa

memiliki batas produksi minimal yang cukup tinggi. Jika produksi dengan

menggunakan pola alfa lebih kecil dari 6,68 ha/tahun, maka akan mengalami

(53)

Net present value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi

dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan

datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan

metode analisis finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah

kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk

diusahakan. Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 9) diketahui

besarnya NVP dari pola spiral sebesar Rp. 3.027.038, pola tepi sebesar

Rp. 2.086.678dan pola tengah sebesar Rp. 1.349.457. NVP dari ketiga pola

pengolahan tersebut lebih besar dari 0 yang artinya pengerjaan lahan dengan pola

tersebut menguntungkan. Namun pada pengolahan dengan pola alfa memiliki

NVP lebih kecil dari nol, yaitu sebesar - Rp. 6.588.764. Ini berarti pengolahan

lahan dengan menggunakan pola alfa tidak layak untuk dijalankan.

Internal rate of return

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan

lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.

Dari hasil percobaan (Lampiran 10), diperoleh nilai IRR yang berbeda-beda untuk

tiap pola pengolahan, pola spiral sebesar 18,85%, pola tepi sebesar 19,40%, pola

tengah sebesar 19,28% dan pola alfa sebesar 22,12% . Angka tersebut

menunjukkan tingkat bunga maksimum yang dapat dicapai. Apabila bunga

dinaikkan lagi maka akan mengalami kerugian. Pola pengolahan tersebut masih

layak dijalankan apabila tidak melebihi nilai IRR nya. Apabila bunga bank

semakin mendekati nilai IRR, maka keuntungan yang diperoleh juga semakin

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pola pengolahan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas lapang

efektif, efisiensi, konsumsi bahan bakar dan analisa ekonomi traktor.

2. Pengolahan lahan dengan pola spiral memiliki kapasitas lapang efektif

sebesar 0,049 ha/jam, efisiensi 71,09% dan konsumsi bahan bakar sebesar

19,4 liter/ha.

3. Pengolahan lahan dengan pola tepi memiliki kapasitas lapang efektif

sebesar 0,0452 ha/jam, efisiensi 65,2% dan konsumsi bahan bakar sebesar

20,8 liter/ha.

4. Pengolahan lahan dengan pola tengah memiliki kapasitas lapang efektif

sebesar 0,0425 ha/jam, efisiensi 61,02% dan konsumsi bahan bakar

sebesar 23,4 liter/ha. Pengolahan lahan dengan pola alfa memiliki

kapasitas lapang efektif sebesar 0,0262 ha/jam, efisiensi 36,26% dan

konsumsi bahan bakar sebesar 34,7 liter/ha.

5. Pola spiral merupakan pola yang paling baik untuk digunakan karena

memiliki kapasitas lapang dan efisiensi yang tinggi dan konsumsi bahan

(55)

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola pengolahan lahan

dengan metode penelitian yang berbeda.

2. Perlu dilakukan percobaan dengan petakan yang lebih luas agar hasil yang

diperoleh lebih akurat, dimana pada penelitian ini petakan sawah

(56)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.

Burton, L.D., 1997. Agriscience & Techonology. Delmal Publisher, New York.

Darun., 1990. Pengantar Mekanisasi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.

Darun., 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan.

Daywin, F.J., R.G. Sitompul dan M. Hidayat., 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta

Hardjosentono, M., Wajito., E. Rachlan., I.W. Badra dan R.D. Tarmana. 2000. Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Hardjowigeno, S dan L. Rayes. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia Publishing, Malang.

Hendriadi, A., K. Sulistiadji dan A. Prabowo. 2002. Analisis Sistem Dalam Pengembangan Alsintan Pengolahan Berbagai Jenis Tanah dalam http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_conte nt&view=article&id=158:analisa-sistem-dala-pengembangan-alsintan-pengolah –tanah-pada-berbagai-jenis-tanah-2002&catid=37:abstrak-litbang-mektan-2002&itemid=51 [20 Maret 2011]

Herbs, J.H. 1980. Farm Management Principles, Budget and Plans, Fifth Revised Edition. Stipes Publishing Company, Illnois.

Koelsch, R.K., 1978. To Save Fuel dalam http://www.wvu.edu/~exten/infores /pubs/ageng/pm18-3n.pdf

Noor, M., 1996. Padi Lahan Marginal. Penebar Swadaya, Jakarta.

Pudjosumartono, M., 1998. Evaluasi Proyek, Edisi Kedua. Fakultas Ekonomi Brawijaya, Malang.

Rizaldi, T., 2006. Mesin dan Peralatan. Departemen Teknologi Pertanian FP USU, Medan.

Purba, R. 1997. Analisa Biaya dan Manfaat. Rineka Cipta, Jakarta.

(57)

Shippen, J.M., C.R. Elin and C.H. Clover., 1980. Basic Farm Machinery. Pergamon Press, Potts Point.

Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Bogor.

Siregar , S.B., 2010. Kapasitas Lapang dalam http://saipulbahrisiregar.blogspot .com/ 2010/01/kapasitas-lapang.html [ 22Maret 2011].

Smith, H.P., dan L.H. Wilkes., 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani, Edisi Keenam. Terjemahan Tri Purwadi. UGM Press, Yogyakarta.

Sugeng, H.R., 1998. Bercocok Tanaman Padi. Aneka Ilmu, Semarang.

Rasyid, D., 1991. Peralatan Produksi Tradisional & Pengembangannya di Daerah Sulawesi Selatan. Depdikbud, Jakarta.

Reijntjes, C., B. Havekort dan W. Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan. Penerbit Kanisius,Yogyakarta.

Tas, P., 2008. Pengolahan dan Dinamika Tanah dalam http://teknoperta.wordpres s.com 2008/09/18/pengolahan-dan-dinamika-tanah-2/#more-703[22 Maret 2011].

Tas, P., 2008. Pengenalan Mesin dan Peralatan Pertanian dalam http://teknoperta. wordpress.com/2008/10/23/praktikum-mesin-pertanian-2/#more-706[22 Maret 2011].

Wartawan, A.L., 1997. Bahan Bakar Bensin Otomotif. Universitas Tri Sakti, Jakarta.

(58)

Lampiran 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Mulai

Mengukur luas lahan

(59)

Penggaruan Pola pengolahan: -Spiral -Tepi -Tengah -Alfa Waktu

penggaruan

Analisis data

Selesai

Gambar

Tabel 1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil Dalamnya pengolahan tanah (cm) Hasil (gram/rumpun)
Tabel 2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil Cara pengolahan tanah Penghasilan (kw/ha)
Tabel 3. Data hasil pengamatan pada berbagai pola pengolahan Pola pengolahan  Parameter
Gambar 1. Pengaruh pola pengolahan terhadap kapasitas lapang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dan hasil kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kombinasi kecepatan 1,4 m/s dan perlengkapan garu dengan metode balik rapat.. Kata kunci: Traktor, Metode balik rapat,

ddd. Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada saat menggunakan alat ini. Hal ini tidak dikarenakan kapasitas lapang yang lebih rendah

Memberi informasi bagi kelompok tani dalam usaha pengelolaan traktor yang optimum untuk pengolahan tanah sawah di Kabupaten

Adapun dalam perancangan program simulasi pengelolaan traktor ini, output yang keluar adalah laporan inventaris traktor dan lahan, laporan jumlah kebutuhan

Mengolah tanah perkebunan yang luas menggunakan traktor roda 4 dengan bajak piring (disk plow), perlu dilakukan pengujian traktor untuk mengetahui efisiensi kerja

Penelitian ini dilakukan untuk mendesain dan menguji performansi traksi roda traktor tangan menggunakan roda sirip lengkung untuk penggunaan pengolahan tanah di lahan kering..

Hasil penelitian diperoleh bahwa pada kedalaman pembajakan 10-20 cm dan kecepatan kerja 0,83-1,67 m/s untuk penyiapan lahan seluas 1 ha dengan pola bolak-balik rapat, kebutuhan

Kapasitas lapang teoritis yang didapat untuk pengolahan tanah pola tepi sebesar 1,5 ha/jam, sedangkan hasil dari kapasitas lapang teoritis untuk pengolahan tanah