• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kota Tangerang

Keadaan Geografis dan Administratif

Kota Tangerang terletak antara 606’ – 6013’ Lintang Selatan dan 106036’ – 106042’ Bujur Timur. Batas administratif Kota Tangerang adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan.

Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan klasifikasi jalan, di Kota Tangerang terdapat tiga jalan yang berstatus jalan nasional, yaitu : jalan Merdeka, Daan Mogot, dan Gatot Subroto. Jalan yang berstatus jalan provinsi ada tujuh, diantaranya : jalan KH.Hasyim Asyhari dan MH.Thamrin. Jalan tersebut merupakan jalur penting yang cukup memadai untuk menjadi jalur distribusi, khususnya antara Kota Tangerang dengan Kota Jakarta.

Secara umum wilayah Kota Tangerang berada 14 m di atas permukaan laut, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April sebanyak 235 mm. Kelembaban udara rata-rata 78.7 % dan temperatur udara 27.70C.

Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Botabek dengan luas wilayah 17 729.746 Ha. Pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbangun seluas 10 127.231 Ha (57.12 % dari luas seluruh kota), sehingga sisanya sangat strategis untuk dapat dikonsolidasi dengan baik ke dalam wilayah terbangun kota melalui perencanaan tata kota yang sesuai (BPS Kota Tangerang 2011). Data terakhir menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang seperti digambarkan oleh Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Pemanfaatan Lahan di Kota Tangerang

Peruntukkan Luas (Ha) %

Pemukiman 5 988 39.1

Industri 1 367 8.9

Perdagangan dan Jasa 608 4.0

Pertanian 4 468 29.0

Lain-lain 819 5.3

Belum terpakai 2 66 1.7

Bandara Soekarno – Hatta 1 816 12.0

Sumber : Kota Tangerang dalam angka (BPS 2012) Kependudukan

Jumlah penduduk kota Tangerang menurut Sensus Penduduk tahun 2000 sebesar 1 311 746 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 653 566 jiwa dan perempuan sebanyak 658 180 jiwa. Setiap tahun jumlah penduduk kota Tangerang selalu mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3.5%

11 per tahun. Adapun gambaran peningkatan jumlah penduduk Kota Tangerang dari tahun 2008-2011 disajikan pada Gambar 2.

Jumlah penduduk Kota Tangerang menurut Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk untuk tahun 2011 berjumlah 1 847 341 dengan rasio jenis kelamin sebesar 104.98 artinya setiap 100 penduduk laki-laki terdapat 104.98 penduduk perempuan, sedangkan komposisinya masih sama seperti tahun sebelumnya didominasi oleh penduduk usia produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 40.28 atau setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 40.28 penduduk usia non produktif (BPS Kota Tangerang 2012).

Sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara, Kota Tangerang adalah daerah cukup padat yang dihuni oleh 11 227 jiwa/km2, di mana kecamatan Larangan merupakan kecamatan terpadat dengan penghuni 17 966 jiwa/km2 . Tingginya kepadatan jumlah penduduk disebabkan terutama karena kedudukan dan peranan Kota Tangerang sebagai daerah penyangga DKI Jakarta (hinterland city). Sebagai konsekuensinya, Kota Administratif Tangerang menjadi konsentrasi wilayah pemukiman penduduk dan menjadi tempat kegiatan perdagangan terutama pada sektor industri. Perkembangan sektor perdagangan dan industri di kawasan ini memancing derasnya arus imigrasi sirkuler penduduk.

Gambar 2 Perkembangan jumlah penduduk Kota Tangerang Sumber : Kota Tangerang dalam Angka (BPS 2012), Diolah Tenaga Kerja

Penyediaan lapangan kerja di Kota Tangerang masih menjadi masalah yang cukup serius di kota tersebut, kesenjangan antara jumlah pencari kerja dan lowongan yang tersedia semakin jauh dari tahun ke tahun. Jenis mata pencaharian sebagian besar masyarakat Kota Tangerang adalah sektor industri, perdagangan, dan jasa. Menurut data Disnaker Kota Tangerang jumlah lowongan kerja yang terdaftar sampai bulan Desember 2011 tercatat sebanyak 12 738 lowongan sementara pencari kerja yang mendaftar sebanyak 41 815 orang yang didominasi tamatan SLTA sebanyak 36 924 orang (BPS Kota Tangerang 2012).

12

Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun dasar 2000.

Besarnya PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Tangerang tahun 2010 adalah sebesar 56.96 triliun rupiah, atau meningkat 15.47% dari tahun 2009. Pada tahun 2009 PDRB Kota Tangerang sebesar 49.33 triliun rupiah meningkat 10.39% dari tahun 2008. Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000, besarnya nilai tersebut pada tahun 2010 adalah 29.40 triliun rupiah. Perkembangan nilai PDRB ADH Konstan 2000, tahun 2010 terhadap tahun 2009, yang merupakan indikator laju pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 6.68% yang berarti secara riil produksi barang dan jasa final yang diproduksi di wilayah Kota Tangerang pada tahun 2010 meningkat sebesar 6.68% dari tahun 2009 (BPS Kota Tangerang 2012).

Adapun bahan pangan di Kota Tangerang berasal dari produksi Kota Tangerang dan didistribusikan dari daerah lain. Salah satu bahan pangan yang menjadi potensi di Kota Tangerang adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Pasokan bahan pangan Kota Tangerang didatangkan dari berbagai daerah disekitar Kota Tangerang seperti beberapa daerah di Jawa Barat.

Gambaran Situasi Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu produksi dalam wilayah sendiri, pasokan dari luar (impor pangan), dan pengelolaan cadangan pangan. Sumber yang kedua yaitu pasokan pangan merupakan pilihan akhir apabila suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian ketersediaan pangan yang digunakan adalah ketersediaan energi dan protein perkapita (Martianto 2003).

Akses penduduk terhadap pangan umumnya terkait dengan kemampuan produksi pangan, kesempatan kerja, dan pendapatan. Semakin berkembangnya penduduk telah mengakibatkan tekanan terhadap ketersediaan sumberdaya lahan (Machfoedz 2011). Ketersediaan pangan terdiri dari pangan nabati yang berasal dari tumbuhan dan pangan hewani yang berasal dari hewan ternak. Selain itupun terdapat hasil perikanan sebagai hasil dari sektor baharí (Marsetio et.al 2011). Terjaminnya ketersediaan pangan bersumber dari peningkatan produksi dan impor. Peningkatan produksi pangan nabati di wilayah yang sudah tidak mungkin melakukan penambahan areal, tentunya hanya bersumber pada faktor peningkatan produktivitas. Sedangkan peningkatan produksi pangan asal ternak, selain dipengaruhi oleh faktor produktivitas juga dipengaruhi oleh populasi ternak. Untuk produksi hasil perikanan sangat tergantung dari kegiatan penangkapan serta budidaya perikanan.

13 Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 merekomendasikan angka kecukupan energi ditingkat ketersediaan sebesar 2 200 kkal/kapita/hari dan protein 57 g/kapita/hari. Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energi bagi setiap individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil analisis Neraca Bahan Makanan (NBM), dapat diketahui perkembangan ketersediaan pangan per kapita per hari dalam bentuk energi dan protein. Ketersediaan energi per kapita selama empat tahun terakhir (2008-2011) memperlihatkan perubahan yang berfluktuatif, seperti disajikan pada Tabel 5 di bawah ini selama periode 2008 hingga 2010 lebih besar dari 100% dan periode 2011 kurang dari 100%.

Tabel 5 Perkembangan Ketersediaan Energi per Kapita di Kota Tangerang Tahun 2008-2011

Kelompok Pangan

Tingkat Ketersediaan Energi

kkal/Kap/ Hari % AKE*)

2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 Padi-padian 1 548 1 667 1 670 1 402 70.38 75.79 75.89 63.74 Umbi-umbian 39 38 21 18 1.79 1.75 0.94 0.84 Pangan Hewani 326 397 334 283 14.82 18.03 15.17 12.85 Minyak dan Lemak 255 250 234 237 11.59 11.35 10.66 10.75 Buah/Biji Berminyak 17 10 15 10 0.79 0.44 0.67 0.44 Kacang-kacangan 92 8 59 62 4.20 3.56 2.67 2.82 Gula 79 73 82 61 3.57 3.31 3.74 2.77 Sayur dan Buah 107 108 77 77 4.84 4.92 3.48 3.48 TOTAL 2 463 2 621 2 491 2 149 111.97 119.14 113.22 97.70

Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah) Keterangan:

*Angka Kecukupan Energi (AKE) WNPG VIII Tahun 2004 = 2 200 kkal/kapita/hari Secara umum segi kuantitas rata-rata ketersediaan energi per kapita sudah memenuhi angka rekomendasi hasil WNPG, walaupun untuk tahun 2011 hanya sebesar 2 149 kkal/kap/hari karena adanya penurunan pasokan bahan pangan di Kota Tangerang tersebut, dimana angka ini masih kurang dari angka kecukupan energi yaitu sebesar 2 200 kkal. Ketersediaan protein per kapita selama empat tahun terakhir (2008-2011) memperlihatkan perubahan yang sama dengan ketersediaan energi yang mengalami kenaikan dan penurunan jumlah, namun secara umum kuantitasnya telah mencukupi dari angka rekomendasi hasil WNPG sebesar 57 g. Hal tersebut disajikan pada Tabel 6.

Jika dilihat dari segi komposisi, keseimbangan dan rata-rata ketersediaan pangan masih dapat dikatakan belum seimbang. Hal ini dicirikan dengan tingginya kontribusi pangan sumber karbohidrat yaitu kelompok pangan padi-padian, dimana hal tersebut berlaku tidak hanya sebagai sumber energi tetapi juga sebagai sumber protein, serta rendahnya ketersediaan pangan sumber protein, vitamin dan mineral (kacang-kacangan, pangan hewani, sayuran, dan buah-buahan) (Bappenas 2007).

14

Tabel 6 Perkembangan Ketersediaan Protein per Kapita di Kota Tangerang Tahun 2008-2011

Kelompok Pangan

Tingkat Ketersediaan Protein

g/kap /hari %AKP**)

2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 Padi-padian 38.94 41.52 41.59 35.14 68.32 72.84 72.96 61.64 Umbi-umbian 0.28 0.26 0.14 0.08 0.48 0.46 0.25 0.14 Pangan Hewani 28.79 34.12 29.85 24.93 50.51 59.87 52.37 43.74 Minyak dan Lemak 0.01 0.02 0.01 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 Buah/Biji Berminyak 0.16 0.09 0.14 0.09 0.29 0.16 0.24 0.16 Kacang-kacangan 8.75 7.42 5.54 6.21 15.35 13.01 9.73 10.89 Gula 0.02 0.02 0.02 0.01 0.03 0.03 0.03 0.01 Sayur dan Buah 4.56 3.98 3.72 3.47 7.99 6.98 6.52 6.08 TOTAL 81.51 87.43 81.01 69.93 143.00 153.38 142.13 122.69

Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah) Keterangan :

**Angka Kecukupan Protein (AKP) WNPG VIII Tahun 2004 = 57 g/kapita/hari

Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas, dan tersebar antar wilayah, volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana 2001). Adapun secara lengkap perkembangan ketersediaan energi dan protein selama kurun waktu 2008-2011 disajikan pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Ketersediaan Energi, Protein perkapita/hari di Kota Tangerang Tahun 2008-2011

Tahun Sumber Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) 2008 Nabati 2 131 52.7 Hewani 333 28.8 Total 2 463 81.5 2009 Nabati 2 215 53.3 Hewani 407 34.1 Total 2 621 87.4 2010 Nabati 2 149 51.1 Hewani 341 29.9 Total 2 490 81.0 2011 Nabati 1 866 45.0 Hewani 283 24.9 Total 2 149 69.9

Sumber : NBM Kota Tangerang tahun 2008-2011(Diolah)

Tabel 7 di atas memperlihatkan gambaran ketersediaan kedua jenis zat gizi tersebut berfluktuaktif selama kurun waktu di atas. Secara umum dapat dikatakan

15 bahwa kedua jenis zat gizi tersebut didominasi oleh pangan nabati. Sebagai gambaran ketersediaan pangan nabati tersebut adalah sebagai berikut : energi didominasi oleh pangan nabati sekitar 84.49-86.80 % dan protein terdiri dari 60.95-64.67% yang berasal dari pangan nabati.

Ketersediaan energi dan protein secara total mengalami fluktuaktif. Jika dilihat dari tabel di atas dapat dikatakan rata-rata penurunan tiap tahun sebesar 6.09% untuk kalori dan 6.58% untuk protein. Begitu pula dengan ketersediaan energi dan protein hewani cenderung menurun. Penurunan cukup signifikan terutama terjadi pada lemak hewani dan kalori hewani dengan rata-rata penurunan setiap tahun sebesar 7.25 % dan 6.86 %. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan mutu pangan yang ditunjukkan dengan menurunnya ketersediaan zat gizi hewani, terutama pangan kelompok daging.

Tabel 8 Hasil Produksi Pangan Strategis Tahun 2011 Kota Tangerang

No Jenis Pangan Produksi (Ton) Pasokan Luar (Ton)

1 Beras 4 096 224 923 2 Kedelai 0 10 137 3 Daging sapi 332 1 007 4 Daging ayam 576 17 298 5 Telur 1 065 22 584 6 Minyak goreng 0 16 915 7 Sayuran 16 531 106 571 8 Buah-buahan 1 231 53 259

Sumber : BPS Kota Tangerang tahun 2011 (Diolah)

Hasil produksi pangan Kota Tangerang yang tidak begitu besar secara merata untuk setiap bahan pangan membuat pemerintah perlu melakukan alternatif lain untuk dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Salah satunya melalui pengelolaan pasokan pangan, untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan pangan, namun hal ini dapat ditunjang pula dengan melakukan impor pangan bagi pemerintah apabila keadaannya terlalu mendesak atau tidak memungkinkan. Contoh hasil produksi pangan strategis periode tahu 2011 disajikan pada Tabel 8 di atas. Data dari tabel diatas bila dilihat kebanyakan bahan pangan diproduksi dari luar (impor), contohnya seperti komoditas berupa beras.

Cadangan pangan yang diusahakan oleh pemerintah Kota Tangerang salah satunya adalah berupa stok beras. Stok beras ini terutama digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan pokok keluarga miskin yang dikelola oleh Perum BULOG (Badan Urusan Logistik) Kota Tangerang. Selain itu, cadangan pangan digunakan untuk persiapan jika terjadi gangguan produksi dan distribusi pangan misalnya pada masa paceklik. Adapun dinamika perubahan stok beras tahun 2008 hingga 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.

16

Gambar 3 Perubahan stok beras Kota Tangerang tahun 2008-2010 Sumber: Perum BULOG Kota Tangerang (Diolah)

Hasil grafik cadangan beras di atas menunjukkan terjadinya penurunan stok setiap tahunnya. Pengeluaran terbesar terjadi pada tahun 2009 sebesar 10 820 ton beras. Perubahan stok yang tinggi ini diakibatkan karena terjadi peningkatan penyaluran beras baik untuk keluarga miskin maupun untuk mengatasi terjadinya gangguan produksi dan distribusi pangan di pasar.

Distribusi Pangan

Subsistem distribusi pangan mencakup aksesibilitas fisik, ekonomi, dan sosial. Aspek fisik berupa infrastruktur jalan dan pasar, dan aspek ekonomi berupa daya beli yang masih rendah karena kemiskinan dan pengangguran, serta aspek sosial berupa tingkat pendidikan yang rendah. Perkembangan harga komoditi pangan di Kota Tangerang diwakilkan oleh beberapa pangan strategis, antara lain tertera pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Perkembangan persentase harga beberapa kelompok pangan di Kota Tangerang tahun 2008-2011

Bahan Makanan Persentase Harga (%)

2008 2009 2010 2011

Padi-Padian 100 95.75 111.07 115.63

Umbi-umbian 100 95.75 111.07 115.63

Daging dan hasil-hasilnya 100 103.37 108.39 100.21

Ikan Diawetkan 100 91.69 107.67 108.33

Telur, Susu, dan Hasil-hasilnya 100 99.46 102.07 100.18

Sayur-sayuran 100 98.85 103.58 134.59

Kacang-Kacangan 100 141.28 104.42 112.62

Bumbu-Bumbuan 100 93.45 161.38 81.42

Lemak dan Minyak 100 83.89 96.89 107.96

Sumber : Bappeda Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah)

Distribusi menunjang ketahanan pangan melaui prasarana dan sarana distribusi untuk menghubungkan lokasi produsen dengan konsumen di seluruh wilayah (Atmanti 2010). Distribusi yang efektif dan efisien merupakan prasyarat

17 dalam mewujudkan ketahanan pangan yang baik agar pangan terakses oleh masyarakat. Distribusi yang baik memungkinkan rumah tangga untuk memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Maka diperlukan sebuah sistem pengelolaan distribusi yang baik dengan memperhatikan kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim yang berbeda-beda (Nurdin 2011).

Tabel 10 Perkembangan Harga Pangan di Kota Tangerang Tahun 2010-2011 Nama bahan pokok dan

jenisnya

Satuan Rata-rata Laju (r) CV 2010 2011 2010 2011 2010 2011 Beras - IR I Rp/kg 7 077 7 601 1.4 0.3 5.3 4.4 - IR II Rp/kg 6 563 7 056 1.4 0.5 5.4 3.7 Rata-Rata 6 820 7 328 1.4 0.4 5.3 4.0 Gula Pasir - Impor Rp/kg 10 548 10 313 -0.6 -1.0 3.1 3.3 - Dalam Negri Rp/kg 10 809 1 081 0.2 -0.8 4.4 3.3 Rata-Rata 10 678 10 561 -0.2 -0.9 3.1 3.2 Minyak Goreng - Bimoli Rp/l 11 688 12 261 6.7 0.7 16.4 3.5 - Tanpa merk Rp/l 9 246 10 133 0.7 -0.7 6.6 4.3 Rata-Rata 10 467 11 196 3.9 0.01 10.2 2.6 Daging - Sapi Rp/kg 62 118 67 235 1.3 0.7 5.8 3.6 - Ayam Broiler Rp/kg 25 738 26 575 1.7 0.0 6.2 4.0 Telur - Ayam Broiler Rp/kg 13 568 1 469 2.0 -0.02 8.5 5.5 Kacang Kedelai - Exs/Import Rp/kg 7 028 7 370 -0.5 0.6 1.4 2.7 - Lokal Rp/kg 7 788 7 820 -0.7 0.5 3.2 4.5 Rata-Rata 7 356 7 544 -0.1 0.4 2.2 2.6 Cabe Merah - Kriting Rp/kg 22 411 20 586 4.1 -5.3 40.8 60.6 - Biasa Rp/kg 21 692 18 696 4.8 -9.0 35.9 57.3 Rata-Rata 22 052 19 610 4.3 -7.6 38.2 58.0 Jagung Pipilan Rp/kg 7 625 8 472 0.0 3.3 3.3 13.9 Sumber: Dinas Perdagangan Kota Tangerang (Diolah)

Keterangan : CV  Koefisien Variasi

Permintaan pangan bersifat dinamis, antara lain dapat berubah akibat perubahan pengetahuan gizi, pendapatan, harga pangan (harga pangan tersebut dan harga pangan lain), preferensi, dan karakteristik pangan. Seberapa besar pengaruh perubahan harga pangan dan pendapatan terhadap kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat perlu dikaji karena merupakan informasi penting bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan berkaitan dengan perbaikan konsumsi pangan masyarakat. Ditengah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), perubahan iklim dunia berpengaruh terhadap produksi pangan dan kompetisi penggunaan pangan, pakan, dan bahan bakar (biofuel) yang berakibat pada kenaikan harga pangan serta peningkatan jumlah penduduk miskin (Martianto et.al 2009).

18

Stabilitas harga di pasar antara lain dipengaruhi oleh distribusi pangan. Adanya perubahan harga pangan yang berfluktuasi dapat berpengaruh terhadap arus pendistribusian pangan dari produsen kepada konsumen pada nilai normal.

Terjadinya fluktuasi harga dapat juga berpengaruh terhadap kerugian produsen atau konsumen, sehingga diperlukan adanya suatu upaya untuk dapat menjaga stabilitas harga pangan. Umumnya, harga bahan pangan mengalami peningkatan yang terlihat dari kenaikan harga rata-rata dan koefisien variasinya. Koefisien variasi menunjukkan fluktuasi harga bahan pangan. Semakin besar nilai koefisien variasi maka harga pangan tersebut lebih fluktuatif atau dinamis. Jika diamati dari dua tabel diatas. Untuk kelompok padi-padian yang diwakilkan oleh beras terlihat nilai IHK naik sekitar 10% setiap tahunnya, namun masih tergolong pangan yang stabil harganya karena setelah dicek atau dibandingkan dengan nilai CV memang mengalami kenaikan persentase dari tahun sebelumnya namun tidak melebihi dari angka 25% sebagai acuan standar yang digunakan. Begitu pula dengan jenis-jeis kelompok lainnya yaitu kelompok daging yang diwakili oleh daging sapi dan daging ayam, kelompok telur yang diwakilkan oleh telur ayam, kelompok kacang-kacangan yang diwakilkan oleh kacang kedelai, kelompok lemak dan minyak yang diwakilkan oleh minyak goreng. Namun tidak untuk kelompok sayur-sayuran yang diwakilkan oleh cabe merah karena jika dilihat dari tabel IHK, persentase harga kelompok sayur-sayuran kenaikan harganya melebihi dari jenis-jenis kelompok pangan lainnya yang rata-rata hanya mengalami kenaikan 10% per tahunnya dan setelah dibandingkan dengan table CV juga mendapatkan hal yang sama, yaitu harga pangan berupa cabe merah baik dari jenis cabe merah keriting dan cabe merah biasa, nilai CV nya melebihi dari angka 25% yaitu sebesar 40.8% meningkat menjadi 60.6% untuk cabe merah keriting dan 35.9% meningkat menjadi 57.3% untuk cabe merah biasa ditahun 2010 dan 2011.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam rumah tangga (Bustaman 2007). Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implisit juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan.

Pola konsumsi pangan berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, di samping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin, dan mineral serta aman. Untuk mengukur Angka Kecukupan Gizi (AKG) digunakan Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP).

Tingkat konsumsi energi dan protein merupakan dua indikator mutu gizi yang umum digunakan untuk mengukur status gizi. Sesuai rekomendasi, AKE dan AKP agar seseorang dapat hidup sehat dan dapat aktif menjalankan aktivitas sehari-hari secara produktif masing-masing adalah sebesar 2 000 kkal/kapita/hari

19 (untuk energi) dan 52 g/kapita/hari untuk protein (WNPG VIII, 2004), sedangkan acuan untuk menilai tingkat keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola yang ideal.

Skor PPH digunakan sebagai acuan kualitatif untuk menilai tingkat keragaman konsumsi pangan masyarakat secara keseluruhan. Skor PPH mencerminkan mutu gizi dengan memperhatikan keseimbangan gizi yang ideal dikonsumsi oleh masyarakat.

Hasil perhitungan keragaman ketersediaan energi dan skor PPH menurut kelompok pangan di Kota Tangerang pada tahun 2011 dan ketersediaan energi yang dianjurkan menurut hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII Tahun 2004, didapat skor PPH Kota Tangerang sebesar 77.3, masih di bawah target yang harus dicapai. Ini mengindakasikan bahwa masyarakat kota Tangerang belum mementingkan kualitas gizi namun masih mementingkan gaya hidup. Dibandingkan dengan skor PPH nasional yang sebesar 78.7 Kota Tangerang masih dibawah skor tersebut, sehingga perlu ditingkatkan lagi ketersediaan dan sosialisasi tentang pentingnya keseragaman dan keseimbangan gizi pangan sehingga skor PPH bisa mencapai target yang telah ditentukan, dari hasil perhitunganpun sedikit mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumsi pangan aktual masih berada di bawah konsumsi harapan, kecuali untuk kelompok padi – padian. Hasil skor PPH tersebut disajikan pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11 Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Konsumsi Kota Tangerang Tahun 2011

Kelompok (kkal/kapita/hari) Jumlah Energi % AKE Skor PPH

Padi-Padian 1121 56.0 25

Umbi-Umbian 17 0.8 0.4

Pangan Hewani 229 11.5 22.9

Minyak dan Lemak 215 10.7 5

Buah dan Biji Berminyak 9 0.4 0.2

Kacang-Kacangan 56 2.8 5.6

Gula 55 2.7 1.4

Sayur dan Buah 67 3.4 16.8

Bumbu-bumbuan &

Lain-Lain 53 2.6 0

TOTAL 1821 91.0 77.3

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, (Susenas Kota Tangerang 2011) - (Diolah)

Skor pola konsumsi pangan ini masih mencerminkan ketidakseimbangan pola konsumsi antara lain dicirikan oleh masih sangat tingginya kontribusi beras, rendahnya konsumsi sayuran, buah-buahan, pangan hewani, dan kacang-kacangan dalam pola konsumsi pangan masyarakat. Kajian Rachman dan Ariani (2008) menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 mayoritas masyarakat Indonesia di kota dan desa, kaya atau miskin memiliki satu pola pangan yaitu beras dan mie. Konsumsi pangan masyarakat masih belum beragam dan seimbang, dan peranan pangan impor seperti terigu, susu, kedelai meningkat sementara konsumsi pangan

20

lokal seperti sagu, jagung dan umbi-umbian cenderung menurun. Konsumsi pangan sumber protein, vitamin, dan mineral berupa pangan hewani, sayuran, dan buah masih rendah (Martianto et.al 2009).

Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (UU Pangan no 18 th 2012). Parameter utama yang paling mudah dilihat untuk menunjukkan tingkat keamanan pangan di suatu negara adalah jumlah kasus keracunan yang terjadi akibat pangan (Bappenas 2007).

Perkembangan sosial ekonomi dan kemajuan teknologi menyebabkan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap keamanan pangan baik nabati maupun hewani. Salah satu cara untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah dengan melakukan pengawasan dan pengujian mutu terhadap bahan dan produk pangan yang masuk dan diperjualbelikan di Kota Tangerang. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan pangan adalah dengan melakukan operasi pasar keamanan pangan pada beberapa bahan/produk pangan dibeberapa pasar tradisional dan modern di Kota Tangerang. Hasil uji operasi pasar keamanan pangan di Kota tangerang yang didapat dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian untuk tahun 2011 yang dilakukan pada tanggal 25 s.d. 27 Juli tahun 2011 disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil operasi pasar Kota Tangerang, diselenggarakan tanggal 25 s/d 27 Juli 2011

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Aspek keamanan pangan menjadi salah satu terpenting dalam ketahanan pangan, dimana pangan tidak hanya tersedia dalam jumlah yang cukup, tetapi juga dalam kondisi yang aman untuk dikonsumsi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan

21 dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap produktivitas ekonomi dan perkembangan sosial, baik

Dokumen terkait