• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan Tongkol (Auxis thazard)

Ikan tongkol adalah ikan yang berpotensi cukup tinggi serta memiliki nilai ekonomis dan banyak disukai masyarakat. Penanganan ikan tongkol ini masih belum baik dari penangkapan sampai pemasaran. Perubahan mutu kesegaran dapat berlangsung secara enzimatis, kimia dan bakteriologi dengan diikuti penurunan organoleptik. Pola dan laju penurunan mutu ikan sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu. Dimana semakin tinggi suhu, semakin cepat pula penurunan mutu kesegaran (Sanger, 2010).

MenurutFishbase (2015) taksonomi ikan tongkol diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Percomorphi Famili : Scombridae Genus : Auxis

Spesies :Auxis thazard

Dari klasifikasi diatas dapat dijelaskan bahwa Ordo Percomorphimempunyai sirip punggung dan sirip dubur namun tidak panjang, dicirikan dengan sirip punggung dua, yang pertama berjari-jari yang mengeras dan yang kedua mempunyai bagian yang berjari-jari keras dan bagian yang berjari-jari lemah. Family Scomberidae dicirikan berbentuk cerutu, V.I 5, jari-jari lemah sirip

ekor bercabang pada pangkalnya, sirip kecil dibelakang sirip punggung dan sirip dubur ada (Saanin, 1968). Ciri-cirinya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxis thazard)

lkan tongkoladalah ikanyang berpotensi cukup tinggi serta memilikinilai ekonomis dan banyak disukaimasyarakat. Penanganan ikan tongkol inimasih belum baik dari penangkapan sampaipemasara. Perubahan mutu kesegarandapat berlangsung secara enzimatis, kimiadan bakteriologi dengan diikuti penurunanorganoleptik. Pola dan laju penurunan mutuikan sangat dipengaruhi oleh keadaantemperatur. Dimana semakin tinggi suhu,semakin cepat pula penurunan mutukesegaran (Sanger, 2010).

Ciri-ciri morfologis tongkol (frigate mackerel) genus Auxis thazardadalah: badan memanjang, kaku, bulat, seperti cerutu dan termasuk tuna kecil (kate). Ikan ini memiliki dua sirip punggung, yaitu, sirip punggung pertama berjari-jari keras 10 dan sirip punggung kedua berjari-jari keras 11, diikuti 6-9 jari-jari tambahan. Sirip dubur pada tongkol ini berjari-jari lemah 14, diikuti 6-8 jari-jari tambahan dan terdapat satu lidah/cuping (interpelvic process) diantara sirip perutnya. Badan tongkol ini tanpa sisik, kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil di bagian belakangnya. Satu lunas kuat diapit dua lunas kecil pada dasar sirip ekornya mencirikan jenis tongkol ini (Direktorat Jenderal Perikanan 1990 diacu Riswandi, 2000).

Ikan tongkol mempunyai sirip lengkap yaitu sepasang sirip dada, sepasangsirip perut, dua sirip punggung, satu sirip anal dan satu sirip ekor. Warna daerahpunggung biru tua, kepala agak hitam, terdapat belang-belang hitam pada daerahpunggung yang tidak bersisik di atas garis sisi. Perut berwarna putih, pewarnaantubuh yang demikian ini, dimana warna bagian dorsal gelap dan bagian ventralterang, dinamakan counter shading sebagai salah satu upaya penyamaran (www.fishbase.comdiacu oleh Anjani 2010).

Ikan ini dapat mencapai panjang 50 cm, tetapi pada umumnya berukuran panjang 25-40 cm. Tongkol ini juga dicirikan dengan tubuh bagian atas berwarna hitam kebiruan serta putih dan perak di bagian bawah. Selain itu, pada jenis ikan ini terdapat ban-ban hitam, serong dan menggelombang pada bagian atas garis rusuk serta sirip-sirip perut dan dada berwarna gelap keunguan (Direktorat Jenderal Perikanan 1990 diacu Riswandi, 2000). Menurut Collete dan Nauen (1983) diacu Girsang (2008) yang menyatakan bahwa perbedaan yang dominan antara Euthynnus dan Auxis terletak pada jarakantara sirip punggung pertama dan kedua, serta keberadaan bintik hitam di bawahkorselet. Sirip punggung pertama dan kedua pada Euthynnus saling berdekatan,kurang lebih sama dengan diameter mata dan pada bagian bawah korselet terdapatbintik hitam berjumlah dua atau lebih. Auxis mempunyai sirip punggung pertama dankedua terpisah jauh, kurang lebih sepanjang dasar sirip punggung pertama serta tidakterdapat bintik hitam di bawah korselet.

Distribusi Ikan Tongkol

Selat Malaka merupakan kawasan beriklim tropik. Keadaan ini berhubungan dengan kedudukannya yang berada didekat garis khatulistiwa. Curah

hujan terutama di pesisir Timur dan Utara mencapai purata 1000 mm hingga 2000 mm per tahun, sedangkan di bahagian tengah, pesisir Barat dan Selatan curah hujannya lebih tinggi yaitu mencapai 2000 mm hingga 3000 mm per tahun. Suhu maksimum rata-rata mencapai 23°C hingga 35°C, dengan kelembaban nisbi udara mencapai 65% - 75%. Secara umum kawasan Selat Malaka memiliki ketinggian rata-rata 125 m di atas permukaan laut (Saeri, 2013).

Ikan tongkol pada umumnya menyenangi perairan panas dan hidup di lapisan permukaan sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28°C (Williamson 1970 diacu Burhanuddin dkk., 1984). Namun pada dasarnya ikan tongkol lebih banyak terdapat di lapisan permukaan. Pengaruh salinitas terhadap penyebaran ikan tongkol dan tuna belum jelas. Meskipun demikian kadar salinitas penting untuk menentukan karakteristik dan mendeteksi keberadaan ikan tongkol dan tuna di suatu perairan. Penyebaran ikan tongkol dan tuna sering mengikuti arus. Demikian pula kepadatan populasinya pada suatu perairan, sangat berhubungan dengan pola arus tersebut. Pada umumnya jenis-jenis tuna mempunyai penyebaran di sepanjang poros arus dan mempunyai kelimpahan yang lebih besar daripada di perairan perbatasan(Blackbun 1965 diacu oleh Agustini, 2000).

Habitat ikan tongkol yaitu epipelagik, neritik dan oseanik. Ikan ini hiduppada daerah pelagis oseanodromous dan laut dalam dengan iklim tropis yangbersuhu 27-28°C dengan memakan ikan kecil, cumi-cumi, krustasea planktonik.Karena kelimpahannya ikan tongkol merupakan elemen yang penting dalam jaringmakanan serta dimangsa oleh ikan yang lebih besar termasuk tuna. Auxis thazardbanyak tersebar di Atlantik, Indian dan Pasifik. Ikan tongkol

termasuk spesiesyang bermigrasi. Peta distribusi Auxis thazard dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Sebaran Ikan Tongkol (Auxis thazard Penyebaran tuna dan tongkol sering mengikuti sirkulasi arus, kepadatanpopulasinya pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arah arus tersebut.Umumnya jenis-jenis tuna mempunyai penyebaran di sepanjang poros arus dalamkelimpahan yang lebih besar daripada di perairan perbatasan (Nakamura 1969 diacuSetiawan 1999).

Alat Tangkap Ikan Tongkol

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol dari tiap negara umumnya sama. Di indonesia ikan tongkol ditangkap dengan gillnet dan purse seine, sedangkan di Malaysia, Philipina dan Pakistan ditangkap dengan drift gillnet dan hook and line. Di samping gillnet, digunakan trawling dalam teknik penangkapan (FAO, 1983) (Agustini, 2000).

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol di perairan Belawan adalah jaring insang(gillnet) dan purse seine.

Jaring Insang (Gillnet)

Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berupa jaring yang pada umumnya berbentuk empat persegi panjang yang mempunyai ukuran mata jaring (mesh size) yang sama pada seluruh badan jaring, di mana jumlah mata jaring ke arah panjangnya lebih banyak daripada jumlah mata jaring ke arah lebarnya ataudalamnya. Jaring insang dikenal dengan sebutan gill net, hal ini karena ikan-ikan yang tertangkap bagian insangnya atau operkulumnya terjerat atau terpuntal pada mata jaring tersebut (Efkipano, 2012). Alat tangkap gillnet dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Alat Tangkap gillnet

Alat tangkap ini berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat ris atas, ris bawah (kadang tanpa ris bawah). Besar mata jaring bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap (ikan, udang). Ikan yang tertangkap itu karena terjerat (gilled) pada bagian belakang lubang penutup insang (operculum), terbelit atau terpuntal (entangle) pada mata jaring yang terdiri dari satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis. Jaring ini terdiri dari satuan-satuan jaring yang biasa disebut tinting (piece). Dalam operasi penangkapannya biasanya terdiri dari beberapa tinting yang digabung menjadi

satu sehingga merupakan satu perangkat (unit) yang panjang (300- 500 m), tergantung dari banyaknya tinting yang akan dioperasikan. Jaring insang termasuk alat tangkap selektif, besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap (Genisa, 1998).

Jaring insang biasanya dioperasikan pada daerah penangkapan (fishing ground) yang relatif aman dan diperkirakan banyak ikan sebagai target tangkapan, tidak dioperasikan di jalur penangkapan terlarang, jalur pelayaran, daerah perlindungan, daerah berkarang, kekuatan arusnya tidak lebih dari 4 knot dan arahnya beraturan, tidak banyak gannguan pada dasar perairan (Efkipano, 2012). Jenis-jenis ikan yang umumnya tertangkap dengan gill netialah jenis-jenis ikan yang berenang dekat permukaan laut. Jenis-jenis ikan yang terjerat pada mata jaring misalnya saury, sardine, salmon, laying, tembang, kembung dan lain-lain membentuk suatu gerombolan (shoal) dan dapat dikatakan setiap individu mempunyai ukuran yang hampir sama (Sudirman dan Mallawa, 2012).

Berdasarkan penempatan jaring di perairan, gillnet dibedakan menjadi dua, yaitu: gillnet dasar (bottom gillnet) dan gillnet permukaan (surface gillnet). Gillnet dasar adalah gillnet yang dioperasikan didasar perairan untuk menangkap jenis-jenis ikan demersal. Selanjutnya, gillnet permukaan adalah gillnet yang dioperasikan disekitar permukaan air untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis. Gillnet permukaan ini lebih dikenal dengan sebutan jaring insang hanyut (drift gillnet) (Riswandi, 2000).

Berdasarkan kedudukannya pada waktu dilabuhkan atau dipasang dapat dibedakan menjadi jaring insang hanyut (drift gillnet) yaitu jaring insang yang pengoperasiannya dihanyutkan dalam perairan, jaring insang tetap (set gillnet)

yaitu jaring insang yang pengoperasiannya diposisikan atau dipasang menetap dalam waktu tertentu dengan menggunakan pemberat/jangkar dalam perairan. Berdasarkan bentuknya pada waktu dioperasikan dapat dibedakan menjadi jaring melingkar (encircling gillnet) yaitu jaring insang yang pengoperasiannya dilingkarkan untuk mengurung kumpulan ikan, selanjutnya ikan dikejutkan agar menabrak jaring sehingga tersangkut atau terpuntal mata jaring, jaring insang mendatar (drift gillnet) yaitu jaring insang yang pengoperasiannya membentuk lembaran jaring seperti lembar sebuat net bulu tangkis (Efkipano, 2012).

Purse seine

Purse seine merupakan alat tangkap yang aktif karena dalam operasi penangkapan kapal melakukan pelingkaran jaring pada target tersebut dengan cara melingkarkan jaring pada gerombolan ikan lalu bagian bawah jaring dikerucutkan dengan menarik purse line. Dengan kata lain, ikan yang tertangkap di dalam jaring tidak dapat meloloskan diri. Fungsi dari badan jaring bukan sebagai penjerat, melainkan sebagai dinding yang akan menghalangi ikan untuk lolos (Erfan, 2008). Alat tangkap purse seine dapat dilihat pada Gambar 5.

Purse seine (pukat cincin) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Alat tangkap ini digolongkan dalam kelompok jaring lingkar (surrounding nets). Von Brandt (1984) diacu oleh Iriana, dkk., (2012) menyatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil di sekitar permukaan air. Purse seine di buat dengan dinding jaring yang panjang, dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring.

Purse seine (pukat cincin) digunakan untuk menangkap ikan yang bergerombol (schooling)di permukaan laut. Ikan yang tertangkap dengan alat penangkapan purse seine adalah jenis-jenisikan pelagis kecil yang hidupnya bergerombol. Daerah-daerah penangkapan yang terpenting adalah di perairan Maluku-Papua, Utara Jawa, Selat Malaka, Selat Makassar, Laut Cina Selatan (Perairan Natuna) dan SelatanSulawesi yang total produksinya mencapai sekitar 40 - 60 % total produksi seluruh perairan. Dalam setahun rata-rata tiap purse seine melakukan 7 trip penangkapan dengan jangkawaktu melaut 30-45 hari(Sutanto, 2005).

Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti ukuran makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Menurut Effendie (1997)

dalam Harahap (2006) bahwa pertumbuhan merupakan parameter utama untuk ikan-ikan bernilai ekonomis, karena pertumbuhan menentukan hasil produksi. Pertumbuhan didefenisikan sebagai perubahan panjang atau berat yang terjadi pada suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon terhadap perubahan makanan yang tersedia dalam waktu tertentu.

Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan kondisi ikan, analisa hubungan panjang–berat, Menurut Merta (1993) diacu Manik (2009) bahwa dimaksudkan untuk mengukurvariasi berat harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual ataukelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. Demikian juga dikemukakan olehEverhart dan Youngs (1981), bahwa analisa hubungan panjang – berat yaitudapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness,yang merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi (fitness, well-being) atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atauindividu tertentu.

Pertumbuhan sebagai salah satu aspek biologi ikan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai. Selain itu, pengetahuan tentang struktur populasi dapat menjadi dasar pengelolaan yang lebih baik. Pengetahuan yang tepat tentang umur ikan merupakan hal penting untuk mengungkap permasalahan daur hidup ikan, seperti ketahanan hidup, laju pertumbuhan, dan umur ikan saat matang gonad (Rounsefell dan Everhart 1962 diacu oleh Syahrir 2013).

Tipe pertumbuhan ikan dapat diketahui dari hubungan panjang dan bobotnya.Konstanta yang menggambarkan tipe pertumbuhan adalah nilai b. Nilai b yanglebih besar dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan tersebut bersifatallometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar daripada pertumbuhanpanjang. Nilai b yang lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhanikan bersifat allometrik negatif, yakni pertumbuhan panjang lebih besar daripadapertumbuhan bobot. Jika nilai b sama dengan 3, tipe pertumbuhan ikan bersifatisometrik yang artinya pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan bobot(Effendie, 1997 dalam Tutupoho, 2008).

Secara teoritis laju pertumbuhansetigp organisme sangat dipengaruhioleh umur dan kondisi lingkungannya, termasuk di dalamnya adalah faktormakanan. Jika kebutuhan makanantidak terpenuhi maka laju tumbuhorganisme tersebut akan terhambat.Pertumbuhan setiap organisme(termasuk ikan) pada cmumnya akanmulai lambat dengan bertambahnya umur. Analisis pertumbuhan ikan lautdan organisme sejenisnya dapatdilakukan berdasarkan ukuran panjangatau berat (Syam, 2006).

Hubungan Panjang Berat

Analisis hubungan panjang-berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjangn dan berat. Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang berat ini adalah untuk menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya. Selain itu juga dapat diketahui pola pertumbuhan, kemontokan, dan pengaruh perubahan lingkungan terhadap pertumbuhan ikan (Rifqie, 2007).

Hubungan panjang bobot sangat penting dalam biologi perikanan, karena dapat memberikan informasi tentang kondisi stok. Data biologi berupa hubungan panjang dan bobot melalui proses lebih lanjut akan menghasilkan keluaran terakhir berupa tingkat penangkapan optimum dan hasil tangkapan maksimum lestari. Hubungan panjang bobot dapat menyediakan informasi yang penting untuk salah satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang hubungan panjang bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan dari daerah lain dalam pengkajian (Masyahoro, 2009).

Faktor Kondisi

Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan mendadak dari kondisi ikan itu, situasi demikian memungkinkan untuk dapat diketahui apabila kondisinya kurang baik diduga populasinya terlalu padat, dan sebaliknya apabila kondisinya baik dan sumber makanan cukup melimpah maka ada kecenderungan ikan-ikan yang mendiami habitat tersebut gemuk/montok. Sehingga untuk keperluan analisis tersebut dilakukan uji faktor kondisi. Nilai faktor kondisi ini tentu sangat tergantung dari nilai b yang sebelumnya dilakukan dulu pengujiannya dari nilai regresi antara panjang dan berat (Riswanto, 2012).

Menurut Lagler (1972) dalam Harahap (2006) menyatakan bahwa Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dalam bentuk angka. Faktor kondisi akan dipengaruhi oleh keadaan ikan itu sendiri, untuk ikan-ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik, faktor kondisinya dapat dihitung dengan menggunakan nilai kondisi relative (Kn), yaitu berat yang berdasarkan pengamatan dibagi dengan berat yang berdasarkan kepada pendugaan berat dari

panjangnya, yaitu panjang berdasarkan kelompok umur, kelompok panjang tertentu atau sebahagian dari populasi.

Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan berat tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tadi (Effendie, 2002).

Faktor kondisi dapat dihitung untuk menilai kesehatan ikan secara umum, produktivitas dan kondisi fisiologi dari populasi ikan Richter (2007). Kondisi ikan bisa sangat penting untuk manajer perikanan. Ikan gemuk mungkin menjadi indikator kondisi lingkungan yang menguntungkan (misalnya, kondisi habitat, cukupketersediaan mangsa), sedangkan ikan tipis mungkin menunjukkan kurang menguntungkan lingkungankondisi (Blackwell dkk., 2000).

Menurut Effendie (1997) diacu oleh Wahyudewantoro (2013) bahwa besarnya faktor kondisi tergantung pada banyak hal antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme, ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan perairan. Semakin tinggi nilai faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan antara ikan dengan lingkungannya.

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Secara umum, ikan akan mengalami kematian (mortalitas) yang dapat disebabkan oleh kematian alami dan kematian akibat penangkapan. Mortalitas alami biasanya diberi simbol M dan mortalitas akibat penangkapan diberi simbol E sedangkan laju mortalitas total diberi simbol Z (Sparre dan Venema, 1998diacu

Prasetya, 2010). Mortalitas alami dapat terjadi akibat pemangsaan, penyakit, parasite, umur dan faktor lingkungan sepanjang hidup ikan. Pauly (1980) menyatakan adanya keterkaitan yang erat antara mortalitas alami dengan suhu perairan dimana semakin hangat suhu perairan akan menyebabkan meningkatnya mortalitas alami pada ikan.

Laju eksploitasi (E) merupakan bagiandari populasi ikan yang ditangkap selama periode waktu tertentu (1 tahun), sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Eksploitasi optimal dicapai jika laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M), yaitu 0.5 (Pauly 1984dalam Putri 2013).

Selain umur dan pertumbuhan, umur kematian ikan secara natural (natural mortality) dapat ditentukan dengan menggunakan formula Pauly’s Model Equation yang sudah terintegrasi dengan software FISAT II. Kemudian kematian total (total mortality) dapat dilakukan dengan menggunakan analisis model Beverton& Holt yang juga terintegrasi pada FISAT II. Berdasarkan dua parameter di atas yaitu M dan Z, maka dapat ditentukan kematian akibat penangkapan ikan (fishing mortality) dengan cara menjumlahkan antara M dan Z. sedangkan laju eksploitasi (E) adalah persentase dari perbandingan antara kematian akibat penangkapan ikan (fishing mortality) dengan kematian ikan secara natural (natural mortality) atau secara formula E = F/Z (Riswanto, 2012).

Dokumen terkait