• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Struktur Fisik Dalam Syair

نﺎ ﺳ ﺑا ءﺎﺠه /

Hijā`un Abī Sufyānu / ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ oleh Hasan Bin Tsabit

Berdasarkan analisis data yang ditemukan dalam syair ’Hijā`un Abī Sufyānu’. Maka ditemukan beberapa struktur fisik dari syair tersebut sebagai berikut :

1.

ﺎ ﺨ ا

/Al-Khayālu/ ’Imajinasi’

Khayal atau imajinasi syair

نﺎ ا ءﺎ ه/

Hijā`un Abī Sufyānu / ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ oleh Hasan Bin Tsabit terdapat pada bait syair ke-3 (ketiga) sebagai berikut ini:

ﺄ اﺪ تﻮ ه

/Hajauta muhammadan fa`ajabtu ‘anhu/ ‘Engkau hina Muhammad aku akan jawab hinaan itu’

ءاﺰ ا كاذ ا ﺪ و

/wa ‘inda allahi fī zāka al-jazā`u/

‘Allah sediakan balasan atas hinaan itu’

Dari bait syair diatas terlihat bahwasannya Hasan Bin Tsabit menggambarkan kenyataan yang dilihatnya tentang adanya penghinaan yang dilakukan Abu Sofyan terhadap Rasulullah pada masa permulaan Islam, Hasan Bin Tsabit sebagai syairu ar-rasul yang kerap sekali membela Nabi akhirnya berimajinasi dengan memunculkan syair berupa sindiran kepada Abu Sofyan yang sindiran itu terlihat pada bait syair pertama baris kedua yang berbunyi:

ءاﻮه فﻮ

/fa`anta mujawwafun nakhibun hawā`u/ ‘Engkaulah orang penakut lagi pengecut’

2.

مﻼﻜ ا

/Al-Kalāmu/ ’Bahasa’

Kalām atau bahasa yang menggambarkan perasaan dan ide penyair kepada pembaca terdapat pada bait syair ke-4 (keempat) baris pertama:

ا

ﻮ ﻬ

و

/Atahjūhu wa lasta lahu bikuf`in/ ‘Mengapa kau hina Rasul sedangkan kau tak sepadan dengannya’.

Pada bait syair diatas, penyair telah memilih kata-kata yang tepat dan mempertimbangkan urutan kata yang sesuai dengan isi syairnya. Maka kata-kata yang telah dipilih penyair tidak dapat diganti dengan kata-kata yang lainnya. Seperti :

Kata

ﻮ ﻬ

/tahjūhu/ yang bermakna “menghinanya” tidak dapat diganti dengan padanan kata

/tahqīruhu/ yang bermakna “menghinanya” juga. Kemudian pada kata

ﺆآ

/kuf`in/ yang bermakna “sepadan” tidak dapat diganti dengan padanan kata

وﺎ

/tasāwin/ yang bermakna “sepadan” juga. Karena susunan kata pada syair tersebut mencermin ciri khas bahasa syair yang bermakna khusus.

3.

نزﻮ ا

/Al-Waznu/ ’Irama’

Untuk menentukan wazan sebuah syair maka ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebagaimana barikut ini:

1. Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ اﺔﺑﺎ ﻜ ا /

kitābatu al ‘arudiyatu / pada syair

نﺎ ﺳ ﺑاءﺎﺠه /

Hijā`un Abī Sufyānu / ’Sindiran Untuk Abu Sofyan’

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ ا ﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait pertama:

a. Bait pertama:

ءاﻮه فﻮ ﺄ

نﺎ ﺎ ا ا ا

Tulisan ‘Arud:

وءاﻮه وﻮ ﺄ نﺎ ﺎ ا ا ا

/ fa`anta mujawwafun nakhibun hawā`ū/

/alā ablig abā sufyāna ‘annī /

Pada baris pertama dari bait syair diatas ditemukan hurufun tantuqu wa la tuktabu yaitu sebuah huruf

ن /

nūn/ yang ada pada kata /‘annī / ketika diucapkan maka ada dua huruf

ن

/nūn/ yang diucapkan, akan tetapi ia tidak dituliskan dengan dua huruf

ن

/nūn/ dalam tulisan kata tersebut. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi / ‘annī /.

Pada baris kedua dari bait syair di atas ditemukan kata

فﻮ

/mujawwafun/ ketika diucapkan ia memiliki dua huruf

و

/ wāw / akan tetapi ia tidak kita jumpai dalam tulisan kata tersebut. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

وﻮ

/ mujawwafun /, hal ini disebabkan karena didalamnya ada

ﻜ و فوﺮ /

hurufun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu bunyi huruf yang dilafalkan sewaktu kita membacanya akan tetapi tidak dituliskan, kemudian kata

فﻮ

pada huruf akhirnya ketika diucapkan ada bunyi

ن

( nūn ), tetapi huruf

ن

( nūn ) itu tidak ada dalam tulisan kata

فﻮ

/mujawwafun/ sehingga tulisan ini ditulis dalam tulisan ‘Arud menjadi

وﻮ

/mujawwafun/ hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurufuntuntaqu wa lā tuktabu/.

Pada baris kedua dari bait syair di atas juga ditemukan kata /nakhibun/, ketika bunyi huruf ba itu diucapkan maka di akhir bunyinya mengandung bunyi huruf

ن

/ nūn /. Tetapi lambang huruf

ن

/nūn / itu tidak ada tertulis dalam kata /nakhibun/ tersebut, maka hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu huruf yang diucapkan tetapi tidak dituliskan. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi / nakhibun /.

Pada baris kedua dari akhir bait syair di atas juga ditemukan kata

ءاﻮه

/ hawā`u / yang diakhiri dengan bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah

(

ء

). Karena huruf hamzah itu terletak pada akhir ‘Ajzun, maka bunyi tersebut harus dipanjangkan sesuai dengan bunyi harkat tersebut. Hal yang seperti ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ

/hurūfuntuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah (

ء

) diberi tambahan huruf

و

/waw/ sebagai huruf

/mad/ bagi huruf hamzah tersebut. Sehingga tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

وءاﻮه

/ hawā` ū /.

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ ا ﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait kedua : b. Bait kedua:

اﺪ ﻚ آﺮ ﺎ ﻮ نﺎ

ءﺎ اﺎﻬ دﺎ راﺪ ا ﺪ و

/ wa ‘abda ad-dāri sādatuhā al-imā`u/ / Bi`anna suyūfunā tarakatka ‘abdan / Tulisan ‘Arud:

ﻚ آﺮ ﺎ ﻮ

نﺪ

راددﺪ و

ءﺎ ا ﻬ دﺎ

و

/ wa ‘abda d-dāri sādatuhāl imā`u/ / Bi`anna suyūfunā tarakatka ‘abdan / Pada baris pertama dari bait syair diatas ditemukan susunan kata

نﺎ

/

bi‘anna /, ketika diucapkan ia memiliki dua huruf

ن

/ nūn / akan tetapi ia tidak kita jumpai dalam tulisan kata tersebut. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābatu al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

/ bi‘anna /, hal ini disebabkan karena di dalamnya ada

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu bunyi huruf

ن

/ nūn / yang dilafalkan sewaktu kita membacanya ada dua akan tetapi yang dituliskan hanya satu yaitu huruf

ن

/ nūn / yang bertanda tasydid.

Pada akhir baris pertama dari bait syair di atas juga ditemukan kata

ﺪا

/‘abdan /, ketika bunyi huruf

د

/ dāl / yang bertanwin (

اد

) tersebut diucapkan

ia mengandung bunyi huruf

ن

/ nūn /. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

نﺪ

/‘abdan / hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfuntuntaqu wa lā tuktabu yaitu adanya pengucapan huruf

ن

/nūn/ pada kata

ﺪا

/‘abdan /, tetapi tidak ada dalam tulisan. Dan kata ini terletak pada akhir al-sadru.

Pada baris kedua dari bait syair diatas ditemukan kata

راﺪ ا /

al-dāri /, dimana pada awal kata tersebut terdapat alif dan lam (

ل ا

) yang dituliskan tetapi tidak diucapkan (

و ﻜ فوﺮ

/hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/). Hal ini disebabkan karena huruf

ل ا

/ al / bergabung dengan kata yang dimulai dengan huruf

د

/ dāl / pada kata

راد

/ dārun /, maka bunyi huruf lām (

ل

) tersebut dihilangkan. Sehingga diucapkan menjadi

راﺪ ا

/al-dāru/. Kemudian kata

راﺪ ا

/ad-dāru/ kita ucapkan dua huruf

د

/ dāl / karena adanya tanda tasydid, tetapi dalam

tulisannya huruf

د

/ dāl / itu hanya satu. Keadaan ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu bunyi huruf yang dilafalkan sewaktu kita membacanya akan tetapi tidak dituliskan yaitu berupa huruf

د

/ dāl /. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

رادد

/ d-dāru /.

Kemudian pada akhir baris bait kedua dari syair di atas ditemukan susunan kata

ءﺎ اﺎﻬ دﺎ

/ sādatuhā al-imā`u / pada kata

ﺎه

/ hā / yang berfungsi sebagai damīr jika digabungkan dengan kata

ءﺎ ا

/ al-imā`u / maka huruf alif sebagai huruf

/mad/ pada kata

ﺎه

/ hā / dan huruf alif pada

ل ا

/ al / dihilangkan sehingga diucapkan menjadi

ءﺎ ا ﻬ دﺎ

/ sādatuhal imā`u/, hal ini disebut dengan

فوﺮ

و /

hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu yaitu huruf yang dituliskan tetapi tidak diucapkan. Kemudian pada baris kedua dari akhir bait syair di atas juga ditemukan kata

ءﺎ ا

/ al-imā`u / yang diakhiri dengan bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah

ء

/ `u /. Karena huruf hamzah terletak pada akhir ‘Ajzun (baris kedua), maka bunyi tersebut harus dipanjangkan sesuai dengan bunyi harkat tersebut. Sehingga tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata

tersebut menjadi

وءﺎ ا

/ imā`u /, hal yang seperti ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ

/hurūfuntuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah (

ء

) diberi tambahan huruf

و

/wāw/ sebagai huruf

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ ا ﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait ketiga : c. Bait ketiga:

ﺄ اﺪ تﻮ ه

ءاﺰ اكاذ ا ﺪ و

/Hajauta muhammadan fa`ajabtu ‘anhu/

/ wa ‘inda allahi fī zāka al-jazā`u / Tulisan ‘Arud:

تﻮ ه

نﺪ

ﻮﻬ

ﺪ و

آاذ

ءاﺰ

و

/ wa ‘inda allahi fī zākal jazā`ū / /Hajauta muhammadan fa`ajabtu ‘anhū/

Pada baris pertama dari bait syair di atas ditemukan kata

اﺪ

/

muhammadan /, ketika diucapkan huruf

م

/ mīm / yang bertasydid diucapkan

menjadi dua huruf

م

/ mīm /. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah

dari kata tersebut menjadi / muhamma /, hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfuntuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu huruf yang dilafalkan sewaktu kita membacanya akan tetapi tidak dituliskan yaitu huruf

م

/ mīm /.

Pada kata

اﺪ /

muhammadan / di atas juga ditemukan huruf

د

/ dāl / yang bertanwin (

اد

), ketika huruf

د

/ dāl / yang bertanda tanwin diucapkan maka ada huruf (

ن

) / nūn / yang diucapkan, tetapi tidak ada dalam tulisan. Hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu huruf yang diucapkan tetapi tidak dituliskan. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

نﺪ

/muhammadan /.

Kemudian pada akhir baris pertama dari bait syair ketiga di atas juga ditemukan kata / ‘anhu / yang berakhiran dengan kata / hu / sebagai kata ganti karena itu dalam tulisan ‘Arudnya damīr / hu / tersebut ditambah dengan menambahkan huruf waw (

و

) sebagai penanda

/mad/ bagi harkat dammah --- ( u), sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

ﻮﻬ

/ ‘anhū /.

Pada potongan pertama dari bait syair di atas ditemukan susunan kata

ﷲا

/‘indallahi / dan ketika kata

/‘inda/ diucapkan langsung dihubungkan

dengan kata

ﷲا

/allāhu/, maka pada kata

ﷲا

/allāhi/ terdapat huruf alif yang berharkat fathah /a / yang dituliskan tetapi tidak diucapkan (

و ﻜ فوﺮ

/hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/ ) yaitu huruf yang dituliskan tidak diucapkan, sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

/ ‘indallahi /.

Kemudian pada akhir baris bait kedua dari syair di atas ditemukan kata

ا كاذ

ءاﺰ

/ zāka al-jazā`u /, pada kata

كاذ

( zāka ) yang berjumpa dengan alif lam

( لا )

maka pengucapannya dibaca langsung kepada bunyi huruf lām yang berharkat sukun (

ل

) tetapi huruf alifnya dibuang. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābatu al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

ءاﺰ آاذ

/ zākal jazā`u / hal ini disebut dengan

و ﻜ فوﺮ

/hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/ yaitu bunyi huruf alif yang dituliskan tetapi tidak diucapkan. Kemudian pada baris kedua dari akhir bait syair ketiga di atas juga ditemukan kata

ءاﺰ

/ jazā`u / yang diakhiri dengan huruf hamzah (

ء

) yang berharkat dammah

ء

/ u /. Karena huruf ini terletak pada akhir ‘Ajzun, maka bunyi tersebut harus dipanjangkan sesuai dengan bunyi harkat tersebut yaitu dengan menambah huruf wāw (

و

) sebagai penanda harkat dammah yang panjang atau mad. Sehingga tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

وءاﺰ

/ jazā`u /, hal yang seperti ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu huruf

و

/wāw/ sebagai penanda harkat dammah (

ء

) yang panjang.

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ ا ﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait keempat : d. Bait keempat:

ﺎ آ ﺮ ﺎ آﺮ

ا

ءاﺪ

ﺆﻜ و ﻮ ﻬ ا

/ fasyarru kumā likhairi kumā al- fidā`u/ /Atahjūhu wa lasta lahu bikuf`in / Tulisan ‘Arud:

وءاﺪ

آﺮ ﺎ آرﺮ نﺆ ﻜ ﻮﻬ وﻮهﻮ ﻬ ا

Pada baris pertama dari bait syair di atas juga ditemukan kata

ﻮ ﻬ ا

/Atahjūhu/ dan kata /lahu/, kedua kata di atas memi liki kata / hu / yang menunjukkan kata ganti orang ketiga yang berharkat

dammah yang disebut dengan istilah

ﺔ ا ﺮ ﺔآﺮ

/harakatun damīri al-gībati/ oleh karena itu bunyi harkat dammah ini dalam tulisan ‘Arudnya harus ditambah dengan

و

/wāw/ sebagai penanda harkat panjang (mad) bagi harkat dammah, sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

ﻮهﻮ ﻬ ا

/Atahjūhū/ dan

ﻮﻬ

/ lahū /.

Kemudian di akhir baris pertama terdapat kata

ﺆﻜ

/ bikuf`in /, pada kata tersebut diakhiri huruf

و

/wāw/ yang dituliskan tetapi tidak diucapkan, hal disebut dengan

و ﻜ فوﺮ /

hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/. Kemudian pada huruf

و

/wāw/ tersebut kita jumpai huruf hamzah (

ء

) dengan bunyi tanwin pada huruf hamzah (

ء

), ketika huruf hamzah yang bertanwin tersebut diucapkan ia mengandung bunyi huruf (

ن

) / nūn /. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

نﺆ ﻜ

/bikuf`in / hal ini disebut dengan

و فوﺮ

ﻜ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu bunyi huruf

ن

/ nūn / yang diucapkan pada harkat tanwin.

Pada baris kedua dari bait syair diatas ditemukan kata

/ fasyarru / terlihat adanya satu huruf

ر

/ ra

`

/ yang bertanda tasydid, ketika diucapkan ia menjadi dua huruf

ر

/ ra

`

/ akan tetapi ia tidak kita jumpai dalam tulisan kata tersebut. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābatu al- ‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

رﺮ

/ fasyarru /, hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu satu huruf

ر

/ ra

`

/ yang dilafalkan menjadi dua

ر

/ rā

`

/ akan tetapi tidak dituliskan dalam bait tersebut.

Kemudian pada baris kedua dari akhir bait syair di atas juga ditemukan susunan kata

ءاﺪ ا ﺎ آ

/ kumā al-fidā`u / pada kata

ﺎ آ

/ kumā / yang berfungsi sebagai damīr jika digabungkan dengan kata

ءاﺪ ا

/ al-fidā`u / maka huruf alif

sebagai huruf

/mad/ pada kata

ﺎ آ

/ kumā / dan huruf alif pada

ل ا

/ al / dihilangkan sehingga diucapkan menjadi

ءاﺪ آ

/ kumal fidā`ū / hal ini disebut dengan

و ﻜ فوﺮ /

hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/ yaitu huruf yang dituliskan tetapi tidak diucapkan.

Kemudian pada baris kedua dari akhir bait syair di atas juga ditemukan kata

ءاﺪ ا

/ al-fidā`u / yang diakhiri dengan bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah

ء

/`u/. Karena huruf hamzah terletak pada akhir ‘Ajzun (baris kedua), maka bunyi tersebut harus dipanjangkan sesuai dengan bunyi harkat tersebut dengan menambahkan huruf

و

/wāw/ sebagai penanda harkat panjang dammah. Sehingga tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

ا

ءاﺪ

و

/ al-fidā`ū / hal yang seperti ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ

/

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu huruf

و

/wāw/ yang melekat pada hamzah yang berharkat dammah (

ء

) sebagai penanda

/mad/.

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ ا ﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait kelima : e. Bait kelima:

ﺎ اﺮ ﺎآرﺎ تﻮ ه

ا أ

ءﺎ ﻮ ا

/`amīnallāhi syīmatuhu al-wafā`u / /Hajauta mubārakan barrān hanīfan / Tulisan ‘Arud:

تﻮ ه

آر

نرﺮ

أ

وءﺎ و

/`amīnallāhi syīmatuhul wafā`ū / /Hajauta mubārakan barrān hanīfan / Pada baris pertama dari bait kelima syair di atas ditemukan kata

ﺎآرﺎ

/mubarakan/,

اﺮ

/barran/

/hanīfan/, dalam ketiga kata ini ada huruf kaf, ra dan fa yang berharkat tanwin (

ﺎآ, ار

dan

) yang masing-masing berada diakhir kata tersebut dan ketika diucapkan ia mengandung bunyi huruf (

ن

) / nūn /. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari ketiga kata tersebut menjadi kata

آرﺎ

/mubārakan/,

نﺮ

/barran/, /hanīfan/yakni menambahkan huruf (

ن

) / nūn / pada akhir kata tersebut. Hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ

/

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu bunyi nūn. Sedangkan pada kata

اﺮ

/barran/ dari bait syair diatas ketika diucapkan ia memiliki dua huruf

ر

/ ra` / akan tetapi ia tidak kita jumpai dalam tulisan kata tersebut. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

نرﺮ

/ barran / hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu bunyi huruf yang dilafalkan sewaktu kita membacanya akan tetapi tidak dituliskan yaitu huruf

ر

/ ra

`

/.

Pada penggalan pertama dari bait syair di atas ditemukan kata

ﷲا أ

/amīnullahu/ dan ketika kata

ا

/aminu/ diucapkan langsung dihubungkan dengan kata

ﷲا

/allāhu/, maka pada kata

ﷲا

/allāhu/ terdapat huruf yang dituliskan tetapi tidak diucapkan

و ﻜ فوﺮ

/hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/ yaitu adanya huruf alif yang berharkat fathah dihilangkan pengucapannya (

أ

ﺎﻬ ﻜ و ﺔ ﺎ آ ﺔ وﺬ

/alifun mahzūfatun wa lākinna tantiquhā/) sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

أ

/`aminullahi/.

Kemudian sebelum akhir baris kedua dari bait syair di atas juga ditemukan susunan kata

ءﺎ ﻮا

/ syīmatuhu al-wafā`u /. Pada susunan kata

/ syīmatuhu/ kita dapati kata / hu / yang berfungsi sebagai damīr, maka di dalam tulisan ‘Arud ditambah huruf wāw /

و

/ setelah huruf hā` ( ) yang berharkat dammah sebagai penanda harkat dammah yang panjang. Sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

ﻮﻬ

/syīmatuhū/. Jika kata

ﻮﻬ

/syīmatuhū/ tersebut digabungkan dengan kata

ءﺎ ﻮا

/al-wafā`u / menjadi

ءﺎ ﻮا ﻮﻬ

/ syīmatuhul al-wafā`u /. maka dalam tulisan ‘Arudnya huruf wāw /

و

/ pada kata

ﻮﻬ

/ syīmatuhū/ dihilangkan demikian juga huruf

ا

(alif) pada kata

ءﺎ ﻮا

/al-wafā`u / sehingga tulisan ‘Arudnya menjadi

ءﺎ و ﻬ

/ syīmatuhul wafā`ū / hal ini disebut dengan

و ﻜ فوﺮ /

hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu yaitu huruf yang dituliskan tetapi tidak diucapkan, yaitu huruf wāw /

و

/ sebagai mad dammah dan huruf

ا

/alif/ pada

لا

/ al /.

Di akhir baris kedua dari syair diatas juga ditemukan kata

ءﺎ ﻮا

/al-wafā`u/ yang diakhiri dengan bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah

ء

/ u /. Karena huruf hamzah (

ء

) terletak pada akhir baris kedua (Ajun), maka bunyi tersebut harus dipanjangkan sesuai dengan bunyi harkat tersebut dengan menambahkan huruf wāw /

و

/. Sehingga tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

و ءﺎ ﻮا

/ al-wafā`ū/, hal yang seperti ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu huruf wāw /

و

/ sebagai penanda harkat dammah yang panjang.

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌا ﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait keenam : f. Bait keenam:

ﻜ الﻮ ر ﻮ ﻬ

ءاﻮ ﺮ و ﺪ و

/ wa yamdahuhu wa yansuruhu sawā`u / / Faman yahjū rasūlallāhi minkum / Tulisan ‘Arud:

ﻮ ﻬ

لﻮ ر

و

ﻮﻬ ﺪ

و

ﻮهﺮ

و ءاﻮ

/ wa yamdahuhū wa yansuruhū sawā`ū / / Faman yahjū rasūlallāhi minkum / Pada baris pertama dari bait keenam syair di atas ditemukan kata

ﷲا لﻮ ر

/Rasulullahi/ dan ketika kata

لﻮ ر

/Rasulu / diucapkan langsung dihubungkan dengan kata

ﷲا

/allāhu/, maka pada kata

ﷲا

/allāhu/ terdapat huruf alif yang berharkat fathah yang dituliskan tetapi tidak diucapkan

و ﻜ فوﺮ

/hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/. Huruf alif (

ا

) ini disebut dengan

ﺔ ﺎ آﺔ وﺬ أ

ﻜ و

ﺎﻬ

/alifun mahzūfatun wa lākinna lā tantiquhā/ yang dibuang dalam penulisan tetapi disebutkan dalam pengucapan. Sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

لﻮ ر /

rasūlullahi

/

.

Pada baris kedua ditemukan kata

ﺪ و

/ wa yamdahuhu

/ ﺮ و

/wa yansuruhu/ yang berakhiran dengan kata / hu / sebagai kata ganti orang ketiga (

ﺔ ا ﺮ ﺔآﺮ

/harakatun damīri al-gībati/ ). Dalam tulisan ‘Arudnya harkat

dammah pada damir / hu / itu harus dipanjangkan dengan menambahkan huruf wāw (

و

) sebagai penanda dammah yang panjang. Sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

ﻮﻬ ﺪ و

/wa yamdahuhū/

ﻮهﺮ و

/wa yansuruhū/.

Di akhir baris kedua dari bait keenam syair diatas juga ditemukan kata

ءاﻮ

/sawā`u/ yang diakhiri dengan bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah

ء

/ u /. Karena huruf hamzah itu terletak pada akhir baris kedua (‘Ajzun), maka harkat --- / u / harus dipanjangkan dengan menambah huruf wāw /

و

/ sebagai penanda harkat yang panjang. Sehingga tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

و ءاﻮ

/ sawā`ū/, hal yang seperti ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu / yaitu huruf wāw /

و

/ sebagai penanda harakat panjang dammah --- / u / bagi huruf hamzah.

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌاﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait ketujuh :

g. Bait ketujuh:

ءﺎ و ﻜ ﺪ ضﺮ ﺮ و ﺪ اوو ا نﺎ

/li‘ardi muhammadin minkum waqā`u/ / Fa`inna `abī wawālidahu wa ‘ardī/ Tulisan ‘Arud:

و ا

هﺪ او

ﺮ و

ضﺮ

ن

و

ءﺎ

و

/li‘ardi muhammadin minkum waqā`ū / / Fa`inna `abī wawālidahū wa ‘ardī/ Pada baris pertama dari bait ketujuh syair di atas ditemukan kata

نﺎ /

fa`inna, ketika diucapkan ia memilki dua huruf

ن

/ nūn / akan tetapi tidak kita jumpai dalam tulisan kata tersebut. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābatu al- ‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

/ fa`inna /, hal ini disebabkan karena di dalamnya ada

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu bunyi huruf yang dilafalkan tetapi tidak dituliskan yaitu huruf

ن

/ nūn /. Kemudian pada baris pertama bait ketujuh syair ditemukan juga kata

ﺪ اوو

/wawālidahu/ yang berakhiran dengan kata / hu / sebagai kata ganti orang ketiga (

ﺔ ا ﺮ ﺔآﺮ

/harakatun damīri al-gībati/ ) maka dalam tulisan ‘Arudnya, damir / hu / yang berharkat dammah itu ditambah dengan huruf wāw /

و

/ sebagai penanda harakat panjang dammah. Sehingga tulisan ‘arudnya menjadi

ﻮهﺪ اوو

/wawālidahū/.

Pada baris kedua dari bait syair di atas ditemukan kata

/

muhammadin /, ketika diucapkan huruf

م

/ mīm / yang bertasydid itu menjadi dua huruf yang sama, akan tetapi ia tidak kita jumpai dalam tulisan kata tersebut. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

/ muhammadin /, hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurūfun tuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu bunyi huruf yang dilafalkan sewaktu kita membacanya akan tetapi tidak dituliskan yaitu

م

/ mīm /. Dan pada kata

/ muhammadin / ini,

ketika diucapkan huruf

د

/dāl / yang bertanwin mengandung bunyi huruf

ن

/ nūn /. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut

menjadi

نﺪ

/muhammadin / hal ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ

/

hurufun tuntaqu wa lā tuktabu/ yaitu bunyi huruf

ن

/ nūn / pada tanwin.

Di akhir baris kedua dari bait syair diatas ditemukan kata

ءﺎ و

/waqā`u/ ini diakhiri dengan bunyi huruf hamzah yang berharkat dammah

ء

/ u /. Karena huruf hamzah (

ء

) ini terletak pada akhir baris kedua (‘Ajzun), maka bunyi tersebut harus dipanjangkan sesuai dengan bunyi harkat tersebut dengan menambah huruf

و

/wāw / sebagai penanda harkat panjang dammah. Sehingga tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

و ءﺎو

/waqā`ū/, hal yang seperti ini disebut dengan

ﻜ و فوﺮ /

hurufun tuntaqu wa lā tuktabu yaitu harkat dammah panjang yang dilambangkan dengan huruf

و

/wāw /.

Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ ا ﺔﺑﺎ ﻜ ا /

al-kitābatu al-‘arūdiyatu / dari bait kedelapan : h. Bait kedelapan:

ا

ء

رﺪﻜ يﺮ و مرﺎ ﺎ

Tulisan ‘Arud:

وء د د ردﺪﻜ يﺮ و ﻬ رﺎ ﺎ

/ wa bahri lā tukaddiruhud dilā`ū/ / Lisānī sārimun lā ‘aiba fīhi / Pada baris pertama dari bait kedelapan syair di atas ditemukan kata

مرﺎ

/ sārimun /, ketika bunyi huruf mīm yang bertanwin (

م

) tersebut diucapkan ia mengandung bunyi huruf

ن

/ nūn /. Maka tulisan ‘Arud atau al-kitābah al-‘arudiyah dari kata tersebut menjadi

رﺎ

/ sārimun / hal ini disebut dengan

Dokumen terkait