Profil Puskesmas Garuda
Puskesmas Garuda merupakan salah satu dari 20 puskesmas yang terletak di Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau. Wilayah Kerja Puskesmas Garuda seluas 18.53 km2 meliputi empat kelurahan yaitu Kelurahan Wonorejo, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Tangkerang Barat, dan Kelurahan Sidomulyo Timur. Terdapat empat puskesmas pembantu (Pustu) yakni di masing-masing kelurahan dan 53 posyandu (11 Madya, 36 Purnama dan 6 Mandiri) yang berkoordinasi dengan Puskesmas Garuda dalam membantu melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat. Wilayah kerja Puskesmas Garuda berbatasan dengan Kecamatan Sukajadi dari arah utara, Kelurahan Maharatu dari arah selatan, Kecamatan Tampan dari arah barat dan Kecamatan Bukit Raya dari arah timur. Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda adalah 97 593 jiwa yang terdiri dari 25 932 kepala keluarga. Proporsi terbesar adalah penduduk berusia antara 30-34 tahun yakni sebanyak 13 528 jiwa (10.6%). Kepadatan penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda adalah 5 267 orang/km2.
Tenaga pelaksana gizi yang tersedia pada Puskesmas Garuda diantaranya 1 orang SPAG dan 1 orang DIII Gizi. Tenaga kesehatan lainnya yakni 332 kader yang masih aktif. Praktik bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda berjumlah 30 bidan antara lain 26 bidan praktik swasta (BPS) dan 4 bidan praktik mandiri (BPM). Cakupan pelayanan kesehatan bayi pada tahun 2013 sebesar 87.3% dengan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif usia 0-6 bulan masih tergolong rendah yakni 32.3%. Cakupan KN 1 dan KN 3 yang dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas Garuda pada tahun 2013 yakni 84.3% dan 82.8%.
Pelaksanaan program gizi yakni suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif diperoleh berdasarkan Laporan Pencapaian Indikator Perbaikan Gizi Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda. Cakupan pemberian vitamin A ibu nifas bulan Juli 2014 sebanyak 159 orang dengan sasaran target pencapaian sebanyak 2313 orang tahun 2014, sehingga cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas bulan Juli 2014 sebesar 6.9%. Cakupan pemberian ASI eksklusif bayi 0-5 bulan (AE0-AE5) bulan Juli 2014 sebanyak 1072 bayi dengan sasaran target pencapaian sebanyak 1195 bayi 0-6 bulan tahun 2014, sehingga cakupan pemberian ASI eksklusif bulan Juli 2014 sebesar 89.7%. Bayi yang mendapat ASI eksklusif (AE5) pada Juli 2014 di wilayah kerja puskesmas sebanyak 156 bayi sehingga cakupan bayi ASI eksklusif pada Juli 2014 sebesar 13.1%.
Karakteristik Contoh Karakteristik Bidan
Bidan dalam penelitian ini merupakan tenaga kesehatan yang telah menyelesaikan pendidikan tenaga bidan dan melaksanakan tugas pelayanan kesehatan sesuai persyaratan yang berlaku serta berhadapan langsung dengan masyarakat lebih dari satu tahun di wilayah kerja puskesmas (Depkes 2004). Jenis pendidikan tenaga bidan di Indonesia dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan melalui politeknik tenaga kesehatan (Poltekes). Umumnya, petugas kesehatan
dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas kesehatan yang memiliki pengalaman kerja sedikit.
Tabel 1 menunjukkan sebagian besar contoh bidan berumur kurang 30 tahun (95.0%) dengan pendidikan D III Kebidanan (95.0%) dan memiliki masa kerja kurang 5 tahun (90.0%). Yatino (2005) menyatakan bidan yang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik berumur di bawah 30 tahun (79.6%) dengan pendidikan DI Kebidanan (59.2%) dan masa kerja kurang dari lima tahun memiliki kinerja yang kurang (4.2%). Penelitian lainnya (Widiastuti 2012) menyatakan sebagian besar bidan berumur 25-29 tahun (60.8%) dengan masa kerja 1-3 tahun (60.8%), pendidikan DIII kebidanan dan memiliki kinerja kurang (47.3%). Umur yang lebih muda diharapkan dapat membuat bidan memiliki kinerja bagus sehingga dapat menjadi bidan profesional dan terlatih. Sebaran karakteristik bidan disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Sebaran karakteristik bidan
Kategori n % Umur < 30 tahun 30-40 tahun > 40 tahun 19 0 1 95.0 0.0 5.0 Pendidikan D I Kebidanan D III Kebidanan D IV Kebidanan 0 19 1 0.0 95.0 0.0 Lama bekerja < 5 tahun 5-10 tahun > 5 tahun 18 1 1 90.0 5.0 5.0 Total 20 100.0
Karakteristik Ibu Nifas
Ibu nifas dalam penelitian ini merupakan ibu yang melahirkan dibantu oleh bidan di wilayah kerja puskesmas dalam rentang bersalin setelah 0-40 hari dan 0-6 bulan sebelum bulan Juli 2014 serta melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinannya kepada bidan tersebut. Umumnya umur ibu nifas dan melahirkan berada pada rentang 20-35 tahun. Umur wanita yang melahirkan lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya sehingga dapat meningkatkan penyulit kehamilan dan persalinan (Depkes 2005a). Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang umumnya berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang. Ibu yang berpendidikan rendah lebih banyak tinggal di rumah sehingga lebih banyak memiliki kesempatan untuk menyusui (Depkes 2000).
Tabel 2 menunjukkan sebagian besar contoh ibu nifas berumur antara 20-35 tahun (90.6%) dengan pendidikan tamatan SMA (58.5%) dan tidak bekerja (79.3%). Penelitian Widiyanto (2012) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah akan mempengaruhi pengambilan keputusan ibu dalam pemberian ASI kepada bayinya. Ibu yang bekerja cenderung tidak memberikan ASI eksklusif diakibatkan singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan (Prasetyono 2009). Ibu yang tidak bekerja cenderung dapat memberikan ASI eksklusif karena memiliki waktu yang
12
cukup untuk menyusui bayinya (Widagdo 2000). Sebaran karakteristik ibu nifas disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 Sebaran karakteristik ibu nifas
Kategori n % Umur < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun 0 48 5 0.0 90.6 9.4 Pendidikan Tamatan SD Tamatan SMP/sederajat Tamatan SMA/sederajat Tamatan PT/sederajat 4 9 31 9 7.7 16.9 58.5 16.9 Lama bekerja Tidak bekerja Bekerja 42 11 79.3 20.7 Total 53 100.0 Pengetahuan Gizi Pengetahuan Bidan
Pengetahuan gizi bidan dalam penelitian ini merupakan informasi tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif yang dimiliki oleh bidan dalam mendukung pemberian suplemen vitamin A serta praktik pemberian ASI eksklusif yang diperoleh melalui pertanyaan dalam kuisioner penelitian. Terdapat 10 pertanyaan dalam kuisioner dan dinilai jawaban masing-masingnya. Tabel 3 menunjukkan sebagian besar contoh bidan (>50%) dapat menjawab benar 7 pertanyaan terkait suplementasi vitamin A. Hanya sebagian kecil contoh bidan yang dapat menjawab benar pertanyaan tentang sumber pangan vitamin A (5.0%) dan cakupan suplementasi vitamin A (40.0%). Separuh dari contoh bidan dapat menjawab benar pertanyaan tentang jumlah dan dosis vitamin A yang sebaiknya diterima ibu nifas (50.0%). Pengetahuan gizi contoh bidan dikategorikan sedang (60.0%) terkait suplementasi vitamin A.
Penelitian Dewi (2010) menyatakan bahwa separuh contoh memiliki pengetahuan rendah (50.0%) dan sikap yang tidak mendukung (62.9%) terhadap pemberian kapsul vitamin A ibu nifas. Tenaga kesehatan khususnya bidan sebaiknya memiliki pengetahuan yang baik tentang suplementasi vitamin A. Pengetahuan tersebut antara lain manfaat vitamin A dan manfaat pemberian kapsul vitamin A bagi ibu nifas. Kurangnya pengetahuan penolong persalinan (bidan) kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pelatihan tentang prosedur pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas dari Dinas Kesehatan setempat, sehingga penolong persalinan tidak memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan (Naibaho 2011).
Palutturi (2009) menyatakan bahwa bidan dengan pengetahuan cukup memiliki kinerja yang baik (84.0%). Tenaga kesehatan yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru yang berkaitan dengan kapsul vitamin A untuk ibu nifas sehingga partisipasinya dalam memberikan suplemen vitamin A kepada ibu nifas lebih baik
(Notoatmodjo 2010). Sebaran pengetahuan bidan terkait suplementasi vitamin A disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 Sebaran bidan berdasarkan pengetahuan terkait suplementasi vitamin A menurut jawaban benar
No Pertanyaan n %
1 Pengertian vitamin A 15 75.0
2 Manfaat vitamin A 14 70.0
3 Sumber pangan vitamin A 1 5.0
4 Pemberian kapsul vitamin A 14 70.0
5 Manfaat vitamin A bagi ibu nifas 13 65.0
6 Kapan sebaiknya ibu nifas diberi vitamin A 15 75.0 7 Akibat yang ditimbulkan jika ibu nifas tidak mendapat vitamin A 17 85.0 8 Jumlah dan dosis kapsul vitamin A yang sebaiknya diterima oleh
ibu nifas 10 50.0
9 Cakupan suplementasi vitamin A 8 40.0
10 Siapa yang sebaiknya memberi vitamin A kepada ibu nifas 20 100.0 Tabel 4 menunjukkan sebagian besar contoh bidan (>50%) dapat menjawab benar 9 pertanyaan terkait ASI eksklusif. Sebagian kecil contoh bidan tidak dapat menjawab benar pertanyaan tentang peraturan pemerintah pada ASI eksklusif 0-6 bulan (35.0%). Pengetahuan gizi contoh bidan dikategorikan baik (95.0%) terkait ASI eksklusif. Penelitian Yani (2009) menyatakan bahwa sebagian besar petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif, namun tidak memberikan dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Pengetahuan tenaga kesehatan khususnya bidan terkait ASI eksklusif sebaiknya lebih baik daripada tenaga kesehatan lainnya (dukun bayi). Bidan sebaiknya dapat memberikan pendidikan dan dukungan kepada ibu selama masa hamil, melahirkan dan menyusui untuk meningkatkan kesehatan masyarakat (Neil 2012). Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan setempat perlu memperhatikan dan meningkatkan motivasi tenaga kesehatan terutama bidan untuk mendukung program ASI eksklusif. Sebaran pengetahuan bidan terkait ASI eksklusif disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4 Sebaran bidan berdasarkan pengetahuan terkait ASI eksklusif menurut jawaban benar
No Pertanyaan N %
1 Pengertian inisiasi menyusui dini (IMD) 15 75.0
2 Cairan ASI yang pertama keluar 20 100.0
3 Berapa jam ASI pertama diberikan setelah melahirkan 20 100.0
4 Pengertian ASI eksklusif 20 100.0
5 Manfaat ASI bagi bayi 18 90.0
6 Berapa sering ASI diberikan kepada bayi dalam sehari 20 100.0 7 Berapa lama ASI saja diberikan kepada bayi 18 90.0 8 Kapan ASI sebaiknya diberikan kepada bayi 20 100.0 9 Setiap berapa lama ASI diberikan kepada bayi 19 95.0 10 Peraturan pemerintah pada ASI eksklusif 0-6 bulan 7 35.0
Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan gizi bidan terkait ASI eksklusif lebih baik daripada pengetahuan terkait suplementasi vitamin A.
14
Pengetahuan Ibu Nifas
Pengetahuan gizi ibu nifas dalam penelitian ini merupakan informasi tentang suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif yang dimiliki oleh ibu nifas serta yang didapat melalui konseling/penyuluhan dari bidan, dalam pemberian suplemen vitamin A dan praktik ASI eksklusif yang diperoleh melalui pertanyaan dalam kuisioner penelitian. Terdapat 10 pertanyaan dalam kuisioner dan dinilai jawaban masing-masingnya. Tabel 5 menunjukkan sebagian besar contoh ibu nifas (>50%) tidak dapat menjawab benar 9 pertanyaan terkait suplementasi vitamin A. Sebagian besar contoh hanya dapat menjawab benar pertanyaan tentang siapa yang sebaiknya memberi vitamin A kepada ibu nifas (83.0%). Pengetahuan gizi contoh ibu nifas dikategorikan kurang (49.1%) terkait suplementasi vitamin A.
Penelitian Naibaho (2011) menyatakan bahwa sebagian kecil ibu yang mengetahui tentang pemberian dan manfaat pemberian kapsul vitamin A ibu nifas. Salah satu faktor yang memungkinkan kurangnya pengetahuan ibu nifas pada suplementasi vitamin A adalah kurangnya informasi tentang vitamin A, manfaat vitamin A dan manfaat pemberian kapsul vitamin A yang diperolehnya dari penolong persalinan (bidan) sehingga respon ibu tentang pentingnya vitamin A selama masa nifas dan perilaku untuk mengonsumsi vitamin A rendah. Penelitian lainnya menyatakan bahwa sebagian besar ibu nifas tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang suplementasi vitamin A sehingga tidak memperoleh kapsul vitamin A selama masa nifasnya (Endang 2003).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu nifas tentang suplementasi vitamin A yakni melalui promosi/penyuluhan gizi berkaitan dengan sumber makanan yang mengandung vitamin A, meningkatkan asupan vitamin A, memperkenalkan makanan yang mengandung vitamin A seperti makanan yang difortifikasi vitamin A serta melaksanakan program suplementasi vitamin A untuk ibu nifas (IVACG 2002). Sebaran pengetahuan ibu nifas terkait suplementasi vitamin A disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5 Sebaran ibu nifas berdasarkan pengetahuan terkait suplementasi vitamin A menurut jawaban benar
No Pertanyaan n %
1 Pengertian vitamin A 25 47.2
2 Manfaat vitamin A 26 49.1
3 Sumber pangan vitamin A 12 22.6
4 Pemberian kapsul vitamin A 15 28.3
5 Manfaat vitamin A bagi ibu nifas 23 43.4
6 Kapan sebaiknya ibu nifas diberi vitamin A 23 43.4 7 Akibat yang ditimbulkan jika ibu nifas tidak mendapat vitamin A 23 43.4 8 Jumlah dan dosis vitamin A yang diterima oleh ibu nifas 8 15.1
9 Cakupan suplementasi vitamin A 10 18.9
10 Siapa yang sebaiknya memberi vitamin A kepada ibu nifas 44 83.0 Contoh ibu nifas yang mendapatkan suplemen vitamin A menyatakan bahwa bidan hanya menyampaikan nama, jumlah dan dosis obat atau suplemen yang diberikan setelah melahirkan, kemudian membawanya pulang. Penjelasan tentang obat atau suplemen yang diberikan tersebut juga tidak disampaikan kepada keluarga yang mendampingi setelah melahirkan seperti suami, ibu atau saudara. Pengetahuan tenaga kesehatan umumnya masih berada pada tingkatan memahami,
yang diartikan bahwa contoh bidan hanya mampu menjelaskan/melakukan pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas dan manfaatnya tetapi belum dalam hal penerapannya (Notoatmodjo 2003).
Tabel 6 menunjukkan sebagian besar contoh ibu nifas (>50%) tidak dapat menjawab benar 9 pertanyaan terkait ASI eksklusif. Sebagian kecil contoh ibu nifas hanya dapat menjawab benar pertanyaan tentang pengertian inisiasi menyusui dini (71.7%). Pengetahuan gizi contoh ibu nifas dikategorikan baik (66.0%) terkait ASI eksklusif. Penelitian Yani (2009) menyatakan bahwa sebagian besar ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya dikarenakan pengetahuan ibu yang rendah tentang ASI eksklusif. Penelitian lain terkait ASI eksklusif menyatakan bahwa sebagian besar ibu menerima penjelasan tentang ASI eksklusif selama masa hamil (Hermina 2010). Informasi tentang manfaat ASI eksklusif dan cara memberikannya yang benar diperoleh melalui penyuluhan dari tenaga kesehatan khususnya bidan, keluarga, maupun media lainnya.
Banyaknya kegiatan sosialisasi/penyuluhan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu (Hermina 2010). Penelitian Andreani (2013) menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan tentang ASI eksklusif yang tinggi cenderung memiliki sikap yang positif pada praktik pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang diperoleh ibu dari pendidikan informal berupa penyuluhan dapat memberikan perubahan perilaku positif dalam pelaksanaan praktik ASI eksklusif (Notoatmodjo 2010). Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya antara lain pengetahuan, persepsi negatif ibu tentang menyusui, kondisi kesehatan, tradisi dan adanya dukungan dari lingkungan (Pertiwi 2012). Sebaran pengetahuan ibu nifas terkait ASI eksklusif disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 6 Sebaran ibu nifas berdasarkan pengetahuan terkait ASI eksklusif menurut jawaban benar
No Pertanyaan n %
1 Pengertian inisiasi menyusui dini (IMD) 38 71.7
2 Cairan ASI yang pertama keluar 10 18.9
3 Berapa jam ASI pertama diberikan setelah melahirkan 14 26.4
4 Pengertian ASI eksklusif 18 34.0
5 Manfaat ASI bagi bayi 9 17.0
6 Berapa sering ASI diberikan kepada bayi dalam sehari 13 24.5 7 Berapa lama ASI saja diberikan kepada bayi 12 22.6 8 Kapan ASI sebaiknya diberikan kepada bayi 18 34.0 9 Setiap berapa lama ASI diberikan kepada bayi 19 35.8 10 Siapa yang sebaiknya memberi penjelasan tentang ASI eksklusif 18 34.0
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa pengetahuan ibu terkait suplementasi vitamin A dan ASI eksklusif masih kurang. Contoh ibu pada penelitian menyatakan bahwa penjelasan tentang ASI eksklusif dan MP-ASI telah diperolehnya dari bidan yang memeriksakan kehamilan mereka. Namun, beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku menyusui ibu antara lain kurangnya dukungan dari keluarga dan kondisi kesehatan yang lemah saat hari-hari pertama menyusui. Sehingga, ibu telah memberikan minuman seperti air putih dan susu formula kepada bayinya. Sebagian besar ibu memiliki pengetahuan tentang inisiasi menyusui dini yang sedang, namun masih memberikan prelakteal kepada bayi di hari pertama
16
kehidupannya. Berdasarkan penelitian Nugraheni (2011), ibu yang memiliki pengetahuan inisiasi menyusui dini sedang cenderung tidak melakukan inisiasi menyusui dini dan telah memberikan air putih kepada bayinya serta melakukannya dikarenakan ASI tidak keluar.
Peran Bidan
Peran bidan sangat diperlukan dalam melakukan perubahan penerapan gizi dan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Salah satunya dalam pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas serta pemberian penyuluhan tentang pentingnya mengonsumsi kapsul vitamin A bagi ibu nifas (Notoatmodjo 2003). Menurut Depkes (2004), bidan memiliki tugas pokok diantaranya memberikan pertolongan persalinan, kunjungan rumah, perawatan nifas dan perinatal, serta memberikan pelayanan keluarga berencana. Selain tugas pokok, bidan juga diberi wewenang melaksanakan tugas diantaranya: 1) memberi penyuluhan tentang kehamilan, persalinan, nifas, menyusui, perawatan bayi, dan gizi; 2) melaksanakan pembinaan dan bimbingan tenaga kesehatan lain dalam pelayanan kebidanan; 3) melayani kasus penyulit kehamilan dan persalinan ibu; 4) melayani bayi dan anak pra sekolah seperti imunisasi dan tumbuh kembang anak; 5) memberikan obat-obatan dalam bidang kebidanan; serta 6) melaksanakan pemantauan, penilaian kegiatan berkala ibu hamil dan melaporkan kegiatan gizi.
Bidan memiliki fungsi lainnya yakni pembinaan dan bimbingan kader, posyandu, dan dasa wisma yang ada di wilayah kerjanya serta membina kerja sama lintas program dan lintas sektor termasuk dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Bidan juga berperan memberikan rujukan medis maupun kesehatan ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnnya yang lebih tinggi serta mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi/kasus penyakit lainnya serta berusaha mengatasinya sesuai kemampuan (Depkes 2004).
Pelaksanaan tugas dalam kegiatan program gizi yang dilakukan oleh pelaksana gizi menurut Depkes (2005b) meliputi: 1) merencanakan kegiatan gizi yang dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas bersama kepala puskesmas dan bidan lainnya; 2) melaksanakan kegiatan pelatihan gizi; 3) melaksanakan kegiatan gizi dalam rangka memperbaiki status gizi masyarakat yakni penyuluhan gizi masyarakat, usaha perbaikan gizi keluarga dan institusi serta sistem kewaspadaan pangan dan gizi; 4) melaksanakan koordinasi kegiatan gizi; 5) melaksanakan pemantauan dan penilaian gizi di wilayah kerja puskesmas; 6) melaksanakan bimbingan teknis dan pembinaan kepada kader; serta 7) melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
Program Suplementasi Vitamin A
Masalah penanggulangan kurang vitamin A (KVA) saat ini tidak hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi berkaitan dengan upaya mendorong pertumbuhan dan kesehatan anak serta ibu nifas guna menunjang upaya penurunan angka kesakitan dan kematian anak serta ibu nifas. Upaya pemanfaatan sumber-sumber vitamin A alami dan fortifikasi masih belum dapat dilaksanakan secara luas dan intensif, sehingga pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi untuk ibu nifas; bayi; dan balita sangat penting dan tetap dilaksanakan. Program pemerintah terkait
suplementasi vitamin A ibu nifas diantaranya cakupan suplementasi vitamin A dan pemberian 2 kapsul vitamin A kepada ibu nifas selama masa nifas (Depkes 2009).
Cakupan suplementasi vitamin A merupakan persentase pemberian kapsul vitamin A dibandingkan seluruh sasaran ibu nifas yang menerima kapsul vitamin A (Depkes 2009). Rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ketidaktahuan ibu tentang kapsul vitamin A, tidak tersedianya kapsul vitamin A untuk ibu nifas pada penolong persalinan, kurangnya koordinasi antara petugas lapangan dengan bidan dan ketidaktahuan petugas kesehatan tentang adanya program pemerintah mengenai kapsul vitamin A untuk ibu nifas yang seharusnya diberikan sebanyak 2 kali (Endang 2003). Pemberian 2 kapsul vitamin A kepada ibu nifas akan memberikan manfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat pemulihan kesehatan ibu nifas setelah melahirkan (Depkes 2005b). Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan oleh petugas puskesmas, bidan desa dan dukun bayi (Riskesdas 2007). Pemberian ini sebaiknya dilakukan pada waktu pertolongan persalinan atau kunjungan rumah (KN 1 dan 2).
Program Suplementasi Vitamin A pada Bidan Praktik
Program pemerintah mengenai suplementasi vitamin A ibu nifas merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat pada bidang kesehatan keluarga (KESGA) di Dinas Kesehatan. Program suplementasi vitamin A ibu nifas yang dilaksankan oleh bidan praktik merupakan pelaksanaan program gizi masyarakat yang berkoordinasi dengan pelaksana gizi di puskesmas wilayah setempat. Sehingga bidan memiliki peran sebagai pelaksana program yang berkoordinasi dengan puskesmas melalui bidang kesehatan ibu dan anak (KIA). Program suplementasi vitamin A pada bidan praktik dalam pelaksanaannya meliputi: 1) pemberian satu kapsul vitamin A segera setelah melahirkan dan satu kapsul 24 jam setelah pemberian pertama kepada ibu nifas; 2) penyediaan kapsul vitamin A dengan meminta sesuai kebutuhan sasaran kepada puskesmas setempat; 3) menghitung dan mencatat data register kohort ibu yang memeriksakan kehamilan hingga bersalin di praktik bidan; 4) mengirim permintaan kapsul dan memintanya kepada puskesmas setepat; serta 5) mencatat dan melaporkan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas kepada puskesmas setempat setiap bulannya.
Tabel 7 menunjukkan program suplementasi vitamin A pada bidan praktik penelitian ini sebagian besar (>70%) terlaksana dengan baik. Pelaksanaan program dikatakan mencapai target apabila pelaksanaannya mencapai 80%. Beberapa aspek yang belum terlaksana secara maksimal diantaranya penyediaan kapsul vitamin A (75.0%), jumlah vitamin A yang dibutuhkan (75.0%) dan penghitungan sasaran ibu nifas yang akan diberikan kapsul vitamin A (75.0%). Faktor yang menyebabkan belum terlaksananya program suplementasi vitamin A ini dikarenakan beberapa contoh bidan tidak menyediakan kapsul vitamin A untuk ibu nifas di praktik bidan dan tidak meminta kapsul vitamin A tersebut kepada puskesmas. Faktor lainnya yaitu kurangnya koordinasi antara bidan praktik dengan puskesmas terkait penyediaan kapsul vitamin A untuk ibu nifas sehingga perhitungan sasaran ibu nifas yang akan memperoleh kapsul vitamin A belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Hal pemungkin yang menyebabkan kurang tersedianya kapsul vitamin A dan belum sesuainya penghitungan sasaran pemberian kapsul vitamin A adalah bidan praktik tidak mencatat dan melakukan penentuan jumlah sasaran ibu nifas
18
menggunakan data register kohort ibu di wilayah praktik bidannya tersebut. Penentuan jumlah sasaran ibu nifas di tingkat puskesmas dan desa menggunakan data register kohort ibu yang merupakan hasil rekapitulasi jumlah ibu dari setiap desa/kelurahan di wilayah kerja puskesmas (Depkes 2009).
Koordinasi petugas kesehatan dengan bidan hanya sebatas memberikan informasi tentang persalinan yang ditolong oleh bidan praktik swasta dengan harapan ibu nifas dapat diberi kapsul vitamin A, akan tetapi hal inipun sering terlewati. Adanya koordinasi yang baik diantara penolong persalinan dengan petugas kesehatan lainnya diharapkan dapat meningkatkan cakupan kapsul vitamin A untuk ibu nifas (Depkes 2009). Alasan yang dikemukakan bidan praktik pada penelitian ini terkait penyediaan kapsul vitamin A adalah vitamin A yang tersedia di praktik bidan sudah mencukupi persediaan untuk jangka waktu satu tahun dan pelaporan jarang dilakukan per bulan melainkan per tahun, terkadang bidan lupa memberikan laporan secara tertulis, lebih banyak melakukan pelaporan secara lisan. Sebaran program suplementasi vitamin A bidan praktik disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 7 Sebaran program suplementasi vitamin A pada bidan praktik
No Pernyataan n %
1 Pemberian 2 kapsul vitamin A kepada ibu nifas 16 80.0 2 Pemberian kapsul vitamin A segera setelah melahirkan 16 80.0 3 Suplemen vitamin A tersedia di praktik bidan 17 85.0 4 Jumlah vitamin A yang diminta sesuai dengan yang diberikan 15 75.0 5 Memperoleh kapsul vitamin A sesuai permintaan dan kebutuhan 16 80.0 6 Kapsul yang tersedia sesuai kebutuhan sasaran 15 75.0 7 Penghitungan jumlah sasaran pemberian kapsul vitamin A 15 75.0 8 Mengirim permintaan kapsul vitamin A sesuai kebutuhan 16 80.0 9 Pencatatan dan pelaporan pemberian kapsul vitamin A 16 80.0 10 Pelaporan kembali jika kapsul vitamin A tidak mencukupi 16 80.0
Menurut Dewi (2010), tidak tercapainya pemberian kapsul vitamin A ibu nifas dikarenakan: 1) kurangnya koordinasi bidan dan petugas gizi puskesmas; 2) kurang lengkapnya pencatatan dan pelaporan pemberian kapsul vitamin A ibu nifas; 3) sosialisasi vitamin A untuk ibu nifas hanya dilakukan oleh petugas gizi puskesmas bukan bidan; 4) tidak adanya dana operasional untuk pemberian kapsul vitamin A; 5) pencatatan dan pelaporan yang kurang lengkap sehingga jumlah sasaran ibu nifas tidak sesuai dengan kenyataan, serta 6) perhitungan sasaran ibu