• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta merupakan sekolah khusus yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan atlet remaja dari berbagai cabang olahraga. SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta ini terletak di Jl. HR Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sekolah ini berdiri tahun 1976 dan diresmikan tanggal 15 Januari 1977 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia saat itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada era gubernur Jakarta Ali Sadikin. Ali Sadikin mendapatkan ide untuk mendirikan sekolah ini setelah berkunjung ke Sports Centre di Mexico City, Mexico pada tahun 1972. SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta mendidik serta membina atlet remaja yang memiliki bakat dan prestasi olahraga di tingkat daerah maupun nasional pada cabang olahraga yang diminatinya. Atlet-atlet yang mendapatkan pembinaan di sekolah ini diharapkan mampu memberikan prestasi baik di tingkat nasional dan internasional nantinya.

Calon siswa yang berminat untuk menempuh pendidikan di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta harus menempuh beberapa tes terlebih dahulu. Baik tes yang bersifat akademik maupun olahraga seperti tes tertulis, tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes keterampilan cabang olahraga. Selain tes tersebut, terdapat persyaratan khusus pada tiap cabang olahraga seperti usia, tinggi badan (untuk beberapa cabang olahraga), dan sudah pernah mengikuti kejuaraan junior/tingkat provinsi/nasional. Calon siswa yang telah memiliki prestasi dalam bidang olahraga tertentu baik di tingkat daerah

9

maupun nasional akan menjadi pertimbangan dan menjadikan hal tersebut sebagai nilai lebih untuk masuk ke SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta Jakarta.

Setiap atlet yang telah diterima di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta Jakarta ini diwajibkan untuk tinggal di asrama selama masa studinya. Karena di sekolah ini terdapat dua atlet binaan, sehingga asrama yang digunakan untuk atlet KEMENPORA dan POPP DKI Jakarta pun dipisah. Selain asrama, fasilitas lain yang terdapat di sekolah ini antara lain ruang kelas, ruang makan atlet, ruang fitness, sarana penunjang olahraga lainnya seperti kolam renang, lapangan voli, basket, senam, tenis, panahan, bulu tangkis, sepak bola, dan lapangan olahraga lainnya, gedung serbaguna, rumah guru, rumah pelatih dan pembina olahraga, poliklinik, kantin, masjid, aula, wisma tamu, serta perkantoran dan Graha Wisata Pemuda.

Terdapat 17 cabang olahraga yang terdapat di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta dan setiap cabang olahraga memiliki jumlah atlet yang berbeda juga. Terdapat dua instansi yang membina atlet di sekolah ini, yaitu KEMENPORA dan PPOP DKI Jakarta. Berikut daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga.

Tabel 5 Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga No Cabang olahraga Jumlah atlet

1. Angkat besi 10 2. Atletik 43 3. Basket 25 4. Bulu tangkis 30 5. Gulat 17 6. Loncat indah 6 7. Panahan 19 8. Pencak silat 19 9. Renang 28 10. Senam 20 11. Sepak bola 48 12. Sepak takraw 9 13. Taekwondo 30 14. Tenis lapangan 10 15. Tenis meja 23 16. Voli 43 17. Yudo 10 Total 390

Sumber : Profil SMP/SMA Neger Olahraga Ragunan Jakarta 2016

Berdasarkan profil SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta tahun 2016, jumlah total siswa yang menempuh jenjang pendidikan sebanyak 390 siswa. Jumlah siswa yang menjadi atlet suatu cabang olahraga berbeda-beda. Hal ini karena bakat dan minat tiap atlet yang berbeda.

10

Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui gambaran contoh dalam penelitian. Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, binaan, cabang olahraga, kelas, suku, uang saku, usia, berat badan, dan tinggi badan.

Jenis Kelamin

Contoh adalah atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo secara keseluruhan (baik laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti program pelatihan khusus di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta Jakarta. Atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta berjumlah 149 orang, sehingga semua populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan tetapi, hanya 68 orang atlet yang bisa mengikuti penelitian dan 81 orang atlet drop out karena tidak memenuhi kriteria. 81 orang atlet tersebut, banyak atlet yang sedang tidak berada di lokasi saat dilakukan pengambilan data. Oleh karena itu dari 149 orang hanya 68 yang dijadikan sebagai contoh.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut jenis kelamin Jenis kelamin Total

n %

Laki-laki 46 67.6 Perempuan 22 32.4 Total 68 100

Atlet yang menjadi contoh sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 67.6% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 32.4%. Jumlah atlet laki-laki yang menjadi contoh lebih banyak dibandingkan atlet perempuan dikarenakan atlet dari cabang olahraga sepak bola seluruh contoh berjenis kelamin laki-laki. Jumlah atlet laki-laki dan perempuan yang diterima di sekolah pada tiap cabang ini ditentukan oleh pihak instansi binaan, yaitu KEMENPORA dan PPOP DKI Jakarta. Kuota atlet yang diterima disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga di setiap tahun ajaran baru tidak semua cabang olahraga membutuhkan atlet baru. Binaan

SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta memiliki atlet-atlet yang dibina oleh dua instansi pemerintah. Instansi tersebut yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) dan Pusat Pelatihan Olahraga Pemuda DKI Jakarta (PPOP DKI Jakata). Saat pengambilan data, atlet yang dibina oleh kedua instansi tersebut dan memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai contoh.

Tabel 7 Sebaran contoh menurut binaan Binaan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % KEMENPORA 21 45.7 13 59.1 34 50.0 PPOP DKI 25 54.3 9 40.9 34 50.0 Total 46 100 22 100 68 100

11

Berdasarkan tabel diatas, jumlah atlet yang dibina oleh KEMENPORA dan PPOP DKI sama banyaknya, yaitu berjumlah 34 orang atlet. Atlet KEMENPORA kebanyakan berasal dari luar DKI Jakarta, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi, Maluku, NTT, Irian Jaya, dan provinsi lain di Indonesia. Perbedaan dari atlet yang dibina oleh KEMENPORA dan PPOP DKI adalah dari asrama tempat mereka tinggal. Gedung asrama atlet KEMENPORA dan atlet PPOP DKI Jakarta berbeda lokasinya. Selain perbedaan lokasi gedung asrama, jadwal latihan serta pelatih yang melatih atlet KEMENPORA dan PPOP DKI Jakarta juga berbeda.

Cabang Olahraga

SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta memiliki 17 cabang olahraga yang dapat dipilih oleh atlet. Atlet yang dijadikan contoh penelitian berasal dari empat cabang olahraga yang berbeda, yaitu atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo. Setiap cabang olahraga ini memiliki jumlah atlet yang berbeda-beda.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut cabang olahraga Cabang olahraga Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Atletik 7 15.2 12 54.5 19 27.9 Renang 11 23.9 6 27.3 17 25.0 Sepak bola 25 54.3 0 0.0 25 36.8 Taekwondo 3 6.5 4 18.2 7 10.3 Total 46 100 22 100 68 100

Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa atlet terbanyak yang menjadi contoh adalah sepak bola yaitu 36.8% dan terendah adalah taekwondo 10.3%. Atlet sepak bola seluruhnya adalah atlet berjenis kelamin laki-laki. Partisipasi atlet taekwondo cukup sedikit dikarenakan beberapa atlet sedang mengikuti kompetisi di luar sekolah dalam waktu yang cukup lama. Sehingga pada saat dilakukan pengambilan data atlet tersebut tidak berada di lokasi penelitian. Jika dilihat berdasarkan tipe olahraganya, cabang olahraga atletik dan renang termasuk atlet

endurance, yaitu merupakan atlet yang melakukan olahraga dengan aktivitas

berkesinambungan (30 menit hingga 4 jam) dan melibatkan otot secara keseluruhan. Sedangkan cabang olahraga taekwondo merupakan atlet strength yang berpartisipasi dalam olahraga dengan keberhasilan yang diraih dalam olahraga tersebut sangat bergantung kepada kekuatan otot. Sementara sepak bola termasuk atlet beregu dimana atlet yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berpartisipasi dalam suatu olahraga secara bersama-sama (Riyadi 2007).

Kelas

Contoh yang diambil merupakan atlet yang memenuhi kriteria, baik yang berada di bangku SMP maupun SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta. Berikut sebaran contoh menurut kelas.

Tabel 9 Sebaran contoh menurut kelas Kelas Laki-laki Perempuan Total

12 VII 2 4.3 1 4.5 3 4.4 VIII 1 2.2 6 27.3 7 10.3 IX 5 10.9 2 9.1 7 10.3 X 15 32.6 4 18.2 19 27.29 XI 22 47.8 8 36.4 30 44.1 XII 1 2.2 1 4.5 2 2.9 Total 46 100 22 100 68 100

Hasil wawancara yang telah dilakukan, mendapatkan contoh terbanyak merupakan siswa kelas XI (44.1%). Sedangkan contoh yang jumlahnya paling sedikit merupakan siswa dari kelas XII (2.9%). Sedikitnya partisipasi contoh dari kelas XII dikarenakan siswa kelas XII di SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta telah banyak yang kembali ke daerah masing-masing karena mereka sudah dinyatakan lulus ujian nasional namun masih terdaftar sebagai siswa di SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta.

Suku

Atlet yang masuk di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta tidak hanya yang berasal dari daerah Jakarta dan sekitarnya, namun dari berbagai daerah di Indonesia. SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta merupakan sekolah yang juga dijadikan tempat pembinaan atlet berbagai cabang olahraga yang mempunyai potensi, bakat, serta prestasi di salah satu cabang olahraga yang diminatinya.

Tabel 10 Sebaran contoh menurut suku Suku Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Jawa 21 45.7 10 45.5 31 45.6 Sunda 5 10.9 1 4.5 6 8.8 Betawi 9 19.6 3 13.6 12 17.6 Lainnya 11 23.9 8 36.4 19 27.9 Total 46 100 22 100 68 100

Tabel 10 menunjukkan sebagian besar atlet yang ada di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta merupakan keturunan jawa (45.6%). Pemilihan atlet di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan ini dilakukan melalui prosedur pemilihan ketat yang dilakukan oleh pelatih, pembina, dan pihak sekolah yang didasarkan oleh Keputusan Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) dan pihak Pusat Pelatihan Olahraga Pemuda DKI Jakarta (PPOP DKI Jakarta) sehingga atlet yang bersekolah di sini berasal dari berbagai daerah.

Uang Saku

Uang saku merupakan sejumlah uang yang diterima oleh siswa dan siswi yang digunakan untuk membeli jajanan (Sinaga et al. 2012). Kisaran uang saku contoh berkisar antara Rp 600 000 - Rp 1 200 000/bulan.

Tabel 11 Sebaran contoh menurut uang saku Uang Saku

(Rp)

Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

13

600 000 25 54.3 9 40.9 34 50.0 700 000 16 34.8 13 59.1 29 42.6 >700 000 5 10.9 0 0.0 5 7.4 Total 46 100 22 100 68 100

Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 50% contoh memiliki uang saku sebesar Rp 600 000,- dan 42.6% contoh memiliki uang saku sebesar Rp 700 000,-. Uang saku yang dimiliki atlet merupakan uang saku yang diberikan oleh pusat pelatihan disana. Atlet yang dibina oleh KEMENPORA mendapat uang saku sebesar Rp 600 000,-. Sedangkan atlet yang dibina oleh PPOP DKI Jakarta mendapat uang saku sebesar Rp 700 000,-. Sementara untuk beberapa atlet yang memiliki uang saku >Rp 700 000,- merupakan tambahan yang mereka dapat dari orangtua mereka.

Usia

Hasil wawancara dengan contoh, dapat diketahui bahwa contoh memiliki rentang usia yang cukup beragam. Sebaran rentang usia contoh disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut usia Usia

(tahun)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 13 0 0 3 13.6 3 4.4 14 3 6.5 5 22.7 8 11.8 15 10 21.7 4 18.2 14 20.6 16 15 32.6 4 18.2 19 27.9 17 16 34.8 6 27.3 22 32.4 18 2 4.3 0 0.0 2 2.9 Total 46 100 22 100 68 100 Rata-rata 16.1 ± 1.0 15.2 ± 1.5 15.8 ± 1.2

Tabel diatas menunjukkan bahwa usia responden berada dalam rentang 13 sampai 18 tahun. Menurut Hurlock (2000), usia tersebut termasuk dalam usia remaja. Berdasarkan Tabel 12 juga dapat terlihat, contoh terbanyak berusia 17 tahun yang berjumlah 22 orang (32.4%) dan yang paling sedikit berusia 18 tahun dengan jumlah 2 orang (2.9%). Meskipun demikian, usia rata-rata dari contoh adalah 15.8 ± 1.2 tahun. Beberapa cabang olahraga di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta ini memberikan persyaratan tahun kelahiran. Contohnya untuk pendaftaran siswa baru tahun ajaran 2016/2017, sekolah menerapkan syarat usia untuk mendaftar ke SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta. Usia maksimal calon siswa untuk mendaftar sebagai atlet atletik yaitu berusia 15 tahun atau maksimal kelahiran tahun 2001. Atlet sepak bola mempunyai persyaratan yang berbeda, yaitu maksimal tahun kelahiran antara tahun 2001 – 2002. Sementara persyaratan usia untuk atlet yang memiliki minat pada cabang olahraga renang dan taekwondo maksimal kelahiran antara tahun 2001 – 2004.

Berat Badan

Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan. Berat badan contoh diukur dengan menggunakan

14

timbangan injak dengan ketelitian pengukuran 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mengetahui status gizi contoh. Sebaran atlet menurut berat badan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut berat badan Berat badan

(kg)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 40.3-52.3 2 4.3 11 50.0 13 19.1 52.3-64.3 25 54.3 7 31.8 32 47.1 64.3-76.3 15 32.6 0 0.0 15 22.1 76.3-88.3 2 4.3 2 9.1 4 5.9 88.3-100.3 2 4.3 1 4.5 3 4.4 100.3-112.3 0 0.0 0 0.0 0 0.0 112.3-124.3 0 0.0 1 4.5 1 1.5 Total 46 100 22 100 68 100 Rata-rata 64.2 ± 10.8 58.8 ± 18.9 62.4 ± 14.0

Sebagian besar contoh memiliki kisaran berat badan antara 52.3-64.3 kg yaitu sebanyak 32 atlet (47.1%). Contoh laki-laki memiliki rata-rata berat badan yaitu 64.2 ± 10.8 kg sementara rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 58.8 ± 18.9 kg. Rata-rata berat badan seluruh contoh sebesar 62.4 ± 14.0 kg. Teredapat beberapa cabang olahraga yang memberikan persyaratan mengenai berat badan minimal dan maksimal yang harus dipenuhi oleh calon atlet yang ingin mendaftar. Contohnya adalah olahraga gulat yang menetapkan berat badan calon atletnya yaitu antara 42 – 76 kg. Selain itu cabang olahraga lain yang memberi persyaratan berat badan adalah angkat besi. Cabang olahraga yang diteliti tidak ada persyaratan berat badan, sehingga sebaran berat badan contoh cukup beragam. Tinggi Badan

Tinggi badan atau panjang badan yaitu ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Normalnya, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur (Riyadi 2003). Tinggi badan diukur menggunakan microtouise. Microtouise tersebut ditempelkan ke dinding. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung, dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan (Arisman 2007). Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh menurut tinggi badan Tinggi badan

(cm)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

150.3-155.3 1 2.2 8 36.4 9 13.2 155.3-160.3 2 4.3 8 36.4 10 14.7 160.3-165.3 9 19.6 3 13.6 12 17.6 165.3-170.3 16 34.8 2 9.1 18 26.5

15 170.3-175.3 11 23.9 0 0.0 11 16.2 175.3-180.3 6 13.0 1 4.5 7 10.3 180.3-185.3 1 2.2 0 0.0 1 1.5 Total 46 100 22 100 68 100 Rata-rata 169.3 ± 6.1 158.8 ± 6.5 165.9 ± 7.9

Secara keseluruhan, berdasarkan tabel diatas diketahui tinggi badan yang paling banyak bekisar antara 165.3-170.3 yaitu 18 atlet (26.5%). Rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 169.3 ± 6.1 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 158.8 ± 6.5 cm. Sementara untuk rata-rata tinggi badan contoh keseluruhan sebesar 165.9 ± 7.9 cm. Beberapa cabang olahraga di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta memberikan persyaratan tinggi badan minimal bagi calon siswa yang ingin mendaftar. Setiap cabang olahraga memiliki batas minimal yang berbeda. Contohnya atlet atletik lari tinggi badan minimal untuk laki-laki 160 cm dan perempuan 155 cm. Atlet sepak bola tinggi badan minimal 165 cm. Atlet taekwondo tinggi badan minimal untuk laki-laki 170 cm dan untuk perempuan 165 cm. Sementara itu untuk atlet renang persyaratan tinggi badan minimal tidak ada. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, terdapat atlet yang tinggi badannya tidak sesuai dengan persyaratan. Hal ini terjadi diduga alat yang digunakan saat pengukuran sebelumnya berbeda. Selain alat ukur, posisi pengukuran, lingkungan, dan orang yang mengukur juga berbeda menjadi faktor hasil yang berbeda dalam pengukuran (Murti 2011).

Status Gizi

Status gizi merupakan suatu keadaan kesehatan tubuh, baik individu maupun kelompok yang dikarenakan oleh konsumsi, penyerapan, serta penggunaan zat gizi makanan (Riyadi 2003). Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan atlet. Pada atlet remaja, status gizi yang baik membantu pertumbuhan serta menunjang prestasi atlet (Irianto 2006). Salah satu metode yang digunakan untuk penilaian status gizi adalah metode antropometri. Penilaian status gizi contoh dilakukan berdasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu kepada referensi WHO 2007. Status gizi tersebut dikategorikan menjadi lima kelompok, yaitu sangat kurus (≤ -3 SD), kurus (-3 SD ≤ score < -2 SD), normal (-2 SD < z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD ≤ z-z-score < +2 SD), dan obes (≥+2 SD). Berikut sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis kelamin.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis kelamin

Status gizi (IMT/U)

Laki-laki Perempuan Total Uji beda n % n % n % Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 p= 0.609 Kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Normal 36 78.3 16 72.7 52 76.5 Gemuk 8 17.4 3 13.6 11 16.2 Obes 2 4.3 3 13.6 5 7.4 Total 46 100 22 100 68 100

16

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa status gizi contoh sebagian besar berstatus gizi normal (76.5%). Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki status gizi normal >70%. Laki-laki yang memiliki status gizi normal sebayak 36 orang (78.3%) dan perempuan yang memiliki status gizi normal sebanyak 16 orang (72.7%). Rata-rata IMT laki-laki adalah 22.29 dan perempuan 22.99. Setelah dilakukan uji beda dengan menggunakan uji Mann Whitney didapat nilai p=0.609. Nilai p≥0.05 menunjukkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada status gizi antara atlet laki-laki dan perempuan. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Asupan makanan dan keadaan kesehatan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi, sedangkan faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi antara lain pertanian, ekonomi, sosial dan budaya, lingkungan serta pengetahuan gizi. Setiap atlet membutuhkan zat gizi bagi tubuh yang berguna untuk penyediaan energi pada saat atlet tersebut melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti pada saat latihan, bertanding, serta saat pemulihan baik setelah latihan maupun setelah bertanding (Suniar 2002).

Atlet yang bersekolah di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta diwajibkan untuk tinggal di asrama selama masa studi mereka. Di asrama inilah para atlet disediakan makanan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Makanan yang disediakan bagi setiap atlet tidaklah berbeda meskipun jenis olahraga yang mereka lakukan berbeda. Hal ini yang diduga menjadi faktor yang menyebabkan status gizi dari contoh yang diteliti tidak ada perbedaan yang signifikan. Karena diduga jika makanan yang disediakan tidak berbeda, maka makanan yang dimakan pun sama. Meskipun jumlah makanan yang dikonsumsi setiap atlet berbeda, namun hal tersebut sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan. Status gizi juga dibedakan menurut jenis olahraga yang diteliti dan disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis olahraga

Status Gizi (IMT/U)

Atletik Renang Sepak

bola Taekwondo Total Uji beda Pa Pi Pa Pi Pa Pi Pa Pi Sangat Kurus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 p= 0.136 Kurus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal 3 7 9 5 21 0 3 4 52 Gemuk 2 2 2 1 4 0 0 0 11 Obesitas 2 3 0 0 0 0 0 0 5 Total 7 12 11 6 25 0 3 0 68 Keterangan : Pa : Laki-laki Pi : Perempuan

Berdasarkan Tabel 16, atlet taekwondo yang menjadi contoh seluruhnya memiliki status gizi normal. Sedangkan pada atlet atletik, renang, dan sepak bola yang berstatus gizi normal sebanyak 10 atlet (52.6%), 14 atlet (82.4%), dan 21 atlet (84%). Setelah dilakukan uji beda status gizi cabang olahraga tersebut menggunakan uji Kruskal-Wallis nilai p yang didapat sebesar 0.136 (p≥0.05) yang

17

berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi menurut jenis olahraga yang dilakukan. Mirip dengan perbedaan status gizi menurut jenis kelamin, tidak adanya perbedaan status gizi antar jenis olahraga yang dilakukan diduga karena asrama tempat tinggal atlet telah memberikan makanan yang tidak berbeda antar atlet meskipun berbeda cabang olahraga.

Berdasarkan status gizi contoh yang diteliti tidak ada perbedaan status gizi atlet, baik menurut jenis kelamin maupun jenis olahraga. Walaupun hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan, tetapi terdapat beberapa atlet yang memiliki status gizi gemuk dan obes. Banyak hal yang dapat menjadi faktor penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas. Penyebab kegemukan dan obesitas merupakan multifaktor yang didalamnya terdapat komponen genetik dan prilaku (Ekelund et al. 2005). Kebiasaan makan dan aktivitas fisik merupakan komponen prilaku yang dipengaruhi faktor lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya (Sidoti et

al. 2009). Faktor-faktor ini yang diduga sebagai penyebab terjadinya kegemukan

dan obesitas pada beberapa atlet.

Hasil status gizi mendapatkan sebanyak 21.6% atlet status gizinya belum normal dan masuk dalam kategori gemuk dan obes, namun secara penampakan saat pengambilan data beberapa atlet yang memiliki status gizi lebih dan obes tidak terlihat mereka memiliki berat badan serta lemak yang berlebih. Justru bentuk tubuh mereka terlihat baik dengan memiliki massa otot lebih banyak daripada lemak. Menurut Riyadi (2003), kelemahan pengukuran status gizi dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) adalah dalam penentuan obesitas. IMT hanya mengukur tinggi badan dan berat badan sedangkan kelebihan berat badan tidak selalu disebabkan karena kelebihan lemak. Berat badan seseorang terdiri dari massa lemak dan massa bebas lemak (air, otot, tulang, dan darah). Orang yang aktivitas fisiknya cukup aktif, seperti olahragawan, komposisi ototnya cenderung lebih banyak dari pada komposisi lemaknya. Sehingga pada atlet pengukuran status gizi menggunakan indeks massa tubuh (IMT) masih kurang sesuai.

Persen Lemak Tubuh

Persen lemak tubuh merupakan perbandingan antara total lemak tubuh dengan massa tubuh (Lukaski et al. 1985). Menurut Owen (1988) persentase lemak tubuh umumnya akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Bagi seorang atlet, lemak tubuh berpengaruh terhadap performa mereka. Persen lemak tubuh yang berlebih dapat mempengaruhi daya tahan sistem kardiovaskular, komposisi tubuh, daya tahan otot, kekuatan otot, dan kelentukan (Truter et al. 2010). Jenis kelamin dan jenis olahraga mempengaruhi persen lemak tubuh. Berikut sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persen lemak tubuh menurut jenis kelamin.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persen lemak tubuh menurut jenis kelamin

Persen lemak tubuh

Laki-laki Perempuan Total Uji beda n % n % n %

18 Athletes 22 47.8 2 9.1 24 35.3 0.000 Fitness 21 45.7 11 50.0 32 47.1 Average 1 2.2 5 22.7 6 8.8 Obese 2 4.3 4 18.2 8 8.8 Total 46 100 22 100 68 100

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa persen lemak tubuh contoh sebagian besar dalam kategori fitness (47.1%) dan kategori athletes (35.3%). Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, persen lemak tubuh laki-laki lebih banyak masuk dalam kategori athletes sebanyak 22 orang (47.8%). Sedangkan pada atlet perempuan pesen lemak tubuh terbanyak masuk dalam kategori fitness sebanyak 11 atlet (50%). Setelah dilakukan uji beda dengan menggunakan uji Mann

Whitney didapat nilai p=0.000. Nilai p<0.05 menunjukkan hasil bahwa ada

perbedaan yang signifikan persen lemak tubuh antara atlet laki-laki dan perempuan.

Setiap atlet memiliki nilai persen lemak tubuh yang berbeda-beda. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai persen lemak tubuh. Rata-rata persen lemak tubuh laki-laki sebesar 14.4 ± 4.2 dan perempuan 25.2 ± 4.5. Hasil ini menunjukkan bahwa persen lemak tubuh perempuan lebih besar dibandingkan persen lemak tubuh laki-laki. Menurut Macmillan (1995),

Dokumen terkait