• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Sebaran Frekuensi Panjang

Ikan tongkol (A. thazard) yang didaratkan di KUD Gabion yang dijadikan sampel untuk pengukuran panjang dan berat selama enam kali pengambilan sampling yaitu mulai bulan November 2014 hingga bulan April 2015sebanyak 555 ekor, dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada sampling pertama 26 November 2014 sebanyak 80 ekor, sampling kedua 29 Desember 2015 sebanyak 50 ekor, sampling ketiga 27 Januari 2015 sebanyak 94 ekor, sampling ke empat 25 Februari 2015 sebanyak 98 ekor, sampling ke lima 25 Maret 2015 sebanyak 108 ekor dan sampling ke enam 23 April 2015 sebanyak 125 ekor.

Jumlah ikan tongkol yang diamati selama dilakukan penelitian sebanyak 555 ekor dengan panjang total antara 183 mm – 402 mm. Berdasarkan hasil pengelompokan ke dalam panjang didapatkan 11 kelas panjang dengan frekuensi yang berbeda-beda untuk setiap kelas panjang tersebut. Berdasarkan pengelompokan panjang kelas tersebut maka kelompok ikan frekuensi terbesarterdapat pada kisaran panjang 260 – 270 mmdan 359 – 369 mm sebanyak 68 ekor (Gambar 7).

Gambar 7. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tongkol (A. thazard)

Kelompok Ukuran

Berdasarkan metode Bhatacharya dalam program FISAT II, maka di dapat kurva normal yang menggambarkan jumlah kohortdari sebaran frekuensi panjang. Kohort adalah sekelompok individu ikan dari jenis yang sama dan berasal dari tempat pemijahan yang sama. Pada (Gambar 8)dapat dilihat bahwa terdapat 4 kohort, ikan tongkol mengalami pertumbuhan panjang, dilihat dengan pergeseran ke arah kanan dan perubahan ukuran panjang ikan untuk tiap waktu pengambilan contoh.

Gambar 8. Kelompok Ukuran Panjang Ikan Tongkol

0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 8 3 -1 9 3 1 9 4 -2 0 4 2 0 5 -2 1 5 2 1 6 -2 2 6 2 2 7 -2 3 7 2 3 8 -2 4 8 2 4 9 -2 5 9 2 6 0 -2 7 0 2 7 1 -2 8 1 2 8 2 -2 9 2 2 9 3 -3 0 3 3 0 4 -3 1 4 3 1 5 -3 2 5 3 2 6 -3 3 6 3 3 7 -3 4 7 3 4 8 -3 5 8 3 5 9 -3 6 9 3 7 0 -3 8 0 3 8 1 -3 9 1 3 9 2 -4 0 2 Mo re F re k u e n si Selang Kelas (mm) n = 555 ekor n = 555 F re kue ns i ( 10 η ) Panjang (mm)

Hubungan Panjang dan Berat

Hubungan panjang berat digunakan untuk menduga pertumbuhan darisumberdaya ikan tongkol. Berdasarkan jumlah ikan contoh yang diperoleh selama penelitian, dilakukan analisis dengan 555 ekor ikan. Jumlah data panjang dan berat ikan tersebut diperoleh dalam waktu 6 bulan dengan jumlah per bulan 50-125 ekor. Grafik analisis hubungan panjang-berat ikan tongkol di KUD Gabion Belawan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan Panjang Berat Ikan Tongkol

Hubungan panjang berat ikan tongkol adalah W= 0.00005L2.75. Dengan nilai b sebesar 2.75 setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan tongkol memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Pola pertumbuhan allometrik negatif menyatakan bahwa pertumbuhan panjang ikan tongkol lebih dominan dibandingkan pertumbuhan beratnya. Hal tersebut dikuatkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.91 yang berarti bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 91 %.Dapat dilihat pada Tabel 1. W = 0.00005L2.75 R² = 0.91 n = 555 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 P a n ja n g (m m ) Berat (gram)

Tabel 1. Hubungan Panjang Berat Ikan Tongkol (A. thazard)

Persamaan Hubungan Panjang Berat

R2 Pola Pertumbuhan Setelah Uji T (α = 0.05)

0.00005L2.75 0.91 Allometrik negatif

Parameter Pertumbuhan

Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tongkol yaitu koefisien pertumbuhan (K) dan panjang asimtotik (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0). Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy yang terbentuk dari ikan contoh selama penelitiandiperolehLt = 411.60 {1-e

-0.36(t+1.35)

}(Gambar 10).Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai panjang asimtotik (infinitif) sebesar 411.60 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.36per tahun serta nilai t0 didapatkan secara empiris yaitu -1.35. Panjang maksimum ikan tongkol yang tertangkap di perairan Selat Malaka dan didaratkan di KUD Gabion Belawan adalah 402 mm dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter Pertumbuhan K, L∞ dan t0 Ikan Tongkol (A. thazard) Parameter Pertumbuhan

K L∞ (mm) t0

0.36 411.60 -1.35

Gambar 10. Hubungan Panjang dan Umur Ikan Tongkol

380

385

390

395

400

405

410

415

0 10 20 30 40 50 P a nj a ng ( mm ) Umur (bulan)

Faktor Kondisi

Pada analisis hubungan panjang berat ikan tongkol yang didaratkan di KUD Gabion Belawan yang memiliki pola pertumbuhan alometrik. Selama pengamatan, faktor kondisi ikan tongkol berkisar antara 0.51 - 2.59. Nilai faktor kondisi ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai faktor kondisi ikan tongkol (A. thazard) di KUD Gabion Belawan

Jumlah (n) Kisaran Rata-rata

555 0.51 – 2.59 1.10

Mortalitas dan Laju Eklsploitasi

Analisis mortalitas total (Z) ikan tongkol diduga dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang.Untuk pendugaan laju motalitas alami ikan tongkol digunakan rumus empiris Pauly (Sparredan Venema, 1999) dengan memasukkan suhu rata-rata perairan Belawan sebesar 29˚Cyang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data suhu di perairan Belawan dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkoldapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkol

Parameter Total

Mortalitas total (Z) 1.93 Mortalitas alami (M) 0.44 Mortalitas penangkapan (F) 1.48 Laju eksploitasi (E) 0.76

Sebaran Frekuensi Panjang

Jumlah ikan tongkol contoh yang diamati sebanyak 555 ekor dengan frekuensi ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang panjang 260-270 dan 359-369 yaitu sebanyak 68 ekor. Panjang maksimum ikan yang tertangkap adalah sebesar 402 mm. Alat dan bahan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian yang dilakukan selama 6 bulan, jumlah ikan yang diamati pada setiap bulan berbeda yaitu bulan (November) sebanyak 80 ekor, bulan (Desember) 50 ekor, bulan (Januari) 94 ekor, bulan (Februari) 98 ekor, bulan (Maret) 108 ekor dan bulan (April) 125 ekor. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa hasil tangkapan yang lebih banyak terdapat pada bulan Maret dan April.Hal inidisebabkan karena curah hujan pada bulan (November–Februari) tinggi dibanding pada bulan (Maret– April).Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) rata-rata curah hujan pada bulan November sampai Februari lebih tinggi yaitu 148 mm sedangkan pada bulan Maret sampai April rata-rata curah hujan yaitu 61.5 mm (Tabel 5), disebabkan karena pada bulan November sampai Februari merupakan musim penghujan dimana kondisi perairan relatif buruk. Curah hujan yang tinggi dan angin kencang mengakibatkan banyaknya nelayan yang tidak melaut, namun demikian untuk beberapa kelompok nelayan pada bulan-bulan ini tetap turun kelaut dengan jangkauan daerah operasi yang tidak terlalu jauh. Oleh karena itu, hasil tangkapan ikan biasanya relatif rendah akibat jumlah upaya penangkapan yang rendah. Menurut Saeri (2013) kondisi iklim dan suhu air mempengaruhi hasil tangkapan ikan bagi nelayan sekitar selat malaka. Hal ini diperkuat dengan Rasyid (2010) yang menyatakan bahwa musim

barat suhu mencapai minimum. Hal ini disebabkan karena kecepatan angin sangat kuat dan curah hujan yang tinggi.Tingginya curah hujan berarti intensitas penyinaran relatif rendah dan permukaan laut yang lebih bergelombang mengurangi penetrasi panas ke dalam air laut yang mengakibatkan suhu permukaan mencapai minimum.

Tabel 5. Curah Hujan Daerah Medan Belawan

Tahun

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2014 61 64 11 127 183 183 123 266 196 153 215 315 2015 43 19 7 116

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (2015)

Musim penangkapan ikan tongkol berbeda-beda untuk tempat yang berlainan, walaupun spesiesnya sama. Perbedaan ini disebabkan perubahaan suhu, arus dan lain-lain. Batas kedalaman juga mempengaruhi kehidupan ikan tongkol dan ketersediaan makanan (FAO 1983 diacu oleh Agustini 2000). Hal ini diperkuat Tampubolon dkk (2015) yang menyatakan bahwa suhu air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi ikanvertikal. Suhu di setiap tingkat kedalaman juga mempengaruhi kelimpahan atau habitat ikan di dalam air.Kapal menangkap target ikan pada tingkat permukaan sehingga pengukuran suhu hanya dilakukan pada tingkat permukaan. Dokumentasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4.

Spesies yang sama tetapi hidup dilokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula, karena adanya faktor dalam dan luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut (Effendie, 2002), faktor dalam umumnya sukar dikontrol diantaranya keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang utama mempengaruhi ialah makanan dan suhu perairan. Parameter pertumbuhan dapat ditentukan dengan

analisis frekuensi panjang yaitu dengan mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan panjang kelas tersebut agar kelompok umur ikan dapat diketahui.

Kelompok Ukuran

Kelompok ukuran ikan dipisahkan dengan metode Bhattacarya. Dari pemisahan ukuran dapat diketahui bahwa ikan yang tertangkap di perairan Belawan mempunyai 4 kohort yaitu pada kelompok umur 6–9 bulan dengan kisaran panjang 382.50 – 401.72 mm, kelompok kedua pada umur 9-15 bulan pada ukuran 408.24 – 410.46 mm, kelompok ketiga pada umur 15-24 bulan pada ukuran 411.21 – 411.55 mm dan kelompok umur keempat pada umur 24-45 bulan pada ukuran 411.58 – 411.60 mm. Kelompok umur dapat diketahui dari persamaan Von Bartalanffy untuk ikan tongkol yaitu Lt = 411.60 {1-e

-0.36(t+1.35)

}.Hal ini menunjukkan terdapat empat kohort atau generasi yang hidup bersama dalam satu waktu di lingkungan perairan yang sama. Hal ini sesuai dengan Suwarso dan Hariati (2002) diacu oleh Tutopoho (2008) yang menyatakan bahwa kelompok ukuran (kohort) yaitu sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari pemijahan yang sama.

Hubungan Panjang dan Berat

Hubungan panjang berat dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan tongkol di Perairan Belawan. Hubungan panjang berat ikan tongkol yang diamati yaitu W = 0.000005*L2.75. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap penambahan satu logaritma panjang akan menurunkan logaritma berat ikan sebesar 2.75 gram. Hasil ini diperkuat melalui uji t dengan

selang kepercayaan 95% terhadap nilai b. Hipotesis yang digunakan yaitu H1 : pola pertumbuhan alometrik bila b ≠ 3, bila nilai thit > ttab maka terima H1. Diperoleh nilai t hitung (60.23) lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel(1.96), dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan tongkol (A. thazard) di Perairan Belawan yaitu alometrik negatif, dimana pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan beratnya. Nilai koefisisen determinasi (R2) selama penelitian sebesar 91 %. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu pengambilan sampel yang tidak sama, kondisi perairan Belawan yang berbeda-beda setiap bulannya menyebabkan ketersediaan makanan di perairan tersebut berbeda sehingga ikan tongkol (A. thazard) mendapatkan asupan makanan yang berbeda-beda.

Nilai b ≠ 3 setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut, maka dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan tongkol di perairan belawan bersifat alometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat (Effendie, 2002). Hal ini diperkuat oleh Anjani (2010), yang menyatakan bahwa Analisis hubungan panjang berat ikan tongkol (A. thazard) yang pernah dilakukan di Cilauteureun Jawa Barat diperoleh nilai b sebesar 2.49 yang menunjukkan pola pertumbuhan yang alometrik negatif.Hal ini juga diperkuat dengan Ghosh (2012), yang menyatakan bahwa analisis hubungan panjang berat ikan tongkol (A. thazard) yang pernah dilakukan di perairan India diperoleh nilai b sebesar 3.17 yang menunjukkanpola pertumbuhan yang alometrik positif.Perbedaan nilai b yang diperoleh dapat disebabkan faktor lingkungan seperti iklim, kondisi perairan dan ketersediaan makanan, musim penangkapan serta jumlah banyaknya contoh ikan.

Parameter Pertumbuhan

Metode yang digunakan untuk pendugaan umur pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah melalui analisis frekuensi panjang. Panjang ikan akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur, maka bisa dikatakan panjang merupakan fungsi umur dan secara sistematis untuk mengetahui umur bisa dilihat dari panjangnya.

Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model Von Bartalanffy (K dan L∞) diduga dengan metode plot Ford-Walford dengan menggunakan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang. Persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy yang terbentuk untuk ikan tongkol yang tertangkap adalah Lt = 411.60 [1-e-0.36(t+1.35)] dengan koefisien pertumbuhan (K) ikan tongkol sebesar 0.36per tahun dan panjang asimtotik sebesar 411.60 mm jadi semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka ikan semakin cepat mencapai panjang asimtotik dan beberapa spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek. Sebaliknya ikan yang memiliki nilai koefisien pertumbuhan rendah maka umurnya semakin tinggi karena lama untuk mencapai nilai asimtotiknya (Sparre dan Venema, 1999). Berdasarkan nilai panjang asimtotik (L∞), ikan tongkol mencapai panjang asimtotiknya (L∞) ketika berumur 45 bulan.

Nilai panjang asimtotikyang diperoleh berbeda-beda pada setiap perairan. Diperoleh nilai panjang asimtotik di perairan belawan sebesar L∞ = 411.60 mm. Hal ini diperkuat dengan Ghosh dkk., (2012) yang menyatakan bahwa nilai panjang asimtotik ikan tongkol yang pernah dilakukan di perairan India diperoleh nilai L∞ sebesar 56.97 cm (Tabel 6). Sparre dan Venema (1999) menyatakan bahwa nilai koefisien pertumbuhan dan nilai panjang asimtotik

berbedadisebabkan karenaadanya perbedaan genetik serta kondisi perairan yang berbeda. Parameter pertumbuhan memegang peranan penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang paling sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy dapat diketahui umur ikan pada panjang tertentu, sehingga dalam penyusunan pengelolaan perikanan lebih mudah dilakukan. Tabel 6. Nilai K dan L∞ Ikan Tongkol (A. thazard) di perairan India

Spesies L∞ (cm) K (per tahun) Ikan Tongkol (Auxis thazard) 57.95 1.2

Sumber : Gsosh dkk (2015).

Faktor Kondisi

Nilai faktor kondisi yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 0.51– 2.59 (Tabel 1).Perbedaan nilai faktor kondisi setiap musimnya dapat menggambarkan faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Variasi faktor kondisi ini dipengaruhi adanya kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, ketersediaan makanan, jenis kelamin, dan umur (Effendie, 1979). Hal ini diperkuat Blackwell dkk (2000) bahwa kondisi ikan sangat penting dalam perikanan. Ikan gemuk mungkin indikator kondisi yang menguntungkan lingkungan (misalnya kondisi habitat, ketersediaan makanan) sedangkan ikan tipis mungkin menunjukkan kondisi kurang menguntungkan.

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan tongkol digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999). Laju mortalitas meliputi laju mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), dan mortalitas penangkapan. Berdasarkan Tabel 4,

diketahui bahwa nilai mortalitas ikan tongkoldi perairan Belawan tertinggi pada laju mortalitas penangkapan (F) yaitu 1.48 per tahun dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M) yaitu 0.44 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa 14.8 % kematian ikan tongkol di perairan Belawan diakibatkan adanya kegiatan penangkapan. Sama halnya dengan di perairan India nilai laju mortalitas ikan tongkol tertinggi diakibatkan kegiatan penangkapan (F) yaitu sebesar 3.24 per tahun dibandingkan dengan nilai laju mortalitas alaminya (M), yaitu sebesar 1.65 per tahun. Hal ini tidak jauh berbeda dengan ikan-ikan yang berada di perairan Belawan, dimana 32.4 % kematian ikan tongkol diakibatkan adanya kegiatan penangkapan.

Hasil pengamatan pada Tabel 4 memperlihatkan tingkat eksploitasi di perairan Belawan sebesar 0.76 atau 76 %. Nilai tersebut melampui laju eksploitasi yang dikemukakan oleh Gulland (1971) diacu oleh Pauly (1984) bahwa laju eksploitasi optimum suatu sumberdaya ialah 0.5 atau 50%.

Tingkat eksploitasi yang telah melebihi batas optimum yaitu 50% mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan menjadi lebih kecil. Ikan tongkol (A. thazard) di Perairan Belawan telah melebihi batas optimum atau dapatdikatakan telah mengalami tangkap lebih (overfishing). Hal ini disebabkan oleh banyaknya permintaan pasar akan ikan tongkol dan tingkat konsumsi yang tinggi, sehingga penangkapan ikan tongkol terjadi tiap harinya oleh nelayan. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Sesuai dengan pendapat Azis (1989) bahwa jika penangkapan dilakukan terus menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya suatuusaha pengaturan, maka

sumberdaya hayati ikan (waktu yang akan datang)dapat mengalami kelebihan tangkapan dan berakibat menggangu kelestariansumberdaya hayati.

Alternatif Pengelolaan

Berdasarkan informasi mengenai kondisi yang terjadi terhadap dinamika stok ikan tongkol (A.thazard) di Belawan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, maka diperlukan adanya proses pemulihan sumberdaya ikan tongkol yang telah mengalami overfishing. Kondisi seperti ini mengharuskan adanya upaya pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek kelestarian. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan regulasi selektifitas alat tangkap, pembatasan waktu penangkapan, pembatasan ukuran alat tangkap, serta penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan setiap armadanya. Penggunaan alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan tongkol tidak sesuai dengan yang tercatat di Dinas Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. Alat penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 5. Hal ini menunjukkan adanya kesengajaan yang terjadi antara pihak masyarakat nelayan dengan pemerintah. Dengan fakta-fakta tersebut alternatif pengelolaan perikanan yang dapat diterapkan, antara lain :

1. Pelarangan alat tangkap pukat tarik (katrol) di perairan Belawan, karena telah diatur dalam undang-undang peraturan menteri kelautan dan perikanan republik Indonesia nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia dan mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan agar tidak melebihi upaya tangkap optimum. Pelarangan alat tangkap ini untuk

memulihkan stok ikan tongkol yang telah mengalami overfishing secara bertahap.

2. Pembatasan daerah penangkapan sehingga ikan yang tertangkap masih dapat bereproduksi sehingga terjadi recruitmen dan pemulihan stok untuk daerah penangkapan ikan tongkol.

3. Pengaturan ukuran mata jaring yang sebaiknya digunakan nelayan berukuran1,5 inchi sehingga ikan-ikan yang masih kecil atau larva ikan lainnya tidak tertangkap, sehingga tidak terjadi growth overfishing di perairan belawan.

4. Pengaturan jumlah tangkapan setiap armada untuk setiap harinya sehingga tidak terjadi overfishing secara berkelanjutan.

Dokumen terkait