• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT

KESUKAAN DAN SISA KONSUMSI PANGAN NARAPIDANA

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PALEDANG BOGOR

HUMAIRA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Humaira

NIM I14114036

__________________________

(4)
(5)

ABSTRAK

HUMAIRA. Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penyelenggaraan makanan, tingkat kesukaan dan sisa konsumsi pangan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2013 terhadap 85 narapidana. Penyelenggaraan makanan terdiri atas input (sumber daya manusia, ruangan pengolahan, bahan baku dan dana), proses (perencanaaan menu, pemesanan dan pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan, pengolahan, penyajian dan distribusi, pencatatan dan pelaporan, sanitasi dan higiene), dan output (ketersediaan makanan). Proses penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang masih belum baik dan masih belum memenuhi ketentuan penyelenggaraan makanan. Tingkat kesukaan sampel terhadap menu yang disajikan di Lapas termasuk ke dalam kategori suka dan biasa. Sisa konsumsi pangan sampel berkisar antara 7.5% hingga 63.3%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik individu narapidana dengan tingkat kesukaan sampel (p > 0.05).

Kata kunci: Lembaga Pemasyarakatan, narapidana, penyelenggaraan makanan, sisa konsumsi pangan

ABSTRACT

HUMAIRA. Analysis of Food Service, Preference Level and Prisoner’s Residual of Food Consumption at Paledang Prison Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH

The purpose of this study was to analyze the food service, preference level and prisoner’s residual of food consumption at Paledang prison Bogor. The design of study was cross sectional, 85 sampel was collected in October 2013. The food service consist of inputs (human resources, space processing, raw materials and funds), the process (menus planning, ordering and purchasing of groceries, grocery receipted, processing, presentation and distribution, recording and reporting, sanitation and hygiene), and output (food availability). The food service at prison Paledang was not good enough and has not complied the standard. The menus of preference level of food consumption are presented belong like and neutral categorized. The residual of food consumption level ranged from 7-63%. Statistical test result showed no significant correlation between individual characteristics of the prisoners with the preference level of food consumption (p>0.05).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT

KESUKAAN DAN SISA KONSUMSI PANGAN NARAPIDANA

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PALEDANG BOGOR

HUMAIRA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor

Nama : Humaira NIM : I14114036

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Siti Madanijah MS Pembimbing

Diketahui

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dengan judul Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Siti Madanijah MS selaku dosen pembimbing, serta Dr Ir Ikeu Ekayanti MKes selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu terima kasih kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor yang telah memberikan izin untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga atas doa, pengertian dan dukungannya. Terima kasih juga untuk semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Tujuan Umum 2

Tujuan Khusus 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE PENELITIAN 5

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 5

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Bogor 9

Karakteristik Sampel 12

Analisis Penyelenggaraan Makanan 15

Input 15

Proses 17

Output 19

Tingkat Kesukaan 20

Hubungan antar Variabel 23

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

(14)

LAMPIRAN 26

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 7

2 Jumlah warga binaan berdasarkan klasifikasi golongan 10 3 Jumlah pegawai Lapas Paledang menurut unit kerja 11 4 Sebaran sampel berdasarkan pendidikan dan usia 12

5 Sebaran sampel berdasarkan pekerjaan dan usia 13

6 Sebaran sampel berdasarkan suku bangsa dan usia 13 7 Sebaran sampel berdasarkan kasus dan lama pidana 14 8 Sebaran sampel berdasarkan lama dibina dan usia 14 9 Sebaran sampel berdasarkan status gizi dan usia 14

10 Daftar peralatan dapur Lapas Paledang 16

11 Ketersediaan energi dan zat gizi menu yang disajikan 19 12 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu makan

pagi 21

13 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu makan

siang 21

14 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu makan

malam 21

15 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu selingan

pagi dan selingan sore 22

16 Deskripsi sisa makanan sampel 22

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penyelenggaraan makanan, tingkat kesukaan dan

sisa konsumsi pangan narapidana di Lapas 4

2 Skema alur penarikan sampel 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian Karakteristik Individu 27

2 Kuesioner Tingkat Kesukaan Sampel 28

3 Kuesioner Penimbangan Sisa Makanan 29

4 Analisis biaya pengolahan makanan Lapas Paledang 29 5 Susunan menu makan pagi, makan siang dan makan malam Lapas

Paledang 30

6 Susunan menu selingan pagi dan selingan sore Lapas Paledang 31 7 Hasil penilaian uji kelaikan fisik sanitasi dan higiene Lapas Paledang 32 8 Hasil statistik korelasi Pearson karakteristik individu dengan tingkat

kesukaan 35

9 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor 35

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemenuhan makanan merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azazi setiap orang termasuk narapidana yang sedang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Jadi, seseorang yang asupan makanannya kurang dan kebutuhan gizinya tidak terpenuhi akan mengalami gangguan kesehatan dan berisiko menderita berbagai penyakit yang terkait dengan kekurangan gizi. Makanan harus mangandung energi dan zat gizi seperti lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan fungsinya, serta harus baik dan aman untuk dikonsumsi (Marwati 2010).

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan (UU RI tahun 2005). Tujuan pembinaan tersebut adalah agar terciptanya manusia yang lebih baik dan lebih berdaya guna (Budiyono 2009). Pasal 14 UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengamanatkan bahwa narapidana berhak memperoleh hak-hak yang termuat dalam undang-undang tersebut termasuk hak dalam memperoleh pelayanan makanan yang layak. Penyelenggaraan makanan bagi narapidana dan tahanan Lapas merupakan salah satu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan gizi narapidana dan tahanan agar status gizinya baik, sehingga aktifitas sehari-hari baik jasmani dan rohani serta sosial juga dapat berjalan dengan baik (Depkes 2009).

Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Departemen Kehakiman melakukan studi mengenai menu makanan di beberapa Lapas, memberikan informasi bahwa konsumsi makanan yang disediakan di Lapas bagi warga binaan masih kurang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Hasil studi tentang kesehatan warga binaan di Lapas yang dilakukan Departemen Kesehatan dan Departemen Kehakiman pada tahun 1990, menunjukkan bahwa prevalensi penyakit avitaminosis dan kurang gizi mencapai 14.3%, anemia 8.2% dan prevalensi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi mencapai 40.9%.

Daya terima makanan dan tingkat konsumsi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan sebagai upaya mempertahankan status gizi narapidana. Daya terima seseorang terhadap makanan dapat dilihat dari jumlah makanan yang dikonsumsi. Analisis mengenai sisa makanan atau jumlah makanan yang tersisa merupakan metode yang digunakan untuk melihat daya terima makanan seseorang. Sisa makanan dapat diukur dengan menimbang berat makanan yang tidak dimakan oleh individu atau kelompok (Spears & Gregoire 2007).

(16)

2

pengadaan bahan baku, penyiapan, pemasakan, sanitasi selama proses penyelenggaraan makanan, penghidangan, sampai pendistribusian makanan kepada narapidana di Lapas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penyelenggaraan makanan, tingkat kesukaan serta melihat sisa konsumsi pangan narapidana di Lapas.

Lapas Paledang merupakan Lapas tertua di Bogor yang berdiri sejak tahun 1906 yang mempunyai kapasitas hunian sebanyak 500 orang. Selain melakukan fungsi pembinaan terhadap narapidana, Lapas Paledang juga merawat dan melayani tahanan yang masih dalam proses peradilan (tahanan titipan kejaksaan).

Perumusan Masalah

Penilaian terhadap berbagai kualitas hidangan makanan erat kaitannya dengan tingkat penerimaan seseorang (Mutmainnah 2008). Konsumsi pangan narapidana dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di Lapas. Ketersediaan makanan yang baik dan seimbang akan mempengaruhi asupan energi dan zat gizi narapidana. Pola Menu seimbang menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang adalah 3-8 porsi nasi, 3-5 porsi sayur-sayuran, serta masing-masing 2-3 porsi buah-buahan, lauk nabati, dan lauk hewani per harinya (Depkes 2005). Ketersediaan makanan di Lapas Paledang yaitu 10 porsi nasi dan umbi, 1.5 porsi lauk nabati, 1 porsi lauk hewani, 1 porsi sayur-sayuran, dan 1 porsi buah-buahan. Artinya, ketersediaan makanan di Lapas Paledang belum memenuhi pola konsumsi menu seimbang.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis penyelenggaraan makanan, tingkat kesukaan dan sisa konsumsi pangan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik individu narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor.

2. Menganalisis proses penyelenggaraan makanan di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor.

3. Menganalisis sanitasi dan higiene selama proses penyelenggaraan makanan di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor.

4. Menganalisis tingkat kesukaan konsumsi pangan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor.

5. Menganalisis sisa konsumsi pangan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor.

(17)

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang kegiatan penyelenggaraan makanan di institusi khususnya Lembaga Pemasyarakatan, tingkat kesukaan dan sisa konsumsi pangan pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang. Bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam usaha penyempurnaan kegiatan penyelenggaraan makanan bagi narapidana. Bagi masyarakat dan pembaca diharapkan dapat memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai proses penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan oleh institusi khususnya di Lembaga Pemasyarakatan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan yang direncanakan dengan baik akan menghasilkan suatu susunan hidangan atau menu yang bervariasi dalam siklus menu yang ditentukan. Variasi susunan hidangan ini akan mempengaruhi ketersedian makanan di Lapas. Ketersediaan makanan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan narapidana. Ketersediaan pangan yang baik dalam hal organoleptik, porsi yang seimbang serta beragamnya jenis pangan yang disajikan akan mempengaruhi daya terima konsumsi pangan narapidana. Pola Menu seimbang menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang adalah 3-8 porsi nasi, 3-5 porsi sayur-sayuran, serta masing-masing 2-3 porsi buah-buahan, lauk nabati, dan lauk hewani per hari (Depkes 2005).

(18)

4

Keterangan :

= variabel yang diteliti = hubungan yang dianalisis = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran penyelenggaraan makanan, tingkat kesukaan dan sisa konsumsi pangan narapidana di Lapas

(19)

5

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel faktor risiko dan variabel-variabel efek diobservasi sekaligus di waktu yang sama (Notoatmodjo 2005). Penelitian ini dilakukan di Lapas Paledang Bogor. Lokasi tersebut dipilih secara purposif. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah narapidana laki-laki di Lapas Paledang Bogor yang memenuhi kriteria inklusi yaitu narapidana yang telah dibina selama 1 tahun atau lebih dengan usia 18-65 tahun. Penarikan sampel dilakukan berdasarkan saran dari petugas Lapas.

Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al. 1992). Penggunaan rumus tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa peneliti hanya ingin melihat mekanisme penyelenggaraan makanan yang tidak didasarkan pada prevalensi terhadap aspek-aspek tertentu. Rumus perhitungan sampel minimal adalah sebagai berikut :

n =

1+� (�)2 Keterangan :

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi

d : Tingkat penyimpangan terhadap populasi (10%)

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel minimal adalah 85 orang. Alur penarikan sampel dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema alur penarikan sampel Jumlah narapidana Lembaga pemasyarakatan

= 1055 orang

Lolos kriteria inklusi = 506 orang

(20)

6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik sampel (usia, pendidikan, suku bangsa, kasus, lama pidana, dan lama dibina), tingkat kesukaan dan sisa makanan, dan data antropometri (berat badan dan tinggi badan). Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum Lapas Paledang Bogor. Data primer diperoleh melalui wawancara terstruktur dengan petugas dapur dan narapidana menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan melalui wawancara petugas dapur adalah mekanisme penyelenggaraan makan yang dilaksanakan di Lapas Paledang. Data sanitasi dan higiene selama proses pengolahan makanan dinilai menggunakan Form Uji Kelaikan Fisik Sanitasi dan Higiene Jasa Boga berdasarkan PERMENKES NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011. Penggunaan acuan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa Lapas merupakan industri jasa boga yang termasuk ke dalam golongan B (melayani masyarakat dalam kondisi tertentu). Data yang dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan narapidana meliputi karakteristik sampel (usia, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, kasus, lama dibina dan lama pidana), dan tingkat kesukaan sampel terhadap makanan.

(21)

7

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Jenis Data Variabel Cara pengambilan data Primer Karakteristik contoh

Penyelenggaraan makanan Wawancara dan pengamatan langsung

Sanitasi dan higiene Penilaian menggunakan Form Uji Kelaikan Fisik untuk

Sekunder Gambaran umum Lapas Data dari instansi terkait

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diperiksa agar informasi yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. Tahapan pengolahan data dimulai dari coding, entri, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan dan analisis data menggunakan perangkat program komputer Microsoft excel 2007 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows.

Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif meliputi :

(22)

8

ketertiban), Narkotika (narkotika dan psikotropika), Pencurian (pencurian, penggelapan dan perampokan), Asusila (pelecehan, pemerkosaan, dan kesusilaan), Pembunuhan dan penganiayaan, dan Penipuan.

b. Mekanisme penyelenggaraan makanan di Lapas meliputi input (sumber daya manusia, peralatan, ruang pengolahan, bahan baku, dan dana), dan proses (perencanaan menu, pemesanan dan pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan, pengolahan, sanitasi dan higiene selama pengolahan, penyajian dan distribusi dan pencatatan dan laporan), dan output (ketersediaan makanan).

c. Tingkat kesukaan sampel dan sisa makanan sampel. Data tingkat kesukaan sampel yang telah dikumpulkan kemudian dihitung nilai rata-rata dari kelima parameter untuk masing-masing jenis pangan. Persentase sisa untuk masing-masing jenis makanan dihitung menggunakan rumus :

% sisa makanan = makanan yang tersisa (gram)

ketersediaan (gram) x 100%

2. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat variabel hubungan yaitu menganalisa hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat kesukaan konsumsi pangan.

Definisi Operasional

Sampel adalah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor yang telah dibina minimal satu tahun.

Lembaga Pemasyarakatan adalah rumah tahanan negara atau tempat pelaksanaan pembinaan terpidana.

Narapidana adalah penghuni lembaga pemasyarakatan atau orang yang terpidana (yang telah divonis).

Tahanan adalah penghuni Lapas yang masih menunggu fonis (masih berstatus titipan kejaksaan).

Penyelenggaraan Makanan adalah proses-proses yang dilakukan dalam rangka menyediakan makanan di Lapas Paledang.

Perencanaan Menu adalah kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi narapidana di Lapas Paledang.

Pemesanan adalah penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu sesuai jumlah narapidana di Lapas Paledang.

Penerimaan Bahan Makanan adalah kegiatan menerima bahan pangan mentah yang telah dipesan sebelumnya oleh petugas dapur Lapas Paledang.

Persiapan Bahan Makanan adalah rangkaian kegiatan dalam penanganan bahan makanan sebelum diolah di Lembaga Pemasyarakatan Paledang.

Pengolahan Makanan adalah kegiatan pemasakan atau mengolah bahan baku mentah menjadi hidangan yang siap dikonsumsi.

(23)

9

Distribusi Makanan adalah kegiatan menyalurkan makanan dari bagian pengolahan ke narapidana di dalam sel yang dilakukan oleh petugas.

Monitoring Penyelenggaraan Makanan adalah kegiatan untuk mengikuti dan mengetahui perkembangan dan kemungkinan penyimpangan setiap proses kegiatan penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang yang dilakukan oleh petugas.

Sanitasi adalah upaya pengendalian kontaminasi selama proses penyelenggaraan makanan yang berasal dari orang yang mengolah makanan di Lapas Paledang.

Higiene adalah upaya pengendalian kontaminasi selama proses penyelenggaraan makanan yang berasal dari lingkungan sekitar tempat pengolahan makanan. Tingkat Kesukaan adalah derajat yang menunjukkan seberapa besar kesukaan

sampel terhadap makanan yang disajikan oleh Lapas Paledang. Sisa Makanan adalah makanan yang tidak dimakan oleh sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Bogor

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berada di dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Barat, berlokasi di Jalan Paledang Nomor 2 Kotamadya Bogor. Lapas Paledang merupakan sebuah bangunan peninggalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1906 dengan luas bangunan 2257,097 m2 di atas tanah seluas 8186 m2. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

1. Timur : berbatasan dengan Jalan Paledang/Kantor PLN; 2. Utara : berbatasan dengan Jalan Kapten Muslihat/Pertokoan; 3. Selatan : berbatasan dengan perumahan dinas pegawai Lapas; 4. Barat : berbatasan dengan sungai Cipakancil.

Lembaga Pemasyarakatan diklasifikasikan dalam tiga kelas, yaitu : a. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I.

b. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A. c. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B.

(24)

10

Tahanan Negara yang merawat dan melayani tahanan yang masih dalam proses peradilan. Rincian bangunan yang ada di Lapas Paledang adalah sebagai berikut :

1. Bangunan kantor :

Terdiri dari dua lantai dengan 22 ruangan yang berfungsi untuk kegiatan administrasi perkantoran.

2. Bangunan hunian yang terdiri dari :

a. Blok A terdiri dari 17 kamar, dua kamar khusus untuk sel isolasi, satu kamar khusus untuk kamar sakit, tiga kamar admisi dan orientasi dan sisanya kamar-kamar tahanan. Blok A diperuntukkan bagi para tahanan yang sedang menjalani proses hukum dan belum mendapatkan keputusan hukum yang tetap (proses banding atau kasasi), sedangkan Blok B,C dan D diperuntukkan bagi tahanan yang sudah mendapatkan kepastian hukum yang tetap dan statusnya menjadi narapidana.

b. Blok B terdiri dari enam kamar hunian

c. Blok C terdiri dari enam kamar, satu kamar diperuntukkan bagi tahanan dan narapidana wanita, dan satu kamar khusus untuk kamar sakit.

d. Blok D terdiri dari lima kamar hunian dan satu klinik perawatan. 3. Dua ruangan untuk kegiatan pembinaan dan keterampilan.

4. Empat buah pos menara penjagaan.

5. Lima buah kamar mandi besar terdiri dari empat buah kamar mandi bagi narapidana dan satu buah kamar mandi besar bagi tahanan.

6. Gedung serba guna (tempat pertemuan, tempat ibadah, lapangan bulu tangkis dan lain-lain).

Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor sampai dengan tanggal 25 Oktober 2013 adalah sebanyak 1.055 orang dengan rincian pada Tabel 2, dimana jumlah narapidana sebanyak 654 orang dan jumlah tahanan sebanyak 401 orang.

Tabel 2 Sebaran warga binaan berdasarkan klasifikasi golongan

No Golongan Jumlah (orang) 1 Golongan B I 539 2 Golongan B II A 90 3 Golongan B II B 5 4 Golongan B III 20 5 Seumur Hidup -6 Tahanan A I -7 Tahanan A II 93 8 Tahanan A III 290 9 Tahanan A IV 12 10 Tahanan A V 6

11 WNA

-Jumlah 1.055

(25)

11

Tabel 3 Jumlah pegawai Lapas Paledang menurut unit kerja

Nomor Unit Kerja Jumlah (orang) 1. Ka.Lapas 1 2. Sub Bagian Tata Usaha 16 3. Seksi Binadik 35 Paledang adalah sebagai berikut :

1. Ruang Kunjungan

Ruangan kunjungan dipergunakan untuk tempat kunjungan keluarga tahanan/narapidana yang dipergunakan pada jam-jam kunjungan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak Lapas. Kegiatan ini dilakukan dengan ekstra pengamanan melalui pemantauan pengunjung, deteksi barang bawaan dan hal lainnya terkait dengan upaya pelaksanaan kegiatan kunjungan dapat terlaksana dengan kondusif dan terkendali.

2. Aula Serba Guna

Ruangan Aula dipergunakan untuk kegiatan sholat berjamaah, kegiatan pesantren, ruang olahraga dan ruang pembinaan kesenian. Selain itu terdapat sarana perpustakaan dan kegiatan program keaksaraan fungsional. Berbagai kegiatan atau pertemuan insidentil juga dilaksanakan di aula mengingat terbatasnya ruang yang tersedia di Lapas Paledang.

3. Aula Lantai 2

Ruangan Aula yang terletak di gedung perkantoran dipergunakan untuk ruang pertemuan dinas, kegiatan ibadah Kristiani serta berbagai kegiatan pembinaan yang dilaksanakan di dalam gedung.

4. Poliklinik

Lapas Paledang memiliki poliklinik dengan personil paramedis yang terdiri dari :

 Dokter Umum : 2 orang

 Perawat : 3 orang

 Staf : 2 orang

Sarana Poliklinik Lapas terdiri dari :

 Poli rawat jalan umum dan sarana farmasi, ruangan ini juga dipergunakan sebagai ruang kantor paramedis.

 Ruang rawat inap.  Laboratorium Dasar.

 Ruang VCT (Voluntary Conselling Test) 5. Perpustakaan

Perpustakaan Lapas Paledang yang berfungsi pula sebagai taman Bacaan Pustaka Muda merupakan program dalam menumbuhkan minat baca bagi para warga binaan dengan jumlah koleksi bacaan : 315 judul, jumlah buku sebanyak 1315 eksemplar dan berlangganan 2 surat kabar setiap hari yaitu Kompas dan Radar Bogor.

(26)

12

Lapas Paledang melaksanakan beberapa kegiatan pembinaan keterampilan kerja bagi warga binaan yaitu pembuatan tas, handy craft (mainan motor dari kertas), dan usaha cuci steam motor dan mobil yang dilaksanakan di areal parkir belakang Lapas.

7. Dapur Umum

Dapur umum Lapas Paledang dipergunakan untuk melayani konsumsi bagi warga binaan. Petugas dapur umum berjumlah dua orang, dibantu 18 warga binaan yang bertugas sebagai tamping dapur yang dibagi dalam dua jadwal yaitu bertugas setiap dua hari sekali. Penyajian makan bagi warga binaan diatur sebagai berikut :

 Pagi : pukul 06.00 – 06.45 WIB  Siang : pukul 10.00 – 11.00 WIB  Sore : pukul 14.00 – 15.00 WIB.

Karakteristik Sampel

Usia. Rata-rata usia sampel adalah 31.6±9.2 tahun. Kelompok usia sampel dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu <25 tahun sebanyak 22 orang (25.9%), 25-40 tahun sebanyak 49 orang (57.6%), dan >40 tahun sebanyak 14 orang (16.5%). Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sampel berada pada rentang umur 25-40 tahun.

Pendidikan. Tingkat pendidikan sampel pada usia <25 tahun sebesar 50% merupakan lulusan SMA/sederajat, sebesar 38.8% sampel pada usia 25-40 tahun merupakan lulusan SMP/sederajat, dan sebesar 35.7% sampel pada usia >40 tahun adalah lulusan SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Secara keseluruhan dapat dilihat tingkat pendidikan sampel umumnya sedang (SMP/sederajat dan SMA/sederajat) (Tabel 4). Menurut Sumarwan (2011) tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai cerminan keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pekerjaannya, yang memungkinkan seseorang memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap suatu hal.

Tabel 4 Sebaran sampel berdasarkan pendidikan dan usia

Pendidikan

Usia (thn)

<25 25-40 >40 Total n % n % n % n % SD/Sederajat 4 18.2 11 22.4 3 21.4 18 21.2 SMP/Sederajat 6 27.3 19 38.8 5 35.7 30 35.3 SMA/Sederajat 11 50.0 14 28.6 5 35.7 30 35.3 Sarjana/Pascasarjana 1 4.5 5 10.2 1 7.1 7 8.2

Total 22 100 49 100 14 100 85 100

(27)

13

Tabel 5 Sebaran sampel berdasarkan pekerjaan dan usia

Pekerjaan

Usia (thn)

<25 25-40 >40 Total n % n % n % n % PNS/ABRI/POLRI 1 4.5 2 4.1 0 0.0 3 3.5 Pegawai swasta 2 9.1 7 14.3 1 7.1 10 11.8 Petani 0 0.0 0 0.0 1 7.1 1 1.2 Pedagang 2 9.1 5 10.2 1 7.1 8 9.4 Wiraswasta 9 40.9 20 40.8 1 7.1 30 35.3 Buruh 2 9.1 7 14.3 8 57.1 17 20.0 Lainnya 6 27.3 8 16.3 2 14.3 16 18.8 Total 22 100 49 100 14 100 85 100

Suku Bangsa. Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar suku sampel pada usia <25 tahun adalah sunda yaitu sebanyak 90.9%, dan sisanya sebanyak 9.1% merupakan suku betawi. Sebagian suku sampel pada usia 25-40 tahun adalah sunda yaitu sebanyak 73.5%, sebanyak 12.2% merupakan suku betawi. Sebagian besar suku sampel pada usia >40 tahun adalah sunda yaitu sebanyak 64.3%, sebanyak 21.4% merupakan suku betawi. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel merupakan suku sunda.

Tabel 6 Sebaran sampel berdasarkan suku bangsa dan usia

Suku Bangsa

Usia (thn)

<25 25-40 >40 Total n % n % n % n % Sunda 20 90.9 36 73.5 9 64.3 65 76.5 Jawa 0 0.0 5 10.2 1 7.1 6 7.1 Betawi 2 9.1 6 12.2 3 21.4 11 12.9 Dayak 0 0.0 2 4.1 0 0.0 2 2.4 Batak 0 0.0 0 0.0 1 7.1 1 1.2 Total 22 100 49 100 14 100 85 100

(28)

14

Tabel 7 Sebaran sampel berdasarkan kasus dan lama pidana

Kasus telah dibina selama 1.5-3.4 tahun dengan usia <25 tahun sebesar 54.5%, usia 25-40 tahun sebesar 59.2%, dan usia >25-40 tahun sebesar 71.4%. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel telah dibina selama 1.5-3.4 tahun. Menurut Mangunhardjana (1996) tujuan pembinaan adalah untuk menciptakan pribadi atau kelompok maupun masyarakat yang terampil dan bersikap mental positif. Hal tersebut memungkinkan terlaksananya rencana kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga terwujud masyarakat yang aktif dan dinamis.

Tabel 8 Sebaran sampel berdasarkan lama dibina dan usia

Lama dibina (thn) >40 tahun memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 78.6%. Walaupun sebagian besar sampel dari ketiga kelompok umur memiliki status gizi normal (72.9%), tetapi masih ditemukan sampel dengan status gizi kurus, terutama kelompok usia <40 tahun (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran sampel berdasarkan status gizi dan usia

(29)

15

Analisis Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang terdiri atas input dan proses dan output. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan Lapas Paledang dalam menyediakan makanan sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan narapidana. Penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan makanan institusional dikarenakan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini umumnya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga pemasyarakatan, sekolah, lembaga rehabilitasi, dan lain-lain (Moehyi 1992).

Input

Sumberdaya Manusia. Penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang berada di bawah naungan Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik dan dikepalai oleh seorang kepala bagian. Petugas yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan makanan ada empat orang, dimana satu orang penanggung jawab administrasi yang bertugas melakukan pencatatan di setiap tahapan penyelenggaraan makanan, satu orang bertanggung jawab terhadap organoleptik dan menu makanan yang disajikan, dan dua orang bertanggung jawab mengatur dan mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan makanan.

Pengolahan menu di Lapas Paledang dibantu oleh 18 orang narapidana yang termasuk dalam tamping dapur, dimana 2 orang adalah kepala koki. Tamping dapur tersebut dibagi ke dalam dua kelompok yang masing-masing terdiri dari sembilan orang (satu kepala koki dan delapan pengolah makanan). Setiap kelompok bertugas setiap dua hari sekali. Jumlah makanan yang diproduksi adalah 3170 porsi perhari dengan tenaga kerja perharinya adalah 11 orang (sembilan orang tamping dan dua orang petugas), artinya setiap orang harus memproduksi sekitar 289 porsi/harinya. Jumlah ideal untuk memproduksi makanan adalah 100 porsi/orang. Artinya jumlah tenaga kerja pengolahan makanan di Lapas Paledang masih kurang.

Peralatan. Peralatan merupakan salah satu hal yang penting dalam penyelenggaraan makanan. Ketersediaan dan kelayakan peralatan yang digunakan ikut menentukan proses pengolahan bahan baku serta kualitas makanan yang dihasilkan (Nurdiani 2011). Peralatan dalam penyelenggaraan makanan terdiri dari tiga kelompok yaitu alat-alat penyimpanan, alat pengolahan, dan alat penyajian. Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan bahan baku harus berbeda dengan peralatan yang digunakan untuk memasak dan untuk penyajian.

(30)

16

Tabel 10 Daftar peralatan dapur Lapas Paledang

Alat Penyimpanan Alat Pengolahan Alat Penyajian Lemari es, lemari kering,

Ruangan Pengolahan. Ruang produksi makanan Lapas Paledang berada di bagian samping dekat hunian Blok A. Ruang produksi terdiri dari tiga bagian yaitu bagian-1 untuk penyimpanan beras, bagian-2 untuk proses pemasakan, penyajian dan tempat pencucian, serta bagian-3 untuk tempat penerimaan dan penyimpanan sementara bahan baku, tempat penyimpanan beberapa bahan kering, tempat persiapan bahan baku sebelum diolah. Ruang-1 memiliki luas 4x4 m2, ruang-2 memiliki luas 5x5 m2, dan ruang-3 memiliki luas 2x2 m2.

Luas dapur (dengan peralatan) adalah 5x5 m2 ditambah 2x2 m2, sehingga diperoleh luas keseluruhan 29 m2. Jumlah karyawan yang bekerja di dapur 11 orang, maka tiap pekerja mendapat luas ruangan 2.6 m2. Perkiraan luas untuk peralatan adalah 1 m2. Sehingga setiap pekerja hanya mendapat 1.6 m2. Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 luasan area pengolahan yang bebas dari peralatan yaitu sedikitnya 2 m2 untuk setiap orang bekerja. Artinya luasan ruang produksi makanan Lapas Paledang belum memenuhi persyaratan.

Ruang penyimpanan beras dilengkapi dengan alas papan yang berjarak 5 cm dari lantai dan 4 cm dari dinding. Ruang-2 tidak memiliki pemisah untuk membedakan setiap jenis aktivitas yang dilakukan. Tidak ada pembatas atau sekat untuk memisahkan tempat pemasakan dan tempat pencucian. Hal ini merupakan salah satu peluang terjadinya kontaminasi silang. Ruangan tersebut memiliki ventilasi dan pencahayaan yang sudah cukup baik, namun di bagian atap terdapat cerobong asap yang hanya ditutup kawat. Hal ini memungkinkan adanya sampah kering atau sumber kontaminan dapat jatuh ke makanan saat dimasak. Kondisi dinding dan atap setelah selesai proses produksi cukup baik dan bersih, namun kondisi lantai saat produksi sering kali basah karena berada dekat dengan tempat cuci, sehingga bisa menjadi peluang timbulnya bahaya seperti terpeleset saat bekerja.

Fasilitas pencucian peralatan hanya ada satu tempat di bagian sudut ruangan pemasakan. Proses pencucian menggunakan sabun pembersih biasa serta tidak ada proses sterilisasi, sedangkan sumber air bersih yang digunakan adalah air PAM. Di ruangan pengolahan tidak terdapat fasilitas untuk tempat pencuci tangan pekerja, sehingga para pekerja hanya mencuci tangan di tempat pencucian alat dan tanpa sabun cuci tangan. Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 ruang pengolahan harus dilengkapi tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat pencucian alat, artinya hal tersebut belum sesuai. Ruang-3 sudah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang sudah cukup baik. Kondisi lantai dan dinding cukup baik dan bersih, namun lantai masih terbuat dari semen, sehingga kotoran tidak mudah terlihat.

(31)

17

dilakukan pemilihan bahan baku pada saat pembelian ataupun selektif dalam menentukan tempat membeli bahan baku (Nurdiani 2011). Lapas Paledang selalu menggunakan bahan baku yang segar sehingga pembelian bahan baku dilakukan setiap hari. Bahan baku berupa bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabe dan bumbu lainnya dilakukan sehari sebelum pemasakan, kemudian langsung dibersihkan pada hari tersebut, setelah itu baru disimpan untuk digunakan pada hari berikutnya. Lapas Paledang bekerjasama dengan rekanan dalam melakukan pengadaan bahan baku.

Dana. Berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia RI dan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Lapas Paledang ditetapkan biaya makan seorang warga binaan per harinya adalah sebesar Rp. 8.000, yaitu untuk tiga kali makan besar dan dua kali selingan. Dana tersebut tidak termasuk untuk pembelian beras, karena beras didatangkan langsung dari Bulog (subsidi). Hasil analisis dari biaya produksi makanan perharinya pada 10 hari siklus menu berkisar antara Rp 4500 hingga Rp 9000 (Lampiran 4). Artinya dana tersebut sudah mencukupi biaya produksi makanan di Lapas Paledang.

Proses

Perencanaan Menu. Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu dengan gizi seimbang yang akan diolah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi narapidana dan tahanan (Depkes 2009). Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan yang ada di Lapas dalam kurun waktu tertentu. Menurut Mukrie (1990) untuk menghasilkan menu yang baik perlu diperhatikan variasi menu dan kombinasi hidangan untuk menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan makanan atau jenis masakan yang berulang. Penyusunan menu di Lapas Paledang mengacu kepada Keputusan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Depkumham. Siklus menu umumnya direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari (Yuliati dan Santoso 1995). Siklus menu yang digunakan oleh Lapas Paledang adalah siklus 10 hari sesuai dengan siklus menu yang telah ditentukan oleh Dirjen Pemasyarakatan. Nurdianti et al. (2012) menyatakan bahwa dalam tahap perencanaan penyelenggaraan makanan, perlu dilakukan perencanaan menu dan perencanaan anggaran agar menghasilkan output yang maksimal.

Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan. Pemesanan bahan makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Petugas dapur akan mencatat bahan makanan yang akan dipesan dan dilakukan melalui telepon. Pemesanan bahan yang dilakukan setiap hari yaitu pemesanan ikan, daging, telur, buah-buahan dan sayuran, serta bumbu. Sedangkan bahan kering seperti beras didatangkan langsung dari Bulog dengan periode waktu enam bulan sekali.

(32)

18

makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Yuliati dan Santoso 1995). Menurut Depkes RI (2003), seleksi bahan makanan yang masih segar dan yang sudah busuk atau tidak sesuai dengan spesifikasi pada saat memesan harus sudah dilakukan pada saat pembelian atau penerimaan bahan makanan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, seperti 1) makanan yang tidak dapat dimakan karena sudah kadaluarsa; 2) jika harus mengganti makanan, maka sering terjadi zat gizi dari bahan makanan pengganti tidak sesuai dengan bahan makanan yang diterima; 3) dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti diare, muntah-muntah, sakit kepala, dll. Menurut Kwon et al. (2012) penerimaan bahan makanan dalam penyelenggaraan makanan dilakukan untuk memastikan bahwa pangan diterima dalam keadaan segar dan aman sehingga bahan pangan dapat dipindahkan ke tempat yang tepat sesuai dengan karakteristik bahan pangan tersebut.

Pengolahan. Menurut Mukrie (1990), tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan. Pengolahan bahan makanan terdiri atas dua kegiatan yaitu persiapan dan pemasakan bahan makanan. Tujuan dari persiapan adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan (Mukrie 1990). Tahap ini perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat bahan pangan mengalami proses pengolahan (Hardinsyah & Briawan 1994). Proses memasak di Lapas Paledang dilakukan dua kali, yaitu jam 04.00 sampai jam 07.00 pagi merupakan proses pemasakan untuk makan pagi. Setelah itu pada jam 08.00 sampai jam 11.00 dilanjutkan dengan proses pemasakan untuk makan siang dan makan malam.

Proses persiapan dilakukan pada hari yang sama yaitu pagi hari, seperti persiapan sayur, sedangkan untuk persiapan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabe dan bumbu lainnya dilakukan satu hari sebelumnya. Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai.

(33)

19

makan yang telah selesai dicuci untuk dikirimkan kembali ke dapur dan siap digunakan kembali untuk waktu makan berikutnya.

Pencatatan dan Pelaporan. Pencatatan dan pelaporan dimaksudkan sebagai alat perekam dan pemantau dari seluruh rangkaian proses penyelenggaraan makanan. Pencatatan dan pelaporan yang dilaksanakan di Lapas Paledang mencakup penerimaan bahan baku, pemakaian bahan, stok/sisa bahan yang belum terpakai. Pencatatan dilakukan setiap hari yang dilakukan secara berkala dan berjenjang. Menurut Moehyi (1992), pencatatan dan pelaporan yang berkaitan dengan penerimaan, penggunaan bahan dan peralatan harus terselenggara dengan tertib dan teratur untuk memungkinkan terselenggaranya pengawasan dengan baik.

Sanitasi dan Higiene. Sanitasi dan Higiene adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi (Depkes 2011). Sanitasi dan higiene dinilai menggunakan form uji Kelaikan Fisik Sanitasi dan Higiene jasa Boga berdasarkan PERMENKES Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 yang terdiri dari 12 kriteria yaitu 1) lokasi bangunan dan fasilitas, 2) pencahayaan, 3) penghawaan, 4) air bersih, 5) air kotor, 6) fasilitas cuci tangan dan toilet, 7) pembuangan sampah, 8) ruang pengolahan makanan, 9) karyawan, 10) makanan, 11) perlindungan makanan, dan 12) peralatan makan dan masak. Setelah dilakukan penilaian terhadap sanitasi dan higiene diperoleh skor 61. Total skor tersebut masih berada di bawah skor minimal untuk industri jasaboga golongan B yaitu 83 (Lampiran 5). Artinya secara umum sanitasi dan higiene Lapas Paledang belum memenuhi standar. Output

Ketersediaan Makanan. Ketersediaan makanan yang ada di Lapas akan berpengaruh terhadap konsumsi narapidana. Tabel 11 merupakan ketersediaan energi dan zat gizi dari kesepuluh siklus menu :

(34)

20

Tabel 11 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi dari siklus menu yang ada di Lapas Paledang. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rata-rata persentase tingkat kecukupan terhadap ketersediaan energi, protein, karbohidrat, dan vitamin A sudah baik (normal). Rata-rata persentase tingkat kecukupan terhadap ketersediaan lemak, kalsium, fosfor dan vitamin C masih defisit. Rata-rata persentase tingkat kecukupan terhadap ketersediaan zat besi termasuk ke dalam kategori lebih. Tingkat kecukupan energi dan protein dikatakan defisit jika < 90, normal 90–119% dan di atas angka kebutuhan jika lebih dari 120% (Depkes 1996).

Apabila dilihat dari ketersedian menu yang ada di Lapas Paledang, ketersediaan rata-rata perharinya adalah sekitar 10 penukar nasi dan umbi, 1 sampai 2 penukar lauk hewani, 1.5 sampai 3 penukar lauk nabati, 2.5 penukar sayur-sayuran, serta 1 penukar buah-buahan (Lampiran 6 dan 7). Jika dibandingkan dengan pola menu seimbang (PUGS), maka masih belum memenuhi, dimana nasi berlebih sekitar 2 penukar, lauk hewani kurang 1 penukar, sayur-sayuran kurang 0.5 penukar, serta buah-buahan yang masih kurang 2 penukar. Artinya apabila dilbandingkan dengan pola menu seimbang, menu yang ada di Lapas Paledang belum seimbang, meskipun kandungan energi dan proteinnya sudah mencukupi. Apabila dilihat dari menu yang disediakan dapat dilihat bahwa kurangnya variasi pengolahan makanan, sehingga menu yang disajikan hanya terpaku pada satu hidangan saja.

Tingkat Kesukaan

Tingkat kesukaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi seseorang (Munggaranti 2012). Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip, pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur, dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satunya uji hedonik. Makanan yang dilakukan uji kesukaan adalah tiga kali makan besar dan dua kali selingan. Makan besar dengan komponen lengkap terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur. Khusus makan siang ditambahkan buah. Berikut merupakan hasil uji kesukaan terhadap makanan yang disajikan oleh Lapas Paledang :

(35)

21

Tabel 12 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu makan pagi

Kategori Nasi Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur n % n % n % n % 1 Sangat tidak suka 3 3.5 3 3.5 3 3.5 3 3.5 2 Tidak suka 14 16.5 14 16.5 13 15.3 13 15.3 3 Biasa 30 35.3 30 35.3 31 36.5 31 36.5 4 Suka 37 43.5 37 43.5 37 43.5 37 43.5 5 Sangat suka 1 1.2 1 1.2 1 1.2 1 1.2

Jumlah 85 100 85 100 85 100 85 100

Secara umum dapat dilihat respon sampel terhadap menu makan siang yang disajikan termasuk ke dalam kategori suka dan biasa yaitu berkisar antara 34%-45% (Tabel 13).

Tabel 13 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu makan siang

Kategori Nasi Lauk Hewani Sayur Buah n % n % n % n % 1 Sangat tidak suka 3 3.5 3 3.5 3 3.5 3 3.5 2 Tidak suka 14 16.5 14 16.5 14 16.5 14 16.5 3 Biasa 29 34.1 30 35.3 29 34.1 29 34.1 4 Suka 38 44.7 37 43.5 38 44.7 38 44.7 5 Sangat suka 1 1.2 1 1.2 1 1.2 1 1.2

Jumlah 85 100 85 100 85 100 85 100

Tabel 14 menunjukkan respon sampel terhadap menu makan malam yang disajkan. Secara umum respon sampel terhadap menu makan malam yang disajikan termasuk ke dalam kategori suka dan biasa yaitu berkisar antara 33-45%. Tabel 14 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu makan

malam

Kategori Nasi Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur n % n % n % n % 1 Sangat tidak suka 3 3.5 3 3.5 3 3.5 3 3.5 2 Tidak suka 15 17.6 14 16.5 15 17.6 15 17.6 3 Biasa 27 31.8 30 35.3 28 32.9 28 32.9 4 Suka 39 45.9 37 43.5 38 44.7 38 44.7 5 Sangat suka 1 1.2 1 1.2 1 1.2 1 1.2

Jumlah 85 100 85 100 85 100 85 100

(36)

22

Tabel 15 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu selingan pagi dan selingan sore

Jumlah makanan yang tersisa merupakan metode yang digunakan untuk mengukur daya terima makanan. Sisa makanan dapat diukur dengan menimbang berat makanan yang tidak dimakan oleh individu atau kelompok (Spears & Gregoire 2007). Tabel 16 merupakan tabel sisa konsumsi pangan sampel.

Tabel 16 Deskripsi sisa makanan sampel

Menu Ketersediaan

Lauk Hewani 30 1 19 63.3 2 5 16.7 Sayur 38

1 11 28.9 2 5 13.2 3 8 21.1 Sel sore Singkong Rebus 80 1 14 17.5

Malam

Siang Sayur 37 1 15 40.5 Sel sore Singkong rebus 82 1 19 23.2 Malam Sayur 40

1 3 7.5 2 14 35 3 9 22.5

(37)

23

keseluruhan dapat dilihat bahwa sisa makanan sampel berkisar antara 7 hingga 63%. Sisa makanan pada menu hari ke-5 dan menu hari ke-6 dimungkinkan karena pada hari tersebut ada beberapa narapidana yang memperoleh makanan saat dibesuk ole keluarga, sehingga makanan yang disediakan oleh Lapas tidak habis atau bersisa.

Hubungan antar Variabel

Hubungan yang dianalisis adalah karakteristik sampel yang meliputi usia, pendidikan, IMT, suku bangsa, dan lama dibina dengan tingkat kesukaan konsumsi pangan sampel. Hasil uji korelasi Pearson analisis hubungan antar variabel menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu baik usia, pendidikan, IMT, suku, maupun lama dibina dengan tingkat kesukaan sampel dengan nilai p >0.05 (Lampiran 8). Hal tersebut dimungkinkan karena tidak ada pilihan lain bagi narapidana selain mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh Lapas. Sehingga apapun pendidikan narapidana, suku bangsa dan sudah berapa lama dibina tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan narapidana.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sampel dalam penelitian ini adalah narapidana (85 orang) yang berusia antara 18-65 tahun. Tingkat pendidikan sampel mayoritas adalah lulusan SMP/sederajat dan SMA/sederajat dan mayoritas pekerjaan sampel adalah wiraswasta (35.5%). Sebagian besar contoh adalah suku sunda, Sebagian besar sampel (58.8%) merupakan kasus narkotika dengan lama pidana 5-10 tahun, dimana sebanyak 60% sampel sudah dibina selama 1.5-3.4 tahun. Sebagian besar sampel (72.9%) memiliki status gizi normal.

Proses penyelenggaraan makanan di Lapas Paledang masih belum bisa dikatakan baik, karena masih banyak hal yang belum memenuhi standar terutama dalam hal input seperti peralatan yang masih belum memadai, peralatan yang sudah tidak layak pakai namun masih tetap digunakan, luas ruang pengolahan makanan yang belum memadai, lantai ruang pengolahan sering basah saat proses pengolahan makanan, tempat pencucian peralatan yang masih kurang, tidak adanya fasilitas pencuci tangan bagi pekerja, serta lantai masih terbuat dari semen dan berwarna gelap. Ketersediaan makanan di Lapas Paledang sudah cukup dalam hal energi dan protein, namun pola konsumsi menunya masih belum seimbang. Sanitasi dan higiene selama proses penyelenggaraan makanan masih tergolong kurang dan belum memenuhi standar kelaikan fisik jasaboga. Hal tersebut dilihat dari skor yang diperoleh dari hasil penilaian baru mencapai 61 poin dari 83 poin.

(38)

24

individu baik usia, pendidikan, IMT, suku, maupun lama dibina dengan tingkat kesukaan sampel. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p >0.05.

Saran

Perlu diperhatikan variasi dan pola konsumsi menu seimbang yang akan diberikan. Proses sanitasi dan higiene selama penyelenggaraan makanan masih kurang baik, hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan para tamping, serta kurangnya pengawasan dari petugas. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan mengenai sanitasi dan higiene yang baik dan benar selama proses penyelenggaraan makanan serta pelatihan mengenai cara pengolahan berbagai macam menu dari satu bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

BNN. 2013. Perkembangan Ancaman Bahaya Narkoba di Indonesia Tahun 2008-2013. Jakarta (ID): Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Budiyono. 2009. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk

melaksanakan pembinaan dan pelayanan terpidana mati sebelum dieksekusi. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Jurnal Dinamika Hukum, 9(3) September 2009.

Depkes RI.1991. Pedoman Pengelolaan Makanan bagi Pekerja. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Kesehatan Keluarga.

2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI.

2005. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

2009. Penyelenggaraan Makanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI.

2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga.Jakarta (ID): Depkes.

Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Departemen GMSK, FAPERTA IPB.

(39)

25

Mangunhardjana. 1996. Pembinaan, Arti dan Metodenya. Yogyakarta (ID): Kanisius

Marwati. 2010. Keamanan Pangan dan Penyelenggaraan Makanan. [http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Keamanan%20Pangan.pdf]

diakses pada 5 september 2013.

Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga, Jakarta (ID): Bharata.

Mukrie NA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta (ID): Akademi Gizi, Depkes RI.

Munggaranti Y. 2012. Analisis Tingkat Kesukaan dan Daya Terima Sarapan Sekolah terhadap Tingkat Kecukupan dan Status Gizi Siswa di SDN Kebon Kopi Bogor [Skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Mutmainnah. 2008. Daya Terima Makanan dan Tingkat Konsumsi Energi Protein Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit Dalam di Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi [Skripsi]. Bogor : Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka

Cipta

Nurdiani R. 2011. Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nurdianty, Radhiyah, Daetilan DM & Nawir N. 2012. Penyelenggaraan makanan dan tingkat kepuasan atlet di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia, 1(2), 91-96.

Perdigon GP. 1989. Foodservice Management in the Philippines. Diliman (ID): U.P. College of Home Economics.

Sevilla CG, Ochave JA, Punzalan TG, Regalla BP, &Uriarte GG. 1992. Research Methods. Quezon City (ID) : Rex Printing Company

Spears M dan Gregoire M. 2007. Foodservice Organization a Managerial and System Approach 6th Edition. New Jersey (ID): Pearson, Prentice Hall. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen (Teori dan Penerapannya dalam

Pemasaran). Jakarta (ID): PT Ghalia Indonesia.

Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta (ID): PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

(40)

26

(41)

27

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Karakteristik Individu KUESIONER DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KESUKAAN DAN SISA KONSUMSI PANGAN NARAPIDANA DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN PALEDANG BOGOR

Isilah dengan huruf kapital. Jawaban yang jujur sangat membantu untuk keberhasilan penelitian ini. Terima kasih atas partisipasi Anda.

Sheet 1: Cover

Nama Lengkap :

Usia :

Tempat/Tanggal lahir :

Jenis Kelamin : b): (0) Tidak sekolah; (1) SD/Sederajat; (2) SMP/Sederajat;

(3) SMA/Sederajat; (4) Diploma/Akademi; (5) Sarjana/Pascasarjana c): (0) Tidak Bekerja; (1) PNS/ABRI/POLRI; (2) Peagawai Swasta; (3) Petani; (4) Pedagang; (5) Wiraswasta; (6) Buruh;

(7) Lainnya, sebutkan…

d): (0) Diare; (1) demam; (2) flu; (3) maag; (4) gangguan pernafasan; (5) DBD; (6) Lainnya, sebutkan…

(42)

28

(43)

29

Lampiran 3 Kuesioner Penimbangan Sisa Makanan Waktu

Makan

Sisa (gram)

Nasi L. Hewani L. Nabati Sayur Buah Pagi

Selingan Pagi Siang

Selingan Siang Malam

Lampiran 4 Analisis biaya pengolahan makanan Lapas Paledang

Menu Ke- Jenis menu Perkiraan Biaya (Rp) 1 Lauk hewani, nabati, sayur, buah selingan, buah 7500

(44)

30

(45)

31

Lampiran 6 Susunan menu selingan pagi dan selingan sore Lapas Paledang

Hari Menu

Selingan Pagi Berat (g) Selingan Sore Berat (g) 1 Bubur kacang ijo 98,3 Singkong Rebus 93,7

2 Singkong rebus 83 - -

3 Bubur kacang ijo 100,7 Singkong Rebus 79,3

4 Singkong rebus 94 - -

5 Bubur kacang ijo 111 Singkong Rebus 80

6 Singkong rebus 82 - -

7 Bubur kacang ijo 90,3 Singkong Rebus 87

8 Singkong rebus 84,7 - -

9 Bubur kacang ijo 107,3 Singkong Rebus 97

(46)

32

Lampiran 7 Hasil penilaian uji kelaikan fisik sanitasi dan higiene Lapas Paledang

UJI KELAIKAN FISIK UNTUK HIGIENE SANITASI

MAKANAN JASABOGA

--- Nama Institusi : Lapas Paledang

Alamat Institusi : Jl. Paledang no 2 Tanggal penilaian : Oktober 2013

Nama Pemeriksa : Humaira

No Uraian Bobot X

LOKASI, BANGUNAN, FASILITAS

1

Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan berjarak sedikitnya 500 meter dari sarang lalat / tempat

pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran.

1 1

2

Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa.

1 1

3 Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak,

terpelihara dan mudah dibersihkan. 1 0

4 Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik,

terpelihara dan bebas dari debu (sarang laba-laba). 1 0 5 Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan

kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai 1 0 6

Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu dibuat menutup sendiri, membuka kedua arah dan dipasang alat penahan lalat dan bau. Pintu dapur membuka ke arah luar.

1 0

PENCAHAYAAN

7

Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc pada bidang kerja.

1 1

PENGHAWAAN

8

Ruang kerja maupun peralatan dilengkapi ventilasi yang baik sehingga terjadi sirkulasi udara dan

tidak pengap.

1 1

AIR BERSIH

9 Sumber air bersih aman, jumlah cukup dan bertekanan. 5 5 AIR KOTOR

10

Pembuangan air limbah dari dapur, kamar mandi, WC dan saluran air hujan lancar, baik dan tidak menggenang.

1 1

FASILITAS CUCI TANGAN DAN TOILET

11 Jumlah cukup, tersedia sabun, nyaman dipakai dan

mudah dibersihkan. 3 1

(47)

33

12

Tersedia tempat sampah yang cukup, bertutup, anti lalat, kecoa, tikus dan dilapisi kantong plastik yang selalu diangkat setiap kali penuh.

2 0

RUANG PENGOLAHAN MAKANAN

13

Tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja pada bangunan, dan terpisah dengan tempat tidur atau tempat mencuci pakaian.

1 1

14 Ruangan bersih dari barang yang tidak berguna (barang

tersebut disimpan rapi di gudang). 1 1

KARYAWAN

15

Semua karyawan yang bekerja bebas dari penyakit menular, seperti penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).

5 5

16 Tangan selalu dicuci bersih, kuku dipotong pendek,

bebas kosmetik dan perilaku yang higienis. 5 3 17 Pakaian kerja, dalam keadaan bersih, rambut pendek

dan tubuh bebas perhiasan. 1 0

MAKANAN

18 Sumber makanan, keutuhan dan tidak rusak. 5 5 19 Bahan makanan terolah dalam kemasan asli, terdaftar,

berlabel dan tidak kadaluwarsa. 1 1

PERLINDUNGAN MAKANAN

20

Penanganan makanan yang potensi berbahaya pada suhu, cara dan waktu yang memadai selama penyimpanan peracikan, persiapan penyajian dan pengangkutan makanan serta melunakkan makanan beku sebelum dimasak (thawing).

5 4

21 Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena

tidak ditutup atau disajikan ulang. 4 4

PERALATAN MAKAN DAN MASAK

22

Perlindungan terhadap peralatan makan dan masak dalam cara pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan pemeliharaannya.

2 1

23 Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai

ulang. 2 2

24

Proses pencucian melalui tahapan mulai dari pembersihan sisa makanan, perendaman,

26 Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan

peliharaan dan hewan pengganggu lainnya. 4 1

JUMLAH 65 49

KHUSUS GOLONGAN A.1

27 Ruang pengolahan makanan tidak dipakai sebagai

(48)

34

28 Tersedia 1 (satu) buah lemari es (kulkas) 4 1

JUMLAH 70 51

KHUSUS GOLONGAN A.2

29 Pengeluaran asap dapur dilengkapi dengan alat

pembuang asap. 1 1

30 Fasilitas pencucian dibuat dengan tiga bak pencuci. 2 1 31 Tersedia kamar ganti pakaian dan dilengkapi dengan

tempat penyimpanan pakaian (loker). 1 0

JUMLAH 74 53

KHUSUS GOLONGAN A.3

32 Saluran pembuangan limbah dapur dilengkapi dengan

penangkap lemak (grease trap). 1 0

33 Tempat memasak terpisah secara jelas dengan tempat

penyiapan makanan matang. 1 0

34 Lemari penyimpanan dingin dengan suhu -5°C

dilengkapi dengan termometer pengontrol. 4 0 35 Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan 3 3

JUMLAH 83 56

KHUSUS GOLONGAN B

36 Pertemuan sudut lantai dan dinding lengkung (konus). 1 0

37 Tersedia ruang belajar. 1 0

38 Alat pembuangan asap dilengkapi filter (penyaring) 1 1 39 Dilengkapi dengan saluran air panas untuk pencucian. 2 0 40 Lemari pendingin dapat mencapai suhu –10 °C. 4 4

JUMLAH 92 61

KHUSUS GOLONGAN C

41 Ventilasi dilengkapi dengan alat pengatur suhu. 1 -

42 Air kran bertekanan 15 psi. 2 -

43

Lemari penyimpanan dingin tersedia untuk tiap jenis bahan dengan suhu yang sesuai dengan suhu yang sesuai kebutuhan.

4 -

44 Rak pembawa makanan/alat dilengkapi dengan roda

penggerak. 1 -

JUMLAH 100 -

Nilai dari hasil penjumlahan uraian yang telah memenuhi syarat, menentukan terhadap dipenuhi tidaknya persyaratan secara keseluruhan, dengan ketentuan sebagai berikut :

(49)

35

Lampiran 8 Hasil statistik korelasi Pearson karakteristik individu dengan tingkat kesukaan

Korelasi Nasi Lk Hewani Lk Nabati Sayur Buah Bubur Singkong

Usia r .039 .026 .054 .026 .039 .048 .044

p .726 .813 .623 .813 .726 .661 .691

Pendidikan r -.059 -.055 -.056 -.055 -.059 -.048 -.079

p .591 .616 .610 .616 .591 .665 .470

IMT r .144 .127 .153 .127 .144 .144 .133

p .187 .248 .162 .148 .187 .188 .224

Suku r -.076 -.077 -.047 -.077 -.076 -.065 -.061

p .491 .485 .666 .485 .491 .556 .581

Lama Bina r .037 .008 .021 .008 .037 .007 -.013

p .738 .940 .852 .940 .738 .948 .903

Lampiran 9 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor

Dasar : KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN RI. Tanggal : 26 Februari 1985

Nomor : M.01-PR.07.03 Tahun 1985

K A L A P A S

KASUBBAG. TATA USAHA

KAUR PEG & KEU

KAUR UMUM

KASI BINADIK

KASI GIATJA

KASI ADM KAMTIB KASUBSI

REGISTRASI KASUBSI BIMPASWAT

KASUBSI BIMKER

KASUBSI SARKER

KASUBSI KAM KASUBSI LAP & TATIB KA. KPLP

(50)

36

Lampiran 10 Dokumentasi penelitian

Pengukuran tinggi badan Penimbangan berat badan

Wawancara terstruktur dengan contoh Foto bersama dengan tamping dapur

(51)

37

Proses Pengolahan

Proses Penyajian Makanan

(52)

38

(53)

39

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Talang Babungo, Solok, Sumatera Barat pada tanggal 02 Februari 1990 dari ayah Nadirlan Kiram (alm) dan ibu Ermi Enita. Penulis lulus dari SMAN 1 Hiliran Gumanti, Solok, Sumatera Barat pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis masuk Diploma IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di jurusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penyelenggaraan makanan, tingkat kesukaan dan
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 11 Ketersediaan energi dan zat gizi menu yang disajikan
Tabel 15 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kesukaan terhadap menu selingan pagi dan selingan sore

Referensi

Dokumen terkait