• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktural Syair Arab Karya Hasan Bin Tsabit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Struktural Syair Arab Karya Hasan Bin Tsabit"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTURAL SYAIR ARAB

KARYA HASAN BIN TSABIT

SKRIPSI SARJANA

OLEH :

ATIKA DIAN NOVA 040704003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB

MEDAN

(2)

ﺮ ا

ﺮ ا

ﷲا

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang tetap teguh menegakkan kebenaran dan dapat dijadikan sebagai contoh teladan dalam kehidupan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Sastra. berkaitan dengan hal tersebut maka penulis menyusun sebuah skripsi yang berjudul ‘Analisis Struktural Syair Arab Karya Hasan Bin Tsabit’.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki. Akan tetapi berkat rahmat karunia Allah SWT dan do’a yang tiada hentinya dari Ayahanda tercinta Ahmad Syahroni dan Ibunda tersayang Nur Fatma serta saudara-saudara terdekat dan bantuan dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca maupun masyarakat pada umumnya yang ingin mendalami ilmu bahasa Arab. Penulis juga senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2008

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya serta bantuan dari semua pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh kerena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan serta doanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis ucapkan kepada :

 Bapak Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Univesitas Sumatera Utara.

 Bapak Drs. Aminullah, M.A, Ph.D selaku Pembantu Dekan I Fakultas Sastra Univesitas Sumatera Utara.

 Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II Fakultas Sastra Univesitas Sumatera Utara.

 Bapak Drs. Parlaungan Ritonga. M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Sastra Univesitas Sumatera Utara.

 Ibu Dra. Khairawati, M.A, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

 Bapak Drs. Mahmud Kudhri, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

 Bapak Drs. Suwarto, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing I dan ibu Dra. Rahlina Muskar, M. Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh kesabaran untuk membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skirpsi ini.

 Seluruh Staf Pengajar Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar Program Studi Bahasa Arab yang telah mendidik dan menuangkan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.  Kedua orangtua tercinta: ayahanda Ahmad Syahroni, S.pd.I, dan ibunda

(4)

 Abangda tercinta Ziaulhaq Vicky Totius dan Tirta Romdhoni Mubarok serta kakanda tersayang Soraya Dian Fitria yang telah banyak memberikan motivasi dan semangat. ( Thanks ya atas doanya…..), juga adikku tercinta Izzi Syahrizal Syihab, semoga kita selalu dalam perlindungan-Nya.

 Teman-temanku yang tercinta satu angkatan, (khususnya buat sahabatku Haqiqi, Aminah, Adie, Subhan terimakasih atas jalinan persahabatannya…), Syam, Srik, Vega, Rida, Ilyani, Rahma, Hotma, Eka, Risa, Odi, Atid, Devi, Sartika, Fadil, Haris, Darwin, Zulfan, Mael, dan Saputra. Terima kasih atas motivasi dan cinta kalian, teruskan perjuangan….!

 Seluruh mahasiswa bahasa Arab yang tergabung dalam ( IMBA ) Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab.

 Saudara-saudraku komplek Ganefo 11, Kiki, Kak Tina, Sutrie, Dewi, Venny kalian adalah teman seperjuangan dan keluargaku yang penuh semangat dan ceria.

 Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tak terhingga kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Jazakumullahu khairan.

Sesungguhnya penulis tidak dapat membalas segala kebaikan yang telah mereka berikan pada penulis, oleh sebab itu selaku hamba yang dhaif penulis memohon kepada Allah SWT semoga diberikan balasan yang lebih baik kepada mereka, baik didunia maupun di akhirat. Amin ya rabbal ‘alamin.

Medan, Juli 2008

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATAPENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI... v

ABSTRAK ... .. vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Batasan Masalah ... ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... ... 6

1.5Metode Penelitian ... ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian Sastra...8

2.2 Pengertian Syair... ....10

2.3 Analisis Stuktural ...12

2.3.1 Struktur Fisik Puisi (Syair)...13

2.3.2 Struktur Fisik Syair Arab...13

2.3.2.1 Tahap Analisis Syair Arab...16

2.3.2.2 Perubahan Pola Bunyi Syair Arab...24

2.4. Struktur Batin Puisi (Syair)... ....29

2.4.1 Struktur Batin Syair Arab...29

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ...32

3.1 Struktur Fisik Syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī safyānu/ ‘sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit... ...32

3.2 Struktur Batin Syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī safyānu/ ‘sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit...77
(6)

BAB IV PENUTUP... ... 79 4.1 Kesimpulan ... ...79 4.2 Saran... ...85 DAFTAR PUSTAKA

(7)
(8)

ABSTRAK

Atika Dian Nova, 2008. Analisis Struktural Syair Arab Karya Hasan Bin Tsabit. Medan : Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara.

Analisis Struktural Syair Arab Karya Hasan Bin Tsabit adalah suatu penelitian yang membahas tentang struktur fisik dan struktur batin dari syair tersebut, serta penggolongan jenisnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur fisik, struktur batin dan penggolongan jenis syair Arab yang berjudul

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/

hijā`un abī sufyānu / ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ oleh Hasan Bin Tsabit.

penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan ( Library Research) dengan menggunakan Metode Analisis Deskriptif. Data penelitian ini berupa bahasa tulisan yang diambil dari syair yang diciptakan Hasan Bin Tsabit dalam buku Muzakkiratun fī tārīkhi Al-Adabi Al-‘Arabī karangan Zainal Abidin Haji Abdul Qadir tahun 1987, Kuala Lumpur. Syair itu berjudul ‘Hijā`un Abī Sufyānu’

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa struktur fisik syair yang bejudul

ءﺎ ه

ا

(9)

ABSTRAK

Atika Dian Nova, 2008. Analisis Struktural Syair Arab Karya Hasan Bin Tsabit. Medan : Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara.

Analisis Struktural Syair Arab Karya Hasan Bin Tsabit adalah suatu penelitian yang membahas tentang struktur fisik dan struktur batin dari syair tersebut, serta penggolongan jenisnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur fisik, struktur batin dan penggolongan jenis syair Arab yang berjudul

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/

hijā`un abī sufyānu / ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ oleh Hasan Bin Tsabit.

penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan ( Library Research) dengan menggunakan Metode Analisis Deskriptif. Data penelitian ini berupa bahasa tulisan yang diambil dari syair yang diciptakan Hasan Bin Tsabit dalam buku Muzakkiratun fī tārīkhi Al-Adabi Al-‘Arabī karangan Zainal Abidin Haji Abdul Qadir tahun 1987, Kuala Lumpur. Syair itu berjudul ‘Hijā`un Abī Sufyānu’

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa struktur fisik syair yang bejudul

ءﺎ ه

ا

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Berbicara mengenai sastra banyak hal yang dapat dianalisis di dalamnya, seperti bahasa yang digunakan, pesan yang disampaikan, latar belakang suatu karya sastra dihasilkan ataupun hal lainnya.

Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang sudah tentu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan. Kata Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “sas” yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan “tra” berarti alat atau sarana, jadi sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pelajaran yang baik (Ratna, 2003: 1).

Dalam bahasa Arab sastra secara etimologi disebut dengan

بد ا

/al-adabu/ (Bisri, 1999: 312).

Menurut Al-Hamid, dkk (1994:15):

ا

ﺮ ﺆ ا

ا

ا

م ﻜ ا

ﻮه

بد ا

.

/Al-`adabu huwa al-kalāmu al-jamilu al-balīgu al-mu’asiru fi al-nafsi/. ’Sastra adalah kalimat-kalimat yang indah dan bagus yang dapat memberikan pengaruh kepada jiwa’.

Secara umum sastra dalam bahasa Arab diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu : puisi dan prosa (Al-Hamid, dkk, 1994:16) . Puisi disebut dengan

ﺮ ا

/al-syi‘ru/ (Al-Bisri, 1999: 378) dan prosa disebut dengan

ﺮ ا

/al-nasru/ (Al-Bisri, 1999: 271).

Menurut Al-Hamid, dkk (1994:16)

ﺮ ا

/ al-nasru / adalah:

ﺔ ﺎ

و

نزو

يﺬ ا

ا

م ﻜ ا

ﻮه

ﺮ ا

.

/Al-nasru huwa al-kalāmu al-jamilu al-lazī laisa lahu waznun wa lā qāfiatun/. ‘Prosa adalah kalimat yang bagus dan tidak mempunyai pola serta tidak ada

(11)

Menurut Husein (1952: 7) dalam Muzakki (2006: 45) syair adalah :

ﺎﻬ

ءاﺰ أ

نزﻮ او

ﻮ ا

يﺬ ا

م

ﻜ ا

ﻮه

ﺮ اا

ﺔآﺮ او

او

لﻮ ا

.

/al-syi‘ru huwa kalāmu al-lazī ya‘tamidu lafzuhu ‘alā al-mūsīqī wa al-waznu fa yata`allafu min `ajzā`in yusbihu ba‘dahā ba‘dan fi al-tūli wa qasri wa al-harakati/. ‘Syair adalah susunan beberapa kata-kata yang pengucapannya terikat dengan irama dan pola, karena itu syair tersusun dari beberapa bagian bunyi harakatnya satu sama lain mempunyai kesamaan bunyi, baik bunyi harkat panjang maupun bunyi harkat pendek’.

Salah satu hasil karya sastra yang terkenal di kalangan masyarakat dan merupakan peradaban yang paling tertua adalah puisi (syair).

Syair merupakan salah satu hasil karya sastra bangsa Arab. Bangsa Arab lebih menyenangi syair dibandingkan karya sastra lainnya, karena syair adalah salah satu seni yang paling indah yang sangat dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Mereka sangat senang berkumpul mengelilingi penyair-penyair untuk mendengarkan syair. Orang yang membaca syair Arab akan melihat gambar kehidupan bangsa Arab dengan jelas pada syair itu. Dia akan melihat pada pasir, kemah-kemah, tempat-tempat permainan dan sumber-sumber air.

Sebelum lahirnya Islam syair telah dikenal sebagai salah satu bentuk komunikasi yang paling banyak berperan, baik ketika damai maupun ketika perang, kegemaran bangsa Arab terhadap syair sangat besar sekali. Setelah datangnya Islam ke tengah-tengah bangsa Arab banyak yang mendalami ajaran Islam. Semuanya merasa kagum terhadap kefasihan Al-Quran, serta merasa betapa tinggi sastranya. Dalam menghadapi kenyataan ini banyak dari penyair yang terpengaruh oleh ketinggian dan keindahan sastra Al-Quran. Pada umumnya seluruh kegiatan penyair yang baru masuk Islam banyak ditujukan untuk membantu suksesnya dakwah Islamiyah.

(12)

Ayahnya bernama Tsabit Ibn Al-Mundir, salah seorang pemuka kabilah Al- Kharaj. Beliau hidup di dua zaman, yaitu zaman Jahiliah dan zaman permulaan Islam. Hasan bin Tsabit wafat pada tahun 660 M pada masa Muawiyyah, beliau hidup selama 120 tahun.

Dalam kehidupannya beliau menghabiskan masa hidupnya setengah di masa Jahiliah dan setengah di masa permulaan Islam. Pada masa Jahiliyah puisi-puisi Hasan Bin Tsabit banyak yang bertemakan madah, fakhar, hija`, ghazal, sedangkan pada masa Islam puisi-puisi beliau bertemakan madah, hija`, ritsa, dan i’tidzar. Beliau telah memeluk agama Islam bersama kaum Ansor setelah Nabi hijrah ke Madinah, beliau juga dikenal dengan julukan syairu al-rasul (penyair nabi) karena semua isi syairnya benafaskan Islam dan beliau setia membela Nabi sampai akhir hayatnya. Di samping penyair nabi, dia juga seorang tokoh sahabat yang terpuji dan mencurahkan kasih sayangnya kepada Rasullah dan khalifah-khalifahnya.

Pada suatu hari munculah 3 (tiga) orang penyair Quraisy menghina Nabi dan agama Islam. Mereka terdiri dari Abdulah bin `Ash, Abu Sofyan bin Harits bin Abd, Muthalib dan Amr`u bin `Ash. Mereka belum Islam, bahkan sedang giat menindas gerakan Islam, kedatangan mereka diatur dengan sengaja untuk melecehkan Nabi dengan jari-jari telunjuknya. Lalu seorang sahabat menyuruh Ali bin Abi Thalib menjawabnya.

Ali berkata: ”Kalau Rasul mengizinkan, niscaya akan saya lakukan”. Mendengar jawaban ini, berkata pula seorang sahabat yang hadir ”Ya Rasul, izinkanlah Ali bin Abi Thalib untuk menjawab orang yang telah menghina kita ini”.

Rasul menjawab: ”Tidak ada padanya yang demikian itu”. Maksud Rasul menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak tepat untuk tugas itu.

Sesudah itu Rasul bersabda pula :

ﻬ ﺎ

وﺮ

نأ

ﷲا

لﻮ ر

اوﺮ

ﺬ ا

مﻮ ا

.

(13)

menolong dan membela Rasul dengan senjatanya, kiranya menolongnya pula dengan lidahnya’.

Dengan kata lain, Rasul minta dibela dengan senjata lisan, sebagaimana dibela dengan senjata tajam. Seorang penyair Jahiliyah yang telah memeluk agama Islam dan hadir pula pada pertemuan itu, bernama Hasan bin Tsabit lantas berkata: “Saya untuk itu, ya Rasul”. Kemudian Rasul mempersilahkan Hasan dengan hormat. Kemudian Hasan pun tampil ke depan seraya berkata: “kenapa anda selancang itu mengejek Rasulullah, padahal saya masuk golongannya”. Kemudian Hasan menyatakan maksud perjuangannya di lapangan sastera ini kepada Rasul, dengan berkata:

آ

ﻚ ﺄ أ

ا

ا

ةﺮ ا

/`Innī `as`aluka minhum kamatsalun al-syi‘ratu min al-‘ajīni /. ’Saya akan pisahkan engkau dari mereka, sebagaimana menarik rambut dari tepung’.

Maksudnya sambil menghantam lawan, ia akan tetap membela Rasul dalam syair-syair dan qasidah-nya.

Para pengamat sastra menyimpulkan bahwa ada tiga generasi dalam sastra Arab yakni di masa Jahiliyah hanya ada penyair yang tidak tertandingi yaitu Umrul Qois, dan pada abad terakhir ada nama Abu Nawas, sedangkan pada masa permulaan Islam adalah Hasan bin Tsabit.

Adapun karya-karya syair Hasan Bin Tsabit pada masa Islam antara lain : ’Ratapan Ketika Rasul Wafat’, Sindiran Untuk Abu Sofyan’, ’Berita Penaklukkan Kota Mekah’.

Analisis struktural adalah salah satu pendekatan kesusasteraan yang menekankan pada kajian hubungan antara unsur pembangun karya yang bersangkutan (Nurgyantoro, 1995: 36).

Analisis struktural syair adalah analisis syair ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur syair dan penguraian bahwa setiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur yang lain dan juga berdasarkan tempat.

(14)

mendorong penulis untuk meneliti karya Hasan Bin Tsabit melalui pendekatan struktural.

Menurut kaum strukturalisme sebuah karya sastra puisi adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koheren oleh berbagai unsur (pembangunnya).

Struktur puisi dibangun oleh unsur-unsur puisi yang umum dan menyeluruh, yang nantinya struktur puisi itu dapat diteliti.

Menurut Waluyo (1987: 28) puisi dibangun oleh dua unsur pokok yaitu struktur fisik yang meliputi (diksi, pengimajian, kata konkrit, bahasa piguratif, versifikasi dan tiprografi) dan struktur batin yang meliputi (tema, perasaan, nada dan pesan). Struktur fisik adalah bahasa yang digunakan penyair dalam puisinya.

Dalam menganalisis struktur fisik, dibahas bagaimana kreatifitas dalam menciptakan puisi. Ditelaah bagaimana penyair memilih dan mengurutkan kata, bagaimana penyair menciptakan pengimajian, kata-kata konkret, irama puisi tersebut. Telaah struktur puisi tidak dapat dilepaskan dengan telaah struktur batin. Struktur batin adalah pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh penyair dalam menciptakan puisinya. Struktur fisik puisi adalah medium pengungkapan dari struktur batin puisi.

Struktur syair Arab memiliki 6 (enam) unsur yaitu : 1. Khāyal / imajinasi 2. Wazan / irama 3. Kalām / bahasa 4. Qāfiah / sajak 5. Ma`nā / tema 6 . Qasdan / rasa (Muzakki, 2006: 42).

Dengan adanya unsur-unsur syair Arab tersebut maka peneliti ingin membahas bagaimana struktur fisik dan struktur batin syair Hasan Bin Tsabit., di samping itu penelitian ini belum pernah diteliti oleh mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

(15)

1.2 Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah struktur fisik syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī sufyānu'/ ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit?

2. Bagaimanakah struktur batin syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī sufyānu/ ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit?

3. Tergolong ke dalam jenis syair apakah syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī sufyānu/ ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui struktur fisik syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī sufyānu/ ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit.

2. Untuk mengetahui struktur batin syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī safyānu/ ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit.

3. Untuk mengetahui jenis syair

نﺎ

ا

ءﺎ ه

/hijā`un abī sufyānu/ ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ karya Hasan Bin Tsabit.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah :

1. Untuk menambah referensi karya sastra bagi fakultas sastra khususnya jurusan bahasa Arab.

2. Untuk menambah dan memperluas wawasan peneliti dan pembaca mengenai analisis syair Arab karya Hasan Bin Tsabit.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara menyajikan data, menganalisis dan menginterprestasikannya (Narbuko dan Achmadi, 1991: 44).

(16)

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan bahan rujukan yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. 2. Mempelajari data yang ada dengan membacanya berulang-ulang.

3. Mengklasifikasikan data yang telah diperoleh serta menganalisisnya.

4. Setelah dinalisis maka hasil penelitian disusun menjadi satu laporan yang berbentuk skripsi.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sastra

Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Ia mencerminkan satu budaya bangsa yang menjadi identitas bangsa itu yang dapat membedakannya dengan bangsa lain. Sastra adalah cermin masyarakat, atau cermin suatu bangsa. (Swingewood, 1972: 19) dalam (Wilson, 2003:1).

Dalam bahasa Arab sastra disebut dengan

بد

ﻷا

/al-`adabu/ (Al-Bisri, 1999: 312).

Menurut Muzakki (2006:32) :

ﺔ ﻜ

نا

:

ثﺪ

يﺬ اﺪ ا

م ﻜ ا

ﻮهو

صﺎ ا

ﻰ ﺎ

بدﻷاﺎ هﺪ ا

ةﺬ

ﺎ و

رﺎ

,

اﺮ

مأ

اﺮ

م ﻜ ا

اﺬه

نﺎآأ

ءاﻮ

.

مﺎ ا

ﻰ ﺎ

بدﻷا

ﺎ او

ا

جﺎ اﻮهو

م ﻜ ا

رﻮ

يﺬ ا

,

ﻜ ا

ﻜ و

.

ﺔ ﺎ او

ﺔ اﺮ ا

ةﺪ

اﺬه

آ

ةزﺎ ا

او

ةﺮ ﺆ ا

ا

و

ﺔ رﺎ ا

صﺎ ا

ﻰ ﺎ

بدأ

,

ؤﺮ

ﻚ ﻷ

ﻰ ﻮ ا

ﻮ و

ﻰ ا

ءﺎ

ﺎهﺪ

ا

ةﺬ ﺎآ

ةﺬ

و

,

و

ﺎ او

ا

ةرﻮ ا

ىﺮ

ﺪ ا

,

ﻮﻬ

ﺔﻜ

و

كرﻮ

و

ﻚ و

ﻚ وﺬ

نذا

لﺎ ا

ﺮ ﺪ

.

(18)

nyanyian dan sentuhan musik dan seperti melihat gambar yang indah dan patung yang anggun. Semua itu berhubungan dengan perasaan menyentuh penilaian keindahan’.

Mandur (tt: 6) dalam Muzakki (2006: 33) mendefinisikan adab sebagai berikut:

ا

ﺮ ا

و

ﺮ ا

ﻮه

بدﻷا

نا

/Inna al-`adaba huwa al-syi‘ru wa al-nasru al-fannī/. ‘Sastra adalah syair dan prosa lirik’.

Muzakki (2006: 39) mengatakan bahwa sastra dilihat dari segi objeknya, dibagi menjadi dua macam yaitu: sastra kreatif (

ﻷا

بد

ﻷا / al

-`

adabu al-`insyā`iyyu) dan sastra deskriptif (

ا

بدﻷا

/ al-`adabu al-wasfiyyu)

.

Menurut Khafaji (1986: 45) dalam Muzakki (2006: 39) sastra kreatif adalah karya sastra yang dihasilkan dengan cara meniru dan menggambarkan alam semesta baik alam itu muncul dari jiwa penulis itu sendiri, seperti adanya perasaan dan keinginan maupun alam di luar jiwa penulis seperti gunung, laut, gurun pasir, dan lain-lain, yang kemudian ia transformasikan fenomena tersebut dalam bentuk tulisan atau lisan kepada para pembaca atau pendengar dengan ungkapan kreatif ini yang sesuai dengan objek yang ditangkapnya. Materi atau objek sastra adalah alam (tabi’ah), baik alam yang bersifat internal (dakhiliyyah) maupun eksternal (kharijiyyah).

(19)

keberadaannya muncul setelah penulis (sastrawan) memberikan penilaian terhadap karya sastra kreatif. Misalnya, seseorang memberikan penilaian, penjelasan, atau penafsiran terhadap karya orang lain sehingga muncul karya baru.

Berdasarkan cara pemerolehannya sastrawan Arab membagi sastra kreatif menjadi dua bagian yaitu: puisi/syair (

ﺮ ا

/

al-syi‘ru) dan prosa (

ﺮ ا

/

al-nasru) Muzakki (2006: 40)

.

2.2Pengertian Syair

Secara etimologis, kata syair berakar dari kata

ارﻮ

-

اﺮ

-

-

/ Sya‘ara – yasy‘uru – sya‘ran – syu‘ūran / yang berarti mengetahui, merasakan sadar, mengomposisi, atau mengubah suatu syair (Al-Fadh, 1990: 109) dalam (Muzakki, 2006: 41).

Kata

ﺮ ا

/ al-syi‘ru / secara etimologi mempunyai arti

ﻰ ا

م ﻜ ا

/al-kalāmu al-muqaffā/ yaitu kalimat yang bersajak (Bisri, 1999: 378).

Secara terminologi yang dikemukakan oleh Al-Hamid, dkk (1994: 15) dikatakan bahwa:

ﺔ ﺎ

و

نزو

يﺬ ا

ا

م ﻜ ا

ﻮه

ﺮ ا

/Al-syi‘ru huwa al-kalāmu al-jamīlu al-lazī lahu waznun wa qāfiatun / ‘Syair adalah kalimat yang bagus dan mempunyai pola serta ada qafiah’.

Menurut Al-iskandari (1992: 42) dalam Muzakki (2006: 42) syair secara terminologi adalah:

ا

نوزﻮ ا

ا

م ﻜ ا

ﻮه

ﺮ اا

ﺪ ا

لﺎ ا

رﻮ

ﺎ ﺎ

ﺮ ﺎ

.

/Al-syi‘ru huwa al-kalāmu al-fasīhu al-mauzūnu al-muqafa al-mu`bira gāliban ‘an sūrin al-khayāli al-badī‘i/. ‘Syair adalah kata-kata yang berirama dan ber-qafiah yang mengekspresikan bentuk-bentuk imajinasi yang indah’.

Qafiah adalah kata akhir dari sebuah bait syair (Muzakki, 2006: 46). Menurut As-Sayib (1964: 295) mengatakan bahwa unsur-unsur syair Arab adalah:

أ

ﺔ را

ﺮ ا

ﺮ ﺎ

ﺎ ا

(20)

/ ammā ‘anāsiru al-syi‘ru arba‘atun `asyā`un wa hiyā al-lafzu wa al-waznu wa al-ma‘nā wa al-qāfiyatu/. ‘Adapun unsur-unsur syair ada 4 (empat) yaitu lafaz, wazan, makna (tema) dan qafiah’.

Menurut Zaenuddin (2007: 17) bahwa syair Arab memiliki 4 (empat) unsur yaitu: 1. Lafaz 2. Wazan 3. Makna 4. Qafiyah.

Dalam sastra Arab, sebuah genre syair harus memenuhi 6 (enam) unsur yaitu: 1. Khāyal / imajinasi 2. Wazan / irama 3. Kalām / bahasa 4. Qāfiah / sajak 5. Ma‘nā / tema 6. Qasdan / rasa, Muzakki (2006: 42).

Husein dan Al-Syayib dalam Muzakki (2006: 50-51) membagi syair dari segi isinya menjadi tiga macam: 1. Syair cerita (

ا

ﺮ ا

/

al-syi‘ru al- qisasiyyu

)

2. Syair lirik (

ﺎ ا

ﺮ ا

/

al-syi‘ru al-ginā`iyyu

)

3. Syair drama (

ا

ﺮ ا

/

al-syi‘ru al-tamsīliyyu

)

.

1. Syair Cerita (

ا

ﺮ ا

/

al-syi‘ru al- qisasiyyu

)

Syair cerita adalah syair yang berupa kasidah (kumpulan bait syair) panjang yang menceritakan peristiwa – peristiwa sejarah, kemudian disusun dalam bentuk cerita kepahlawanan untuk dinyanyikan.

2. Syair Lirik (

ﺎ ا

ﺮ ا

/

al-syi‘ru al-ginā`iyyu

)

Syair lirik adalah syair secara langsung mengungkapkan perasaan, baik perasaan sedih maupun perasaan harapan. Jenis syair ini sangat terkenal atau sering kali diupergunakan oleh sastrawan Arab. Syair ini biasanya bertujuan mengejek, meratap, memuji, merayu dan sebagainya.

ﺮ ا

ا

/

al-syi‘ru al-tamsīliyyu

)

3. Syair Drama (

Syair drama adalah syair yang dibuat untuk sisaksikan di atas panggung dan bersifat objektif, karena terbatas dengan waktu dan tempat jumlah bait tidak sepanjang syair yang lain-lainnya.

Husein (tt: 311) dalam Muzakki (2006: 52-53) mengatakan bahwa syair Arab dilihat dari segi lahirnya dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1. Syi‘ir multazam (

اﺮ ا

/

al-syi‘ru al-multazamiyyu) 2. Syi‘ir mursal (

ا

(21)

1. Syi‘ ir Multazam (

اﺮ ا

/

al-syi‘ru al-multazamiyyu)

Syi‘ir multazam adalah syair yang tidak terikat dengan aturan wazan dan qafiah. Syair ini dikenal dengan sebutan syair tradisional.

2. Syi‘ir mursal (

ا

ﺮ ا

/

al-syi‘ru al-mursaliyyu)

Syi‘ir mursal adalah syair yang terikat dengan irama (taf‘ilat) tetapi tidak terikat dengan wazan dan qafiah.

3. Syi‘ir hurr (

ي

اﺮ ا

/

al-syi‘ru al-hurriyyu)

Syi‘ir hurr adalah syair yang tidak terikat sama sekali dengan wazan, qafiah dan taf’ilat, tetapi masih terikat pada irama khusus yang menjadi karisteristik sastra bernilai tinggi.

2.3Analisis Struktural

Berbicara tentang karya sastra kita tidak akan terlepas dari strukturnya, karena sebuah struktur kaya sastra dapat dianalisis.

Nurgyantoro (1995: 36) mengatakan bahwa Analisis struktural adalah salah satu pendekatan kesusasteraan yang menekankan pada kajian hubungan antara unsur pembangun karya yang bersangkutan.

Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh.

Pada umumnya karya sastra terdiri dari dua unsur yaitu: 1.Unsur Instrinsik 2. Unsur Ekstrinsik. Unsur instrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan sebuah karya sastra itu hadir atau ada. Contoh unsur instrinsik adalah tema, plot, gaya bahasa, amanat dan lain-lain. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun suatu karya sastra. Contoh unsur ekstrinsik adalah psikologi pengarangan, keadaan ekonomi pengarang, keadaan sosial pengarang, pandangan hidup suatu bangsa dan lain-lain (Nurgyantoro, 1995: 66).

Karya sastra yang berbentuk puisi atau syair merupakan karya sastra yang mengandung unsur instrinsik sebagai unsur karya sastra.

(22)

tipografi. Struktur dalam terdiri dari tema, pesan atau makna yang tersirat di dalam struktur luar.

Menurut Aminuddin (2000: 136) bangun struktur puisi adalah unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual, unsur tersebut meliputi: 1. bunyi 2. Kata 3. Larik/baris 4. Bait dan tiprografi.

Menurut Waluyo (1987: 22), puisi dibangun oleh dua unsur pokok yaitu struktur fisik yang meliputi (diksi, pengimajian, kata konkrit, bahasa piguratif, versifikasi, tiprografi) dan struktur batin yang meliputi (tema, perasaan, nada dan pesan).

Berdasarkan adanya unsur syair Arab oleh Zaenuddin (2007: 17) dan genre syair Arab oleh Muzakki (2006: 42) maka unsur syair Arab tersebut dapat diklasifikasikan menjadi struktur fisik dan struktur batin. Adapun yng termasuk struktur fisik yaitu: 1. Khāyal / imajinasi 2. Wazan / irama 3. Kalām / bahasa 4. Qāfiah / sajak, sedangkan struktur batin terdiri dari: 1. Ma`nā / tema) 2 . Qasdan / rasa.

2.3.1 Struktur Fisik Puisi (Syair)

Struktur fisik adalah bahasa yang digunakan penyair dalam puisinya. Dalam menganalisis struktur fisik yang meliputi diksi, isinya dibahas bagaimana kreatifitas dalam menciptakan puisi. Ditelaah bagaimana penyair memilih dan mengurutkan bahasanya atau kata (diksi), bagaimana penyair meciptakan pengimajian, irama serta bagaimana menyusun sajak puisi tersebut.

2.3.2 Struktur fisik Syair Arab

Agar lebih jelas berikut ini dapat dilihat butir-butir yang merupakan struktur fisik syair Arab sebagai berikut:

1.

ﺎ ﺨ ا

/Al-Khayālu/ ’Imajinasi’
(23)

Menurut Dusuki (2000: 329):

ءﺎ ﻷا

و

ﻮه

لﺎ ا

ةﺪ

.

بﻮ ﻷا

تﺎ

ةزرﺎ

تﺎ

ﻮهو

ﻰ دﻷا

.

وأ

ﺎ ا

ﻰ ا

ﺎﻬ

وأ

ﺔ ﺎ ا

ﺎ هاز

ﺎ ﻮ

ﺎﻬ

و

ﻰ ﺎ ازﺮ و

ئرﺎ ا

ﺎﻬ ﻬ

و

ﺎﻬ

.

/Al-khayālu huwa wad‘u al-`asyyā`u fī ‘alaqatin jadīdatin. Wahua samatun min samātin bārizatin min samātin al-`uslūbi al-`adabī. Li`annahu al-‘ātifatu au yanqiluhā ilā al-sāmi‘i au al-qāri`i wa yubrizu al-ma‘ānī yudfā ‘alaihā saubān zāhiyān takhtiru fīhi fanataqabbalahā wa nafhamahā/. ‘Khayal adalah membuat sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal yang baru. Dia adalah salah satu ciri yang tampak dari ciri-ciri gaya sastra, karena dia menggambarkan pengimajian kepada pendengar atau pembaca dan memiliki makna yang tinggi dan menampakkan sisi luarnya yang di dalamnya ada keindahan tertinggi maka dengan itulah kita memahaminya’.

Menurut Waluyo (1987: 78 dan 81) pengimajian kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Untuk membangkitkan imaji (daya bayang), maka kata-kata harus diperkonkret sehingga pembaca seolah-olah ikut melihat, mendengar atau merasa apa yang dilukiskan oleh penyair.

2.

مﻼﻜ ا

/Al-Kalāmu/ ’Bahasa’

Kalam artinya bahasa. Bahasa jelas tidak dapat dilepaskan dari sastra karena bahasa merupakan media utama sebuah karya sastra. Tentu saja terdapat perbedaan khas antara bahasa sebagai media sastra dengan bahasa sebagai media komunikasi yang lain. Semua orang mengakui bahwa justru kekhasan tersebut merupakan kekuatan karya sastra yang diciptakan oleh pengarang. Penonjolan kekhasan bahasa (diksi) akan tampak jelas apabila kita menelaah karya sastra dalam bentuk puisi. Seorang penyair harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan isi syairnya tersebut. (Muzakki, 2006: 42).

Menurut Al-khulli (1982: 264):

ثاﺪ ا

ﻮه

م ﻜ ا

رﺎﻜ ﻷا

و

ﺮ ﺎ ا

و

تﺎ آ

ﻮﻜ

ﺔ ﻜ ا

تاﻮ ﻷا

ﺎ ا

ﻰ ا

ﻜ ا

.

(24)

al-sāmi‘i/. ‘Al-kalamu adalah peristiwa pembunyian suatu perkataan untuk menjadi sebuah susunan kata dan kalimat yang sempurna untuk memindahkan perasaan dan ide dari si pembicara (penyair) kepada si pendengar’.

Menurut Waluyo (2005: 3), bahasa disebut juga dengan diksi. Diksi adalah pilihan kata, kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan harus betul dari berbagai aspek dan efek pengucapannya.

3.

نزﻮ ا

/Al-Waznu/ ’Irama’

Wazan berarti keseimbangan. Maksudnya adalah pengulangan pola bunyi yang sama tiap baris akhir bait dari bait-bait syair (Allam, 1952: 107) dalam (Muzakki, 2006: 45).

Wazan-wazan dalam syair Arab dikenal dengan istilah bahrun

(

)

yang berjumlah 16 (enam belas) pola ( Muzakki, 2006: 45).

Menurut Zaenuddin (2007: 11) wazan adalah kumpulan untaian nada yang harmonis bagi kalimat yang tersusun dari satuan-satuan bunyi tertentu yang meliputi huruf mati dan huruf hidup yang melahirkan taf‘ilah-taf‘ilah dan bahar.

Hasyimi (1995: 12) mengatakan bahwa bahrun adalah:

نزﻮ ا

ﻮه

ﺮ ا

ﺎﻬ ﺎ أ

ةﺪ

ا

يﺬ ا

ﻮ ا

.

/

Al-bahru huwa al-waznu al-mūsīqīyyu al-lazī tasīru ‘alaihi al-qasīdatu fī abyātihā jamī‘ān/. ‘ Bahrun adalah pola irama yang berlaku pada setiap bait-bait syair Arab’.

Hasyimi (1995: 12) membagi potongan pola bunyi (taf‘ilah) pada syair menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:

1.

رﺪ ا

ﺮ أ

ﻮه

ضوﺮ ا

/ al-‘arūdu huwa `akhiru taf‘īlatin min al-sadri / ‘al-‘arūdu adalah potongan pola bunyi syair yang terdapat pada akhir al-sadru yaitu baris pertama dari suatu bait’. 2.

ﺰ ا

ﺮ أ

ﻮه

بﺮ ا

(25)

3.

ا

ءاﺰ أ

بﺮ او

ضوﺮ ا

اﺪ

ﻮه

ا

/ al-hasywu huwa mā ‘adā al-‘arūdu wa al-darbu min `ajzā`i al-syatraini/ ‘al-hasyu adalah potongan pola bunyi syair yang terdapat pada selain al-‘arūdu dan al-darbu yaitu potongan yang ada sebelum akhir al-sadru dan sebelum akhir al-‘ajzu’.

2.3.2.1 Tahapan Analisis Pola Syair Arab

Untuk menentukan apakah pola bunyi syair yang ada dalam suatu syair benar atau tidak, Utbah (1989) dalam Abidin (2006: 28-29) menggunakan 4 (empat) tahapan analisis yaitu:

1. Tulisan ‘Arud atau

ﺔ وﺮ ا

ﺔ ﺎ ﻜ ا

/

kitābatu al ‘arūdiyatu / 2. Lambang bunyi ‘Arud atau

و

ﺮ ا

ﻜ ا

/ al-syaklu al-a‘rūdiy /

3. Penggunaan tabel yang pertama atau

ل

وﻷا

لوﺪ ا

ماﺪ

ا

/ istikhdāmu al-jadwalu al-`awwalu / .

4. Penggunaan tabel yang kedua

ﺎ ا

لوﺪ ا

ماﺪ

ا

/ istikhdamu jadwalu al-sānī / .

1. Tulisan ‘Arud atau

ﺔ ﺿوﺮﻌ ا

ﺔﺑﺎ ﻜ ا

/

kitābatu al-‘arudiyatu /

Dalam menentukan pola bunyi bait syair bahrun dari suatu syair maka terlebih dahulu kita menentukan al-kitābah al-`arudiyah / tulisan ‘Arud.

‘Arud adalah ilmu yang mempelajari tentang cara menentukan pola bunyi suatu syair sehinga demikian dapat diketahui apakah pola syair benar atau tidak.

Hasyimi (1995: 23) mengemukakan cara penulisan tulisan ‘Arud sebagai berikut :

(26)

2.

و

فوﺮ

/

hurūfun tuktabu wa lā tuntaqu/ yaitu bunyi huruf yang ditulis akan tetapi tidak dilafalkan sewaktu diucapkan, seperti :

واﻮ ا

/al-wawu/ pada kata

وﺮ

/‘amru/,

ا

م ا

/al-lamu al-syamsiyah/ yaitu pada kata

ا

/

al-saifu/ dan

ﻮ اةﺰ ه

/hamzatu al-wasli/ pada kata

او

/wantaqala/ kemudian

ﺔ ﺎ ا

واﻮ

ةﺪ

ا

ﺰ ا

ﻷا

/ `alifu al-zāidatu liwawi al-jamā‘ati/ pada kata

اﻮ آ

/ katabū.

ﺔ ﺎ آ

ﺔ وﺬ

أ

/alifun mahzūfatun kitābatun / yaitu alif yang dibuang ketika dituliskan. Misal: menuliskan alif pada kata

اﺬه

/hāzā menjadi

اذﺎه

/

hāzā dan

/lākin menjadi

آ

/ lākin. 3.

4.

آﺮ

ا

بﺮ او

ض

و

ﺮ ا

تﺎآﺮ

/

harakātu al-‘arūdi wa darbi al-mutaharrikaini/ yaitu huruf yang berharkat yang terletak pada akhir ad-darbi dan al-‘arudi maka dalam tulisan ‘arudnya harkat huruf tersebut dipanjangkan.

Contoh tulisan ‘Arud pada sebuah bait syair :

ﻈ ا

ﺬ ا

ﺮ ﺎ

ﻚ ﺄ

ﻮ ذ

ﺮ او

ﺔ ﻮ

/fainnaka gāfiru al-zanbi al-azīmi/ /fahablī taubatan wagfir zunūbi/

ذذﺮ ﺎ

ﻮ ذ

ﺮ او

Tulisan ‘Arud :

Pada contoh syair di atas potongan kata

ﻮ ذ

/zunūbī/ adalah al-sadru dimana akhir taf‘ilahnya huruf

ي

mati sehingga ia tidak dipanjangkan. Potongan kata

ﻈ ا

/

al-azīmi/ adalah al-‘arūdu dimana akhir taf‘ilah harkat hidup. Maka ‘arudnya dipanjangkan menjadi

/

al-azīmī/. 5.

ﻮ ا

/al-hasywu/ yang berakhiran dengan

ﺔآﺮ

ا

ﺔ ا

/

damīru
(27)

Contoh syair :

اﺪ

تﻮ ه

ا

ﺪ و

ﺰ ا

كاذ

ءا

/wa ‘inda allahi fī zāka al-jazā`u/ /Hajauta muhammadan fa`ajabtu ‘anhu/ Maka tulisan ‘Arudnya:

ﻮﻬ

اﺪ

تﻮ ه

ءاﺰ

آاذ

ﺪ و

و

/wa ‘inda allahi fī zākal jazā`ū/ /Hajauta muhammadan fa`ajabtu ‘anhū/

2. Lambang bunyi ‘Arud atau

ﺿ

و

ﺮﻌ ا

ﻜﺸ ا

/ al-syaklu al-a‘rūdiy /

Setelah menentukan tulisan ‘Arud kemudian kita menentukan syakal al-`arudiy / lambang bunyi ‘Arud/.

Utbah (1989: 97) dalam Abidin (2006: 32-33) juga menetapkan aturan dalam penulisan asy-syaklu al-`arudiy / lambang bunyi ‘Arud / sebagai berikut:

ﺔ وﺮ ا

تﺎآﺮ ا

ﻜ ا

اﺬه

)

ﺮ ﻜ او

ا

ا

(

ﺔآﺮ

ﺎﻬ

ﺰ ﺮ

و

ه

ةﺪ او

)

/

(

ا

فﺮ ا

ﺎﻬ

ﺪ ا

فﺮ أ

و

نﻮﻜ ا

و

ك

ﺔ آﺎ ا

)

واﻮ او

ءﺎ ا

و

ﻷا

(

ﺎﻬ

ﺰ ﺮ و

( . )

/ fi hazā al-syakli nastagni ‘an al-harākāti al-ma‘rūfati ( al-fathu wa al-dammu wa al-kasru ) wa nurmizu likullin minhā biharakatin wāhidatin hiya ( / ) nusbituhā tahta al-harfi al-mutaharriki wa nastagni ‘an al-sukūni wa ‘an ahrufi al-maddi al-sākinati ( al-`alifu wa al-yā`u wa al-wāwu ) wa nurmizu lahā binuqtatin/. ‘ Pada tahapan ini kita tidak membedakan adanya harakah bunyi hidup sebagaimana biasa yang kita kenal seperti fathah, dammah, dan kasrah. Akan tetapi semua harakah di atas kita lambangkan dengan tanda/ simbol

( / )

, tanda ini kita tetapkan untuk huruf yang berharkah hidup. Sementara harkah sukun ataupun salah satu dari harf mad yang berbaris sukun seperti alif, waw dan ya, kita lambangkan denagan tanda / simbol titik

( . )

. Contoh:

ﺎ ﺪ

نإﺎ

ﺎهوﺮ

/

Adimnā khailanā in lam tarauhā /
(28)

suatu syair maka kita menggunakan dua cara yaitu dengan penggunaan tabel pertama dan penggunaan tabel kedua.

3. Penggunaan tabel yang pertama atau

لوﻷا

لوﺪ

ﺠ ا

ماﺪ

ﺳا

/ istikhdāmu al-jadwalu al-`awwalu /

Pada tahapan ini kita menggunakan tabel satu, yang mana isi tabel ini merupakan rangkuman dari potongan-potongan pola bunyi syair yang 16 (enam belas) dimana hal ini dapat diketahui dari awal bait syair yang ingin dianalisis.

. /

. // . /

/. //. /

. / /./. /

./././/

. ///. /

. /. //

. //

. //. ///

. ///

Bagan Tabel Pertama

Apabila potongan pola bunyi yang pertama / taf‘ilah petama dari suatu syair mulai dengan bunyi hidup kemudian sesudahnya ada bunyi mati, yang kita lambangkan dengan ( . / ). Maka syair ini biasanya menggunakan pola bunyi yang dimulai dengan potongan pola bunyi

(29)

mati, yang kita lambangkan dengan (

. / /

). Maka syair ini biasanya menggunakan pola bunyi yang dimulai dengan potongan pola bunyi

/

mafā‘īlun / (

. /. /. / / )

atau potongan

/ mufā‘alatun / (

. / / /. / / )

.

Apabila potongan pola bunyi yang pertama dari suatu syair itu dimulai dengan harkat hidup, harkat hidup, harkat hidup, kemudian sesudahnya harkat mati yang kita lambangkan dengan potongan pola bunyi

/

mutafā‘ilun /

( . //. /// )

.

Tujuan dari pembuatan tabel pertama ini adalah untuk menentukan pola bunyi taf‘ilah awal yang digunakan penganrang syair pada awal baitnya.

4. Penggunaan tabel yang kedua

ﺎﺜ ا

لوﺪﺠ ا

ماﺪ

ﺳا

/ istikhdāmu al- sānī/ Pada tahapan terakhir dari metode yang kita gunakan adalah dengan menggunakan tabel kedua yaitu dengan menganalisis taf‘ilah kedua dari syair yang ada, sampai akhirnya kita dapat menyimpulkan bahrun apa yang digunakan oleh si penyair. Adapun tabel kedua ini wajib kita hafalkan untuk memudahkan kita dalam menganalisis, karena apabila taf‘ilah pada bait pertama dalam syair ( ‘Ajaz dan Sadr ) telah diketahui maka taf‘ilah selanjutnya akan mengikuti wazan taf‘ilah diawal bait.

.

ا

/ al-basītu /

. // / . // . / . / . // . / . // . / . / . // / . // . / . / . // . / . // . / . /

/

mustaf‘ilun fā‘ilun mustaf‘ilun fa‘ilun mustaf‘ilun fā‘ilun mustaf‘ilun fa‘ilun/

.

ﺰ ﺮ ا

/al-rajzu/

. //. /. / . //. / . / . //. /. / . //. / . / . //. /. / . //. /. /

/mustaf‘ilun mustaf‘ilun

mustaf‘ilun

mustaf‘ilun

mustaf‘ilun mustaf‘ilun/

.

ﺮ ا

/al-sarī‘u/

.

// . / . //. /. / . //. /. /

.

// . / . //. /. / . //. /. /

(30)

.

ا

حﺮ

/al-mansarihu/

ت ﻮ

ت ﻮ

. ///. / /. /. /. / . //. /. / . // /. / /. /. /. / . //. /. /

/mustaf‘ilun maf‘ūlātun mustaf‘ilun mustaf‘ilun maf‘ūlātun musta‘ilun/

.

ا

/al-mujtassu/

. /. //. / . //. /. / . /.//. / . //. /. /

/mustaf‘ilun fā‘ilātun mustaf‘ilun fā‘ilātun/

.

ﺪ ﺪ ا

/al-madīdu/

. //. / . // . / . //. / . /. //. / . //. / . /. //. /

/fā‘ilātun fā‘ilun fā‘ilātun fā‘ilun fā‘ilātun fā‘ilun/

.

ﺮ ا

/ar-ramalu/

. /. //. / . /. //. / . /. //. / . /. //. / . /. //. / . /. //. /

/fā‘ilātun fā‘ilātun fā‘ilātun fā‘ilātun fā‘ilātun fā‘ilātun/

.

ا

/al-khafīfu/

. /. //. / . //. /. / . /. //. / . /. //. / . //. /. / . /. //. /

/

fā‘ilātun mustaf‘ilun fā‘ilātun fā‘ilātun mustaf‘ilun fā‘ilātun/

.

ا

/al-muqtadibu/

. ///. / . /. //. / . ///. / . /. //. /

/fā‘ilātun musta‘ilun fā‘ilātun musta‘ilun/

.

ﻮ ا

/al-tawīlu/

. //. // . /. // ././.// . /. // . //. // . /. // ././.// . /. //

(31)

.

برﺎ ا

/al-mutaqāribu/

. /. // . /. // . /. // . /. // . /. //

. /. // . /. //

. /. //

fa‘ūlun fa‘ūlun / fa‘ūlun

/ fa‘ūlun fa‘ūlun fa‘ūlun fa‘ūlun fa‘ūlun

/al-wāfiru/

ﺮ اﻮ ا

.

. ///. //

. ///. //

. /. //

. ///. //

. ///. //

. /. //

/

mufā‘alatun

mufā‘alatunfa‘ūlun mufā‘alatun mufā‘alatun fa‘ūlun /

ا

.

ﺎﻜ ا

/al-kāmilu/

. //. /// . //. /// . //. /// . //. /// . //. /// . //. ///

/

mutafā‘ilun mutafā‘ilun mutafā‘ilun mutafā‘ilun mutafā‘ilun mutafā‘ilun/

.

جﺰﻬ ا

/al-hazaju/

./././/

././.// ././.// ./././/

/mafā‘īlun mafā‘īlun mafā‘īlun mafā‘īlun/

.

عرﺎ

ا

/al-mudāri‘u/

. /.//./ . /./.// . /. //./ . /. /.//

/mafā‘īlun fā‘ilātun mafā‘īlun fā‘ilātun/

.

كراﺪ ا

/al-mutadāriku/

. /// . /// . /// . /// . /// . /// . /// . ///

(32)

maka bahrun salah satu dari buhur berikut

ﺰ ﺮ ا

و

ا

ﺮ ا

و

ا

ا

/

al-basītu aw al-sarī‘u aw al-rajzu /. Hal ini dapat diketahui dari tabel kedua, dimana bahrun yang dimulai dengan taf‘ilah

/

mustaf‘ilun

/ (. //. /. /)

adalah salah satu buhur diatas. Kemudian apabila kita menemukan pola bunyi taf‘ilah yang kedua misalnya:

/

mustaf‘ilun

/ ( . //. /. / )

juga maka kita hanya dihadapkan pada dua pilihan bahrun yaitu

ﺰ ﺮ ا

و

ا

/

ﺮ ا

al-sarī‘u aw al-rajzu / kemudian kita menentukan pola bunyi taf‘ilah selanjutnya, apabila kita menemukan pola bunyi misalnya

/

fa‘ilun (

.//./

) maka bait syair ini menggunakan bahrun

ﺮ ا

/

al-sarī‘u/.

Agar pola bunyi suatu syair dapat dianalisis dengan baik maka penulis memuatnya dalam contoh.

Contoh bait syair :

ﺮ ا

هﺬ

ضرﻷا

نإ

ﺔ رﺰ

ق ﻷاو

ﺎآ

ا

/ al-‘ilmu kalgaisi wa al-akhlāqu mazra‘atu `in takhbusi al-`ardu tuzhib ni‘mata al-matari / ‘ ilmu itu bagaikan hujan, sedangkan akhlak adalah ladangnya. Jika tanahnya tandus, maka hilanglah manfaat hujan /.

1. Tulisan ‘Arud atau

ﺔ وﺮ ا

ﺔ ﺎ ﻜ ا

/

kitābatu al ‘arūdiyatu /

ﺮ ا

هﺬ

ضرﻷا

نإ

ﺔ رﺰ

ق ﻷاو

ﺎآ

ا

ر

ق أ

لو

ﻜ ا

يﺮ

ه

ضرأ

نإ

2. Lambang bunyi ‘Arud atau

و

ﺮ ا

ﻜ ا

/ al-syaklu al-a‘rūdiy /

ه

ﺬ رأ

نإ

ﻮ ر

ق أ

لو

ﻜ ا

ي

. // / . // . / . / . // . / . // . / . / . // / . // . / . / . //. / . // . / . /

/

mustaf‘ilun fā‘ilun mustaf‘ilun fa‘ilun mustaf‘ilun fā‘ilun mustaf‘ilun fa‘ilun/ 3. Penggunaan tabel yang pertama atau

لوﻷا

لوﺪ ا

ماﺪ

ا

/ istikhdāmu

al-jadwalu al-`awwalu /

(33)

Pada tahapan ini kita menggunakan tabel satu, yang mana setelah kita perhatikan bahwa awal bait syair di atas dimulai dengan tanda / symbol

(

. / )

. Dan pola bunyi bahrun yang dimulai dengan taf‘ilah yang digunakan diatas tersebut hanya ada 3 (tiga) pilihan yaitu :

)

( . /. //. /

و

)

( . //. /. /

و

)

(. // . /

Dan setelah kita perhatikan pada Al-kitabah Al- al-`arudiy dan al-syakal al-`arudiy bahwa taf‘ilah yang disamakan dengan wazan pada taf‘ilah

/

mustaf‘ilun /. Maka pada tahapan ini kita telah mengetahui taf‘ilah awal bait syair yang digunakan penyair adalah:

ﻜ ا

لو

ق أ

ﻮ ر

. // / . // . / . / . // . / . // . / . /

نإ

ﺬ رأ

ه

ي

. // / . // . / . / . //. / . // . / . /

Maka bahrun yang digunakan pada syair diatas adalah bahrun basit. 2.3.2.2 Perubahan Pola Bunyi SyairArab

Hasyimi (1995: 126) mengatakan bahwa dalam perubahan bunyi pola syair Arab ada yang disebut dengan

تﺎ ﺎ ﺰ

ا

/ al-zuhāfātu / yaitu pembuangan huruf pada pola bunyi syair Arab.

Hasyimi (1995: 126) mengatakan bahwa

تﺎ ﺎ ﺰ

ا

/ al-zuhāfātu/ adalah:

ا

لوﺎ

او

ضوﺮ او

تﺎ ا

اﺰ ا

و

بﺮ

,

ﻰ و

فﺎ ﺰ ا

.

(34)

/

al-‘ajzu

/

,

بﺮ

ا

/

al-darbu/ ( yaitu potongan kata pada syair yang terdapat di akhir baris pertama

رﺪ

ا

/

al-sadru/ dan

ضوﺮ ا

/al-‘arudu/ (yaitu potongan kata pada syair yang terdapat di akhir baris kedua

ﺰ ا

/

al-‘ajzu/ ).

Hasyimi (1995: 126) membagi

ت

ﺎ ﺰ

ا

/ al-zuhāfātu / ke dalam 2 (dua) bagian yaitu:

.

ا

فﺎ ﺰ ا

دﺮ

ةﺮ

ا

يﺬ ا

ﻮه

و

أﺮ

يﺬ ا

ا

ﻮه

يأ

ةﺪ او

ﺎﻬ

ﺪ او

,

ا

فﺪ آ

.

/Al-zuhāfu al-mufradu wahuwa al-lazī yusību al-taf‘īlata marratan wāhidatan ai huwa al-tagyīru al-lazī yatra`u ‘alā sababin wāhidin minhā, kahazfi al-sīni min mustaf‘ilun fatusbihu mutaf‘ilun/. ‘ Perubahan dalam bentuk Al-zuhāfu ada dua macam: Al-zuhāfu al-mufradu adalah proses membuang pada potongan kata bait syair taf‘ilah atau mensukunkan huruf yang berharkat. Misal: membuang huruf sin pada taf‘ilah mustaf‘ilun’ sehingga menjadi mutaf‘ilun’.

Hasyimi (1995: 126-127) mengatakan bahwa perubahan dengan membuang satu huruf terdiri dari 8 (delapan) bagian yaitu:

.

ا

آﺎ ا

ﺎ ا

فﺬ

ﻮهو

,

:

/ al-khubnu wahua hazfu al-sānī al-sākinu, mislu : fā‘ilun→fa‘ilun / ‘ al-khubnu adalah membuang huruf kedua yang berharkat sukun pada potongan kata bait syair, contoh:

/

fā‘ilun /

menjadi

/ fa‘ilun/. Pada contoh tersebut terjadi pembuangan satu huruf yaitu bunyi huruf kedua yang berharkat sukūn (

ا

/ alif ).

.

كﺮ

ا

ﺎ ا

فﺬ

ﻮهو

ﻮ ا

,

:

(35)

.

كﺮ

ا

ﺎ ا

ﻮهو

رﺎ ﻹا

,

:

/ al-idmāru wa huwa taskīnu al-sānī al-mutaharriki, mislu: mutafā ‘ilun → mutfā‘ilun / al-idmāru adalah mensukunkan huruf kedua berharkat hidup pada

potongan kata bait syair. Contoh:

/ mutafā‘ilun /

menjadi /mutfā‘ilun/. Pada contoh tersebut membuang harkat hidup pada bunyi huruf

kedua yaitu

ت

/

tā`/ menjadi tā` yang berharkat sukun

(

ت

)

.

.

آﺎ ا

اﺮ ا

فﺬ

ﻮهو

ا

,

:

/ al-tayyu wa huwa hazfu al-rābi‘i al-sākini, mislu mustaf‘ilunmusta‘ilun / al-tayyu adalah membuang huruf keempat yang berharkat sukun pada potongan kata bait syair. Contoh: /mustaf‘ilun/ menjadi /musta‘ilun/. Pada contoh ini membuang huruf keempat fā` yang berharkat sukūn yaitu (

ف

).

.

آﺎ ا

ﺎ ا

فﺬ

ﻮهو

ا

,

:

/ al-qabdu wa huwa hazfu al-khāmisi al-sākini, mislu : mafā‘īlun → mafā‘ilun / ‘ al-qabdu adalah membuang huruf kelima yang berharkat sukun pada potongan kata bait syair. Contoh : /

mafā‘īlun / menjadi /

mafā‘ilun /. Pada contoh ini membuang huruf kelima yaitu yā` yang berharkat sukun (

ي

).

.

كﺮ

ا

ﺎ ا

فﺬ

ﻮهو

ا

,

:

/al-‘aqlu wa huwa hazfu al-khāmisi al-mutaharriki, mislu mufā‘alatun mufā‘atun / ‘al-‘aqlu adalah membuang huruf kelima yang berharkat hidup pada

potongan kata bait syair. Contoh:

/ mufā‘alatun / menjadi

/ mufā‘atun /. Pada contoh ini membuang huruf kelima yang berharkat fathah yaitu

ل

/ lām /.

.

كﺮ

ا

ﺎ ا

ﻮهو

ا

,

:

/al-‘asabu wa huwa taskīnu al-khāmisi al-mutaharriki, mislu: mufā‘alatun → mufā‘altun / al-‘asabu adalah mensukunkan bunyi huruf kelima yang berharkat hidup potongan kata bait syair. Contoh :

/ mufā‘alatun / menjadi

/ mufā‘altun /. Pada contoh ini membuang harkat fathah pada huruf kelima yaitu

ل

(36)

.

آﺎ ا

ﺎ ا

فﺬ

ﻮهو

ﻜ ا

,

:

ت ﺎ

/ al-kaffu wa huwa hazfu al-sabi‘i al-sākini, mislu fā‘ilatun→ fā‘ilatu / ‘al-kaffu adalah membuang huruf ketujuh yang berharkat sukūn pada potongan kata bait syair. Contoh :

/ fā‘ilātun / menjadi

ت ﺎ

/ fā‘ilātu /. Pada contoh ini membuang huruf ketujuh yaitu nūn yang berharkat sukūn (

ن

).

.

ا

يﺬ ا

ﻮه

جودﺰ ا

فﺎ ﺰ ا

,

ﺎﻬ

أﺮ

يﺬ ا

ﻮه

يا

,

ءﺎ ا

و

ا

فﺬ آ

.

/ al-zuhāfu al-muzdawwaju huwa al-lazī yusību al-taf‘īlata marrataini, ai huwa al-lazī yatra`u ‘alā sababaini minhā, kahazfi al-sīni wa al-fā`i min mustaf‘ilun fatusbihu muta‘ilun. ‘ al-zuhāfu al-muzdawwaju adalah perubahan dengan membuang dua huruf pada potongan kata bait syair. Contoh : membuang huruf sīn dan fā` pada taf‘īlah mustaf‘ilun menjadi muta‘ilun.

Hasyimi (1995: 127) mengatakan bahwa perubahan dengan membuang dua huruf terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu:

.

او

ا

آﺮ

ﻮهو

ا

)

ا

آﺎ ا

اﺮ ا

و

ﺎ ا

فﺬ

(

:

/ al-khablu wa huwa murakkabun min al-tayyi wa al-khubun (hazfu al-sānī wa al-rābi‘i al-sākinaini min al-taf‘īlati), mislu : mustaf‘ilun → muta‘ilun /. ‘ al-khablu adalah gabungan dari al-tayyu dan al-khubnu yaitu membuang huruf kedua dan keempat yang berharkat sukun pada potongan kata bait syair. Contoh :

/ mustaf‘ilun/ menjadi /muta‘ilun/. Pada contoh tersebut terjadi pembuangan 2 (dua) huruf yaitu bunyi huruf kedua yaitu sīn yang berharkat sukūn yaitu (

س

) dan bunyi huruf keempat yaitu fā` yang berharkat sukūn (

ف

).

.

رﺎ ﻹا

و

ا

آﺮ

ﻮهو

لﺰ ا

)

كﺮ

ا

ﺎ ا

و

آﺎ ا

اﺮ ا

فﺬ

ا

(

:

.

(37)

yang berharkat hidup pada potongan kata bait syair. Contoh:

/ mutafā ‘ilun / menjadi

/ mutfā‘ilun /. Pada contoh tersebut membuang huruf keempat yang berharkat sukūn yaitu (

ا

/ alif ) dan membuang bunyi harkat hidup pada huruf keempat yaitu

ت

/tā`/ menjadi

ت

(tā`) yang berharkat sukūn

(

ت

)

.

.

ﻜ ا

و

ا

آﺮ

ﻮه

و

ﻜ ا

)

ﺎ ا

و

ﺎ ا

و

آﺎ ا

اﺮ ا

فﺬ

ا

آﺎ ا

,

:

ت

/ al-syaklu wa huwa murakkabun min al-khubun wa al-kaffi ( hazfu al-sānī wa as-sābi‘ial-sākinaini min al-taf‘īlati, mislu : fā‘ilātun → fā‘ilātu / ‘ al-syaklu adalah gabungan dari al-khubnu dan al-kaffu yaitu membuang huruf ke-2 (dua) dan ketujuh yang berharkat sukun pada potongan kata bait syair. Contoh :

/ fā‘ilātun / menjadi

ت

/ fā‘ilātu /. Pada contoh tersebut membuang 2 (dua ) huruf yaitu bunyi huruf kedua yang berharkat sukūn yaitu (

ا

/ alif ) dan bunyi huruf ketujuh yaitu nūn yang berharkat sukūn (

ن

).

ﻜ ا

و

ا

آﺮ

ﻮهو

ا

)

ا

ﺎ ا

و

كﺮ

آﺎ ا

فﺬ

ا

(

:

/ al-naqsu wahuawa murakkabi min al-‘asabi wa al-kaffi ( taskinu al-khāmisi al-mutaharriki wa hazfu al-sābi‘i al-sākini min al-taf‘ilati ), mislu: mufā‘alatun → mufā‘altu/ ‘al-naqsu adalah gabungan dari al-‘asabu dan al-kaffu yaitu mensukunkan huruf kelima yang berharkat hidup dan membuang huruf ketujuh

yang berharkat sukun pada potongan kata bait syair. Contoh :

(38)

4.

ﺔ ﺎﻘ ا

/ Al-Qāfiyatu/ ’Sajak’

Al-Qāfiatu adalah kata akhir dari sebuah bait syair (Muzakki, 2006: 46). Menurut Ma‘ruf dan Al-As`adi (2001: 181):

ةﺪ

ا

تﺎ أﺮ اوأ

نﻮﻜ

ا

ﻮ ا

ﺎ ا

ه

ﺎ ا

,

آ

ﺎه

راﺮﻜ

مﺰ

و

ﺎﻬ ﺎ ا

.

/Al-qāfiyatu hiya al-maqāti‘u al-sautiyyatu al-latī takūnu fī awākhiri `abyātin al-qasīdati, wa yalzimu tikrāruhā fi kulli baitin min abyātihā/. ‘ Al-qāfiatu adalah potongan suara pada akhir bait syair, dan biasanya diulangi pada setiap bait-bait’. 2.4 Stuktur Batin puisi (syair)

Struktur batin adalah pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh penyair dalam menciptakan puisinya. Telaah struktur puisi tidak dapat dilepaskan dengan telaah struktur batin.

2.4.1 Struktur Batin Syair Arab

Struktur batin syair Arab terdiri dari 2 (dua)unsur yaitu: 1.

ﺪ ﻘ ا

/ Al-Qasdu/ ’Sengaja’

Qasdan adalah sebuah ungkapan atau kata-kata yang baru yang dapat dikatakan syair apabila kata-kata tersebut sengaja dijadikan syair, tidak secara kebetulan. Dalam kajian sastra qasdan ini lebih tepat diartikan dengan perasaan yang sengaja yang ia rasakan ketika menciptakan puisinya. Syair adalah karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seorang penyair secara imajenatif, yang disusun dalam bentuk bahasa yang indah, disampaikan dengan sengaja dan diwarnai dengan irama atau wazan (Muzakki, 2006: 48).

Al-Hamid, dkk (1994: 202) menyebutkan perasaan dengan istilah

ﺔ ﺎ ا

/ al-‘ātifatu/ dan mendefenisikannya sebagai berikut :

ﺔ ﺎ ا

ﺎآ

ﺎ ﻮ

ارﻮ

نﺎ

ا

ه

,

حﺮ او

,

او

.

/ al-‘ātifatu hiya mā yasy‘uru al-insānu syu‘ūran qawiyyan ka hubbi wa al-farahi wa al-gadabi/. ‘ Al-‘ātifatu adalah apa-apa yang dapat dirasakan oleh manusia dengan perasaan yang kuat seperti cinta, gembira dan marah’.

2.

ﻰ ﻌﻤ ا

/ Al-Ma‘nā/ ’Tema’
(39)

mengandung peristiwa atau kejadian yang benar-benar dijumpai dalam kehidupan nyata (Arifin, 1991: 44) dalam (Muzakki, 2006: 45). Fakta erat kaitannya dengan pikiran yang kemudian si penyair mengemasnya dalam bentuk gubahan syair. Dengan demikian, sebuah syair dengan tema apa pun merupakan ungkapan dari sebuah realitas yang ditulis dengan ragam tujuan

Al-Hamid, dkk (1994: 204) menyebutkan tema dengan istilah

عﻮ ﻮ

ا

/

al-maudū‘u / dan mendefinisikannya sebagai berikut :

ا

حﺪ ﺎآ

ةﺪ

ا

ضﺮ

ﻮه

عﻮ ﻮ

.

/ al-maudū‘u huwa gardu al-qasīdati kalmadhi/. ‘ Al-maudū‘u adalah tujuan dari qasidah itu’.

Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya dengan konsep-konsep yang terimajinasikan. Tema tidak dapat lepas dari perasaan penyair, nada yang ditimbulkan dan amanat yang hendak disampaikan. Tema ini bermacam-macam jenisnya, bisa masalah ketuhanan, cinta, kebencian, rindu, keadilan, kemanusiaan dan lain-lain (Waluyo, 1987: 106-107).

Adapun tema-tema syair Arab dalam permulaan Islam menurut Sutiasumarga (2001: 34 dan 48) adalah:

1.

حﺪ ا

/Al-Madhu/ ’pujian’

Yaitu tema puisi yang berisikan pujian-pujian kepada seseorang terutama mengenai sifat-sifat baiknya, akhlaknya yang mulia, atau tabiatnya yang terpuji.

Menurut Al-Hamid, dkk (1994: 70) al-madah adalah:

حﺪ ا

:

حوﺪ

ا

تﺎ

ا

ﺮ ﺎ ا

ﺮآﺬ

نأ

ﻮه

.

/Al-Madhu huwa `an yazkura al-syā‘iru al-sifātu al-hasanati lilmamdūhi/. ’al-madah adalah penyair mengungkapkan sifat-sifat kebaikan yang dipujinya itu’. 2.

ءﺎ ﺮ ا

/Al-risā`u/ ’Ratapan’

Yaitu tema puisi tentang ratapan terhadap para syuhada yang wafat dalam perjuangan menyebarkan agama Islam.

Menurut Al-Hamid, dkk (1994: 71) al-risā`u adalah:

ءﺎ ﺮ ا

:

ا

ﺮآذ

ﻮه

,

او

,

او

ءﺎ ﺪ

(40)

/Al-risā`u huwa zukiru mahāsini al-mayyiti wa al-tahassuri ‘alaihi, wa al-du‘ā`u lahu/. ’Al-risā`u adalah penyair mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang yang sudah meninggal dan dia merasa sedih terhadapnya dan dia mendoakannya’. 3.

ءﺎ ﻬ ا

/Al-Hijā`u/ ’Cacian’

Yaitu tema puisi yang berisi kebencian, kemarahan dan ketidak sukaan penyair terhadap musuh Rasul atau orang-orang yang mencemoohkan dakwah Islam.

Menurut Al-Hamid, dkk (1994: 70) al-hijā`u adalah :

ءﺎ ﻬ ا

:

حﺪ ا

ﻮه

,

ﻮ ﻬ ا

يأ

,

ﺔ ا

ﺮآذو

.

/ Al-Hijā`u huwa diddu al-madhi, ai sabba al-mahjawwi, wa zikru sifātihi al-syi`ati/.’ Al-Hijā`u adalah antonim dari madah yaitu mengutarakan sifat-sifat yang tidak bagus yang dipujinya itu’.

4

.

ﺮ ا

/Al-Fakhru/ ’Kebanggaan’

Yaitu tema puisi yang membangga-banggakan kelebihan yang dimiliki oleh seseorang.

Menurut Al-Hamid, dkk (1994: 70) al-fakhr adalah:

ﺮ ا

:

وأ

ا

تﺎ

ا

ﺮ ﺎ ا

ﺮآﺬ

نأ

ﻮه

.

/al-fakhru huwa `an yazkura al-syā`iru al-sifāti al-hasanati lahu aw liqabīlatihi/ ’Al-fakhru adalah penyair mengutarakan sifat-sifat baik yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang’.

5.

ﻮ ا

/Al-Wasfu/ ’Pendeskripsian’

Yaitu puisi yang mendeskripsikan tentang keadaan alam yang ada disekitar penyair. Contohnya: penggambaran tempat-tempat perang dan alat-alat perangnya.

Menurut Al-Hamid, dkk (1994: 71) al-wasfu adalah:

ﻮ ا

:

ﺮ ﺎ ا

ﺎهار

ﻰ ا

ءﺎ ﻷا

و

ﻮه

.

(41)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Struktur Fisik Dalam Syair

نﺎ ﺳ

ﺑا

ءﺎﺠه

/

Hijā`un Abī Sufyānu / ‘Sindiran Untuk Abu Sofyan’ oleh Hasan Bin Tsabit

Berdasarkan analisis data yang ditemu

Referensi

Dokumen terkait