• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBEDAAN STATUS GIZI, PERSEN LEMAK TUBUH, DAN MASSA OTOT ATLET DI SMP/SMA NEGERI OLAHRAGA RAGUNAN JAKARTA AHMAD HISBULLAH AMRINANTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERBEDAAN STATUS GIZI, PERSEN LEMAK TUBUH, DAN MASSA OTOT ATLET DI SMP/SMA NEGERI OLAHRAGA RAGUNAN JAKARTA AHMAD HISBULLAH AMRINANTO"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBEDAAN STATUS GIZI, PERSEN LEMAK

TUBUH, DAN MASSA OTOT ATLET DI SMP/SMA NEGERI

OLAHRAGA RAGUNAN JAKARTA

AHMAD HISBULLAH AMRINANTO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbedaan Status Gizi, Persen Lemak Tubuh, dan Massa Otot Atlet di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Ahmad Hisbullah Amrinanto NIM I14144001

(4)
(5)

AHMAD HISBULLAH AMRINANTO. Analisis Perbedaan Status Gizi, Persen Lemak Tubuh, dan Massa Otot Atlet di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh HADI RIYADI.

ABSTRAK

Setiap atlet dari cabang olahraga yang berbeda memiliki jadwal, jenis, dan intensitas latihan yang berbeda. Hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi, persen lemak tubuh, dan massa otot mereka. Tujuan dari penelitian menganalisis perbedaan status gizi, persen lemak tubuh, dan massa otot atlet dari empat cabang olahraga yang berbeda, yaitu atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 dengan design cross sectional study. Sampel dipilih secara purposive (n=68) yang terdiri dari 46 laki-laki dan 22 perempuan. Hasil analisis perbedaan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi atlet (p≥0.05). Sedangkan hasil analisis persen lemak tubuh dan massa otot menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05).

Kata kunci : atlet, massa otot, persen lemak tubuh, status gizi

ABSTRACT

Every athlete from different sports have different schedule, type, and intensity of exercise. It can affect their nutritional status, percent body fat, and muscle mass. The purpose of the study was to analyze the difference of nutritional status, percent body fat, and muscle mass of athletes from four different sports, such as athletics, swimming, football, and taekwondo in Junior/Senior High School of Sport Ragunan Jakarta. The research was conducted in May-June 2016 with a cross-sectional study design. Purposively selected sample (n=68) consisting of 46 boys and 22 girls. The results of the analysis of the differences showed no significantly differences between the nutritional status of athletes (p≥0.05). While the results of the analysis percent body fat and muscle mass showed a significantly difference (p <0.05).

(6)
(7)

ANALISIS PERBEDAAN STATUS GIZI, PERSEN LEMAK

TUBUH, DAN MASSA OTOT ATLET DI SMP/SMA NEGERI

OLAHRAGA RAGUNAN JAKARTA

AHMAD HISBULLAH AMRINANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari program studi ilmu gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Perbedaan Status Gizi, Persen Lemak Tubuh, dan Massa Otot Atlet di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta

Nama : Ahmad Hisbullah Amrinanto NIM : I14144001 Disetujui oleh Dr Ir Hadi Riyadi, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Rimbawan Ketua Departemen Tanggal Lulus:

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingg akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai Juni 2016 ini yaitu Analisis Perbedaan Status Gizi, Persen Lemak Tubuh, dan Massa Otot Atlet di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hadi Riyadi, MS selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademik, serta Ibu Dr Agr Eny Palupi, S.TP, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi. Disamping itu, penulis juga ucapkan terima kasih kepada seluruh staf di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta, staf di kantor serta asrama atlet KEMENPORA dan PPOP DKI Jakarta yang telah memberikan izin serta membantu selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh enumerator yang telah membantu dalam pengambilan data. Dan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta, serta seluruh keluarga, atas doa dan dukungannya.

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 Manfaat 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 4

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 4

Cara Pengambilan Contoh 4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 8

Karakteristik Contoh 9 Jenis Kelamin 10 Binaan 10 Cabang Olahraga 11 Kelas 11 Suku 12 Uang Saku 12 Usia 13 Berat Badan 13 Tinggi Badan 14 Status Gizi 15

Persen Lemak Tubuh 17

Massa Otot 20

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian 5

2 Kategori IMT/U 6

3 Kategori persen lemak tubuh 7

4 Kategori massa otot 7

5 Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga 9

6 Sebaran contoh menurut jenis kelamin 10

7 Sebaran contoh menurut binaan 10

8 Sebaran contoh menurut cabang olahraga 11

9 Sebaran contoh menurut kelas 11

10 Sebaran contoh menurut suku 12

11 Sebaran contoh menurut uang saku 12

12 Sebaran contoh menurut usia 13

13 Sebaran contoh menurut berat badan 14

14 Sebaran contoh menurut tinggi badan 14

15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis kelamin 15

16 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis olahraga 16

17 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persen lemak tubuh menurut jenis kelamin 17

18 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persen lemak tubuh menurut jenis olahraga 18

19 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi massa otot menurut jenis kelamin 20

20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi massa otot menurut jenis olahraga 21

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner penelitian 27

2 Hasil uji mann whitney status gizi menurut jenis kelamin 29

3 Hasil uji kruskal wallis status gizi menurut jenis olahraga 29

4 Hasil uji mann whitney persen lemak tubuh menurut jenis kelamin 29

5 Hasil uji kruskal wallis persen lemak tubuh menurut jenis olahraga 29

6 Hasil uji independent sample t test massa otot menurut jenis kelamin 30

7 Hasil uji one way anova massa otot menurut jenis olahraga 30

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prestasi terbaik merupakan hal yang diinginkan setiap atlet. Latihan teratur menjadi salah satu kunci sukses atlet dalam berprestasi. Hal penting lainnya yang dapat mendukung atlet dalam berprestasi adalah zat gizi. Kebutuhan gizi harian atlet berubah-ubah, tergantung pada intensitas latihannya. Kebutuhan gizi harian atlet harus dapat terpenuhi dari asupan makanan harian atlet. Asupan makanan atlet ini juga berpengaruh terhadap status gizinya. Status gizi yang baik didapatkan dari asupan yang cukup serta sesuai. Status gizi merupakan gambaran keseimbangaan antara asupan (intake) zat gizi yang diperoleh dengan kebutuhan (requirement) zat gizi untuk berbagai proses biologis tubuh (Supariasa et al.

2001). Atlet yang memiliki status gizi yang baik, diharapkan dapat menunjang kegiatan yang dilakukan dan meningkatkan prestasinya.

Menurut William (2004), karbohidrat yang harus dikonsumsi atlet sebesar 60-70% dari total energi. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar berbentuk karbohidrat kompleks, sementara karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (<10%). Karbohidrat merupakan sumber energi bagi atlet selama melakukan aktivitasnya, baik saat latihan, istirahat, maupun bertanding. Lemak juga dibutuhkan atlet untuk menjaga keseimbangan energi, mengganti simpanan triasilgliserol, dan kebutuan asam amino esensial. Jumlah lemak dalam makanan yang dibutuhkan seorang atlet sebesar 30% dari total energi, tetapi atlet tidak dianjurkan mengonsumsi lemak secara berlebihan (Kreider et al. 2010). Asupan lemak berpengaruh terhadap persen lemak tubuh atlet. Atlet yang tidak dapat menjaga komposisi tubuhnya dengan baik dapat mengalami berat badan

overweight bahkan obesitas. Selain itu asupan protein pada atlet juga sangat dibutuhkan. Protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan, tetapi apabila tubuh kekurangan energi, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi. Asupan protein berpengaruh terhadap massa otot seseorang. Protein yang dicerna akan menjadi asam amino, kemudian asam amino tersebut akan masuk ke dalam sirkulasi darah menuju hati melalui vena porta. Sebagian asam amino akan digunakan oleh hati dan sebagian akan menuju sel-sel jaringan termasuk otot (Almatsier 2009).

Periode remaja merupakan salah satu tahapan kehidupan seseorang dimana pertumbuhan berat badan dan tinggi badan mengalami puncaknya. Periode remaja merupakan salah satu periode yang rentan terhadap masalah gizi. Terdapat tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terhadap masalah gizi. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikut sertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman 2007).

Salah satu institusi atau tempat pembinaan atlet remaja adalah di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta. Beberapa cabang olahraga yang dibina di sekolah ini, antara lain atletik, bola basket, bulu tangkis, sepak bola, renang, tenis meja, bola voli, taekwondo, angkat besi, dan lainnya. Setiap atlet dari cabang

(17)

2

olahraga yang berbeda memiliki jadwal, jenis, dan intensitas latihan yang berbeda. Perbedaan ini yang membuat kebutuhan gizi yang berbeda juga pada setiap atlet. Kebutuhan gizi yang berbeda berpengaruh terhadap status gizi, persen lemak tubuh atlet, dan massa otot. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis perbedaan status gizi, persen lemak tubuh, dan massa otot atlet antara beberapa cabang olahraga di sekolah atlet Ragunan ini.

Perumusan Masalah

Penulis tertarik untuk menganalisis perbedaan status gizi dan persen lemak tubuh antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo. Rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan status gizi antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo?

2. Bagaimana perbedaan persen lemak tubuh antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo?

3. Bagaimana perbedaan massa otot antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo?

Tujuan Tujuan umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan status gizi, persen lemak tubuh, dan massa otot antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

Tujuan khusus

1. Menganalisis perbedaan status gizi antara atlet laki-laki dan perempuan pada atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

2. Menganalisis perbedaan persen lemak tubuh antara atlet laki-laki dan perempuan pada atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

3. Menganalisis perbedaan massa otot antara atlet laki-laki dan perempuan pada atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan status gizi antara atlet laki-laki dan perempuan.

2. Terdapat perbedaan status gizi antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

3. Terdapat perbedaan persen lemak tubuh antara atlet laki-laki dan perempuan.

4. Terdapat perbedaan persen lemak tubuh antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

(18)

3

6. Terdapat perbedaan massa otot antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para peneliti mengenai perbadaan status gizi, persen lemak tubuh, dan massa otot antara atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo. Luaran dari penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan mengenai bagaimana sebaiknya status gizi, persen lemak tubuh, massa otot yang baik bagi atlet cabang olahraga tersebut.

KERANGKA PEMIKIRAN

Setiap atlet membutuhkan asupan gizi yang dapat memenuhi kebutuhannya baik untuk aktivitas yang berhubungan dengan olahraga maupun aktivitas lainnya. Hal ini juga diperlukan bagi atlet remaja. Atlet remaja merupakan salah satu atlet yang berada dalam periode rentan gizi. Atlet remaja membutuhkan asupan gizi yang harus dapat mencukupi kebutuhan gizinya, karena selain digunakan untuk aktivitas fisiknya, zat gizi yang seimbang juga dibutuhkan untuk pertumbuhan. Jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan usia merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi. Selain itu, jenis olahraga yang ditekuni juga mempengaruhi kebutuhan zat gizinya. Jenis olahraga berhubungan dengan aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Atlet yang memiliki intensitas latihan tinggi memerlukan asupan zat gizi yang lebih besar daripada atlet dengan intensitas latihan yang kecil. Sehingga asupan zat gizi yang sesuai bagi atlet sangat diperlukan. Jika asupan zat gizi yang diberikan pada atlet tidak sesuai dengan kebutuhan atlet, maka dapat mempengaruhi status gizinya. Status gizi merupakan keadaan gizi seseorang yang dipengaruhi oleh asupan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Status gizi yang baik dapat dicapai dengan asupan makanan yang mengandung cukup zat gizi bagi kebutuhannya.

Selain dapat mempengaruhi status gizi atlet, asupan zat gizi juga dapat mempengaruhi lemak dan massa otot tubuh. Asupan lemak mempengaruhi lemak tubuh dan asupan protein mempengaruhi massa otot. Jenis kelamin, usia, dan jenis olahraga yang berbeda berpengaruh terhadap persen lemak tubuh dan massa otot atlet. Pada atlet remaja, laki-laki memiliki massa otot yang lebih besar daripada perempuan. Sedangkan persen lemak tubuh cenderung lebih besar pada atlet perempuan dibandingkan laki-laki. Jenis olahraga yang ditekuni juga dapat mempengaruhi persen lemak tubuh dan massa otot, karena tiap jenis olahraga memiliki intensitas yang berbeda.

(19)

4

Keterangan:

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang mempengaruhi

Gambar 1 Kerangka pemikiran

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study. Pengambilan data dilakukan mulai dari bulan Mei 2016 - Juni 2016. Penelitian dilakukan di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta Jakarta. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan merupakan salah satu tempat yang melakukan pembinaan terhadap atlet remaja.

Cara Pengambilan Contoh Persen Lemak Tubuh

Massa Otot

Status Gizi

Kebutuhan Gizi

Asupan Zat Gizi Karakteristik atlet : - Jenis kelamin - Usia - Tinggi badan - Berat badan - Jenis olahraga

(20)

5

Contoh pada penelitian ini adalah siswa SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta yang menjadi atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo. Jumlah atlet yang terdaftar sebagai atlet dari empat cabang olahraga tersebut sebanyak 149 atlet. Contoh kemudian dipilih secara purposive sampling, yaitu dengan menetapkan responden kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut.

1. Kriteria inklusi

a. Siswa SMP/SMA Ragunan Jakarta yang masih aktif.

b. Terdaftar sebagai atlet dari cabang olahraga yang diteliti (atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo).

c. Dapat diajak berinteraksi.

d. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed concent.

2. Kriteria eksklusi

a. Tidak berada di tempat ketika pengambilan data. b. Kondisi sakit.

Setelah melalui seleksi, maka jumlah contoh yang diteliti sebanyak 68 atlet yang terdiri dari 46 laki-laki dan 22 perempuan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan menyebarkan kuesioner, serta melalui hasil pengukuran antropometri, persen lemak tubuh, dan massa otot. Data primer ini meliputi data karakteristik contoh, data antropometri, data hasil pengukuran persen lemak tubuh, pengukuran LILA, dan pengukuran tebal lemak kulit tricep. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian dan jumlah siswa di tempat penelitian. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Variabel Jenis data Cara pengumpulan data 1. Karakteristik

contoh

Jenis kelamin Usia

Wawancara langsung dengan contoh. Binaan Cabang olahraga Suku Uang Saku 2. Antropometri

contoh dan status gizi

Berat badan

Tinggi badan

Status gizi

Diukur dengan menggunakan timbangan injak.

Diukur dengan menggunakan

microtouise dengan ketelitian 0.1 cm. Dihitung dengan menggunakan rumus kemudian dibandingkan dengan standar. 3. Persen lemak tubuh

Persen lemak tubuh Diukur dengan menggunakan instrument Omron Body Fat Monitor (HBF-306).

(21)

6

4. Massa otot Lingkar lengan atas (LILA) Diukur dengan menggunakan pita LILA.

Tebal lipatan kulit tricep Diukur menggunakan skinfold caliper.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Kemudian data dimasukkan ke dalam tabel yang sudah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam pemasukan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2013, WHO Antro Plus 2007 versi 1.0.4, dan Statistical Program Social Sciences (SPSS) versi 16.0. Perbedaan variable yang ingin diketahui diuji dengan menggunakan uji Independent Sample T-test, One Way Anova, Mann Whitney, dan Kruskal-Wallis. Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai contoh.

Data antropometri contoh yang diukur berupa data tinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk mengukur data status gizi dengan menggunakan IMT/U. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise dengan skala pengukuran 0.1 cm. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan. Indikator status gizi contoh yang tergolong sebagai kelompok remaja dihitung menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT). Nilai IMT diperoleh dari nilai berat badan dan tinggi badan, dengan rumus:

Untuk kategori remaja, metode pengukuran status gizi menurut antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Nilai status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) yang didapat kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori ststus gizi berdasarkan IMT/U Kategori Nilai Z score

Sangat kurus <-3.0 SD Kurus -3.0 SD s/d <-2.0 SD Normal -2.0 SD s/d +1.0 SD Gemuk +1.0 SD s/d +2.0 SD Obes >+2.0 SD Sumber : WHO 2007

(22)

7

Pengukuran persen lemak dilakukan menggunakan metode Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) dengan instrument Omron Body Fat Monitor (HBF-306). Hasil yang didapat kemudian dikategorikan dengan standar persen lemak tubuh pada Tabel 3.

Tabel 3 Kategori persen lemak tubuh Kategori Laki-laki Perempuan

Essential fat 2-5% 10-13%

Athletes 6-13% 14-20%

Fitness 14-17% 21-24%

Average 18-24% 25-31%

Obese ≥25% ≥32%

Sumber : Bryant dan Green (2010)

Pengukuran massa otot dihitung dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA) dan trisep. Setelah itu dihitung dengan menggunakan rumus (Gibson 2005) berikut ini.

Keterangan:

cAMA : Corrected Arm Muscle Area atau Luas massa otot (cm2) MUAC : Mid Upper Arm Circumference atau LILA (cm) TSK : Tricep Skinfold Thickness atau tebal trisep (cm) Total massa otot (kg) diperoleh dengan perhitungan berikut.

Massa otot (kg) = tinggi badan x (0.0264 + (0.0029 x cAMA)) Selanjutnya, massa otot dikelompokkan berdasarkan kategori pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori massa otot Kategori Nilai persentil

Wasted Persentil ke 0.0 – 5.0

Below average Persentil ke 5.1 – 15.0

Average Persentil ke 15.1 – 85.0

Above average Persentil ke 85.1 – 95.0

High muscle Persentil ke 95.1 – 100.0 Sumber : Frisancho dan Tracer (1987)

Definisi Operasional

Contoh adalah siswa SMP/SMA Olahraga Ragunan Jakarta Selatan yang termasuk atlet cabang olahraga atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo.

(23)

8

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan parameter IMT/U.

Persen lemak tubuh adalah perbandingan berat lemak tubuh dibandingkan dengan total berat penyusun tubuh lainnya (lemak, otot, tulang, air).

Massa otot adalah jumlah simpanan otot dalam tubuh yang diukur dengan mengukur LILA dan otot tricep.

Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung yaitu tinggi badan dan berat badan.

Berat badan adalah ukuran massa tubuh yang diukur menggunakan timbangan berat badan dan dinyatakan dalam kilogram (kg).

Tinggi badan adalah ukuran panjang tubuh yang diukur menggunakan microtouise dan dinyatakan dalam centimeter (cm).

Tricep adalah otot tangan bagian belakang.

LILA adalah ukuran lingkar lengan bagian atas yang digunakan untuk menghitung massa otot.

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani atau kebugaran fisik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta merupakan sekolah khusus yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan atlet remaja dari berbagai cabang olahraga. SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta ini terletak di Jl. HR Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sekolah ini berdiri tahun 1976 dan diresmikan tanggal 15 Januari 1977 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia saat itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada era gubernur Jakarta Ali Sadikin. Ali Sadikin mendapatkan ide untuk mendirikan sekolah ini setelah berkunjung ke Sports Centre di Mexico City, Mexico pada tahun 1972. SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta mendidik serta membina atlet remaja yang memiliki bakat dan prestasi olahraga di tingkat daerah maupun nasional pada cabang olahraga yang diminatinya. Atlet-atlet yang mendapatkan pembinaan di sekolah ini diharapkan mampu memberikan prestasi baik di tingkat nasional dan internasional nantinya.

Calon siswa yang berminat untuk menempuh pendidikan di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta harus menempuh beberapa tes terlebih dahulu. Baik tes yang bersifat akademik maupun olahraga seperti tes tertulis, tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes keterampilan cabang olahraga. Selain tes tersebut, terdapat persyaratan khusus pada tiap cabang olahraga seperti usia, tinggi badan (untuk beberapa cabang olahraga), dan sudah pernah mengikuti kejuaraan junior/tingkat provinsi/nasional. Calon siswa yang telah memiliki prestasi dalam bidang olahraga tertentu baik di tingkat daerah

(24)

9

maupun nasional akan menjadi pertimbangan dan menjadikan hal tersebut sebagai nilai lebih untuk masuk ke SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta Jakarta.

Setiap atlet yang telah diterima di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta Jakarta ini diwajibkan untuk tinggal di asrama selama masa studinya. Karena di sekolah ini terdapat dua atlet binaan, sehingga asrama yang digunakan untuk atlet KEMENPORA dan POPP DKI Jakarta pun dipisah. Selain asrama, fasilitas lain yang terdapat di sekolah ini antara lain ruang kelas, ruang makan atlet, ruang fitness, sarana penunjang olahraga lainnya seperti kolam renang, lapangan voli, basket, senam, tenis, panahan, bulu tangkis, sepak bola, dan lapangan olahraga lainnya, gedung serbaguna, rumah guru, rumah pelatih dan pembina olahraga, poliklinik, kantin, masjid, aula, wisma tamu, serta perkantoran dan Graha Wisata Pemuda.

Terdapat 17 cabang olahraga yang terdapat di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta dan setiap cabang olahraga memiliki jumlah atlet yang berbeda juga. Terdapat dua instansi yang membina atlet di sekolah ini, yaitu KEMENPORA dan PPOP DKI Jakarta. Berikut daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga.

Tabel 5 Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga No Cabang olahraga Jumlah atlet

1. Angkat besi 10 2. Atletik 43 3. Basket 25 4. Bulu tangkis 30 5. Gulat 17 6. Loncat indah 6 7. Panahan 19 8. Pencak silat 19 9. Renang 28 10. Senam 20 11. Sepak bola 48 12. Sepak takraw 9 13. Taekwondo 30 14. Tenis lapangan 10 15. Tenis meja 23 16. Voli 43 17. Yudo 10 Total 390

Sumber : Profil SMP/SMA Neger Olahraga Ragunan Jakarta 2016

Berdasarkan profil SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta tahun 2016, jumlah total siswa yang menempuh jenjang pendidikan sebanyak 390 siswa. Jumlah siswa yang menjadi atlet suatu cabang olahraga berbeda-beda. Hal ini karena bakat dan minat tiap atlet yang berbeda.

(25)

10

Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui gambaran contoh dalam penelitian. Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, binaan, cabang olahraga, kelas, suku, uang saku, usia, berat badan, dan tinggi badan.

Jenis Kelamin

Contoh adalah atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo secara keseluruhan (baik laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti program pelatihan khusus di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta Jakarta. Atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta berjumlah 149 orang, sehingga semua populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan tetapi, hanya 68 orang atlet yang bisa mengikuti penelitian dan 81 orang atlet drop out karena tidak memenuhi kriteria. 81 orang atlet tersebut, banyak atlet yang sedang tidak berada di lokasi saat dilakukan pengambilan data. Oleh karena itu dari 149 orang hanya 68 yang dijadikan sebagai contoh.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut jenis kelamin Jenis kelamin Total

n %

Laki-laki 46 67.6 Perempuan 22 32.4 Total 68 100

Atlet yang menjadi contoh sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 67.6% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 32.4%. Jumlah atlet laki-laki yang menjadi contoh lebih banyak dibandingkan atlet perempuan dikarenakan atlet dari cabang olahraga sepak bola seluruh contoh berjenis kelamin laki-laki. Jumlah atlet laki-laki dan perempuan yang diterima di sekolah pada tiap cabang ini ditentukan oleh pihak instansi binaan, yaitu KEMENPORA dan PPOP DKI Jakarta. Kuota atlet yang diterima disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga di setiap tahun ajaran baru tidak semua cabang olahraga membutuhkan atlet baru. Binaan

SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta memiliki atlet-atlet yang dibina oleh dua instansi pemerintah. Instansi tersebut yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) dan Pusat Pelatihan Olahraga Pemuda DKI Jakarta (PPOP DKI Jakata). Saat pengambilan data, atlet yang dibina oleh kedua instansi tersebut dan memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai contoh.

Tabel 7 Sebaran contoh menurut binaan Binaan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % KEMENPORA 21 45.7 13 59.1 34 50.0 PPOP DKI 25 54.3 9 40.9 34 50.0 Total 46 100 22 100 68 100

(26)

11

Berdasarkan tabel diatas, jumlah atlet yang dibina oleh KEMENPORA dan PPOP DKI sama banyaknya, yaitu berjumlah 34 orang atlet. Atlet KEMENPORA kebanyakan berasal dari luar DKI Jakarta, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi, Maluku, NTT, Irian Jaya, dan provinsi lain di Indonesia. Perbedaan dari atlet yang dibina oleh KEMENPORA dan PPOP DKI adalah dari asrama tempat mereka tinggal. Gedung asrama atlet KEMENPORA dan atlet PPOP DKI Jakarta berbeda lokasinya. Selain perbedaan lokasi gedung asrama, jadwal latihan serta pelatih yang melatih atlet KEMENPORA dan PPOP DKI Jakarta juga berbeda.

Cabang Olahraga

SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta memiliki 17 cabang olahraga yang dapat dipilih oleh atlet. Atlet yang dijadikan contoh penelitian berasal dari empat cabang olahraga yang berbeda, yaitu atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo. Setiap cabang olahraga ini memiliki jumlah atlet yang berbeda-beda.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut cabang olahraga Cabang olahraga Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Atletik 7 15.2 12 54.5 19 27.9 Renang 11 23.9 6 27.3 17 25.0 Sepak bola 25 54.3 0 0.0 25 36.8 Taekwondo 3 6.5 4 18.2 7 10.3 Total 46 100 22 100 68 100

Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa atlet terbanyak yang menjadi contoh adalah sepak bola yaitu 36.8% dan terendah adalah taekwondo 10.3%. Atlet sepak bola seluruhnya adalah atlet berjenis kelamin laki-laki. Partisipasi atlet taekwondo cukup sedikit dikarenakan beberapa atlet sedang mengikuti kompetisi di luar sekolah dalam waktu yang cukup lama. Sehingga pada saat dilakukan pengambilan data atlet tersebut tidak berada di lokasi penelitian. Jika dilihat berdasarkan tipe olahraganya, cabang olahraga atletik dan renang termasuk atlet

endurance, yaitu merupakan atlet yang melakukan olahraga dengan aktivitas berkesinambungan (30 menit hingga 4 jam) dan melibatkan otot secara keseluruhan. Sedangkan cabang olahraga taekwondo merupakan atlet strength

yang berpartisipasi dalam olahraga dengan keberhasilan yang diraih dalam olahraga tersebut sangat bergantung kepada kekuatan otot. Sementara sepak bola termasuk atlet beregu dimana atlet yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berpartisipasi dalam suatu olahraga secara bersama-sama (Riyadi 2007).

Kelas

Contoh yang diambil merupakan atlet yang memenuhi kriteria, baik yang berada di bangku SMP maupun SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta. Berikut sebaran contoh menurut kelas.

Tabel 9 Sebaran contoh menurut kelas Kelas Laki-laki Perempuan Total

(27)

12 VII 2 4.3 1 4.5 3 4.4 VIII 1 2.2 6 27.3 7 10.3 IX 5 10.9 2 9.1 7 10.3 X 15 32.6 4 18.2 19 27.29 XI 22 47.8 8 36.4 30 44.1 XII 1 2.2 1 4.5 2 2.9 Total 46 100 22 100 68 100

Hasil wawancara yang telah dilakukan, mendapatkan contoh terbanyak merupakan siswa kelas XI (44.1%). Sedangkan contoh yang jumlahnya paling sedikit merupakan siswa dari kelas XII (2.9%). Sedikitnya partisipasi contoh dari kelas XII dikarenakan siswa kelas XII di SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta telah banyak yang kembali ke daerah masing-masing karena mereka sudah dinyatakan lulus ujian nasional namun masih terdaftar sebagai siswa di SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta.

Suku

Atlet yang masuk di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta tidak hanya yang berasal dari daerah Jakarta dan sekitarnya, namun dari berbagai daerah di Indonesia. SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta merupakan sekolah yang juga dijadikan tempat pembinaan atlet berbagai cabang olahraga yang mempunyai potensi, bakat, serta prestasi di salah satu cabang olahraga yang diminatinya.

Tabel 10 Sebaran contoh menurut suku Suku Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Jawa 21 45.7 10 45.5 31 45.6 Sunda 5 10.9 1 4.5 6 8.8 Betawi 9 19.6 3 13.6 12 17.6 Lainnya 11 23.9 8 36.4 19 27.9 Total 46 100 22 100 68 100

Tabel 10 menunjukkan sebagian besar atlet yang ada di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta merupakan keturunan jawa (45.6%). Pemilihan atlet di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan ini dilakukan melalui prosedur pemilihan ketat yang dilakukan oleh pelatih, pembina, dan pihak sekolah yang didasarkan oleh Keputusan Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) dan pihak Pusat Pelatihan Olahraga Pemuda DKI Jakarta (PPOP DKI Jakarta) sehingga atlet yang bersekolah di sini berasal dari berbagai daerah.

Uang Saku

Uang saku merupakan sejumlah uang yang diterima oleh siswa dan siswi yang digunakan untuk membeli jajanan (Sinaga et al. 2012). Kisaran uang saku contoh berkisar antara Rp 600 000 - Rp 1 200 000/bulan.

Tabel 11 Sebaran contoh menurut uang saku Uang Saku

(Rp)

Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

(28)

13

600 000 25 54.3 9 40.9 34 50.0 700 000 16 34.8 13 59.1 29 42.6 >700 000 5 10.9 0 0.0 5 7.4 Total 46 100 22 100 68 100

Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 50% contoh memiliki uang saku sebesar Rp 600 000,- dan 42.6% contoh memiliki uang saku sebesar Rp 700 000,-. Uang saku yang dimiliki atlet merupakan uang saku yang diberikan oleh pusat pelatihan disana. Atlet yang dibina oleh KEMENPORA mendapat uang saku sebesar Rp 600 000,-. Sedangkan atlet yang dibina oleh PPOP DKI Jakarta mendapat uang saku sebesar Rp 700 000,-. Sementara untuk beberapa atlet yang memiliki uang saku >Rp 700 000,- merupakan tambahan yang mereka dapat dari orangtua mereka.

Usia

Hasil wawancara dengan contoh, dapat diketahui bahwa contoh memiliki rentang usia yang cukup beragam. Sebaran rentang usia contoh disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut usia Usia

(tahun)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 13 0 0 3 13.6 3 4.4 14 3 6.5 5 22.7 8 11.8 15 10 21.7 4 18.2 14 20.6 16 15 32.6 4 18.2 19 27.9 17 16 34.8 6 27.3 22 32.4 18 2 4.3 0 0.0 2 2.9 Total 46 100 22 100 68 100 Rata-rata 16.1 ± 1.0 15.2 ± 1.5 15.8 ± 1.2

Tabel diatas menunjukkan bahwa usia responden berada dalam rentang 13 sampai 18 tahun. Menurut Hurlock (2000), usia tersebut termasuk dalam usia remaja. Berdasarkan Tabel 12 juga dapat terlihat, contoh terbanyak berusia 17 tahun yang berjumlah 22 orang (32.4%) dan yang paling sedikit berusia 18 tahun dengan jumlah 2 orang (2.9%). Meskipun demikian, usia rata-rata dari contoh adalah 15.8 ± 1.2 tahun. Beberapa cabang olahraga di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta ini memberikan persyaratan tahun kelahiran. Contohnya untuk pendaftaran siswa baru tahun ajaran 2016/2017, sekolah menerapkan syarat usia untuk mendaftar ke SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta. Usia maksimal calon siswa untuk mendaftar sebagai atlet atletik yaitu berusia 15 tahun atau maksimal kelahiran tahun 2001. Atlet sepak bola mempunyai persyaratan yang berbeda, yaitu maksimal tahun kelahiran antara tahun 2001 – 2002. Sementara persyaratan usia untuk atlet yang memiliki minat pada cabang olahraga renang dan taekwondo maksimal kelahiran antara tahun 2001 – 2004.

Berat Badan

Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan. Berat badan contoh diukur dengan menggunakan

(29)

14

timbangan injak dengan ketelitian pengukuran 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mengetahui status gizi contoh. Sebaran atlet menurut berat badan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut berat badan Berat badan

(kg)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 40.3-52.3 2 4.3 11 50.0 13 19.1 52.3-64.3 25 54.3 7 31.8 32 47.1 64.3-76.3 15 32.6 0 0.0 15 22.1 76.3-88.3 2 4.3 2 9.1 4 5.9 88.3-100.3 2 4.3 1 4.5 3 4.4 100.3-112.3 0 0.0 0 0.0 0 0.0 112.3-124.3 0 0.0 1 4.5 1 1.5 Total 46 100 22 100 68 100 Rata-rata 64.2 ± 10.8 58.8 ± 18.9 62.4 ± 14.0

Sebagian besar contoh memiliki kisaran berat badan antara 52.3-64.3 kg yaitu sebanyak 32 atlet (47.1%). Contoh laki-laki memiliki rata-rata berat badan yaitu 64.2 ± 10.8 kg sementara rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 58.8 ± 18.9 kg. Rata-rata berat badan seluruh contoh sebesar 62.4 ± 14.0 kg. Teredapat beberapa cabang olahraga yang memberikan persyaratan mengenai berat badan minimal dan maksimal yang harus dipenuhi oleh calon atlet yang ingin mendaftar. Contohnya adalah olahraga gulat yang menetapkan berat badan calon atletnya yaitu antara 42 – 76 kg. Selain itu cabang olahraga lain yang memberi persyaratan berat badan adalah angkat besi. Cabang olahraga yang diteliti tidak ada persyaratan berat badan, sehingga sebaran berat badan contoh cukup beragam. Tinggi Badan

Tinggi badan atau panjang badan yaitu ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Normalnya, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur (Riyadi 2003). Tinggi badan diukur menggunakan microtouise. Microtouise tersebut ditempelkan ke dinding. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung, dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan (Arisman 2007). Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh menurut tinggi badan Tinggi badan

(cm)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

150.3-155.3 1 2.2 8 36.4 9 13.2 155.3-160.3 2 4.3 8 36.4 10 14.7 160.3-165.3 9 19.6 3 13.6 12 17.6 165.3-170.3 16 34.8 2 9.1 18 26.5

(30)

15 170.3-175.3 11 23.9 0 0.0 11 16.2 175.3-180.3 6 13.0 1 4.5 7 10.3 180.3-185.3 1 2.2 0 0.0 1 1.5 Total 46 100 22 100 68 100 Rata-rata 169.3 ± 6.1 158.8 ± 6.5 165.9 ± 7.9

Secara keseluruhan, berdasarkan tabel diatas diketahui tinggi badan yang paling banyak bekisar antara 165.3-170.3 yaitu 18 atlet (26.5%). Rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 169.3 ± 6.1 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 158.8 ± 6.5 cm. Sementara untuk rata-rata tinggi badan contoh keseluruhan sebesar 165.9 ± 7.9 cm. Beberapa cabang olahraga di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta memberikan persyaratan tinggi badan minimal bagi calon siswa yang ingin mendaftar. Setiap cabang olahraga memiliki batas minimal yang berbeda. Contohnya atlet atletik lari tinggi badan minimal untuk laki-laki 160 cm dan perempuan 155 cm. Atlet sepak bola tinggi badan minimal 165 cm. Atlet taekwondo tinggi badan minimal untuk laki-laki 170 cm dan untuk perempuan 165 cm. Sementara itu untuk atlet renang persyaratan tinggi badan minimal tidak ada. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, terdapat atlet yang tinggi badannya tidak sesuai dengan persyaratan. Hal ini terjadi diduga alat yang digunakan saat pengukuran sebelumnya berbeda. Selain alat ukur, posisi pengukuran, lingkungan, dan orang yang mengukur juga berbeda menjadi faktor hasil yang berbeda dalam pengukuran (Murti 2011).

Status Gizi

Status gizi merupakan suatu keadaan kesehatan tubuh, baik individu maupun kelompok yang dikarenakan oleh konsumsi, penyerapan, serta penggunaan zat gizi makanan (Riyadi 2003). Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan atlet. Pada atlet remaja, status gizi yang baik membantu pertumbuhan serta menunjang prestasi atlet (Irianto 2006). Salah satu metode yang digunakan untuk penilaian status gizi adalah metode antropometri. Penilaian status gizi contoh dilakukan berdasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu kepada referensi WHO 2007. Status gizi tersebut dikategorikan menjadi lima kelompok, yaitu sangat kurus (≤ -3 SD), kurus (-3 SD ≤ score < -2 SD), normal (-2 SD < z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD ≤ z-z-score < +2 SD), dan obes (≥+2 SD). Berikut sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis kelamin.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis kelamin

Status gizi (IMT/U)

Laki-laki Perempuan Total Uji beda n % n % n % Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 p= 0.609 Kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Normal 36 78.3 16 72.7 52 76.5 Gemuk 8 17.4 3 13.6 11 16.2 Obes 2 4.3 3 13.6 5 7.4 Total 46 100 22 100 68 100

(31)

16

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa status gizi contoh sebagian besar berstatus gizi normal (76.5%). Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki status gizi normal >70%. Laki-laki yang memiliki status gizi normal sebayak 36 orang (78.3%) dan perempuan yang memiliki status gizi normal sebanyak 16 orang (72.7%). Rata-rata IMT laki-laki adalah 22.29 dan perempuan 22.99. Setelah dilakukan uji beda dengan menggunakan uji Mann Whitney didapat nilai p=0.609. Nilai p≥0.05 menunjukkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada status gizi antara atlet laki-laki dan perempuan. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Asupan makanan dan keadaan kesehatan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi, sedangkan faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi antara lain pertanian, ekonomi, sosial dan budaya, lingkungan serta pengetahuan gizi. Setiap atlet membutuhkan zat gizi bagi tubuh yang berguna untuk penyediaan energi pada saat atlet tersebut melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti pada saat latihan, bertanding, serta saat pemulihan baik setelah latihan maupun setelah bertanding (Suniar 2002).

Atlet yang bersekolah di SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta diwajibkan untuk tinggal di asrama selama masa studi mereka. Di asrama inilah para atlet disediakan makanan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Makanan yang disediakan bagi setiap atlet tidaklah berbeda meskipun jenis olahraga yang mereka lakukan berbeda. Hal ini yang diduga menjadi faktor yang menyebabkan status gizi dari contoh yang diteliti tidak ada perbedaan yang signifikan. Karena diduga jika makanan yang disediakan tidak berbeda, maka makanan yang dimakan pun sama. Meskipun jumlah makanan yang dikonsumsi setiap atlet berbeda, namun hal tersebut sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan. Status gizi juga dibedakan menurut jenis olahraga yang diteliti dan disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi menurut jenis olahraga

Status Gizi (IMT/U)

Atletik Renang Sepak

bola Taekwondo Total Uji beda Pa Pi Pa Pi Pa Pi Pa Pi Sangat Kurus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 p= 0.136 Kurus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal 3 7 9 5 21 0 3 4 52 Gemuk 2 2 2 1 4 0 0 0 11 Obesitas 2 3 0 0 0 0 0 0 5 Total 7 12 11 6 25 0 3 0 68 Keterangan : Pa : Laki-laki Pi : Perempuan

Berdasarkan Tabel 16, atlet taekwondo yang menjadi contoh seluruhnya memiliki status gizi normal. Sedangkan pada atlet atletik, renang, dan sepak bola yang berstatus gizi normal sebanyak 10 atlet (52.6%), 14 atlet (82.4%), dan 21 atlet (84%). Setelah dilakukan uji beda status gizi cabang olahraga tersebut menggunakan uji Kruskal-Wallis nilai p yang didapat sebesar 0.136 (p≥0.05) yang

(32)

17

berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi menurut jenis olahraga yang dilakukan. Mirip dengan perbedaan status gizi menurut jenis kelamin, tidak adanya perbedaan status gizi antar jenis olahraga yang dilakukan diduga karena asrama tempat tinggal atlet telah memberikan makanan yang tidak berbeda antar atlet meskipun berbeda cabang olahraga.

Berdasarkan status gizi contoh yang diteliti tidak ada perbedaan status gizi atlet, baik menurut jenis kelamin maupun jenis olahraga. Walaupun hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan, tetapi terdapat beberapa atlet yang memiliki status gizi gemuk dan obes. Banyak hal yang dapat menjadi faktor penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas. Penyebab kegemukan dan obesitas merupakan multifaktor yang didalamnya terdapat komponen genetik dan prilaku (Ekelund et al. 2005). Kebiasaan makan dan aktivitas fisik merupakan komponen prilaku yang dipengaruhi faktor lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya (Sidoti et al. 2009). Faktor-faktor ini yang diduga sebagai penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada beberapa atlet.

Hasil status gizi mendapatkan sebanyak 21.6% atlet status gizinya belum normal dan masuk dalam kategori gemuk dan obes, namun secara penampakan saat pengambilan data beberapa atlet yang memiliki status gizi lebih dan obes tidak terlihat mereka memiliki berat badan serta lemak yang berlebih. Justru bentuk tubuh mereka terlihat baik dengan memiliki massa otot lebih banyak daripada lemak. Menurut Riyadi (2003), kelemahan pengukuran status gizi dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) adalah dalam penentuan obesitas. IMT hanya mengukur tinggi badan dan berat badan sedangkan kelebihan berat badan tidak selalu disebabkan karena kelebihan lemak. Berat badan seseorang terdiri dari massa lemak dan massa bebas lemak (air, otot, tulang, dan darah). Orang yang aktivitas fisiknya cukup aktif, seperti olahragawan, komposisi ototnya cenderung lebih banyak dari pada komposisi lemaknya. Sehingga pada atlet pengukuran status gizi menggunakan indeks massa tubuh (IMT) masih kurang sesuai.

Persen Lemak Tubuh

Persen lemak tubuh merupakan perbandingan antara total lemak tubuh dengan massa tubuh (Lukaski et al. 1985). Menurut Owen (1988) persentase lemak tubuh umumnya akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Bagi seorang atlet, lemak tubuh berpengaruh terhadap performa mereka. Persen lemak tubuh yang berlebih dapat mempengaruhi daya tahan sistem kardiovaskular, komposisi tubuh, daya tahan otot, kekuatan otot, dan kelentukan (Truter et al. 2010). Jenis kelamin dan jenis olahraga mempengaruhi persen lemak tubuh. Berikut sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persen lemak tubuh menurut jenis kelamin.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persen lemak tubuh menurut jenis kelamin

Persen lemak tubuh

Laki-laki Perempuan Total Uji beda n % n % n %

(33)

18 Athletes 22 47.8 2 9.1 24 35.3 0.000 Fitness 21 45.7 11 50.0 32 47.1 Average 1 2.2 5 22.7 6 8.8 Obese 2 4.3 4 18.2 8 8.8 Total 46 100 22 100 68 100

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa persen lemak tubuh contoh sebagian besar dalam kategori fitness (47.1%) dan kategori athletes (35.3%). Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, persen lemak tubuh laki-laki lebih banyak masuk dalam kategori athletes sebanyak 22 orang (47.8%). Sedangkan pada atlet perempuan pesen lemak tubuh terbanyak masuk dalam kategori fitness sebanyak 11 atlet (50%). Setelah dilakukan uji beda dengan menggunakan uji Mann Whitney didapat nilai p=0.000. Nilai p<0.05 menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan persen lemak tubuh antara atlet laki-laki dan perempuan.

Setiap atlet memiliki nilai persen lemak tubuh yang berbeda-beda. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai persen lemak tubuh. Rata-rata persen lemak tubuh laki-laki sebesar 14.4 ± 4.2 dan perempuan 25.2 ± 4.5. Hasil ini menunjukkan bahwa persen lemak tubuh perempuan lebih besar dibandingkan persen lemak tubuh laki-laki. Menurut Macmillan (1995), persen lemak tubuh perempuan lebih tinggi daripada persen tubuh laki-laki, dengan persen lemak tubuh minimal yang sesuai dengan kesehatan untuk perempuan dan laki-laki sebesar 12% dan 5%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahey et al. (2010) yang menyatakan bahwa persen lemak tubuh perempuan lebih besar dibandingkan persen lemak tubuh laki-laki. Perbedaan persentase lemak ini digunakan perempuan untuk kebutuhan dalam melahirkan dan fungsi hormon lain (Fahey et al. 2010).

Perbedaan lemak tubuh pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan terjadi dari tahap janin tetapi perbedaan tersebut menjadi lebih jelas selama masa pubertas (Derby et al. 2006). Pria memiliki massa total dan massa mineral tulang yang lebih besar, dan massa lemak lebih rendah dibanding wanita. Remaja merupakan masa peralihan menuju dewasa (pubertas). Selama masa pubertas, massa bebas lemak pada laki-laki bertambah jauh lebih besar dan untuk waktu yang lama dibanding perempuan. Perempuan yang mengalami pubertas meningkatkan persentase lemak tubuh hingga 1.14 kg/tahun tetapi pada laki-laki yang dalam masa pubertas menurunkan persentase lemak tubuh sekitar 1.15 kg/tahun, namun massa lemak tetap relatif konstan (Malina et al. 1991 dalam Rogol et al. 2003). Persen lemak tubuh juga dibedakan menurut jenis olahraga yang diteliti dan disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi persen lemak tubuh menurut jenis olahraga

Persen lemak tubuh

Atletik Renang Sepak

Bola Taekwondo Total Uji beda Pa Pi Pa Pi Pa Pi Pa Pi Essential fat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 p= 0.001 Athletes 3 2 4 0 12 0 3 0 24 Fitness 2 4 7 3 12 0 0 4 32 Average 0 2 0 3 1 0 0 0 6

(34)

19

Obese 2 4 0 0 0 0 0 0 6

Total 7 12 11 6 25 0 3 4 68 Keterangan : Pa : Laki-laki

Pi : Perempuan

Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa persen lemak tubuh contoh menurut jenis olahraganya, altlet sepak bola memiliki jumlah atlet terbanyak yang atletnya memiliki persen lemak tubuh dalam kategori athletes, yaitu sebanyak 12 atlet (48.0%). Sedangkan pada cabang olahraga lainnya, persen lemak tubuh cenderung dalam kategori fitness. Setelah dilakukan uji beda dengan menggunakan uji Kruskal-Wallisn didapat nilai p=0.001. Nilai p<0.05 menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan persen lemak tubuh antara atlet pada cabang olahraga atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo. Perbedaan terlihat pada atlet atletik dimana sebanyak 31.6% atlet persen lemak tubuhnya cenderung obese. Atlet yang memiliki persen lemak tubuh berlebih ini merupakan atlet tolak peluru. Atlet tolak peluru merupakan atlet yang lebih menekankan kekuatan otot lengan untuk mendapatkan hasil terbaik saat bertanding. Zatsiorsky et al. (1981) menyatakan bahwa meningkatkan massa otot dan massa bebas lemak dapat meningkatkan performa lemparan atlet. Akan tetapi berdasarkan tebel di atas atlet tolak peluru yang menjadi contoh justru memiliki persen lemak tubuh yang berlebih. Hal ini diduga karena asupan makanan dan program latihan yang dilakukan oleh atlet. Meskipun persen lemak tubuh atlet tersebut cenderung berlebih, tetapi keadaan ini tidak terlalu berpengaruh pada performa atlet. Penelitian yang dilakukan Kyriazis et al. (2010) menunjukkan hasil bahwa massa bebas lemak mempengaruhi kinerja tembakan atlet tetapi massa tidak berpengaruh secara signifikan.

Berdasarkan Tabel 17 dan 18 juga terlihat bahwa persen lemak atlet belum sesuai dengan persen lemak yang sebaiknya dimiliki oleh atlet. Hal ini terlihat dari hanya sebanyak 35.3% atlet persen lemak tubuhnya sudah masuk dalam kategori

athletes. Atlet atletik memiliki sebaran yang beragam dari range 6-29% dengan rata-rata 16.75% untuk atlet laki-laki dan range 14-36% dengan rata-rata 26.41%. untuk perempuan. Faktor-faktor yang diduga menjadi perbedaan ini terjadi adalah umur, jenis kelamin, genetik, jenis olahraga, serta kebutuhan atlet (ADA 2009). Atlet atletik yang diteliti merupakan atlet dari beberapa macam olahraga, seperti

sprint, lari jarak jauh, tolak peluru, dan lompat jauh. Atlet renang juga memiliki sebaran persen lemak tubuh yang cukup beragam. Persen lemak tubuh atlet renang laki-laki berada pada range 6-17% dan perempuan 21-31%. Hal ini sesuai dengan penelitian Prajakta et al. (2010) yang menyatakan range persen lemak tubuh atlet renang antara 10-35%. Atlet sepak bola juga memiliki sebaran yang beragam dengan range antara 6-24% dengan rata-rata sebesar 13.69%. Perbedaan antar atlet ini diduga disebabkan perbedaan posisi atlet dalam tim. Penelitian yang dilakukan Noel et al. (2003) mendapatkan perbedaan persen lemak tubuh pada posisi pemain yang berbeda. Contohnya pada gelandang serang memiliki persen lemak tubuh rata-rata 19.4%, gelandang bertahan 13.3%, dan pemain belakang 7.3%. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kraemer et al. (2005) yang juga menemukan perbedaan persen lemak tubuh pada pemain belakang, gelandang, dan penyerang. Atlet taekwondo laki-laki dan perempuan cenderung sergam. Persen lemak tubuh atlet taekwondo laki-laki berada pada range 6-13%

(35)

20

dengan rata-rata 12.4% dan perempuan 21-24% dengan rata-rata 23.15. Persen lemak tubuh atlet taekwondo laki-laki lebih redah dibandingkan atlet taekwondo perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taaffe dan Pieter (1990) yang menyatakan bahwa persen lemak tubuh atlet taekwondo laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Akan tetapi nilai yang mereka dapatkan lebih rendah yaitu laki-laki sebesar 7.5% dan perempuan 12%. Heller et al. (1998) juga menemukan persen lemak tubuh atlet taekwondo laki-laki lebih rendah dibandingkan persen lemak tubuh perempuan dengan perbandingan 8.2% : 15.4%.

Massa Otot

Otot merupakan jaringan konektif di dalam tubuh yang berkontraksi ketika ada stimulasi oleh motor neuron. Otot berfungsi dalam membantu bergerak, mempertahankan postur tubuh serta menstabilkan sendi (Fox 1993). Massa otot menjadi sangat penting pada beberapa altet yang penilaian terhadap atlet berdasarkan kualitas dan kuantias otot mereka, seperti binaraga. Beberapa atlet di cabang olahraga lain juga menginginkan hipertrofi otot untuk meningkatkan fisik mereka. Karena otot yang terlatih dapat meningkatkan jumlah mitokondria yang berarti dapat meningkatkan produksi energi. Massa otot dapat diukur dengan cara mengukur lingkar lengan atas dan ketebalan trisep (Supariasa et al. 2001), yang kemudian dihitung menggunakan rumus untuk mengukur massa otot. Berikut sebaran contoh berdasarkan klasifikasi massa otot menurut jenis kelamin.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi massa otot menurut jenis kelamin

Massa otot Laki-laki Perempuan Total Uji beda n % n % n % Wasted 0 0.0 0 0.0 0 0.0 p= 0.010 Below average 2 4.3 8 36.4 10 14.7 Average 44 95.7 14 63.6 58 85.3 Above average 0 0.0 0 0.0 0 0.0 High muscle 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 46 100 22 100 68 100

Berdasarkan Tebel 19 dapat terlihat massa otot terbanyak dari contoh adalah

average yaitu sebesar 85.3%. Jika dilihat menurut jenis kelamin, pada contoh laki-laki sebesar 95.7% contoh memiliki massa otot average. Sedangkan pada contoh perempuan contoh yang memiliki massa otot average sebesar 63.6%. Setelah dilakukan uji beda dengan Independent Sampel T-test, didapatkan nilai p=0.010. Hasil ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada massa otot atlet laki-laki dengan atlet perempuan (p<0.05). Massa otot dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti genetik, usia, jenis kelamin, asupan makanan, hormon, dan juga intensitas latihan berpengaruh terhadap massa otot. Menurut Brown et al. (2005), massa otot laki-laki lebih banyak daripada massa otot perempuan. Hasil perhitungan rata-rata massa otot laki-laki dan perempuan sebesar 22.7 ± 5.3 kg dan 18.2 ± 8.7 kg. Hal

(36)

21

ini berarti massa otot laki-laki lebih besar dibandingkan massa otot perempuan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (2006) dan Boye et al. (2002) yang menunjukkan bahwa massa otot pada remaja laki-laki lebih banyak dibandingkan massa otot remaja perempuan. Massa otot juga dibedakan menurut jenis olahraga yang diteliti dan disajikan dalam Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi massa otot menurut jenis olahraga

Massa otot Atletik Renang

Sepak

bola Taekwondo Total Uji beda Pa Pi Pa Pi Pa Pi Pa Pi Wasted 0 0 0 0 0 0 0 0 0 p =0.024 Below average 0 3 0 2 1 0 1 3 10 Average 7 9 11 4 24 0 2 1 58 Above average 0 0 0 0 0 0 0 0 0 High muscle 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 7 12 11 6 25 0 3 4 68

Berdasarkan Tabel 20 dapat terlihat massa otot menurut jenis olahraga, pada kategori average contoh yang memiliki presentase terbesar yaitu atlet sepak bola (96.0%) dan terendah adalah atlet taekwondo (42.9%). Setelah dilakukan uji beda dengan One Way Anova, didapatkan nilai p=0.024. Hasil ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada massa otot atlet atletik, renang, sepak bola, dan taekwondo (p<0.05). Kemudian setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji LSD, terdapat perbedaan yang signifikan antara atlet taekwondo dengan atlet atletik, renang, dan sepak bola dengan nilai signifikan 0.006, 0.004, dan 0.019. Menurut Brown et al. (2005), salah satu faktor yang mempengaruhi massa otot adalah intensitas latihan. Seseorang yang kurang terlatih, akan terasa sulit dalam meningkatkan massa ototnya. Penelitian yang dilakukan Nasrullah (2012) menyatakan bahwa program latihan body building secara rutin dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan massa otot dada, lengan, paha, dan betis. Perbedaan jenis latihan pada tiap cabang olahraga ini yang diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan massa otot.

Selain intensitas latihan, usia dan hormon juga dapat menjadi faktor yang diduga menjadi perbedaan massa otot pada contoh. Pada altet taekwondo sebanyak 57.2% contoh berusia antara 13-15 tahun. Sementara pada atlet atletik, renang, dan sepak bola contoh yang berusia 13-15 tahun sebanyak 31.6%, 47.0%, dan 24.0%. Hasil tersebut terlihat bahwa contoh yang berasal dari atlet taekwondo memiliki usia yang lebih muda dibandingkan dengan atlet atletik, renang, dan sepak bola. Remaja merupakan masa peralihan menuju dewasa. Menurut Krummel (1996), usia 10-14 tahun merupakan usia remaja awal. pada periode ini, remaja dikarakteristikkan dengan percepatan pertumbuhan fisik yang secara

(37)

22

umum didominasi dengan perubahan pubertas individual. Masa pubertas ditandai dengan adanya perubahan yang cepat dari bentuk tubuh, ukuran, dan komposisi tubuh. Dan pertumbuhan yang cepat biasanya terjadi saat umur 11 tahun pada perempuan dan 13 tahun pada laki-laki. Pertumbuhan yang terjadi disebabkan dengan meningkatnya sekresi hormon pada remaja, sepeti hormon GH, LH, dan FSH. Karena itu, atlet taekwondo yang didominasi usia remaja awal masih dalam proses pubertas sehingga perubahan komposisi tubuh termasuk massa otot berbeda dengan remaja yang usianya lebih dari 15 tahun.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Subjek yang dijadikan contoh penelitian merupakan siswa SMP/SMA Negeri Olahraga Ragunan Jakarta yang berjumlah 68 orang. Contoh laki-laki sebanyak 46 orang (67.6%) dan contoh perempuan sebanyak 22 orang (32.4%). Usia rata-rata dari contoh adalah 15.8 ± 1.3 tahun. Contoh yang diteliti merupakan atlet dari cabang atletik (19 orang), renang (17 orang), sepak bola (25 orang), dan taekwondo (7 orang). Rata-rata berat badan contoh sebesar 62.4 ± 14.1 kg dan rata-rata tinggi badan contoh 165.9 ± 7.9 cm.Status gizi contoh yang tergolong normal sebanyak 76.5%. Sedangkan persen lemak tubuh contoh yang tergolong

healthy sebanyak 85.3% dan massa otot contoh yang berada dalam kategori

average sebanyak 91.2%.

Status gizi contoh yang diteliti menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi contoh, baik menurut jenis kelamin maupun jenis olahraga (p>0.05). Berbeda dengan status gizi, persen lemak tubuh dan massa otot contoh yang diteliti terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05), baik menurut jenis kelamin dan juga jenis olahraga. Persen lemak contoh perempuan lebih besar daripada persen lemak tubuh contoh laki-laki. Sedangkan massa otot berbanding sebaliknya. Massa otot contoh laki-laki lebih besar dibandingkan massa otot perempuan.

Saran

Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi atlet yang belum normal. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan persen lemak tubuh dan massa otot. Bagi atlet yang memiliki persen lemak tubuh yang belum sesuai, perubahan pola makan serta intensitas latihan perlu dilakukan sehingga dapat mencapai standar yang diharapkan. Peningkatan massa otot juga dapat menjadi solusi untuk menurunkan lemak tubuh, karena meningkatan massa otot dapat menurunkan lemak tubuh.

(38)

23

DAFTAR PUSTAKA

[ADA]. American Dietetic Association. 2009. Nutrition and athletic performance.

J Am Diet Ass. 109: 509-527.

Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka. American Collage of Sport Medicine, American Dietetic Association, Dietetians

of Canada. 2000. Nutrition and athletic performance. Medicine & Science In Sports & Exercise. 2130-2145.

Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): EGC.

Boye KR, Triantafillia D, Friedrich M, Eckhard S, Christina N, Stefan W, Thomas R. 2002. Anthropometric assesment of muscularity during growth: estimating fat-free mass with 2 skinfold-thickness measurement is superior to measuring midupper arm muscle area in healthy prepubertal children. Am J Clin Nutr. 76: 628-632.

Brown JE, Isaacs JS, Krinke UB, Lechtenberg E, Murtaugh MA, Sharbaugh C, Splett PL, Stang J, Wooldridge NH. 2005. Nutrition Through the Life Cycle5thEdition. US: Wadsworth.

Ekelund U, Neovius M, Linne Y, Brage S, Wareham NJ, Rossner S. 2005. Associations between physical activity and fat mass in adolescents: the Stockholm Weight Development Study. Am J Clin Nutr. 81: 355-360. Fahey T, Insel P, Roth W. 2010. Body Composition, Fit & Well: Core Concepts

and Labs in Physical Fitness and Wellness. New York (US): McGraw-Hill. Fox SI. 1993. Human Physiology 4th Edition. USA: Wm. C. Brown Publisher Gallagher D, Heymsfield SB, Heo M, Jebb SA, Murgatroyd PR,Sakamoto Y.

2000. Healthy percentage body fat ranges: an approach for developing guidelines based on body mass index. Am J Clin Nutr. 72:694-701.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York (US): Oxford University Press.

Giriwijoyo S, Ali M. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Bandung (ID): Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia. Heller J, Peric T, Dlouha R, Kohlíkova E, Melichna J, Novakova H. 1998.

Physiological profiles of male and female taekwondo (ITF) black belts. J Sports Sci. 16(3): 243-249.

(39)

24

Helinda TC. 2000. Kelayakan Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pada Olahragawan Remaja di SMU Ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hurlock. 2000. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Erlangga.

Irianto DP. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta (ID): CV. Andi Offset.

Jafar. 2012. Prilaku Gizi Seimbang Pada Remaja. [skripsi]. Makassar (ID): Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

Jebb S, McCarthy D, Fry T, Prentice AM. 2004. New body fat reference curves for children. Obesity Reviews [tempat tidak diketahui]: NAASO Suppl A156.

Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

Kim J, Wei S, Dympna G, Alfredo JJ, Zimian W, Jack W, Stanley H, Steven BH. 2006. Total body skeletal muscle mass: estimation by dual-energy x-ray absorptiometry in children and adolscent. Am J Clin Nutr. 84: 1014-1020. Kraemer WJ, Torine JC, Silvestre R, French DN, Ratamess NA, Spiering BA,

Hatfield DL, Vingren JL, Volek JS. 2005. Body size and composition of national football league players. J Strenght Cond. Res. 19(3): 485-489. Kreider RB, Wilborn CD,Taylor L,Campbell B, Almada AL,Collins R, Cooke M,

Earnest CP, Greenwood M, Kalman DSet al. 2010. ISSN exercise & sports nutrition review: research & recommendations. J Int Soc Sports Nutr. 7:1-7. Kyriazis T, Terzis G, Karampatsos G, Kavouras S, Georgiadis G. 2010. Body

composition and performance in shot put athletes at preseason and at competition. Int J Sport Physiol Perform. 5: 417-421.

Lukaski HC, Johnson PE, Bolonchuk WW, Lykken GI. 1985. Assessment of fatftree mass using bioelectrical impedance measurments of human body.

Am J Clin Nutr. 41:810-817.

Macmillan S. 1995. Nutrition and Fitness. New York (US): Macmillan Library Reference.

Maughan RJ, Burke LM. 2011. Practical nutritional recommendations for the athlete. Nestle Nutr. Inst. Workshop. 69:131-149.doi: 10.1159/000329292. Maughan RJ, Watson JS, Wei, J. 1983. Strength and cross-sectional area of

human skeletal muscle. J Physiol. 338: 37 – 49.

Moehji S. 2003. Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta (ID): Papar Sinar Sinanti. Murti B. 2011. Validitas dan Realibilitas Pengukuran. Solo (ID): Universitas

Sebelas Maret.

Nasrulloh A. 2012. Progam latihan body building dapat meningkatkan massa otot mahasiswa IKORA FIK UNY. J MIKI. 2: 89-93.

Noel MM, VanHeest JL, Zaneteas P, Rodger CD. Body composition in division I football players. J Strenght Cond. Res. 17(2): 228-237.

Owen KJH. 1988. Nutrition and Metabolism in Patient Care. London (UK): W. Sounders Compa.

Peele L. 2010. Body Fat Percentage: The Complate Guide to Evaluation and Mearsurement. [tempat tidak diketahui] : [penerbit tidak diketahui].

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
Tabel 2  Kategori ststus gizi berdasarkan IMT/U  Kategori  Nilai Z score
Tabel 4  Kategori massa otot  Kategori  Nilai persentil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika Helicopter air taxiway center line berada di atas permukaan yang tidak diperkeras (unpaved) dan tidak dapat dilakukan pengecatan marka, namun harus tetap diberi marka

Kedua, temper tantrum adalah perilaku destruktif buruk dalam bentuk luapan yang bisa bersifat fisik (memukul, menggigit, mendorong), maupun verbal (menangis, berteriak, merengek)

Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah melakukan segmentasi citra digital menggunakan otsu thresholding dan morfologi terhadap citra dengan pendekatan operasi

Elektron valensi adalah elektron yang terletak pada tingkat energi utama (kulit) terluar suatu atom... Sistem Periodik dan

Menurut Muhammad (2005) resiko pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu resiko usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali pinjaman yang

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang

yang diungkapkan oleh Taswan (2010:167), yang dalam teorinya mengemukakan bahwa semakin rendah efisiensi operasional maka semakin tidak efisien bank, dengan kata lain,

Pada uji hayati formulasi cair jamur entomopatogen, mortalitas serangga inang lebih tinggi dan lebih cepat apabila jamur entomopatogen dalam bentuk formulasi cair bila