• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel Input dan Output

Analisis efisiensi teknis dilakukan melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada musim panen 2011 dan 2012. Variabel output yang digunakan adalah produksi TBS (Y). Variabel inputyang digunakan adalah tenaga kerja (X1), luas lahan (X2), pupuk (X3), jumlah pokok (X4), dan pestisida (X5). Variabel lain seperti curah hujan, letak geografis, kelas lahan, pendidikan formal, dan struktur biaya tidak digunakan dalam model DEA.

Efisiensi dan Skala Produksi

Efisiensi yang dibahas pada penelitian ini didasarkan pada orientasi input model DEA. Efisiensi orientasi input bermanfaat untuk mengetahui apakah input yang digunakan oleh masing-masing unit kebun PTPN IV sudah sesuai atau tidak dengan target input pada model DEA. Nilai efisiensi yang terdapat pada model DEA ada tiga, yaitu, nilai OTE, PTE, dan SE. Nilai efisiensi teknis keseluruhan (OTE) berdasarkan model DEA menggunakan asumsi CRS. Nilai efisiensi teknis murni (PTE) berdasarkan model DEA menggunakan asumsi VRS. Nilai skala efisiensi (SE) berdasarkan pada rasio nilai OTE dan PTE.

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai minimum OTE pada tahun 2012 lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai minimum OTE pada dua tahun tersebut sebesar 0.584. Rata-rata (mean) OTE pada tahun 2012 juga lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.869. Rata-rata nilai mean yang lebih tinggi pada tahun 2011 mengindikasikan kenyataan bahwa PTPN IV memiliki tingkat efisiensi yang terjadi pada tahun 2011 dibandingkan pada tahun 2012. Rata-rata nilai mean tersebut menunjukkan kenyataan bahwa unit kebun PTPN IV disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 13.10% pada output yang ada supaya efisien. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.125.

Nilai minimum PTE yang terjadi pada tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai minimum sebesar 0.684. Rata-rata (mean) PTE pada tahun 2012 lebih rendah 2011 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.927. Rata-rata nilai mean tersebut berarti setiap unit kebun disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 7.30% pada output yang ada supaya efisien. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.111.

Tabel 6 Nilai OTE, PTE, dan SE orientasi input unit kebun PTPN IV tahun 2011- 2012

Jenis

Efisiensi Keterangan Statistik

Tahun Rata-Rata 2011 2012 OTE Minimum 0.617 0.552 0.584 Maksimum 1.000 1.000 1.000 Mean 0.895 0.844 0.869 SD 0.107 0.143 0.125 PTE Minimum 0.753 0.615 0.684 Maksimum 1.000 1.000 1.000 Mean 0.947 0.907 0.927 SD 0.095 0.127 0.111 SE Minimum 0.833 0.591 0.712 Maksimum 1.000 1.000 1.000 Mean 0.955 0.933 0.944 SD 0.047 0.098 0.073

Nilai minimum SE pada tahun 2012 lebih rendah dibandingkan yang terjadi pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai minimum sebesar 0.712. Rata-rata (mean) SE pada tahun 2012 juga lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.944. Rata-rata-rata nilai mean tersebut berarti PTPN IV disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 5.60% pada output yang ada supaya efisien.

Nilai OTE lebih rendah daripada nilai efisiensi lainnya. Rata-rata nilai minimum OTE sebesar 0.584 dimana nilai tersebut lebih rendah daripada nilai minimum PTE dan SE, masing-masing sebesar 14.61% dan 17.97%. Rata-rata nilai mean OTE sebesar 0.869 dimana nilai tersebut lebih rendah daripada nilai mean PTE dan SE, masing-masing sebesar 6.25% dan 7.94%. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.125 dimana nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai SD PTE dan SE, masing-masing sebesar 12.61% dan 71.23%.

Penyebab nilai OTE lebih rendah dari pada nilai PTE karena penggunaan input OTE lebih rendah daripada penggunaan input PTE. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Coelli et al (1998) bahwa nilai OTE berdasarkan DEA asumsi CRS diperoleh dari penggunaan input yang minimum untuk menghasilkan output. Kelemahan model DEA asumsi CRS yaitu sumber inefisiensinya tidak dapat diketahui. Oleh karena itu, model DEA asumsi VRS memperhatikan keterbatasan

tersebut dengan menambahkan „teknologi murni‟ (λ=1). Penambahan tersebut

menyebabkan perbedaan batas (frontier) produktivitas input atau output pada kedua nilai tersebut.

Sebagai contoh yang terjadi pada kebun Tanah Itam Ulu tahun 2011, produktivitas tenaga kerja berdasarkan nilai OTE sebesar 168.08 ton per orang sedangkan produktivitas tenaga kerja berdasarkan nilai PTE sebesar 117.15, Kenyataan itu menyebabkan banyak unit kebun yang dinyatakan tidak efisien jika menggunakan asumsi OTE, dan sudah efisien jika menggunakan asumsi PTE. Hal tersebut yang membuat peneliti lebih memilih menggunakan asumsi OTE

dibandingkan dengan asumsi PTE. Nilai OTE yang lebih besar tersebut membuat unit kebun PTPN IV menjadi lebih sulit untuk mencapai tingkat efisiensi yang paling baik.Oleh karena itu, peneliti memilih OTE sebagai tolak ukur penelitian efisiensi karena akan terlihat banyak unit kebun yang tidak efisien.

Penilaian efisiensi versi OTE lebih akurat daripada efisiensi versi SE. Pertama, nilai OTE = 1.000 sudah dipastikan unit kebun tersebut efisien sedangkan nilai SE = 1.000 belum tentu unit kebun tersebut efisien. Hal tersebut terjadi karena SE merupakan rasio antara OTE dan PTE dimana nilai SE = 1.000 diperoleh dari nilai OTE = 1.000 dan PTE = 1.000 atau OTE < 1.000 danPTE < 1.000. Fenomena (OTE < 1.000 dan PTE < 1.000)pada penelitian ini tidak terjadi. Berbeda halnya dengan penelitian Johnes (2006) pada sebuah universitas di Amerika Serikat dimana nilai OTE < 1.000 dan PTE < 1.000 tetapi berdasarkan SE dinyatakan efisien.

Penilaian efisiensi berdasarkan model DEA memberikan informasi mengenai skala produksi dari setiap unit kebun. Skala produksi CRS (Constant Return to Scale) meupakan skala produksi yang efisien. Kebun yang efisien (berada pada skala produksi CRS) pada tahun 2011 dan 2012 terdapat delapan kebun, yaitu kebun bernomor 4 (Balimbingan), 11 (Bukit Lima), 12 (Dolok Ilir),18 (Aek Nauli), 25 (Sosa), 13 (Laras), dan 7 (Tonduhan). Unit kebun yang efisien menggunakan input yang efisien. penggunaanpupukmajemuk yang lebih efisien kerena hanya membutuhkan sekali pemupukan dalam satu fase. Hal ini membuktikan penggunaan tenaga kerja untuk pemupukan lebih kecil bila dibandingkan unit kebun yang tidak efisien dengan menggunakan pupuk tunggal yang melakukan dua sampai tiga kali pemupukan dalam satu fase.Oleh kerena itu tenaga kerja yang digunakan lebih efisien pada kebun yang berada pada kebun yang menggunakan pupuk majemuk.

Penggunaan pupuk majemuk oleh kebun yang efisien dan pupuk tunggal untuk unit kebun yang efisien berdasarkan hasil rekomendasi dari sampel yang diambil dari 25 hektar setiap unit kebun dalam satu tahun.Berdasarkan itu PTPN IV tidak dapat secara langsung mengganti pupuk tunggal dengan pupuk majemuk.Hasil rekomendasi penggunaan pupuk juga berpengaruh dari kelas lahan yang digunakan.Kelas lahan yang digunakan juga berpengaruh terhadap penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dapat dipastikan lebih banyak digunakan pada kelas lahan yang lebih baik karena pertumbuhan gulma akan lebih baik juga pada kelas lahan yang lebih baik. Penggunaan pestisida pada kelas lahan yang lebih baik akan terlihat tidak efisien.

Unit kebun yang efisien dapat dijadikan rujukan oleh unit kebun yang tidak efisien dalam penggunaan inputnya.Peluang unit kebun yang menjadi rujukan tertinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 61.53%, yang terdapat pada unit kebun nomor tujuh (Tonduhan). Peluang yang besar tersebut menunjukan bahwa Tonduhan merupakan unit kebun yang menggunakan input yang paling optimal daripada unit kebun efisien lainnya. Peluang yang menjadi rujukan terendah yaitu sebesar 19.23% terdapat pada unit kebun nomor empat (Balimbingan).Peluang yang kecil tersebut menunjukan bahwa Balimbingan merupakan unit kebun yang menggunakan input yang paling tidak optimal daripada unit kebun efisien lainnya. Peluang kebun yang memiliki nilai tertinggi tahun 2012 terdapat pada unit kebun nomor empat (Balimbingan) dan tujuh (Tonduhan) yaitu sebesar 61.53%. Peluang yang besar tersebut menunjukan bahwa Balimbingan dan Tonduhan

merupakan unit kebun yang menggunakan input yang paling optimal daripada unit kebun efisien lainnya. Peluang yang menjadi rujukan terendah terdapat pada unit kebun nomor 18 (Aek Nauli) yakni sebesar 7.69%.Peluang yang kecil tersebut menunjukan bahwa Aek Nauli merupakan unit kebun yang menggunakan

input yang paling tidak optimal daripada unit kebun efisien lainnya.

Penggunaan Inputpada Unit Kebun PTPN IV

Penilaian efisiensi pada model DEA didasarkan pada penggunaan input oleh setiap unit kebun. Oleh karena itu, penggunaan input akan diuraikan lebih jelas pada Tabel 7 yang dilihat dari produktivitas (rasio antara output dan input). Terdapat delapan unit kebun yang efisien (berada pada skala produksi CRS), yaitu unit kebun bernomor 4 (Balimbingan),7(Tonduhan),11 (Bukit Lima),12 (Dolok Ilir),13 (Laras),25 (Sosa),26 (Marjandi), dan 27 (Bah Birung Ulu).

Jika ditinjau berdasarkan data tahun 2011, produktivitas tenaga kerja tertinggi dari kedelapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7(Tonduhan) yaitu sebesar 168.09 ton per orang.. Produktivitas tenaga kerja terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada kebur bernomor 27(Bah Birung Ulu) yaitu sebesar 57.17 ton per orang. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien maka produktivitas tenaga kerja yang terendah terdapat pada unit kebun bernomor 20 (Sawit Langkat) yaitu sebesar 23.47 ton per orang. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sawit Langkat menggunakan tenaga kerja yang tidak produktif dalam menghasilkan output:

Produktivitas pupuk tertinggi dari delapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 81.48 ton tbs per ton. Produktivitas pupuk tertinggi menjadikan unit kebun Sosa menjadi salah satu unit kebun rujukan yang dapat dilihat pada Gambar 5 dengan nilai sebesar 30.76%. Produktivitas pupuk terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 26 (Marjandi) yaitu sebesar 19.53 ton tbs per ton. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pupuk yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 6(Sei Kopas) yaitu sebesar 14.04 ton tbs per ton. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam penggunaan pupuk daripada unit lainnya.

Produktivitas luas lahan tertinggi dari delapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 29.39 ton per hektar. Produktivitas luas lahan terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 26 (Marjandi) yaitu sebesar 19.59 ton per hektar. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas luas lahan yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 24 (Meranti Paham) yaitu sebesar 17.08 ton per hektar. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Meranti Paham paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas jumlah pokok yang tertinggi dari delapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 0.25 ton per pokok. Produktivitas jumlah pokok yang terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 0.10 ton per pokok. Jika meninjauunit kebun yang tidak efisien produktivitas jumlah pokok yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 0.10 ton per pokok.

Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas pestisida yang tertinggi dari delapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 4 (Balimbingan) yaitu sebesar 72.71 ton per liter. Produktivitas terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 1.18 ton per liter. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pestisida yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 17 (Padang Matinggi) yaitu sebesar 0.35 ton per liter. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Padang Matinggi paling tidak produktif dalam menghasilkan outputdari unit kebun lain.

Tabel 7 Produktivitas input unit kebun pada tahun 2011 Keterangan Kebun Produktivitas tahun 2011 Tenaga Kerja (ton/orang) Pupuk (tontbs/ton) Luas Lahan (ton/ha) Jumlah pokok (ton/pohon) Pestisida (ton/liter) Bah Jambi 96.44 25.61 25.52 0.20 8.58 Marihat 139.74 23.28 25.63 0.20 6.62 Dolok Sinumbah 111.03 31.67 23.27 0.16 2.39 Balimbingan 114.26 19.58 27.59 0.21 72.71 Pasir Mandoge 81.16 20.19 22.35 0.15 8.12 Sei Kopas 51.57 14.04 18.13 0.10 1.52 Tonduhan 168.09 26.57 29.39 0.21 9.37 Gunung Bayu 120.03 24.92 23.11 0.18 3.28 Tanah Itam Ulu 117.15 22.67 26.21 0.17 4.30 Mayang 63.89 25.36 21.33 0.12 2.84 Bukit Lima 147.59 32.74 24.63 0.19 9.26 Dolok Ilir 131.58 29.86 23.98 0.25 1.18 Laras 156.56 30.11 27.35 0.23 1.75 Pabatu 79.62 25.00 22.77 0.18 6.87 Adolina 100.59 21.86 24.47 0.16 2.31 Tinjowan 134.45 23.23 24.80 0.20 5.75 Padang Matinggi 96.09 16.96 24.54 0.16 0.35 Aek Nauli 139.31 23.81 28.09 0.21 10.18 Air Batu 93.45 23.86 25.67 0.16 4.80 Sawit Langkat 23.47 38.59 25.79 0.10 3.96 Pulu Raja 113.21 28.16 21.86 0.18 2.40 Berangir 123.99 16.70 23.55 0.15 3.88 Ajamu 97.60 22.64 20.61 0.15 1.98 Meranti Paham 77.53 23.02 17.08 0.13 3.28 S o s a 61.38 81.48 25.32 0.10 4.05 Marjandi 79.00 19.53 19.59 0.19 10.01 Bah Birung Ulu 57.17 20.31 21.45 0.19 5.07

Jika ditinjau berdasarkan data tahun 2012, penilaian efisiensi pada model DEA didasarkan pada penggunaan input oleh setiap unit kebun. Oleh karena itu, penggunaan input akan diuraikan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8 mengenai produktivitas (rasio antara output dan input). Terdapat empat unit kebun yang efisien (berada pada skala produksi CRS), yaitu unit kebun bernomor 4 (Balimbingan),7(Tonduhan),12 (Dolok Ilir),dan 18 (Aek Nauli). Keempat unit kebun yang efisien tersebut menunjukan penggunaan inputnya rendah sehingga produktivitasnya tinggi.

Produktivitas tenaga kerja tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 179.19 ton per orang. Produktivitas tenaga kerja tertinggi pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yang menyebabkan unit kebun tersebut menjadi salah satu peluang rujukan penggunaan tenaga kerja tertinggi. Produktivitas tenaga kerja terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada kebur bernomor 4 (Balimbingan) yaitu sebesar 124.48 ton per orang. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien maka produktivitas tenaga kerja yang terendah terdapat pada unit kebun bernomor 20 (Sawit Langkat)yaitu sebesar 38.59 ton per orang. hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sawit Langkat menggunakan tenaga kerja yang tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas pupuk tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 51.97 ton tbs per ton. Produktivitas pupuk terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 21.25 ton tbs per ton. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pupuk yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 16.04 ton tbs per ton. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam penggunaan pupuk daripada unit lainnya.

Produktivitas luas lahan tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 29.76 ton per hektar. Produktivitas luas lahan terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 20.69 ton per hektar. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas luas lahan yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 16.11 ton per hektar. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas jumlah pohon yang tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 0.24 ton per pohon. Produktivitas jumlah pohon yang terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.22 ton per pohon. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas jumlah pohon yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 20 (Sawit Langkat) yaitu sebesar 0.13 ton per pohon. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sawit Langkat paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas pestisida yang tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 4 (Balimbingan) yaitu sebesar 122.42 ton per liter. Produktivitas pestisida tertinggi pada unit kebun Balimbingan menyebabkan unit kebun tersebut menjadi salah satu peluang rujukan penggunaan pestisida tertinggi. Produktivitas terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit

kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 1.12 ton per liter. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pestisida yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 1.44 ton per liter. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sosa paling tidak produktif dalam penggunaan pestisida dari unit kebun lain.

Tabel 8 Produktivitas input unit kebun pada tahun 2012 Keterangan Kebun Produktivitas Tenaga Kerja (tontbs/orang) Pupuk (tontbs/ton) Luas lahan (tontbs/ha) Jumlah Pohon (tontbs/pokok) Pestisida (tontbs/liter) Bah Jambi 104.38 35.65 26.33 0.23 9.69 Marihat 137.19 44.76 26.87 0.22 11.13 Dolok Sinumbah 122.41 34.89 23.66 0.19 6.34 Balimbingan 124.48 45.00 29.12 0.23 122.42 Pasir Mandoge 87.13 28.13 23.26 0.17 9.31 Sei Kopas 54.44 20.11 16.11 0.13 2.11 Tonduhan 179.19 51.97 29.76 0.23 9.25 Gunung Bayu 128.01 40.11 21.47 0.19 4.51 Tanah Itam Ulu 137.96 21.26 23.31 0.17 6.73 Mayang 69.11 21.70 18.84 0.15 4.71 Bukit Lima 155.74 36.65 21.95 0.17 8.68 Dolok Ilir 142.11 31.92 21.25 0.24 1.12 Laras 169.24 34.33 23.62 0.22 3.11 Pabatu 85.78 33.92 24.35 0.20 8.83 Adolina 110.88 30.15 22.59 0.17 3.69 Tinjowan 147.46 31.95 24.48 0.20 5.19 Padang Matinggi 101.53 14.84 21.01 0.17 10.71 Aek Nauli 146.01 27.42 29.24 0.22 20.01 Air Batu 100.11 23.11 22.21 0.17 2.45 Sawit Langkat 38.59 16.04 17.59 0.13 1.81 Pulu Raja 108.39 35.11 20.89 0.18 3.63 Berangir 137.68 16.96 24.02 0.17 13.52 Ajamu 104.80 26.63 21.66 0.17 2.90 Meranti Paham 80.09 30.92 17.24 0.14 4.43 S o s a 75.56 54.91 20.60 0.17 1.44 Marjandi 85.95 29.36 19.21 0.18 9.28 Bah Birung Ulu 62.22 36.84 22.45 0.20 6.11

Target Penggunaan Input Unit Kebun

Model DEA menampilkan target penggunaan input dari setiap unit kebun. Target penggunaan input untuk setiap kebun yang tidak efisien diperoleh dari pengurangan input aktual dengan target, sedangkan kebun yang efisien tidak dianjurkan untuk melakukan pengurangan input atau dengan kata lain target input

sama dengan input aktual.

Tabel 9 menampilkan persentase pengurangan input pada unit kebun yang efisien dan kebun yang tidak efisien pada tahun 2011. Jika ditinjau dari keseluruhan unit kebun, persentase pengurangan input tertinggi dari lima input

yang ada pada penelitian ini terletak pada penggunaan pestisida yaitu sebesar 25.68 persen. Hal tersebut berarti penggunaan input pestisida paling tidak efisien dibandingkan penggunaan input lainnya. Persentase pengurangan input tersebut lebih tinggi dari lahan, pupuk, jumlah pokok, tenaga kerja masing-masing sebesar 117.94%, 107.87%, 93.09%, dan 5.36%.

Jika ditinjau dari unit kebun yang tidak efisien saja dalam hal penggunaan tenaga kerja, maka persentase pengurangan input tenaga kerja tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 20 (Sawit Langkat) yaitu sebesar 73.57%. Persentase pengurangan inputtenaga kerja yang tidak efisien terendah terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 4.55%. Rata-rata persentase pengurangan input tenaga kerja pada seluruh kebun sebesar 24.37%.

Setelah diketahui persentase pengurangan inputtenaga kerja maka yang akan dibahas berikutnyaadalah target penggunaan input tenaga kerja. Target penggunaan input tenaga kerja tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 27 (Bah Birung Ulu) yaitu sebesar 1.75 orang per 100 ton TBS. Target penggunaan input tenaga kerja terendah untuk seluruh kebun terdapat pada enam unit kebun yakni unit kebun bernomor 6 (Sei Kopas), 7(Tonduhan), 9 (Tanah Itam ulu), 15(Adolina), 17 (Padang Matinggi), serta 22 (Berangir) yaitu sebesar 0.59 orang per 100 ton TBS. Rata-rata target penggunaan input tenaga kerja pada seluruh kebun sebesar 0.79 orang per 100 ton.

Input kedua yang akan dibahas adalah pupuk. Jika meninjau kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaan pupuk, maka persentase pengurangan

inputpupuk tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 47.14%. Persentase pengurangan input pupuk terendah pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.74%. Rata-rata persentase pengurangan input pupuk pada seluruh kebun sebesar 12.3%.

Setelah diketahui persentase pengurangan input pupuk maka yang akan ditampilkan berikutnya adalah target penggunaan input pupuk. Target penggunaan input lahan tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 26 (Marjandi) yaitu sebesar 5.12 ton per 100 ton TBS. Target penggunaan input pupuk terendah untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 1.23 ton per 100 ton TBS. Rata-rata target penggunaan input pupuk pada seluruh kebun adalah sebesar 3.59 ton per 100 ton.

Input ketiga yang akan ditampilkan adalah lahan. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaan lahan, maka persentase pengurangan

input lahan tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 38.31%. Persentase pengurangan input lahan terendah terdapat pada unit kebun yang tidak efisien berada pada unit kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 2.16%. Rata-rata persentase pengurangan input lahan pada seluruh kebun sebesar 11.78%.

Setelah diketahui persentase pengurangan inputlahan maka yang akandibahas berikutnya adalah target penggunaan input lahan. Target penggunaan

input lahan tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 26 (Marjandi) yaitu sebesar 5.11 hektar per 100 ton TBS. Target penggunaan input

lahan terendah untuk seluruh kebun terdapat pada lima kebun yakni kebun bernomor 6 (Sei Kopas), 7 (Tonduhan), 9 (Tanah Itam Ulu), 15 (Adolina), 22(Berangir) yaitu sebesar 3.40 hektar per 100 ton TBS. Rata-rata target penggunaan input lahan pada seluruh kebun yakni sebesar 3.72 hektar per 100 ton.

Input keempat yang akan ditampilkan adalah pokok. Jika ditinjau dari kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaann jumlah pokok, maka persentase pengurangan inputpokok tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 52.25%. Persentase pengurangan

inputpokok terendah terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.74%. Rata-rata persentase pengurangan input pokok pada seluruh kebun sebesar 13.30%.

Setelah diketahui persentase pengurangan inputpokok maka yang akan dibahas berikutnya adalah target penggunaan input pokok. Target penggunaan

inputpokok tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 1033.86 pokok per 100 ton TBS. Target penggunaan

inputpokok dengan jumlah terendah untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 403.04 pokok per 100 ton TBS. Rata-rata target penggunaan inputpokok pada seluruh kebun adalah sebesar 523.09 ton per 100 ton.

Input terakhir yang akan dibahas adalah pestisida. Jika ditinjau dari kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaan input pestisida, maka persentase pengurangan input pestisida tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 17 (Padang Matinggi) yaitu sebesar 96.26%. Persentase pengurangan inputpestisida terendah terdapat terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.74%. Rata-rata persentase pengurangan inputpestisida pada seluruh kebun sebesar 25.68%.

Setelah diketahui persentase pengurangan inputpestisida maka yang akan dibahas berikutnya adalah mengenai target penggunaan input pestisida. Target penggunaan input pestisida tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 84.93 liter per 100 ton TBS. Target penggunaan input pestisida terendah untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 4 (Balimbingan) yaitu sebesar 1.38 liter per 100 ton TBS. Rata-rata target penggunaan input pestisida pada seluruh kebun adalah sebesar 19.95 liter per 100 ton.

29

Tabel 9 Target penggunaan input dan persentase pengurangan input tahun 2011

Kebun Target Penggunaan Input Persentase Pengurangan Input

TK/ton Pupuk/ tbs Lahan/tbs Jumlah Pokok /tbs Pestisida/tbs TK/tbs Pupuk/ tbs Lahan/tbs Jumlah pokok /tbs Pestisida/tbs

Bah Jambi 0.60 3.80 3.42 477.78 11.34 41.66 2.71 12.83 2.71 2.71 Marihat 0.66 4.01 3.48 470.88 14.11 7.38 6.58 10.75 6.58 6.58 Dolok Sinumbah 0.83 2.90 3.85 559.66 38.45 8.13 8.13 10.45 8.13 8.13 Balimbingan 0.88 5.11 3.62 466.00 1.38 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Pasir Mandoge 0.65 3.81 3.44 495.69 9.47 46.92 23.11 23.11 26.32 23.11 Sei Kopas 0.59 3.76 3.40 479.15 10.67 69.32 47.14 38.31 52.25 83.82 Tonduhan 0.59 3.76 3.40 479.15 10.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Gunung Bayu 0.62 3.49 3.60 473.85 26.58 25.14 12.89 16.84 12.89 12.89

Tanah Itam Ulu 0.59 3.76 3.40 479.15 10.67 30.30 14.67 10.79 18.63 54.08

Mayang 0.88 3.02 3.59 617.88 15.77 44.08 23.43 23.43 23.43 55.17 Bukit Lima 0.68 3.05 4.06 539.42 10.79 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Dolok Ilir 0.76 3.35 4.17 403.04 84.93 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Laras 0.64 3.32 3.66 434.15 57.30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Dokumen terkait