• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Bogor

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berada di dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Barat, berlokasi di Jalan Paledang Nomor 2 Kotamadya Bogor. Lapas Paledang merupakan sebuah bangunan peninggalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1906 dengan luas bangunan 2257,097 m2 di atas tanah seluas 8186 m2. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

1. Timur : berbatasan dengan Jalan Paledang/Kantor PLN; 2. Utara : berbatasan dengan Jalan Kapten Muslihat/Pertokoan; 3. Selatan : berbatasan dengan perumahan dinas pegawai Lapas; 4. Barat : berbatasan dengan sungai Cipakancil.

Lembaga Pemasyarakatan diklasifikasikan dalam tiga kelas, yaitu : a. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I.

b. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A. c. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B.

Klasifikasi tersebut berdasarkan pada jumlah hunian, tempat dan kedudukan serta kegiatan kerja yang dapat dilaksanakan. Lapas Paledang mempunyai kapasitas hunian sebanyak 500 orang dan terletak di wilayah Kotamadya serta kegiatan kerja yang masih dilakukan dengan terbatas, maka Lapas Paledang diklasifikasikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA. Pelaksanaan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan di Lapas Paledang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sistem pemasyarakatan. Lapas Paledang selain melaksanakan fungsi perawatan, pembinaan maupun pembimbingan bagi warga binaan pemasyarakatan juga berfungsi sebagai Rumah

10

Tahanan Negara yang merawat dan melayani tahanan yang masih dalam proses peradilan. Rincian bangunan yang ada di Lapas Paledang adalah sebagai berikut :

1. Bangunan kantor :

Terdiri dari dua lantai dengan 22 ruangan yang berfungsi untuk kegiatan administrasi perkantoran.

2. Bangunan hunian yang terdiri dari :

a. Blok A terdiri dari 17 kamar, dua kamar khusus untuk sel isolasi, satu kamar khusus untuk kamar sakit, tiga kamar admisi dan orientasi dan sisanya kamar-kamar tahanan. Blok A diperuntukkan bagi para tahanan yang sedang menjalani proses hukum dan belum mendapatkan keputusan hukum yang tetap (proses banding atau kasasi), sedangkan Blok B,C dan D diperuntukkan bagi tahanan yang sudah mendapatkan kepastian hukum yang tetap dan statusnya menjadi narapidana.

b. Blok B terdiri dari enam kamar hunian

c. Blok C terdiri dari enam kamar, satu kamar diperuntukkan bagi tahanan dan narapidana wanita, dan satu kamar khusus untuk kamar sakit.

d. Blok D terdiri dari lima kamar hunian dan satu klinik perawatan. 3. Dua ruangan untuk kegiatan pembinaan dan keterampilan.

4. Empat buah pos menara penjagaan.

5. Lima buah kamar mandi besar terdiri dari empat buah kamar mandi bagi narapidana dan satu buah kamar mandi besar bagi tahanan.

6. Gedung serba guna (tempat pertemuan, tempat ibadah, lapangan bulu tangkis dan lain-lain).

Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor sampai dengan tanggal 25 Oktober 2013 adalah sebanyak 1.055 orang dengan rincian pada Tabel 2, dimana jumlah narapidana sebanyak 654 orang dan jumlah tahanan sebanyak 401 orang.

Tabel 2 Sebaran warga binaan berdasarkan klasifikasi golongan

No Golongan Jumlah (orang) 1 Golongan B I 539 2 Golongan B II A 90 3 Golongan B II B 5 4 Golongan B III 20 5 Seumur Hidup -6 Tahanan A I -7 Tahanan A II 93 8 Tahanan A III 290 9 Tahanan A IV 12 10 Tahanan A V 6 11 WNA -Jumlah 1.055

Tugas pokok Lapas Paledang adalah melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di bidang Pemasyarakatan. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut memerlukan sumber daya manusia selain jumlah yang memadai juga diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Rincian komposisi personalia dapat dilihat dalam tabel 3.

11

Tabel 3 Jumlah pegawai Lapas Paledang menurut unit kerja

Nomor Unit Kerja Jumlah (orang) 1. Ka.Lapas 1 2. Sub Bagian Tata Usaha 16 3. Seksi Binadik 35 4. Seksi Kegiatan Kerja 6 5. Seksi Administrasi Kamtib 4 6. Kesatuan Pengamanan Lapas 60

Jumlah 122

Selain gedung perkantoran, sarana dan fasilitas lain yang ada di Lapas Paledang adalah sebagai berikut :

1. Ruang Kunjungan

Ruangan kunjungan dipergunakan untuk tempat kunjungan keluarga tahanan/narapidana yang dipergunakan pada jam-jam kunjungan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak Lapas. Kegiatan ini dilakukan dengan ekstra pengamanan melalui pemantauan pengunjung, deteksi barang bawaan dan hal lainnya terkait dengan upaya pelaksanaan kegiatan kunjungan dapat terlaksana dengan kondusif dan terkendali.

2. Aula Serba Guna

Ruangan Aula dipergunakan untuk kegiatan sholat berjamaah, kegiatan pesantren, ruang olahraga dan ruang pembinaan kesenian. Selain itu terdapat sarana perpustakaan dan kegiatan program keaksaraan fungsional. Berbagai kegiatan atau pertemuan insidentil juga dilaksanakan di aula mengingat terbatasnya ruang yang tersedia di Lapas Paledang.

3. Aula Lantai 2

Ruangan Aula yang terletak di gedung perkantoran dipergunakan untuk ruang pertemuan dinas, kegiatan ibadah Kristiani serta berbagai kegiatan pembinaan yang dilaksanakan di dalam gedung.

4. Poliklinik

Lapas Paledang memiliki poliklinik dengan personil paramedis yang terdiri dari :

 Dokter Umum : 2 orang

 Perawat : 3 orang

 Staf : 2 orang

Sarana Poliklinik Lapas terdiri dari :

 Poli rawat jalan umum dan sarana farmasi, ruangan ini juga dipergunakan sebagai ruang kantor paramedis.

 Ruang rawat inap.  Laboratorium Dasar.

 Ruang VCT (Voluntary Conselling Test) 5. Perpustakaan

Perpustakaan Lapas Paledang yang berfungsi pula sebagai taman Bacaan Pustaka Muda merupakan program dalam menumbuhkan minat baca bagi para warga binaan dengan jumlah koleksi bacaan : 315 judul, jumlah buku sebanyak 1315 eksemplar dan berlangganan 2 surat kabar setiap hari yaitu Kompas dan Radar Bogor.

12

Lapas Paledang melaksanakan beberapa kegiatan pembinaan keterampilan kerja bagi warga binaan yaitu pembuatan tas, handy craft (mainan motor dari kertas), dan usaha cuci steam motor dan mobil yang dilaksanakan di areal parkir belakang Lapas.

7. Dapur Umum

Dapur umum Lapas Paledang dipergunakan untuk melayani konsumsi bagi warga binaan. Petugas dapur umum berjumlah dua orang, dibantu 18 warga binaan yang bertugas sebagai tamping dapur yang dibagi dalam dua jadwal yaitu bertugas setiap dua hari sekali. Penyajian makan bagi warga binaan diatur sebagai berikut :

 Pagi : pukul 06.00 – 06.45 WIB  Siang : pukul 10.00 – 11.00 WIB  Sore : pukul 14.00 – 15.00 WIB.

Karakteristik Sampel

Usia. Rata-rata usia sampel adalah 31.6±9.2 tahun. Kelompok usia sampel dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu <25 tahun sebanyak 22 orang (25.9%), 25-40 tahun sebanyak 49 orang (57.6%), dan >40 tahun sebanyak 14 orang (16.5%). Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sampel berada pada rentang umur 25-40 tahun.

Pendidikan. Tingkat pendidikan sampel pada usia <25 tahun sebesar 50% merupakan lulusan SMA/sederajat, sebesar 38.8% sampel pada usia 25-40 tahun merupakan lulusan SMP/sederajat, dan sebesar 35.7% sampel pada usia >40 tahun adalah lulusan SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Secara keseluruhan dapat dilihat tingkat pendidikan sampel umumnya sedang (SMP/sederajat dan SMA/sederajat) (Tabel 4). Menurut Sumarwan (2011) tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai cerminan keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pekerjaannya, yang memungkinkan seseorang memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap suatu hal.

Tabel 4 Sebaran sampel berdasarkan pendidikan dan usia

Pendidikan Usia (thn) <25 25-40 >40 Total n % n % n % n % SD/Sederajat 4 18.2 11 22.4 3 21.4 18 21.2 SMP/Sederajat 6 27.3 19 38.8 5 35.7 30 35.3 SMA/Sederajat 11 50.0 14 28.6 5 35.7 30 35.3 Sarjana/Pascasarjana 1 4.5 5 10.2 1 7.1 7 8.2 Total 22 100 49 100 14 100 85 100

Pekerjaan. Sebagian besar pekerjaan sampel sebelum masuk Lapas pada usia <25 tahun sebesar 40.9% dan usia 25-40 tahun sebesar 40.8% merupakan wiraswasta, sedangkan sampel pada usia >40 tahun sebesar 57.1% bekerja sebagai buruh. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pekerjaan sampel adalah wiraswasta (Tabel 5). Menurut Suhardjo (1989) jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan individu.

13

Tabel 5 Sebaran sampel berdasarkan pekerjaan dan usia

Pekerjaan Usia (thn) <25 25-40 >40 Total n % n % n % n % PNS/ABRI/POLRI 1 4.5 2 4.1 0 0.0 3 3.5 Pegawai swasta 2 9.1 7 14.3 1 7.1 10 11.8 Petani 0 0.0 0 0.0 1 7.1 1 1.2 Pedagang 2 9.1 5 10.2 1 7.1 8 9.4 Wiraswasta 9 40.9 20 40.8 1 7.1 30 35.3 Buruh 2 9.1 7 14.3 8 57.1 17 20.0 Lainnya 6 27.3 8 16.3 2 14.3 16 18.8 Total 22 100 49 100 14 100 85 100

Suku Bangsa. Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar suku sampel pada usia <25 tahun adalah sunda yaitu sebanyak 90.9%, dan sisanya sebanyak 9.1% merupakan suku betawi. Sebagian suku sampel pada usia 25-40 tahun adalah sunda yaitu sebanyak 73.5%, sebanyak 12.2% merupakan suku betawi. Sebagian besar suku sampel pada usia >40 tahun adalah sunda yaitu sebanyak 64.3%, sebanyak 21.4% merupakan suku betawi. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel merupakan suku sunda.

Tabel 6 Sebaran sampel berdasarkan suku bangsa dan usia

Suku Bangsa Usia (thn) <25 25-40 >40 Total n % n % n % n % Sunda 20 90.9 36 73.5 9 64.3 65 76.5 Jawa 0 0.0 5 10.2 1 7.1 6 7.1 Betawi 2 9.1 6 12.2 3 21.4 11 12.9 Dayak 0 0.0 2 4.1 0 0.0 2 2.4 Batak 0 0.0 0 0.0 1 7.1 1 1.2 Total 22 100 49 100 14 100 85 100

Kasus dan Lama Pidana. Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel yang dipidana selama 1-5 tahun dan 5-10 tahun merupakan kasus narkotika yaitu sebanyak 50.0% dan 70.5%. Sebagian besar sampel yang dipidana selama 10-15 tahun merupakan kasus pembunuhan dan penganiayaan, dan sebanyak 100% sampel yang dipidana ≥15 tahun merupakan kasus narkotika. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sebagian besar kasus sampel adalah narkotika. Berdasarkan hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI tahun 2011 diketahui bahwa angka prevalensi penyalahgunaan narkoba telah mencapai 2.2% dari total populasi penduduk (usia 10-60 tahun) atau sekitar 3.8-4.3 juta orang. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 0.2% dibandingkan tahun 2008 (2.0%) atau sekitar 3.3 juta orang (BNN 2013).

14

Tabel 7 Sebaran sampel berdasarkan kasus dan lama pidana

Kasus Lama pidana (thn) 1-5 5-10 10-15 ≥15 Total n % n % n % n % n % Perlindungan anak 6 17.6 7 15.9 1 16.7 0 0 14 16.5 Terhadap ketertiban 1 2.9 3 6.8 1 16.7 0 0 5 5.9 Narkotika 17 50.0 31 70.5 1 16.7 1 100 50 58.8 Pencurian 4 11.8 1 2.3 0 0 0 0 5 5.9 Asusila 3 8.8 2 4.5 0 0 0 0 5 5.9 Pembunuhan & penganiayaan 2 5.9 0 0 3 50 0 0 5 5.9 Penipuan 1 2.9 0 0 0 0 0 0 1 1.2 Total 34 100 44 100 6 100 1 100 85 100

Lama dibina. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel yang telah dibina selama 1.5-3.4 tahun dengan usia <25 tahun sebesar 54.5%, usia 25-40 tahun sebesar 59.2%, dan usia >25-40 tahun sebesar 71.4%. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel telah dibina selama 1.5-3.4 tahun. Menurut Mangunhardjana (1996) tujuan pembinaan adalah untuk menciptakan pribadi atau kelompok maupun masyarakat yang terampil dan bersikap mental positif. Hal tersebut memungkinkan terlaksananya rencana kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga terwujud masyarakat yang aktif dan dinamis.

Tabel 8 Sebaran sampel berdasarkan lama dibina dan usia

Lama dibina (thn) Usia (thn) <25 25-40 >40 Total n % n % n % n % <1.5 10 45.5 14 28.6 2 14.3 26 30.6 1.5-3.4 12 54.5 29 59.2 10 71.4 51 60.0 ≥3.5 0 0.0 6 12.2 2 14.3 8 9.4 Total 22 100 49 100 14 100 85 100

Status Gizi. Sebagian besar sampel pada usia <25 tahun memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 72.7%, sebagian besar sampel usia 25-40 tahun memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 71.4%, sebagian besar sampel usia >40 tahun memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 78.6%. Walaupun sebagian besar sampel dari ketiga kelompok umur memiliki status gizi normal (72.9%), tetapi masih ditemukan sampel dengan status gizi kurus, terutama kelompok usia <40 tahun (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran sampel berdasarkan status gizi dan usia

Status gizi Usia (thn) <25 25-40 >40 Total n % n % n % n % Kurus 5 22.7 8 16.3 0 0.0 13 15.3 Normal 16 72.7 35 71.4 11 78.6 62 72.9 Gizi Lebih 0 0.0 6 12.2 2 14.3 8 9.4 Obese 1 4.5 0 0.0 1 7.1 2 2.4 Total 22 100 49 100 14 100 85 100

15

Analisis Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang terdiri atas input dan proses dan output. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan Lapas Paledang dalam menyediakan makanan sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan narapidana. Penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan makanan institusional dikarenakan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini umumnya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga pemasyarakatan, sekolah, lembaga rehabilitasi, dan lain-lain (Moehyi 1992).

Input

Sumberdaya Manusia. Penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang berada di bawah naungan Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik dan dikepalai oleh seorang kepala bagian. Petugas yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan makanan ada empat orang, dimana satu orang penanggung jawab administrasi yang bertugas melakukan pencatatan di setiap tahapan penyelenggaraan makanan, satu orang bertanggung jawab terhadap organoleptik dan menu makanan yang disajikan, dan dua orang bertanggung jawab mengatur dan mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan makanan.

Pengolahan menu di Lapas Paledang dibantu oleh 18 orang narapidana yang termasuk dalam tamping dapur, dimana 2 orang adalah kepala koki. Tamping dapur tersebut dibagi ke dalam dua kelompok yang masing-masing terdiri dari sembilan orang (satu kepala koki dan delapan pengolah makanan). Setiap kelompok bertugas setiap dua hari sekali. Jumlah makanan yang diproduksi adalah 3170 porsi perhari dengan tenaga kerja perharinya adalah 11 orang (sembilan orang tamping dan dua orang petugas), artinya setiap orang harus memproduksi sekitar 289 porsi/harinya. Jumlah ideal untuk memproduksi makanan adalah 100 porsi/orang. Artinya jumlah tenaga kerja pengolahan makanan di Lapas Paledang masih kurang.

Peralatan. Peralatan merupakan salah satu hal yang penting dalam penyelenggaraan makanan. Ketersediaan dan kelayakan peralatan yang digunakan ikut menentukan proses pengolahan bahan baku serta kualitas makanan yang dihasilkan (Nurdiani 2011). Peralatan dalam penyelenggaraan makanan terdiri dari tiga kelompok yaitu alat-alat penyimpanan, alat pengolahan, dan alat penyajian. Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan bahan baku harus berbeda dengan peralatan yang digunakan untuk memasak dan untuk penyajian.

Peralatan yang dimiliki oleh Lapas Paledang masih kurang, terutama untuk tempat penyimpanan makanan yang sudah jadi. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan alat yang sama antara tempat bahan baku yang belum dimasak dengan tempat penyimpanan makanan yang sudah jadi. Selain itu, kelengkapan peralatan belum terdokumentasi dengan baik, serta masih banyaknya peralatan penyajian yang sudah rusak dan tidak layak pakai, namun masih tetap digunakan. Berikut ini disajikan tabel peralatan dapur yang dimiliki oleh Lapas Paledang (Tabel 10):

16

Tabel 10 Daftar peralatan dapur Lapas Paledang

Alat Penyimpanan Alat Pengolahan Alat Penyajian Lemari es, lemari kering,

kontainer plastik

Pisau, talenan, baskom, cobek, nampan, kompor, wajan, pengukus, panci, sodet, saringan minyak, centong, penanak nasi

Box penyajian atau ompreng, baskom, tempat nasi, alat pemorsi (cawan)

Ruangan Pengolahan. Ruang produksi makanan Lapas Paledang berada di bagian samping dekat hunian Blok A. Ruang produksi terdiri dari tiga bagian yaitu bagian-1 untuk penyimpanan beras, bagian-2 untuk proses pemasakan, penyajian dan tempat pencucian, serta bagian-3 untuk tempat penerimaan dan penyimpanan sementara bahan baku, tempat penyimpanan beberapa bahan kering, tempat persiapan bahan baku sebelum diolah. Ruang-1 memiliki luas 4x4 m2, ruang-2 memiliki luas 5x5 m2, dan ruang-3 memiliki luas 2x2 m2.

Luas dapur (dengan peralatan) adalah 5x5 m2 ditambah 2x2 m2, sehingga diperoleh luas keseluruhan 29 m2. Jumlah karyawan yang bekerja di dapur 11 orang, maka tiap pekerja mendapat luas ruangan 2.6 m2. Perkiraan luas untuk peralatan adalah 1 m2. Sehingga setiap pekerja hanya mendapat 1.6 m2. Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 luasan area pengolahan yang bebas dari peralatan yaitu sedikitnya 2 m2 untuk setiap orang bekerja. Artinya luasan ruang produksi makanan Lapas Paledang belum memenuhi persyaratan.

Ruang penyimpanan beras dilengkapi dengan alas papan yang berjarak 5 cm dari lantai dan 4 cm dari dinding. Ruang-2 tidak memiliki pemisah untuk membedakan setiap jenis aktivitas yang dilakukan. Tidak ada pembatas atau sekat untuk memisahkan tempat pemasakan dan tempat pencucian. Hal ini merupakan salah satu peluang terjadinya kontaminasi silang. Ruangan tersebut memiliki ventilasi dan pencahayaan yang sudah cukup baik, namun di bagian atap terdapat cerobong asap yang hanya ditutup kawat. Hal ini memungkinkan adanya sampah kering atau sumber kontaminan dapat jatuh ke makanan saat dimasak. Kondisi dinding dan atap setelah selesai proses produksi cukup baik dan bersih, namun kondisi lantai saat produksi sering kali basah karena berada dekat dengan tempat cuci, sehingga bisa menjadi peluang timbulnya bahaya seperti terpeleset saat bekerja.

Fasilitas pencucian peralatan hanya ada satu tempat di bagian sudut ruangan pemasakan. Proses pencucian menggunakan sabun pembersih biasa serta tidak ada proses sterilisasi, sedangkan sumber air bersih yang digunakan adalah air PAM. Di ruangan pengolahan tidak terdapat fasilitas untuk tempat pencuci tangan pekerja, sehingga para pekerja hanya mencuci tangan di tempat pencucian alat dan tanpa sabun cuci tangan. Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 ruang pengolahan harus dilengkapi tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat pencucian alat, artinya hal tersebut belum sesuai. Ruang-3 sudah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang sudah cukup baik. Kondisi lantai dan dinding cukup baik dan bersih, namun lantai masih terbuat dari semen, sehingga kotoran tidak mudah terlihat.

Bahan Baku. Kualitas bahan baku yang digunakan sangat menentukan kualitas masakan yang dihasilkan. Untuk memperoleh bahan baku yang baik harus

17

dilakukan pemilihan bahan baku pada saat pembelian ataupun selektif dalam menentukan tempat membeli bahan baku (Nurdiani 2011). Lapas Paledang selalu menggunakan bahan baku yang segar sehingga pembelian bahan baku dilakukan setiap hari. Bahan baku berupa bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabe dan bumbu lainnya dilakukan sehari sebelum pemasakan, kemudian langsung dibersihkan pada hari tersebut, setelah itu baru disimpan untuk digunakan pada hari berikutnya. Lapas Paledang bekerjasama dengan rekanan dalam melakukan pengadaan bahan baku.

Dana. Berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia RI dan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Lapas Paledang ditetapkan biaya makan seorang warga binaan per harinya adalah sebesar Rp. 8.000, yaitu untuk tiga kali makan besar dan dua kali selingan. Dana tersebut tidak termasuk untuk pembelian beras, karena beras didatangkan langsung dari Bulog (subsidi). Hasil analisis dari biaya produksi makanan perharinya pada 10 hari siklus menu berkisar antara Rp 4500 hingga Rp 9000 (Lampiran 4). Artinya dana tersebut sudah mencukupi biaya produksi makanan di Lapas Paledang.

Proses

Perencanaan Menu. Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu dengan gizi seimbang yang akan diolah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi narapidana dan tahanan (Depkes 2009). Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan yang ada di Lapas dalam kurun waktu tertentu. Menurut Mukrie (1990) untuk menghasilkan menu yang baik perlu diperhatikan variasi menu dan kombinasi hidangan untuk menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan makanan atau jenis masakan yang berulang. Penyusunan menu di Lapas Paledang mengacu kepada Keputusan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Depkumham. Siklus menu umumnya direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari (Yuliati dan Santoso 1995). Siklus menu yang digunakan oleh Lapas Paledang adalah siklus 10 hari sesuai dengan siklus menu yang telah ditentukan oleh Dirjen Pemasyarakatan. Nurdianti et al. (2012) menyatakan bahwa dalam tahap perencanaan penyelenggaraan makanan, perlu dilakukan perencanaan menu dan perencanaan anggaran agar menghasilkan output yang maksimal.

Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan. Pemesanan bahan makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Petugas dapur akan mencatat bahan makanan yang akan dipesan dan dilakukan melalui telepon. Pemesanan bahan yang dilakukan setiap hari yaitu pemesanan ikan, daging, telur, buah-buahan dan sayuran, serta bumbu. Sedangkan bahan kering seperti beras didatangkan langsung dari Bulog dengan periode waktu enam bulan sekali.

Penerimaan Bahan Makanan. Penerimaan dilakukan oleh petugas dapur dan didampingi oleh kepala koki. Petugas dapur dan kepala koki memeriksa bahan makanan yang datang untuk disesuaikan dengan pemesanan dan spesifikasi. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang akan dikembalikan dan diganti dengan yang lebih baik pada hari yang sama. Ada tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum pada faktur pembelian, mutu bahan

18

makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Yuliati dan Santoso 1995). Menurut Depkes RI (2003), seleksi bahan makanan yang masih segar dan yang sudah busuk atau tidak sesuai dengan spesifikasi pada saat memesan harus sudah dilakukan pada saat pembelian atau penerimaan bahan makanan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, seperti 1) makanan yang tidak dapat dimakan karena sudah kadaluarsa; 2) jika harus mengganti makanan, maka sering terjadi zat gizi dari bahan makanan pengganti tidak sesuai dengan bahan makanan yang diterima; 3) dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti diare, muntah-muntah, sakit kepala, dll. Menurut Kwon et al. (2012) penerimaan bahan makanan dalam penyelenggaraan makanan dilakukan untuk memastikan bahwa pangan diterima dalam keadaan segar dan aman sehingga bahan pangan dapat dipindahkan ke tempat yang tepat sesuai dengan karakteristik bahan pangan tersebut.

Pengolahan. Menurut Mukrie (1990), tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan. Pengolahan bahan makanan terdiri atas dua kegiatan yaitu persiapan dan pemasakan bahan makanan. Tujuan dari persiapan adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan (Mukrie 1990). Tahap ini perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat bahan pangan mengalami proses pengolahan (Hardinsyah & Briawan 1994). Proses memasak di Lapas Paledang dilakukan dua kali, yaitu jam 04.00 sampai jam 07.00 pagi merupakan proses pemasakan untuk makan pagi. Setelah itu pada jam 08.00 sampai jam 11.00 dilanjutkan dengan proses pemasakan untuk makan siang dan makan malam.

Proses persiapan dilakukan pada hari yang sama yaitu pagi hari, seperti persiapan sayur, sedangkan untuk persiapan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabe dan bumbu lainnya dilakukan satu hari sebelumnya. Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai.

Penyajian dan Distribusi. Penyajian makanan di Lapas Paledang dilakukan secara sentralisasi, yaitu makanan langsung dibagikan pada rantang makanan masing-masing konsumen atau dalam kotak makanan (Depkes 1991). Setelah proses pemasakan, makanan disajikan ke dalam tempat makan berupa box bersekat, sehingga antara makanan pokok, lauk dan sayur tidak tercampur. Makanan dibagikan dalam jumlah yang sama, karena Lapas Paledang memiliki standar porsi untuk masing-masing jenis pangan, kemudian didistribusikan ke sel masing-masing. Pendistribusian makanan dibagikan dalam tiga waktu yaitu waktu makan pagi, makan siang dan makan malam dan dilakukan oleh tamping dapur

Dokumen terkait