• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan proses penyerutan, pembentukan, pengeboran dan pengampelasan pada papan contoh uji kemenyan bulu toba dan durame. Berikut merupakan hasil dan pembahasan sifat pemesinan tiga jenis kayu kemenyan.

Penyerutan (planing)

Berdasarkan proses penyerutan yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata persentase luas cacat penyerutan dan kelas pemesinan yang disajikan pada Tabel 3. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kayu kemenyan bulu menunjukan kualitas penyerutan baik (kelas II), dengan persentase permukaan bebas cacat 78,51%, sedangkan kayu kemenyan toba dan durame menunjukan kualitas penyerutan sangat baik (kelas I), dengan persentase permukaan bebas cacat 81,52% untuk kayu kemenyan toba dan 90,59% untuk kayu kemenyan durame. Tabel 3. Persentase rata-rata cacat penyerutan dan kelas pemesinan

Perbedaan luas permukaan bebas cacat pada contoh uji berkaitan dengan cacat-cacat pemesinan yang muncul pada proses penyerutan, yaitu cacat bulu halus (fuzzy grain), serat terserpih (chipped grain), tanda chip(chip marks) dan serat terangkat (raised grain) dan serat patah (torn grain). Pada kayu kemenyan bulu, cacat yang terbesar adalah cacat bulu halus dengan persentase sebesar

Jenis kayu Bulu halus (%) Serat terserpih (%) Tanda chip (%) Serat terangkat (%) Serat patah (%) Total cacat (%) Bebas cacat( %) Kelas pemesi nan Kemenyan bulu 14,42 2,16 4,91 0,00 0,00 21,49 78,51 I Kemenyan toba 9,13 3,02 6,33 0,00 0,00 18,48 81,52 I Kemenyan durame 5,42 2,91 1,08 0,00 0,00 9,41 90,59 I

14,42% yang diikuti dengan tanda chip sebesar 4,91% serta cacat serat terserpih 2,16%, sedangkan cacat serat terangkat tidak ditemukan. Pada kayu kemenyan toba cacat yang terbesar adalah cacat bulu halus dengan persentase sebesar 9,13% kemudian tanda chip dengan persentase 6,33% dan serat terserpih 3,02%, sedangkan cacat serat terangkat juga tidak ditemukan. Pada kayu kemenyan durame cacat yang terbesar adalah cacat bulu halus dengan persentase 5,42%, kemudian diikuti cacat serat terserpih 2,91% serta tanda chip sebesar 1,08%, sedangkan cacat serat terangkat juga tidak ditemukan pada kayu kemenyan durame.

Sifat pemesinan kayu kemenyan ternyata lebih baik dibandingkan sifat pemesinan kayu kemiri (Aleurites moluccana) yang masih termasuk dalam kelas pemesinan II dengan mutu pemesinan baik. Dalam penelitian Sitinjak (2008) diperoleh hasil, pada kayu kemiri cacat yang terbesar adalah cacatserat terserpihdengan persentase 22%, kemudian diikuti cacat bulu halus dengan persentase 12% serta tanda chip sebesar 4%.

Cacat bulu halus merupakan cacat yang memiliki persentase terbesar pada proses penyerutan kayu kemenyan bulu, toba dan durame. Cacat bulu halus terlihat seperti bulu-bulu yang muncul dipermukaan kayu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rachman dan Malik (2011), serat berbulu (fuzzy grain), yaitu terlepasnya serat-serat kayu yang menyerupai bulu-bulu ke permukaan kayu hasil pemesinan, akibat adanya kayu tarik (tension wood) pada bagian tersebut.

Cacat bulu halus juga terjadi diduga karena mesin serut yang digunakan sudah tumpul. Seperti yang dinyatakan oleh Balfas (1993) dalam Asdar (2010), Faktor lain yang juga menentukan mutu pemesinan khususnya sifat penyerutan

adalah peralatan (ketajaman pisau), sudut pemotongan, kecepatan pengumpanan dan kecepatan pisau. Pisau serut yang kurang tajam atau sudut pemotongnya yang tidak sesuai cenderung menghasilkan produk penyerutan yang kasar.Demikian juga dengan kecepatan pengumpanan dan kecepatan pisau yang tidak sesuai dengan karakteristik kayu. Gambar 3 merupakan gambar cacat bulu halus pada proses penyerutan.

Gambar 3. Cacat bulu halus pada proses penyerutan

Serat terserpih adalah cacat berupa terserpih/ tercabiknya sekelompok serabut kayu karena proses penyerutan, sehingga serat kayu terlepas dan terbentuk lekukan pada permukaan kayu. Menurut Sucipto (2009) serat terserpih disebabkan oleh mata pisau tumpul, sudut potong pisau terlalu besar serta serat kayu miring. Mandang dan Pandit (1997) dalam Sitepu (2007) menambahkan bahwa adanya serat terpadu dan miring serat pada kayu disebabkan arah letak serat longitudinal pada suatu lapisan kayu berbeda dengan arah sel-sel pada lapisan kayu berikutnya.

Kayu kemenyan diduga memiliki serat terpadu dan miring serat. Serat terpadu dan miring serat dapat menyebabkan serat pada permukaan kayu saat proses pengerjaan tidak terpotong secara sempurna sehingga dapat merangsang timbulnya cacat yaitu serat terserpih. Selain itu ukuran dinding serat dan diameter

lumen serat juga berpengaruh terhadap persentase cacat serat terserpih.Kayu kemenyan toba memiliki dinding serat dan diameter lumen serat yang lebih kecil dibandingkan kayu kemenyan bulu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pasaribu, dkk (2013) bahwa dinding serat kemenyan toba tipis sampai tebal, tebal dinding serat 1-3 μm, rata-rata 2,3±0,4 μm diameter lumen serat 20-43 μm, rata-rata 31±3

μm serta dinding serat kemenyan bulu tipis sampai tebal tebal dinding serat 2-3

μm, rata-rata 2,5±0,4 μm diameter lumen serat 28-44 μm, rata-rata 34±4 μm.

Gambar 4 merupakan gambar cacat serat terserpih pada proses penyerutan.

Gambar 4. Cacat serat terserpih pada proses penyerutan

Cacat tanda chip yang terdapat pada proses penyerutan ditandai dengan adanya lekukan dangkal pada kayu yang disebabkan oleh serpihan atau serutan yang tertatah. Menurut Sitinjak (2008) tanda chip diduga terjadi karena mata pisau tidak tajam (tumpul) sehingga pada saat pemotongan kayu tidak terpotong sempurna. Gambar 5 merupakan gambar cacat tanda chip pada proses penyerutan.

Pembentukan (Shaping)

Secara umum kayu kemenyan bulu, toba dan durame memiliki kualitas pembentukan sangat baik (kelas I), dengan rata-rata persentase luas cacat pembentukandan kelas pemesinan yang dapat dilihat pada Tabel 4. Pada tabel tersebut diperoleh persentase permukaan bebas cacat pada kayu kemenyan bulu adalah 88,07%, 88,55% untuk kemenyan toba dan 86,96% untuk kemenyan durame.

Tabel 4. Persentase rata-rata cacat pembentukan dan kelas pemesinan

Jenis kayu Bulu halus (%) Serat terangkat (%) Tanda chip(% ) Total cacat (%) Bebas cacat (%) Kelas pemesina n Kemenyan bulu 7,11 0,58 4,24 11,93 88,07 I Kemenyan toba 4,60 0,56 6,29 11,45 88,55 I Kemenyan durame 4,32 0,33 8,39 13,04 86,96 I

Cacat-cacat yang timbul akibat proses pembentukan antara lain cacat serat bulu halus (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain) dan tanda chip(chip mark). Pada kayu kemenyan bulu persentase cacat terbesar adalah cacat bulu halus yaitu sebesar 7,11%, yang diikuti tanda chip dengan persentase 4,24% dan kemudian cacat serat terangkat 0,58%. Pada kayu kemenyan toba tanda chip memiliki persentase cacat terbesar yaitu 6,29%, kemudian diikuti oleh cacat bulu halus 4,6% dan cacat serat terangkat 0,56%. Pada kayu kemenyan durame persentase cacat terbesar juga adalah tanda chip dengan persentase 8,39%, diikuti cacat bulu halus 4,32% dan 0,33% untuk cacat serat terangkat.

Sifat pemesinan kayu kemenyan pada proses pembentukan ternyata lebih baik dibandingkan sifat pemesinan kayu mangga (Mangifera indica L) yang termasuk dalam kelas pemesinan I dengan mutu pemesinan sangat baik tetapi permukaan bebas cacatnya mencapai 86%. Dalam penelitian Sitepu (2007)

diperoleh hasil, pada kayu mangga cacat yang terbesar adalah cacat serat terangkat dengan persentase 8%, kemudian diikuti cacat bulu halus dan tanda chip sebesar 3%.

Menurut Koch (1964), proses pembentukan merupakan proses peripheral milling, yakni suatu proses pemotongan bidang kerja yang dipotong oleh beberapa mata pisau yang berputar terus menerus, sehingga akan terbentuk tatal-tatal yang pendek. Darmawan (1997) mengemukakan bahwa tatal-tatal yang pendek ini mudah digeser oleh mata pisau. Akibat bekerjanya gaya geser ini maka serat-serat tepat di depan mata pisau akan mengalami pemadatan dan mengalami pelipaan. Hal ini menyebabkan serat-serat kayu tidak terpotong sempurna dan terbentuk serat berbulu halus. Gambar 6 merupakan gambar cacat bulu halus pada proses pembentukan.

Gambar 6. Cacat bulu halus pada proses pembentukan

Cacat serat terangkat (raised grain) yaitu munculnya serat ke permukaan kayu hasil pemesinan sehingga membentuk gelombang karena adanya perbedaan tegangan pada jaringan tersebut atau karena perbedaan kerapatan antara kayu awal dan kayu akhir.Hal ini juga berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis kayu kemenyan tersebut, kayu kemenyan toba memiliki persentese cacat serat terangkat

Pasaribu, dkk (2013) dinyatakan adapun penyusutan kemenyan bulu yang lebih tinggi mengindikasikan adanya tegangan dalam jaringan yang lebih tinggi dibanding pada kayu kemenyan toba.Kondisi penyusutan yang lebih besar berpengaruh pada kemungkinan cacat kayu yang lebih besar dalam pengolahannya. Gambar 7 merupakan gambar cacat serat terangkat pada proses pembentukan.

Gambar 7. Cacat serat terangkat pada proses pembentukan

Tanda chip yang muncul pada proses pembentukan ditandai dengan adanya lekukan dangkal pada kayu. Kayu kemenyan yang memiliki kandungan resin diduga membuat mata pisau mudah menempel pada permukaan kayu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adha (2005) yang mengemukakan bahwa tanda chip yang terdapat pada kayu diduga karena adanya kandungan resin pada kayu tersebut. Gambar 8 merupakan gambar cacat tanda chip pada proses pembentukan.

Pengeboran (boring)

Berdasarkan Tabel 5 berikut ini dapat diketahui bahwa kayu kemenyan bulu, toba dan durame memiliki kualitas pengeboran sangat baik (kelas I) dengan persentase permukaan bebas cacat 98,42% untuk kayu kemenyan bulu, 98,30% untuk kayu kemenyan toba dan 98,94% untuk kayu kemenyan durame.

Tabel 5. Persentase rata-rata cacat pengeboran dan kelas pemesinan

Pada kayu kemenyan bulu cacat penyobekan merupakan cacat dengan persentase terbesar yaitu 0,72%, kemudian diikuti cacat bulu halus (fuzzy grain) 0,64% dan 0,22% untuk cacat penghancuran. Pada kayu kemenyan toba persentase cacat terbesar adalah cacat penyobekan yaitu sebesar 0,84%, yang diikuti cacat bulu halus 0,74% dan cacat penghancuran sebesar 0,12%. Sedangkan pada kayu kemenyan durame persentase cacat terbesar adalah cacat bulu halus yaitu dengan persentase 0,59%, kemudian diikuti cacat penyobekan (tear out) 0,25% dan 0,22% untuk cacat penghancuran(crushing).Pada sampel uji proses pengeboran tidak ditemukan cacat kelicinan (smoothness).

Sifat pemesinan kayu kemenyan pada proses pengeboran ternyata lebih baik dibandingkan sifat pemesinan kayu durian (Durio zibethinus I) yang termasuk dalam kelas pemesinan I dengan mutu pemesinan sangat baik tetapi permukaan bebas cacatnya mencapai 96%. Dalam penelitian Adha (2005)diperoleh hasil, pada kayu durian cacat yang terbesar adalah cacat serat tersobekdengan persentase 3%, kemudian diikuti cacat serat terhancur sebesar 1%.

Jenis kayu Bulu halus (%) Kelici-nan (%) Penyo-bekan (%) Penghan-curan (%) Total cacat (%) Bebas cacat (%) Kelas pemesinan Kemenyan bulu 0,64 0,00 0,72 0,22 1,58 98,42 I Kemenyan toba 0,74 0,00 0,84 0,12 1,70 98,30 I Kemenyan durame 0,59 0,00 0,25 0,22 1,06 98,94 I

Persentase cacat yang terjadi pada proses pengeboran dipengaruhi oleh kecepatan putar mata bor. Menurut Sitepu (2007) kecepatan putar bor mempengaruhi hasi yang diperoleh, semakin cepat putarannya akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan bor yang putarannya lebih lambat. Selain itu proses pengeboran yang dilakukan dengan kecepatan lambat dapat menyebabkan kegiatan pengeboran yang dilakukan dengan kecepatan lambat dapat menyebabkan kegiatan pengeboran menjadi lebih sulit dan lebih mudah menimbulkan cacat pada permukaan lubang bor. Cacat yang terdapat pada kayu kemenyan yang telah dibor diantaranya bulu halus, penyobekan dan penghancuran.

Cacat bulu halus yang terjadi pada proses pengeboran diduga disebabkan oleh mata bor yang menjadi panas. Menurut Lerch (1987) mengebor lubang yang sangat dalam, tidak boleh dilakukan sekali jalan saja.Hal tersebut menyebabkan mata bor menjadi panas, dan menghasilkan serat bulu.Mata bor hendaknyadimasukkan dua atau beberapa kali.Hal tersebut dapat membersikan serbuk pada lubang dan diperoleh hasil yang baik.Serat berbulu merupakan bentuk cacat yang dominan pada sifat pengeboran jenis kayu kemenyan durame, kemudian pada jenis kayu kemenyan bulu dan toba penyobekan merupakan cacat yang dominan, sedangkan cacat kelicinan tidak terjadi.Gambar 9 adalah gambar cacat bulu halus pada proses pengeboran.

Gambar 9. Cacat bulu halus pada proses pengeboran

Cacat penghancuran dan penyobekan yang terjadi diduga disebabkan oleh proses pengeboran yang kurang sempurna. Menurut Adha (2005) ketika mata bor ditarik ke atas dari lubang kayu ada sebagian serat dibagian pinggir lubang ikut tertarik keatas sehingga menyebabkan timbulnya penyobekan dan penghancuran. Siswanto (2002) menambahkan bahwa proses pengeboran yang kurang sempurna menyebabkan serat kayu terangkat dan tersobek pada ujung dan pinggir papan.Gambar 10 adalah gambar cacat penyobekan pada proses pengeboran.

Gambar 10. Cacat penyobekan pada proses pengeboran

Rachman danRuliaty (1990) menyatakan bahwa cacat penghancuran dan kelicinan pada sifat pengeboran kayu umumnya tidak terjadi.Gambar 11 adalah gambar cacat penghancuran pada proses pengeboran.

Gambar 11. Cacat penghancuran pada proses pengeboran

Pengampelasan (sanding)

Berdasarkan proses pengampelasan yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata persentase luas cacat pengampelasan dan kelas pemesinan yang disajikan pada Tabel 6. Pada tabel 6 tersebut dapat dilihat bahwa kayu kemenyan bulu menunjukan kualitas pengampelasan baik (kelas II), dengan persentase permukaan bebas cacat 79,99%, sedangkan kayu kemenyan toba dan durame menunjukan kualitas penyerutan sangat baik (kelas I), dengan persentase permukaan bebas cacat 84.45% untuk kayu kemenyan toba dan 85,85% untuk kayu kemenyan durame.

Tabel 6. Persentase rata-rata cacat pengampelasan dan kelas pemesinan

Jenis kayu Bulu halus (%) Bekas garukan (%) Total cacat (%) Bebas cacat (%) Kelas pemesinan Kemenyan bulu 12,6 7,41 20,01 79,99 II Kemenyan toba 6,85 8,70 15,55 84,45 I Kemenyan durame 8,00 6,15 14,15 85,85 I

Jenis cacat yang diperoleh dari proses pengampelasan yang disajikan pada tabel 6 hanya cacat bulu halus (fuzzy grain) dan cacat bekas garukan (scratching). Pada kayu kemenyan bulu persentase cacat terbesar adalah cacat bulu halus dengan persentase 12,6% kemudian diikuti cacat bekas garukan 7,41%. Pada kayu

kemenyan toba cacat bekas garukan merupakan cacat terbesar yaitu 8,70% dan diikuti cacat bulu halus dengan persentase 6,85%. Sedangkan pada kayu kemenyan durame cacat bulu halus memiliki persentase yang lebih besar dibandikan cacat bekas garukan yaitu 8,00% dan 6,15% untuk cacat bekas garukan.

Sifat pemesinan kayu kemenyan pada proses pengampelasan ternyata tidak lebih baik dibandingkan sifat pemesinan kayu kepayang (Pangium edule) yang memiliki persentase bebas cacat sebesar 87,4% yang termasuk dalam kelas pemesinan I dengan mutu pemesinan sangat baik, tetapi sifat pemesinan kayu kemenyan lebih baik dibandingkan sifat pemesinan kayu surian (Toona sinensis) yang memiliki persentase bebas cacat sebesar 78,8% yang termasuk dalam kelas pemesinan II dengan mutu pemesinan baik. Dalam penelitian Asdar (2010) diperoleh hasil, pada kayu kepayang cacat yang terbesar adalah cacat bulu halus dengan persentase 12,6% dan 0% untuk cacat bekas garukan, sedangkan pada kayu surian cacat yang terbesar adalah cacat bulu halus dengan persentase 15,6% kemudian diikuti cacat bekas garukan dengan persentase 5,6%.

Timbulnya cacat bulu halus kadang dipengaruhi oleh karakteristik kayu, ukuran grit ampelas yang digunakan serta arah pengumpanan kayu saat memasukkan kayu pada mesin ampelas. Jika arah pengumpanan berlawanan dengan arah serat kemungkinan terjadinya cacat bulu halus akan semakin besar, karena pada saat proses pengampelasan serat yang tidak terpotong sempurna akan bangun oleh gesekan ampelas (Koch, 1964). Gambar 12 adalah gambar cacat bulu halus pada proses pengampelasan.

Gambar 12. Cacat bulu halus pada proses pengampelasan

Menurut Utama (2016) Penggunaan mesin amplas untuk sifat pengamplasan menghasilkan daya getar (gaya gesek) yang seirama, sehingga cacat bekas garuk relatif kecil. Gambar 13 adalah cacat bekas garukan pada proses pengampelasan.

Dokumen terkait