• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis tingkat efisiensi produksi komoditi kelapa sawit melalui pendekatan data envelopment analysis (dea) (studi kasus : pt perkebunan nusantara iv, medan, sumatra utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis tingkat efisiensi produksi komoditi kelapa sawit melalui pendekatan data envelopment analysis (dea) (studi kasus : pt perkebunan nusantara iv, medan, sumatra utara)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PRODUKSI

KOMODITI KELAPA SAWIT MELALUI PENDEKATAN

DATA ENVELOPMENT ANALYSIS

(DEA)

(Studi Kasus : PT Perkebunan Nusantara IV)

MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tingkat Efisiensi Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara IV)adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepadaInstitut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Muhammad Bobby Afif Nasution

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION. Analisis Tingkat Efisiensi Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus : PT Perkebunan Nusantara IV, Medan, Sumatra Utara). Dibawah bimbingan AMZUL RIFIN.

Kelapa sawit adalah salah satu komoditi unggulan yang berasal dari subsektor perkebunan yang memiliki kontribusi besar pertumbuhan perekonomian nasional. Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan kelapa sawit, PTPN IV memiliki strategi untuk meningkatkan produksi, kelapa sawit yaitu dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk meningkatkan produktivitas diperlukan tingkat efisiensi yang optimal. Penelitian ini mengetahui unit kebun mana pada PTPN IV yang paling efisien dalam penggunaan inputnya agar dapt dijadikan patokan untuk kebun yang tidak efisein. Data envelopment analysis (DEA) menunjukkan bahwa unit kebun yang konsisten efisien tahun 2011 dan 2012 pada ptpn IV unit kebun bernomor 4, 7, 12, 25, 26, dan 27. Kebun yang konsisten efisien harus menjadi rujukan dalam penggunaan input pada kebun lainnya agar kebun yang tidak efisien menjadi efisien dalam penggunaan inputnya.

Kata Kunci: Kelapa Sawit, PTPN IV, Efisinsi, Input, DEA

ABSTRACT

MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION. Product Efficiency of Palm Oil Plantationthrough Data Envelopment Analysis (DEA) Approach (Case Study: PT Perkebunan Nusantara IV, Medan, North Sumatera).Guided AMZUL RIFIN.

Palm oil is one of the commodity from the plantation subsector that has a big contribution to the national economic growth. As one of the companies that active in oil palm plantations, PTPN IV has a strategy to increase the production of palm oil through increasing crops productivity. The optimum level of efficiency is needed to increase the productivity. This research identify which farm unit of PTPN IV that is most efficient to use their input to be the standard for the inefficient farm unit. Data Envelopment Analysis (DEA) show that the efficient farm unit in 2011 and 2012 at PTPN IV are Balimbingan, Tonduhan, Dolok Ilir, Sosa, Marjandi, and Bah Barang Ulu. The efficient farm unit should be as the standard of the using of input for another farm unit so the other inefficient farm unit will be more efficient when it using their input.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PRODUKSI KOMODITI

KELAPA SAWIT MELALUI PENDEKATAN

DATA

ENVELOPMENT ANALYSIS

(DEA)

(Studi Kasus : PT Perkebunan Nusantara IV)

MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Efisiensi Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara IV)

Nama : Muhammad Bobby Afif Nasution NIM : H34090143

Disetujui oleh

Dr Amzul Rifin SP, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang berlangsung sejak bulan Juni hingga Agustus 2013 ini adalah Analisis Tingkat Efisiensi Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara IV).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran kepada penulis.Di samping itu, terima kasih kepada Bapak Erwin Nasution selaku direktur utama PT Pekebunan Nusantara IV yang telah memberikan izin penelitian serta para karyawan PT Perkebunan Nusantara IV yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada papa, mama, kakak, abang, Tia, Adit, Riga, Tio, Raymond, Winda, Rekha, Qisthy, Amal, Bismar, serta teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada saya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak sebagai sumber ilmu dan informasi.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pendekatan Efisiensi Teknis 5

Kajian Penelitian Terdahulu 6

Kerangka Pemikiran 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Kerangka Pemikiran Operasional 12

METODE PENELITIAN 14

Waktu dan LokasiPenelitian 14

Jenis dan Sumber Data 14

Metode Pengambilan Decision Making Unit (DMU) 14

Metode Pengolahan dan Analisis Data 16

Analisis Efisiensi Teknis 16

Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara IV 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Variabel Input dan Output 20

Efisiensi dan Skala Produksi 20

Penggunaan Inputpada Unit Kebun PTPN IV 23

Target Penggunaan Input Unit Kebun 27

Efisiensi Tandan Buah Segar (TBS) Berdasarkan Umur Tanaman 33 Efisiensi Tandan Buah Segar (TBS) Berdasarkan Kelas Lahan 33

SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 36

(10)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia dalam ton 2009-2010 1 2. Luas lahan perkebunan kelapa sawit pada masing-masing pulau di

Indonesia dalam hektar tahun 2007-2011 2

3. Jumlah produksi dan produktivitas kelapa sawit PTPN I-VII Tahun

2012 2

4. Kriteria dan Pembagian Lahan PTPN IV 18

5. Luas lahan kelapa sawit berdasarkan umur tanaman di PTPN IV tahun

2012 18

6. Nilai OTE, PTE, dan SE orientasi input unit kebun PTPN IV tahun

2011- 2012 21

7. Produktivitas input unit kebun pada tahun 2011 24 8. Produktivitas input unit kebun pada tahun 2012 26 9. Target penggunaan input dan persentase pengurangan input tahun 2011 29 10. Target penggunaan input dan persentase pengurangan input tahun 2012 32 11. Efisiensi TBS per unit kebun berdasarkan usia tanaman pada tahun

2011-2012 33

12. Nilai efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan tahun 2011 dan 2012 34 13. Efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan 1 dan kelas lahan 2 pada tahun 34 14. Efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan 1 dan kelas lahan 3 pada tahun

2011-2012 35

15. Efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan 2 dan kelas lahan 3 pada tahun

2011-2012 35

DAFTAR GAMBAR

1.

Konsep efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi

11 2. Konsep slack dan radial movement orientasi 12

3. Kerangka pemikiran operasional 13

4. Gambar4 Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara IV 19

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki sumberdaya alam yang melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan selanjutnya.Pertanian merupakan salah satu sektor penting sebagai penggerak roda perekonomian Indonesia. Selain itu, sektor pertanian memberikan banyak manfaat lain seperti meningkatkan cadangan devisa negara serta berperan penting dalam penyediaan lapangan kerja.

Sektor pertanian terbagi ke dalam empat subsektor yang terdiri dari tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan.Perkebunan merupakan subsektor pertanian yang memiliki nilai ekspor tertinggi dibandingkan dengan subsektor lainnya, yaitu sebesar US$ 21,6 Milyar (FAO 2009).Selain itu, hanya subsektor perkebunan yang memiliki nilai positif dalam neraca perdagangan.Nilai neraca perdagangan yang positif tersebut mencerminkan nilai ekspor perkebunan yang lebih tinggi dibandingkan nilai impornya.Sektor perkebunan telah memperhatikan tingkat efisiensi, baik teknis maupun alokatif, meskipun nilai tersebut masih didominasi oleh produk primer (tanpa olahan lebih lanjut) sehingga tidak memiliki nilai tambah (FAO 2009).

Ada beberapa tanaman besar perkebunan Indonesia yang berperan sebagai komoditi utama.Komoditi-komoditi tersebut diantaranya adalah kakao, kopi, karet, teh, dan kelapa sawit. Produksi komoditi-komoditi tersebut cenderung mengalami peningkatandari tahun ke tahun, terutama pada komoditi kakao, teh, dan kelapa sawit dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 2.45%, 2.5%, dan 1.88%. Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1 Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia dalam ton 2009-2010

Jenis Karet 2.637.231 2,.755.172 2.751.286 2.440.347 2.591.935 -0.60 Teh 146.859 150.623 153.971 156.901 150.342 2.50 Kelapa

Sawit 17.350.848 17.664.725 17.539.788 18.640.881 19.844.901 1.88 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

(12)

Produksi kelapa sawit yang tinggi tersebut masih sangat bergantung pada peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit terjadi pada berbagai daerah di Indonesia, terutama di Kalimantan dan Sumatera.Sumatera merupakan pulau dengan jumlah produksi kelapa sawit terbesar di Indonesia yakni sebesar 16 994 805 ton pada tahun 2011 kemudian diikuti oleh Pulau Kalimantan sebesar 5 430 410 ton. Luas lahanperkebunan kelapa sawit pada masing-masing pulau di Indonesia tahun 2007 hingga 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Luas lahan perkebunan kelapa sawit pada masing-masing pulau di Indonesia dalam hektar tahun 2007-2011

Berdasarkan Tabel 2 mengenai luas lahan perkebunan kelapa sawit tersebut,dapat dilihat bahwa Pulau Sumatera memiliki luas lahan tertinggi bila dibanding dengan pulau lainnya yaitu sebesar 73.6 persen dari total luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 23 081 429 pada tahun 2011. Hal ini berimplikasi pada persentase jumlah produksi kelapa sawit di Pulau Sumatera dapat melebihi 50 persen dari total produksi kelapa sawit di Indonesia (Direktorat Jendral Perkebunan 2012). Fakta tersebut menunjukan bahwa provinsi yang berada di Pulau Sumatera juga memiliki jumlah produksi yang besar, sehingga patut untuk dikembangkan sebagai penunjang produksi kelapa sawit nasional.

Perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera dikuasai oleh tiga pihak yakni inti rakyat, perusahaan swasta,dan juga perusahaan negara (BUMN).PT Perkebunan Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai PTPN merupakan satu-satunya perusahaan negara yang memiliki otoritas untuk mengelola perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera. Produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh perusahaan negara tersebut melalui PTPN I-VII adalah sebesar 6 590 391 Ton pada tahun 2012.Jumlah produksi dan produktivitas kelapa sawit PTPN I-VII pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah produksi dan produktivitas kelapa sawit PTPN I-VII Tahun 2012 Unit Kebun Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

(13)

Dapat di lihat pada Tabel 3 bahwa PTPN IV adalah perusahaan negara yang memiliki jumlah produksi dan produktivitas tertinggi di antara PTPN lainyang ada di pulau Sumatera. Dengan tingkat produktivitas tertinggi mengindikasikan kenyataan bahwa PTPN IV memiliki tingkat efisiensi yang juga paling tinggi.Tingkat efisiensi yang tinggi tersebut dapat terjadi karena didukung oleh penggunaan faktor-faktorproduksi yang berpengaruh langsung secara optimal, misalnya penggunaan tenaga kerja, pupuk, dan pestisida.Keputusan perusahaan dalam memilihan lahan yang digunakan, sertapemanfaatantanaman yang masih berumur produktif juga membantu meningkatkan efisiensi.

Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini hanya limafaktor produksi yang dianggap sangat berpengaruh padaoutput Tandan Buah Segar (TBS) yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang dianggap berpengaruh pada output TBS yang dihasilkan adalah pupuk, lahan, tenaga kerja, jumlah pokok, serta pestisida. Jumlah pupuk, jumlah tenaga kerja, jumlah psetisida, luas lahan, dan jumlah pokok dapat dikategorikan sebagai input produksi, sedangkan umur tanaman dan kelas lahan tidak dapat dikategorikan sebagai input produksi namun tetap mempengaruhi hasil TBS.

Penggunaan pupuk menjadi salah satu hal yang diperhatikan dalam penelitian ini karena jumlah produksi kelapa sawit sangat bergantung pada jumlah dan jenis pupuk yang digunakan.Lahanjuga merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian ini karena luas serta penentuan kelas lahan yang dimiliki oleh setiap unit kebun PTPN IV berbeda.Selain itu, tenaga kerja menjadi variabel dalam penelitian ini karena jumlah dan keahlian pekerja sangat berpengaruh dalam proses pengelolaanperkebunan kelapa sawit yang tentunya dapat berpengaruh pada hasil TBS. Jumlah pokok yang ditanam disetiap unit kebun juga berpengaruh pada hasil TBS. Hal tersebut dikarenakan TBS yang dihasilkan berasal dari pokok yang ditanam. Penggunaan pestisida turut diperhitungkan dalam penelitian ini karena tanaman kelapa sawit bergantung pada berbagai macam pestisida terkait dengan pembasmian hama dan penyakit yang berpotensi menyerang tanaman kelapa sawit.

Tanaman kelapa sawit apabila dilihat dari umur tanam dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM).TBM merupakan tanaman kelapa sawit yang berumur kurang dari tiga tahun, sedangkan TM merupakan tanaman yang berumur diatas tiga tahun.Umur produktif tanaman kelapa sawit terjadi saat berumur 7hingga 11 tahun (Lubis 2008).

Lahan yang dimiliki PTPN IV dengan komposisi tanaman yang beragam, dimulai dari tanaman yang belum dewasa hingga tanaman dewasa yang telah siap berproduksi. Sebagian besar tanaman kelapa sawit yang dimiliki oleh PTPN IV merupakan tanaman yang masih berproduksi dengan luas lahan sebesar 94 795 Ha, sedangkan yang belum berproduksi seperti TBM serta tanamanan pada fase penanaman dan rehabilitasi penanaman, memiliki luas kurang dari setengah total luas lahan yakni sebesar 43 319 Ha.

(14)

(25-200m), kelas lahan 2(200-300m), dan kelas lahan 3(300-400m). Kedalaman solum juga perlu diperhatikan untuk menentukan baik atau buruknya kondisi lahan yang ditanami kelapa sawit (Rayendra 2009). Standar kedalaman solum yang dijadikan acuan oleh PTPN IV dalam menentukan luas lahan yaitu > 100 cm untuk kelas lahan 1, 50-100 cm untuk kelas lahan 2, dan 25-50 cm untuk kelas lahan 3.

Mengingat peran PTPN IV termasuk unit-unit kebun yang dimilikinya sangat besar dalam ranah perkebunan kelapa sawit di Indonesia maka PTPN IV layak untuk dikembangkan menjadi perusahaan yang semakin unggul. Pengembangan tersebut bertumpu pada perbaikan produksi kelapa sawit pada masing-masing unit kebun.Perbaikan produksi kelapa sawit dapat tercermin dari tingkat efisiensi produksi kelapa sawit untuk setiap unit kebun. Oleh karena itu, penelitian mengenai tingkat efisiensi produksi pada masing-masing unit kebun di PTPN IV menjadi penting dilakukan untuk menjadikan PTPN IV semakin unggul dan untuk selanjutnya dapat terus berperan dalam ranah perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Perumusan Masalah

Kelapa sawit adalah salah satu komoditi unggulan yang berasal dari subsektor perkebunan di Indonesia.PTPN IV yang merupakan satu-satunya perusahaan negara yang mengelola perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. PTPN IV memiliki 27 unit kebun kelapa sawit yang setiap lima sampai tujuh unitnya dipimpin oleh seorang manajer GUU. Pengelolaan seperti ini membuat penggunan input di setiap unit kebunnya mengalami perbedaan satu sama lain. Perbedaan jumlah komposisi input per kebun secara tidak langsung akanmempengaruhi kondisi kebun per unitnya, terutama hasil TBS.

Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan kelapa sawit, PTPN IV memiliki strategi untuk meningkatkan produksi, yaitu dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk meningkatkan produktivitas, maka pihak perusahaan sangat memperhatikan tingkat efisiensi produksi yang tercermin pada kinerja serta kualitas faktor-faktor produksi yang digunakan, seperti tenaga kerja, luas lahan, pupuk, jumlah pokok, dan pestisida.Oleh karena itu, penting untuk dikaji lebih mendalam mengenai tingkat efisiensi produksi untuk masing–masing unit kebun. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui tingkat efisiensi, maka perusahaan dapat mengetahui kombinasi penggunaan faktor– faktor produksi yang paling tepat untuk kemudian dapat diimplementasikan pada kegiatan produksi PTPN IV secara keseluruhan. Dari hal tersebut diharapkan PTPN IV dapat meningkatkan total hasil produksi sebagai akibat dari peningkatan efisiensi, bukan hanya berasal dari perluasan lahan semata.

Terkait dengan uraian tersebut maka permasalahan–permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dengan penggunaan faktor produksi yang ada, apakah setiap kebun yang ada sudah mampu mencapai tingkat efisiensi produksi yang baik?

2. Kebun mana yang memiliki tingkat efisiensi produksi yang paling tinggi? 3. Bentuk kombinasi apa yang cocok dan tepat diimplementasikan oleh PTPN

(15)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat efisiensi produksi di PTPN IV.

2. Menentukan kebun yang memiliki tingkat efisiensi paling tinggi

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini bagi beberapa pihak adalah sebagai berikut:

1. Peneliti, diharapkan dapat memperoleh pengalaman serta pembelajaran secara langsung mengenai praktek-praktek usaha agribisnis secara nyata. 2. PTPN secara keseluruhan, diharapkan dapat memperoleh informasi penting

terkait dengan perbaikan kinerja usaha PTPN melalui peningkatan efisiensi produksi komoditi kelapa sawit.

3. Kalangan akademisi, diharapkan dapat memperoleh wawasan serta pengetahuan penting terkait dengan pembelajaran akademis ataupun bahan rujukan penelitian ilmiah.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terbatas pada ruang lingkup analisis tingkat efisiensi produksi komoditi kelapa sawit di PTPN IV.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pupuk, lahan, tenaga kerja, pokok, serta pestisida. Jumlah pupuk, jumlah tenaga kerja, luas lahan, dan jumlah pokok dapat dikategorikan sebagai input produksi, sedangkan umur tanaman dan kelas lahan tidak dapat dikategorikan sebagai input produksi namun tetap mempengaruhi hasil TBS.Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis(DEA) untuk menganalisis input, dan juga uji beda untuk menganalis faktor produksi non-input. Responden dalam penelitian ini adalah perwakilan internal PTPN IV untuk masing-masing unit kebun.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2013 di wilayah kerja PTPN IV yang berlokasi di Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini menggunakan data panen yang berlangsung pada tahun 2012 dengan pertimbangan panen yang dilaksanakan selanjutnya masih akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Efisiensi Teknis

Pendekatan efisiensi teknis yang dapat digunakan ada tiga hal, yaitu OLS (ordinary least square), stochastic frontier (SF), dan data envelopment analysis

(16)

DEA memiliki kelebihan dibandingan dengan analisi frontier.Kelebihan utama DEAyakni tidak membutuhkan banyak asumsi dalam bentuk fungsional untuk menspesifikasikan hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output).Oleh karena itu, DEA membutuhkan lebih sedikit variabel dibandingkan padaanalisis frontier karena tidak membutuhkan asumsi distribusi untuk menentukan inefisiensi (Stephanie 2012).

Adapun keunggulan dari metode DEA adalah sebagai berikut (Indrawati 2009):

1. Dapat digunakan untuk menangani banyak input dan output.

2. Tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan

output.

3. DMU dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.

4. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.

Menurut Indrawati (2009), berikut ini merupakan kelemahan dari metode DEA yakni :

1. Bersifat sample specific.

2. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran dapat berakibat fatal.

3. Hanya mengukur efisiensi relatif dari DMU bukan efisiensi absolut. 4. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.

5. Menggunakan perumusan linear programmingyang terpisah untuk setiap DMU.

Data Envelopment Analysis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes pada tahun 1987. Metode ini merupakan metodologi non-parametrik yang berfungsi untuk membandingkan efisiensi relatif penggunaan input dan produksi output dengan menggunakan linear programming. Teknik pemrograman secara metematika juga dibahas dalam metode ini yaitu dengan cara menghitung efisiensi relatif dari suatu objek yang telah ditentukan (Izni 2012).Menurut Homepage DEA (2007), DEA dapat digunakan untuk mengukur beberapa input dan output, serta mengevaluasi secara kuantitatif dan kualitatif, sehingga memungkinkan suatu perusahaan untuk membuat keputusan yang baik pada tingkat efisiensi dari unit yang dianalisis. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dengan metode analisis ini, salah satunya dengan melakukan pengukuran tingkat efisiensi yang informasinya berasal dari para responden atau Decision Marketing Units (DMU).

Kajian Penelitian Terdahulu

(17)

kemungkinan hanya ada beberapa penggunaan variabel inputyang memiliki sebaran yang luas. Diduga variabel yang memiliki sebaran luas adalah penggunaan pupuk.Sedangkan variabel yang memiliki masukan yang cukup terstandarisasi adalah tenaga kerja.

Penelitian efisiensi teknis pada kasus perbankan dilakukan oleh Paramita (2008).Penelitian ini menggunakan dua alat analisis yaitu Data Envelopment Analysis (DEA) dan Stochastic Frontier Analysis (SFA) sebagai perbandingan. Pendekatan DEA menggunakan tiga input yaitu tenaga kerja, bunga, dan aktiva tetap serta menggunakan dua output yaitu kredit dan ABA. Penelitian ini menunjukan hasil efisiensi DEA memiliki hubungan yang positif dengan modal inti dan nilai kesehatan. Sedangkan SFA yang menggunakan enam variabel dimana terdiri dari total biaya, cost of labour, cost of fund, total kredit, NIIA, dan NPL memiliki hasil perhitungan SFA lebih bervariasi dibandingkan nilai efisiensi yang diperoleh berdasarkan perhitungan DEAserta memiliki hubungan yang negatif dengan modal inti.

Subarkah (2009) meneliti Kajian Kinerja Rantai Pasokan Lettuce Head

(Lactuca Sativa) dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (Studi Kasus di PT Saung Mirwan, Bogor).Hasil penelitian tersebut membahas mengenai informasi tentang kondisi rantai pasokan sayuran lettuce head, nilai tambah yang dihasilkan pada rantai pasokan komoditas lettuce head, serta kinerja anggota rantai pasokan dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis(DEA). Adapun informasi lain yang diperoleh yakni mengenai perbandingan kinerja aktual PT Saung Mirwan dengan nilai indikator Supply Chain Operations Reference (SCOR).

Penelitian tentang faktor penentu produksi tandan buah segar oleh Prihutami (2011) faktor-faktor penentu produksi Tandan Buah Segar (TBS) yang dapat meningkatkan prosuksi TBS di SBHE adalah jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, kondisi lahan, umur tanaman, dan populasi anjang per pohon. Adapun komponen produksi yang diteliti terdiri dari jumlah bunga betina per pohon, jumlah janjang per pohon, Berat Janjang Rata- Rata (BJR), dan jumlah pohon produktif per hektar.

Feifi (2008) melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja pemasok dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Dalam penelitian ini ditetapkan faktor yang digunakan sebagai input untuk pengukuran kinerja.Input

yang digunakan adalah biayaproduksi (dalam rupiah) dan persentase jumlah reject

(18)

dikarenakan dengan jumlah input yang lebih kecil, petani Cijeruk dan Bojong bisa menghasilkan nilai output yang lebih besar dibandingkan dengan petani lainnya.

Penelitian ini mengambil topik yang serupa dengan berbagai kajian penelitian terdahulu yaitu analisis tingkat efisiensi produksi.Perbedaannya dengan kajian penelitian terdahulu terletak pada obyek analisis, lokasi tempat dilaksanakannya penelitian, variabel, serta alat analisis yang digunakan.Penelitian ini lebih terfokus pada analisis tingkat efisiensi kelapa sawit di PTPN IV, Sumatera Utara.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pupuk, tenaga kerja, lahan, pokok, serta pestisida.Alat analisis yang digunakan adalah

Data Envelopment Analysis (DEA) dan uji beda.

Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis adalah pemikiran teruji yang dapat menjadi alur atau tuntunan dalam melakukan penelitian.Teori mengacu pada konsep yang sudah ada untuk menjalankan penelitian.Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini tertumpu pada konsepefisiensi itu sendiri.

Konsep Efisiensi

Pengukuran efisiensi merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan oleh manajemen perusahaan terhadap usaha yang sedang atau telah dilakukan. Farrell (1957) menyatakan ada beberapa alasan pentingnya dilakukan pengukuran efisiensi, yaitu: (1) Masalah pengukuran efisiensi produksi suatu industri adalah penting untuk ahli teori ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi; (2) Jika alasan-alasan teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji, maka penting untuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual; (3) Jika perencanaan ekonomi sangat terkait dengan industri tertentu, maka penting untuk meningkatkan output tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya tambahan atau menaikkan efisiensinya.

Dalam teori mikro ekonomi, konsep fungsi produksi mencerminkan dasar hubungan antara input dan output bagi petani sebagai pelaku produksi. Jika diasumsikan terdapat faktor produksi yang homogen serta informasi tentang teknologi tersedia dengan lengkap, maka fungsi produksi dapat mewakili sejumlah metode untuk menghasilkan output. Untuk beberapa situasi, fungsi produksi akan memberikan gambaran mengenai teknologi produksi. Perhitungan efisiensi dapat dibuat relatif terhadap fungsi produksi dan inefisiensi dapat ditentukan oleh jumlah penyimpangan dari fungsi produksi ini.

Pada umumnya, pertambahan efisiensi disebabkan oleh beberapa hal berikut (Komaruddin 1986):

1. Penggunaan sistem manajemen yang modern. 2. Penggunaan sumber-sumber yang bukan manusia.

3. Mekanisme yang dengan sendirinya dapat menyesuaikan diri.

4. Pemakaian bagian-bagian alat-alat yang distandarisasikan dan dapat ditukarkan satu sama lain.

(19)

pekerjaan dan produksi yang repetitive.

6. Pengkhususan tugas-tugas serta pembagian kerja dan wewenang.

Konsep Data Envelopment Analysis(DEA)

Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) menurut Cooper (2002) adalah suatu pendekatan evaluasi kinerja dari suatu kegiatan yang menggunakan satu atau lebih masukan (input) untuk menghasilkan satu atau lebih keluaran (output).DEA CRS pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes yang inti kerjanya terletak pada penilaian suatu kegiatan dikatakan efisiensi berdasarkan asumsi CRS (constant return to scale) (Charnes et al. 1978).

Pengertian dari CRS bahwa penambahan “n”input harus sesuai dengan penambahan “n”output. Metode DEA dikembangkan lagi oleh Banker, Cooper, dan Charnes dikenal dengan nama DEA VRS (Banker et al. 1984) . Inti kerjanya terletak pada asumsi VRS (Variable Return to Scale) yang dimaksud dengan penambahan “n”input belum tentu menghasilkan “n”output. Dalam DEA, terdapat satu kegiatan yang dilakan dengan Decision Making Unit (DMU). Pendekatan DEA menggunakan pembobotan yang bersifat fixed pada seluruh masukan (input)

dan keluaran (output) dari setiap DMU yang dievaluasi. Selanjutnya, pembobotan dilakukan dengan menggunakan linear programming untuk memaksimumkan rasio dari :

Misalkan sejumlah “K” buah DMU (k = 1,2,….,K) yang dianalisa efisiensinya menggunakan sejumlah “I” buah input (i = 1,2,…..,I) untuk

menghasilkan sejumlah output (j = 1,2,….,J), dengan menggunakan notasi dapat

dinyatakan sebagai berikut:

Dimana: µi:pembobot output j;Yjk: nilai output j untuk unit k;Vi:pembobot input

i;Xik: nilai input i untuk unit k.

Constant Return to Scale (CRS)

Konsep Data EnvelopmentAnalysis(DEA) mengacu pada CRS model yang diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978.Model ini menggunakan prinsip Constant Return to Scale dari variabel masukannya (input) yang digunakan untuk menghasilkan keluaran (output).Adapun orientasi dari DEA CRS (Constant Return to Scale) adalah DEA CRS orientasi input dan DEA CRS orientasi output. DEA CRS orientasi input adalah metode yang digunakan untuk mengurangi penggunaan input terhadap output yang konstan.

(20)

Dengan kendala:

Variabel Return to Scale (VRS)

Model Variabel Return to Scale (VRS) dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes & Cooper) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR yang ada sebelumnya. Model ini beranggapan bahwa perusahaan berada pada kondisi tidak atau belum beroperasi pada skala optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan masukan (input) dan keluaran (output) tidak sama (Variable Return to Scale). Hal tersebut berarti setiap penambahan

input sebesar “x” kali tidak pasti menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Metode ini juga dikenal dengan nama efisiensi teknologi murni (Pure Technology Efficiency). Efisiensi teknologi murni

diberi lambang θl yang menjelaskan penurunan input disebabkan oleh adanya penggunaan teknologi. Rumus VRS dapat dituliskan dengan program matematika seperti berikut ini:

Dengan kendala:

(21)

Slack Efficiency

Gambar 1 merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara CRS, VRS, dan Scale Efficiency, serta optimisasi orientasi input dan output. Grafiktersebut menggunakan kombinasi satu input dan satu output. Gambar 1 juga menjelaskan mengenai efisiensi teknis versi OTE (asumsi CRS) dan efisiensi teknis versi PTE (asumsi VRS) orientasi input. Kondisi inefisiensi teknis versi OTE dan PTE terjadi di titik P.

Efisiensi teknis versi OTE terjadi jika penggunaan input di titik P mampu diturunkan ke titik Pc sedangkan efisiensi teknis versi PTE terjadi jika penggunaan input di titik P mampu diturunkan ke titik Pv. Efisiensi teknis versi PTE yang hanya di titik Pv menandakan produktivitas input terhadap output lebih rendah daripada efisiensi teknis versi OTE karena keterbatasan teknologi. Untuk selanjutnya, skala efisiensi akan diperoleh dari rasio nilai OTE dan PTE yaitu di titik PcPv. Kumar et al. (2012) menjelaskan kehadiran garis cembung VRS berguna untuk mengakomodir sumber inefisiensi pada setiap unit analisisdengan adanya penambahan keterbatasan teknologi tersebut.

Gambar 1 Konsep efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi Sumber: Coelli et al (1998)

Skala produksi dapat juga dijelaskan dari Gambar 1. DMU tertentu dikatakan efisien jika berada pada garis CRS (Constant Return to Scale) di titik R karena pada titik tersebut terjadi pertemuan antara OTE dan PTE.Di sisi lain, unit yang berada pada titik PC dan QC tidak disebut sebagai unit yang efisien karena tidak terjadi pertemuan antara OTE dan PTE.Oleh karena itu, unit akan efisien jika vektor unit CRS sama dengan vektor unit VRS. Kondisi tersebut menggambarkan input yang digunakan sama dengan output yang dihasilkan sehingga tidak dianjurkan untuk melakukan pengurangan input.

Inputslack atau inputexcess adalah pengurangan secara proporsional input

(22)

efisien berada. Untuk mengilustrasikan permasalahan slack, dapat ditunjukkan pada Sambar 2 berikut ini:

Gambar 2 Konsep slack dan radial movement orientasi Sumber: Coelli et al (1998)

Berdasarkan Gambar 2 mengenai konsep slack dan radial movement

orientasi, C dan D adalah unit efisien yang membentuk frontier sedangkan A dan B adalah unit yang tidak efisien. Efisiensi teknikal unit A dan B adalah OA‟/OA

dan OB‟/OB. Pengurangan input pertama yang dilakukan sebesar AA‟. Hal ini

disebut dengan input radial. Namun, perlu diperhatikan kembali apakah titik A‟ merupakan titik yang efisien karena unit tersebut masih dapat mengurangi jumlah

input X2 yang digunakan sebesar CA‟ dan masih tetap memproduksi output yang sama. Hal inilah yang disebut dengan inputslack.

Kerangka Pemikiran Operasional

Sektor perkebunan merupakan salah satu penyumbang ekspor terbesar bagi Indonesia, yaitu sebesar US$ 32 miliar atau setara dengan Rp 382 triliun. Komoditi kelapa sawit sebagai tanaman perkebunan menjadi penyumbang tertinggi bagi devisa negara. Pada tahun 2011, kelapa sawit menyumbang devisa yang cukup tinggi bagi cadangan kas negara, yaitu sebesar 53,56% dari total devisa yang berasal dari sektor perkebunan.

Kebutuhan dunia internasional akan hasil olahan kelapa sawit berupa Crude Palm Oil (CPO) semakin hari semakin meningkat. Adanya peningkatan kebutuhan tersebut memacu Indonesia sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar kedua di dunia untuk memproduksi lebih banyak tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sebagai bahan baku produksi CPO. Untuk meningkatkan produksi demi memenuhi permintaan, maka produsen-produsen penghasil kelapa sawit harus melakukan efisiensi produksi demi menjaga produksi yang optimal.

(23)

27 unit kebun yang masing-masing memiliki produktivitas produksi yang berbeda. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan analisis efisiensi produksi pada PTPN IV dengan basis komoditi kelapa sawit. Kerangka penelitian operasional akan dijelaskan dalam Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional Nilai ekspor perkebunan tinggi

Nilai ekspor CPO paling tinggi

Membutuhkan TBS kelapa sawit dalam jumlah besar

dan efisien

Menghitung efisiensi produksi dari 27 kebun PTPN IV sebagai

produsen kelapa sawit terbesar milik pemerintah

Metode Data Envelopment Analysis

(DEA)

Kebun yang paling efisien dijadikan sebagai rekomendasi implementasi di kebun-kebun lain

(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan LokasiPenelitian

Penelitian dilakukan di PTPN IV yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, tepatnya pada 27 unit kebun yang tersebar dibeberapa kabupaten. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa PTPN IV adalah salah satu BUMN yang memiliki skala besar dibidang perkebunan kelapa sawit. Penelitian dilakukan sejak bulan Juni sampai dengan Agustus 2013. Penelitian ini menggunakan data panen yang berlangsung pada tahun 2012 dengan pertimbangan panen yang dilaksanakan selanjutnya masih akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data sekunder adalah data yang dikumpulkan bukan untuk menjawab pertanyaan penelitian penulis. Data sekunder diperoleh dari FAO, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, dan PTPN IV. Data tersebut digunakan sebagai salah sumber penentuan lokasi penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca perdagangan sektor pertanian dari FAO, data jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia tahun 2009-2011 dari Direktorat Jenderal Perkebunan, data luas lahan kelapa sawit di Indonesia dari Kementerian Pertanian, serta data luas lahan, umur tanaman, produksi, dan produktivitas kelapa sawit dari PTPN IV.

Metode Pengambilan Decision Making Unit (DMU)

Metode pengambilan Decision Making Unit(DMU)dilakukan secara

purposive. Penelitian sengaja mengambil Decision Making Unit(DMU)PTPN IV dengan unit kebun kelapa sawit yang tersebar di berbagai kabupaten di Sumatera Utara. Hal ini dilakukan agar terjadi keseragaman variabel masukan (input) seperti tenaga kerja, luas lahan, pupuk, jumlah pokok, dan pestisida. Keseragaman dari variabel-variabel tersebut sangat penting untuk mengukur tingkat efisiensi.

Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis seluruh Decision Making Unit(DMU) dengan variabel output yang digunakan adalah produksi TBS (Y). Variabel input yang digunakan adalah tenaga kerja (X1), luas lahan (X2), pupuk (X3), jumlah pokok (X4), dan pestisida (X5)serta faktor penentu efisiensi didasarkan pada umur tanaman dan kelas lahan yang digunakan oleh Decision Making Unit(DMU). Analisis efisiensi teknis berdasarkan umur tanaman yang digunakan oleh Decision Making Unit(DMU) hanya dibagi atas dua kelompok umur tanaman. Analisis efisiensi teknis berdasarkan kelas lahan dibagi ke dalam tiga klasifikasi lahan.

Tenaga Kerja (X1)

(25)

untuk meningkatkan efisiensi. Menurut Nu‟am (2009) Salah satu cara mengukur efisiensi tenaga kerja adalah dengan menghitung produktivitas kerja. Pengelolaan tenaga kerja harus memperhatikan fungsi-fungsi manajemen sepertiperencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan tenaga kerja.

Luas Lahan (X2)

Luas areal suatu perkebunan kelapa sawit dapat menentukan kebutuhan tenaga kerja, jumlah pokok, dan produktivitas suatu areal kebun. Oleh karena itu, luas lahan menjadi sangat penting untuk dimasukkan ke dalam analisis efisiensi produksi karena sangat mempengaruhi berbagai hal yang dapat berpengaruh langsung terhadap hasil TBS.

Jumlah Pupuk (X3)

Pemupukan merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk mendapatkan target produksi TBS yang optimal dan juga mendapatkan kualitas minyak yang baik (Adiwiganda dan Siahaan 1994). Adiwiganda (2002) menyatakan bahwa tidak kurang dari 50% biaya pemeliharaan berasal dari biaya pemupukan mulai dari biaya pengadaan, transportasi, dan pengawasan.Nilai variabel Pupuk didapatkan dari hasil kalkulasi seluruh penggunaan pupuk selama masa tanam. Hal ini dikarenakan Decision Making Unit (DMU) menggunakan kombinasi pupuk yang beragam sehingga nilai pupuk yang digunakan adalah akumulasinya. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol pada salah satu jenis pupuk yang menyebabkan data tidak dapat diolah.

Jumlah Pokok (X4)

Pola tanam dapat dilakukan dengan cara monokultur ataupun tumpangsari. Pola tersebut sangat menentukan jumlah pokok per hektarnya. Jarak tanam antar pokok dapat mempengaruhi hasil TBS yang diperoleh. Jarak tanam yang umum digunakan adalah 9x9x9 meter. Jumlah pokok dapat membantu peneliti untuk dapat mengetahui produktivitas per pokok per hektar. Hal tersebut yang menjadikan penelitian ini menggunakan jumlah pokok dalam penentuan efisiensi pada PTPN IV.

Jumlah Pestisida (X5)

Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar populasi hama dan penyakit tidak melebihi ambang ekonomi sehingga tidak mengurangi hasil TBS yang diperoleh. Menurut Nu‟am (2009) salah satu pengendalian hama dan penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan adanya pengendalian kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida. Oleh karena itu, pestisida menjadi varibel yang diperhitungkan pada penelitian ini.

Uji Beda

(26)

H0: ρ1, ρ2 = 0, artinya variabel bebas (X) secara bersama tidak berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).

H1:ρ1, ρ2 ≠ 0, artinya variabel bebas (X) secara bersama berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).

Nilai t hitung dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan aplikasi

software SPSS versi 18.0. Selanjutnya, nilai T hitung akan dibandingkan dengan

tingkat kesalahan (α=5%) dan derajat kebebasan (df) = (n-k). Adapun kriteria pengambilan keputusan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H0 diterima jika thitung < ttabel pada CI = 90%.

H1 diterima jika thitung > ttabel pada CI = 90%.

Sebagian faktor penentu produksi TBS yang digunakan dalam analisis diuji dengan menggunakan uji beda atau lebih tepatnya Uji-t. Hal ini disebabkan oleh data yang diperoleh berupa data hasil produksi akibat dari pengaruh variabel faktor penentu produksi yang dianalisisdalam uji beda. Variabel faktor produksi yang digunakan adalah variabel kelompok umur tanaman(4-14 tahun dan di atas 14 tahun); kelompok kelas lahan (daratan dan rendahan/lowland). Nilai yang diperoleh dari analisis untuk selanjutnya dilihat kelompok variabel mana dari variabel faktor penentu produksi tersebut yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS.

Adapun rumus yang digunakan dalam uji beda adalah sebagai berikut:

Keterangan:

X1 = Rata-rata sampel 1 X2 = Rata-rata sampel 2

S1 = Simpangan baku sampel 1 S2 = Simpangan baku sampel 2 S12 = Varians sampel 1

S22 = Varians sampel 2

r = Korelasi antara dua sampel

Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Efisiensi Teknis

Data primer yang diperoleh oleh peneliti dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Analisis tersebut bertujuan untuk mengukur efisiensi teknis relatif dari berbagai Decision Making Unit(DEA). Data yang terkumpul dari setiap DMU akan diolah menggunakan

software DEAP 2.1. Output dari software tersebut akan menunjukan tingkat efisiensi relatif dari setiap DMU yang diteliti.

Pendekatan DEA digunakan karena sederhana dan tidak membutuhkan banyak variabel. Asumsi yang digunakan adalah asumsi Constant Return to Scale

(27)

Scale (CRS) dikarenakan data yang digunakan adalah data pada satu periode waktu produksi yakni data pada tahun 2012, sehingga kemungkinan adanya perubahan-perubahan faktor produksi sebagai akibat dari perkembangan waktu dapat diabaikan. Penelitian ini menggunakan asumsi input oriented dikarenakan variabel masukan (input) dapat dikontrol oleh DMU dan cukup menentukan hasil produksi kelapa sawit.

Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara IV

Sejarah Perusahaan

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, tentang peleburan perusahan perkebunan yang ada di Sumatera Utara yaitu PT. Perkebunan VI, PT Perkebunan VII, dan PT Perkebunan VIII, menjadi Perusahaan Perseroan PT Perkebunan Nusantara IV (Lembaran Negara Tahun 1996 No.5) sesuai dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH No.37 tertanggal 11 Maret 1996 dan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI melalui surat keputusan No. C2-8332 HT.01.01.Th.96. Untuk anggaran dasar perusahaan telah disesuaikan dengan UU No.40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas berdasarkan akta Notaris Sri Ismiyati, SH No. 11 pada tanggal 4 Agustus 2008 dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI melalui surat keputusan NO. AHU-60615.AH.01.02. Pada tahun 2008 tepatnya pada tanggal 10 September 2008, anggaran dasar telah mengalami perubahan beberapa kali, terakhir berdasarkan akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham No. 16 tanggal 8 Oktober 2012 yang dibuat dihadapan Notaris Ihdina Nida Marbun SH. Adapun komoditi yang dikelolaoleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) yaitu kelapa sawit, kakao, dan teh,dimanadi dalamnya mencakup pengolahan lahan dan tanaman, kebun bibit, pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan komoditi menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditi yang dihasilkan, dan kegiatan pendukung lainnya. Namun sejak awal tahun 2006,PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) hanya mengusahakan komoditi kelapa sawit dan komoditi teh.

Unit Kebun

PT Perkebunan Nusantara IV memiliki 31 unit kebun yang mengelola budidaya kelapa sawit dan teh, 3 unit proyek pengembangan kebun inti kelapa sawit, dan 1 unit proyek pengembangan kebun plasma kelapa sawit. Seluruh unit usaha yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara IV tersebar di 9 Kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Padang Lawas, Batubara, dan Mandailing Natal.

(28)

tersebut memiliki sebaran umur tanaman dan kelas lahan yang digunakan. Adapun pembagian kelas lahan oleh PTPN IV sesuai dengan Tabel 4

Tabel 4 Kriteria dan Pembagian Lahan PTPN IV

Keadaan Tanah Kriteria Baik Kurang Baik Tidak Baik

1. Lereng < 12˚ 12˚ - 23˚ > 23˚

2. Kedalaman Solum Tanah > 75 cm 37,5 – 75 cm < 37,5 cm 3. Ketinggian muka air tanah < 75 cm 75 – 37,5 cm < 37,5 cm

4. Tekstur Lempung atau liat Lempung berpasir Pasir berlempung atau pasir

5. Struktur Perkembangan kuat Perkembangan sedang Perkembangan lemah/masif 6. Konsistensi Gembur – agak teguh teguh Sangat teguh 7. Permeabilitas Sedang Cepat atau lambat Sangat cepat atau

sangat lambat 8. Keasaman (pH) 4,0 – 6,0 3,2 – 4,0 < 3,2

9. Tebal Gambut 0 – 60 cm 60 – 150 cm > 150 cm

Sumber PTPN IV (2013)

Penggunaan umur tanaman oleh PTPN terbagi menjadi dua, yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Tanaman menghasilkan sendiri terbagi menjadi lima kelompok sesuai dengan usia tanaman yang juga mempengaruhi hasil tanaman. Adapun pembagian umur tanaman pada PTPN IV terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas lahan kelapa sawit berdasarkan umur tanaman di PTPN IV tahun 2012

Uraian Luas Areal (Ha) Komposisi ( %)

Tanaman Dewasa (TM)

> 24 tahun (sangat tua) 4 526 3.28

21 – 24 years (tua) 10 082 7.30

14 – 20 years (dewasa) 26 244 19.00

9 – 13 years (remaja) 18 690 13.53

4 – 8 years (muda) 35 253 25.52

Total Tanaman Dewasa (TM) 94 795 68.64

Total Tanaman Belum Dewasa (TBM) 33 019 23.91

Penanaman 8 766 6.35

Rehabilitasi Penanaman 1 534 1.11

Jumlah | Total 138 114 1.00

(29)

Struktur Organisasi Perusahaan

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero)memiliki struktur organisasi yang cukup kompleksyakni terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dewan direksi, karyawan pimpinan, dan karyawan pelaksana. RUPS bertindak sebagai kontributor modal perusahaan sehingga memiliki hak tertinggi dalam menentukan keputusan perusahaan. Dewan direksi bertugas untuk menjamin pelaksanaan kegiatan perusahaan sesuai dengan masing-masing bidang. Tugas karyawan pimpinan adalah mengendalikan serta bertanggung jawab terhadap proses pelaksanaan kegiatan perusahaan secara keseluruhan. Karyawan pelaksana merupakan anggota perusahaan yang secara langsung terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan. Adapun Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara IV dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel Input dan Output

Analisis efisiensi teknis dilakukan melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada musim panen 2011 dan 2012. Variabel output yang digunakan adalah produksi TBS (Y). Variabel inputyang digunakan adalah tenaga kerja (X1), luas lahan (X2), pupuk (X3), jumlah pokok (X4), dan pestisida (X5). Variabel lain seperti curah hujan, letak geografis, kelas lahan, pendidikan formal, dan struktur biaya tidak digunakan dalam model DEA.

Efisiensi dan Skala Produksi

Efisiensi yang dibahas pada penelitian ini didasarkan pada orientasi input model DEA. Efisiensi orientasi input bermanfaat untuk mengetahui apakah input yang digunakan oleh masing-masing unit kebun PTPN IV sudah sesuai atau tidak dengan target input pada model DEA. Nilai efisiensi yang terdapat pada model DEA ada tiga, yaitu, nilai OTE, PTE, dan SE. Nilai efisiensi teknis keseluruhan (OTE) berdasarkan model DEA menggunakan asumsi CRS. Nilai efisiensi teknis murni (PTE) berdasarkan model DEA menggunakan asumsi VRS. Nilai skala efisiensi (SE) berdasarkan pada rasio nilai OTE dan PTE.

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai minimum OTE pada tahun 2012 lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai minimum OTE pada dua tahun tersebut sebesar 0.584. Rata-rata (mean) OTE pada tahun 2012 juga lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.869. Rata-rata nilai mean yang lebih tinggi pada tahun 2011 mengindikasikan kenyataan bahwa PTPN IV memiliki tingkat efisiensi yang terjadi pada tahun 2011 dibandingkan pada tahun 2012. Rata-rata nilai mean tersebut menunjukkan kenyataan bahwa unit kebun PTPN IV disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 13.10% pada output yang ada supaya efisien. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.125.

(31)

Tabel 6 Nilai OTE, PTE, dan SE orientasi input unit kebun PTPN IV tahun 2011-

Nilai minimum SE pada tahun 2012 lebih rendah dibandingkan yang terjadi pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai minimum sebesar 0.712. Rata-rata (mean) SE pada tahun 2012 juga lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.944. Rata-rata-rata nilai mean tersebut berarti PTPN IV disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 5.60% pada output yang ada supaya efisien.

Nilai OTE lebih rendah daripada nilai efisiensi lainnya. Rata-rata nilai minimum OTE sebesar 0.584 dimana nilai tersebut lebih rendah daripada nilai minimum PTE dan SE, masing-masing sebesar 14.61% dan 17.97%. Rata-rata nilai mean OTE sebesar 0.869 dimana nilai tersebut lebih rendah daripada nilai mean PTE dan SE, masing-masing sebesar 6.25% dan 7.94%. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.125 dimana nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai SD PTE dan SE, masing-masing sebesar 12.61% dan 71.23%.

Penyebab nilai OTE lebih rendah dari pada nilai PTE karena penggunaan input OTE lebih rendah daripada penggunaan input PTE. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Coelli et al (1998) bahwa nilai OTE berdasarkan DEA asumsi CRS diperoleh dari penggunaan input yang minimum untuk menghasilkan output. Kelemahan model DEA asumsi CRS yaitu sumber inefisiensinya tidak dapat diketahui. Oleh karena itu, model DEA asumsi VRS memperhatikan keterbatasan

tersebut dengan menambahkan „teknologi murni‟ (λ=1). Penambahan tersebut

menyebabkan perbedaan batas (frontier) produktivitas input atau output pada kedua nilai tersebut.

(32)

dibandingkan dengan asumsi PTE. Nilai OTE yang lebih besar tersebut membuat unit kebun PTPN IV menjadi lebih sulit untuk mencapai tingkat efisiensi yang paling baik.Oleh karena itu, peneliti memilih OTE sebagai tolak ukur penelitian efisiensi karena akan terlihat banyak unit kebun yang tidak efisien.

Penilaian efisiensi versi OTE lebih akurat daripada efisiensi versi SE. Pertama, nilai OTE = 1.000 sudah dipastikan unit kebun tersebut efisien sedangkan nilai SE = 1.000 belum tentu unit kebun tersebut efisien. Hal tersebut terjadi karena SE merupakan rasio antara OTE dan PTE dimana nilai SE = 1.000 diperoleh dari nilai OTE = 1.000 dan PTE = 1.000 atau OTE < 1.000 danPTE < 1.000. Fenomena (OTE < 1.000 dan PTE < 1.000)pada penelitian ini tidak terjadi. Berbeda halnya dengan penelitian Johnes (2006) pada sebuah universitas di Amerika Serikat dimana nilai OTE < 1.000 dan PTE < 1.000 tetapi berdasarkan SE dinyatakan efisien.

Penilaian efisiensi berdasarkan model DEA memberikan informasi mengenai skala produksi dari setiap unit kebun. Skala produksi CRS (Constant Return to Scale) meupakan skala produksi yang efisien. Kebun yang efisien (berada pada skala produksi CRS) pada tahun 2011 dan 2012 terdapat delapan kebun, yaitu kebun bernomor 4 (Balimbingan), 11 (Bukit Lima), 12 (Dolok Ilir),18 (Aek Nauli), 25 (Sosa), 13 (Laras), dan 7 (Tonduhan). Unit kebun yang efisien menggunakan input yang efisien. penggunaanpupukmajemuk yang lebih efisien kerena hanya membutuhkan sekali pemupukan dalam satu fase. Hal ini membuktikan penggunaan tenaga kerja untuk pemupukan lebih kecil bila dibandingkan unit kebun yang tidak efisien dengan menggunakan pupuk tunggal yang melakukan dua sampai tiga kali pemupukan dalam satu fase.Oleh kerena itu tenaga kerja yang digunakan lebih efisien pada kebun yang berada pada kebun yang menggunakan pupuk majemuk.

Penggunaan pupuk majemuk oleh kebun yang efisien dan pupuk tunggal untuk unit kebun yang efisien berdasarkan hasil rekomendasi dari sampel yang diambil dari 25 hektar setiap unit kebun dalam satu tahun.Berdasarkan itu PTPN IV tidak dapat secara langsung mengganti pupuk tunggal dengan pupuk majemuk.Hasil rekomendasi penggunaan pupuk juga berpengaruh dari kelas lahan yang digunakan.Kelas lahan yang digunakan juga berpengaruh terhadap penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dapat dipastikan lebih banyak digunakan pada kelas lahan yang lebih baik karena pertumbuhan gulma akan lebih baik juga pada kelas lahan yang lebih baik. Penggunaan pestisida pada kelas lahan yang lebih baik akan terlihat tidak efisien.

(33)

merupakan unit kebun yang menggunakan input yang paling optimal daripada unit kebun efisien lainnya. Peluang yang menjadi rujukan terendah terdapat pada unit kebun nomor 18 (Aek Nauli) yakni sebesar 7.69%.Peluang yang kecil tersebut menunjukan bahwa Aek Nauli merupakan unit kebun yang menggunakan

input yang paling tidak optimal daripada unit kebun efisien lainnya.

Penggunaan Inputpada Unit Kebun PTPN IV

Penilaian efisiensi pada model DEA didasarkan pada penggunaan input oleh setiap unit kebun. Oleh karena itu, penggunaan input akan diuraikan lebih jelas pada Tabel 7 yang dilihat dari produktivitas (rasio antara output dan input). Terdapat delapan unit kebun yang efisien (berada pada skala produksi CRS), yaitu unit kebun bernomor 4 (Balimbingan),7(Tonduhan),11 (Bukit Lima),12 (Dolok Ilir),13 (Laras),25 (Sosa),26 (Marjandi), dan 27 (Bah Birung Ulu).

Jika ditinjau berdasarkan data tahun 2011, produktivitas tenaga kerja tertinggi dari kedelapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7(Tonduhan) yaitu sebesar 168.09 ton per orang.. Produktivitas tenaga kerja terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada kebur bernomor 27(Bah Birung Ulu) yaitu sebesar 57.17 ton per orang. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien maka produktivitas tenaga kerja yang terendah terdapat pada unit kebun bernomor 20 (Sawit Langkat) yaitu sebesar 23.47 ton per orang. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sawit Langkat menggunakan tenaga kerja yang tidak produktif dalam menghasilkan output:

Produktivitas pupuk tertinggi dari delapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 81.48 ton tbs per ton. Produktivitas pupuk tertinggi menjadikan unit kebun Sosa menjadi salah satu unit kebun rujukan yang dapat dilihat pada Gambar 5 dengan nilai sebesar 30.76%. Produktivitas pupuk terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 26 (Marjandi) yaitu sebesar 19.53 ton tbs per ton. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pupuk yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 6(Sei Kopas) yaitu sebesar 14.04 ton tbs per ton. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam penggunaan pupuk daripada unit lainnya.

Produktivitas luas lahan tertinggi dari delapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 29.39 ton per hektar. Produktivitas luas lahan terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 26 (Marjandi) yaitu sebesar 19.59 ton per hektar. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas luas lahan yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 24 (Meranti Paham) yaitu sebesar 17.08 ton per hektar. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Meranti Paham paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

(34)

Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas pestisida yang tertinggi dari delapan unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 4 (Balimbingan) yaitu sebesar 72.71 ton per liter. Produktivitas terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 1.18 ton per liter. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pestisida yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 17 (Padang Matinggi) yaitu sebesar 0.35 ton per liter. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Padang Matinggi paling tidak produktif dalam menghasilkan outputdari unit kebun lain.

(35)

Jika ditinjau berdasarkan data tahun 2012, penilaian efisiensi pada model DEA didasarkan pada penggunaan input oleh setiap unit kebun. Oleh karena itu, penggunaan input akan diuraikan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8 mengenai produktivitas (rasio antara output dan input). Terdapat empat unit kebun yang efisien (berada pada skala produksi CRS), yaitu unit kebun bernomor 4 (Balimbingan),7(Tonduhan),12 (Dolok Ilir),dan 18 (Aek Nauli). Keempat unit kebun yang efisien tersebut menunjukan penggunaan inputnya rendah sehingga produktivitasnya tinggi.

Produktivitas tenaga kerja tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 179.19 ton per orang. Produktivitas tenaga kerja tertinggi pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yang menyebabkan unit kebun tersebut menjadi salah satu peluang rujukan penggunaan tenaga kerja tertinggi. Produktivitas tenaga kerja terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada kebur bernomor 4 (Balimbingan) yaitu sebesar 124.48 ton per orang. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien maka produktivitas tenaga kerja yang terendah terdapat pada unit kebun bernomor 20 (Sawit Langkat)yaitu sebesar 38.59 ton per orang. hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sawit Langkat menggunakan tenaga kerja yang tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas pupuk tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 51.97 ton tbs per ton. Produktivitas pupuk terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 21.25 ton tbs per ton. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pupuk yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 16.04 ton tbs per ton. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam penggunaan pupuk daripada unit lainnya.

Produktivitas luas lahan tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 7 (Tonduhan) yaitu sebesar 29.76 ton per hektar. Produktivitas luas lahan terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 20.69 ton per hektar. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas luas lahan yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 16.11 ton per hektar. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sei Kopas paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

Produktivitas jumlah pohon yang tertinggi dari keempat unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 0.24 ton per pohon. Produktivitas jumlah pohon yang terendah dari unit kebun yang efisien terdapat pada unit kebun nomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.22 ton per pohon. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas jumlah pohon yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 20 (Sawit Langkat) yaitu sebesar 0.13 ton per pohon. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sawit Langkat paling tidak produktif dalam menghasilkan output.

(36)

kebun nomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 1.12 ton per liter. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien produktivitas pestisida yang terendah terdapat pada unit kebun nomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 1.44 ton per liter. Hal tersebut menunjukan bahwa unit kebun Sosa paling tidak produktif dalam penggunaan pestisida dari unit kebun lain.

(37)

Target Penggunaan Input Unit Kebun

Model DEA menampilkan target penggunaan input dari setiap unit kebun. Target penggunaan input untuk setiap kebun yang tidak efisien diperoleh dari pengurangan input aktual dengan target, sedangkan kebun yang efisien tidak dianjurkan untuk melakukan pengurangan input atau dengan kata lain target input

sama dengan input aktual.

Tabel 9 menampilkan persentase pengurangan input pada unit kebun yang efisien dan kebun yang tidak efisien pada tahun 2011. Jika ditinjau dari keseluruhan unit kebun, persentase pengurangan input tertinggi dari lima input

yang ada pada penelitian ini terletak pada penggunaan pestisida yaitu sebesar 25.68 persen. Hal tersebut berarti penggunaan input pestisida paling tidak efisien dibandingkan penggunaan input lainnya. Persentase pengurangan input tersebut lebih tinggi dari lahan, pupuk, jumlah pokok, tenaga kerja masing-masing sebesar 117.94%, 107.87%, 93.09%, dan 5.36%.

Jika ditinjau dari unit kebun yang tidak efisien saja dalam hal penggunaan tenaga kerja, maka persentase pengurangan input tenaga kerja tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 20 (Sawit Langkat) yaitu sebesar 73.57%. Persentase pengurangan inputtenaga kerja yang tidak efisien terendah terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 4.55%. Rata-rata persentase pengurangan input tenaga kerja pada seluruh kebun sebesar 24.37%.

Setelah diketahui persentase pengurangan inputtenaga kerja maka yang akan dibahas berikutnyaadalah target penggunaan input tenaga kerja. Target penggunaan input tenaga kerja tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 27 (Bah Birung Ulu) yaitu sebesar 1.75 orang per 100 ton TBS. Target penggunaan input tenaga kerja terendah untuk seluruh kebun terdapat pada enam unit kebun yakni unit kebun bernomor 6 (Sei Kopas), 7(Tonduhan), 9 (Tanah Itam ulu), 15(Adolina), 17 (Padang Matinggi), serta 22 (Berangir) yaitu sebesar 0.59 orang per 100 ton TBS. Rata-rata target penggunaan input tenaga kerja pada seluruh kebun sebesar 0.79 orang per 100 ton.

Input kedua yang akan dibahas adalah pupuk. Jika meninjau kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaan pupuk, maka persentase pengurangan

inputpupuk tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 47.14%. Persentase pengurangan input pupuk terendah pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.74%. Rata-rata persentase pengurangan input pupuk pada seluruh kebun sebesar 12.3%.

(38)

Input ketiga yang akan ditampilkan adalah lahan. Jika meninjau unit kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaan lahan, maka persentase pengurangan

input lahan tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 38.31%. Persentase pengurangan input lahan terendah terdapat pada unit kebun yang tidak efisien berada pada unit kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 2.16%. Rata-rata persentase pengurangan input lahan pada seluruh kebun sebesar 11.78%.

Setelah diketahui persentase pengurangan inputlahan maka yang akandibahas berikutnya adalah target penggunaan input lahan. Target penggunaan

input lahan tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 26

Input keempat yang akan ditampilkan adalah pokok. Jika ditinjau dari kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaann jumlah pokok, maka persentase pengurangan inputpokok tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 6 (Sei Kopas) yaitu sebesar 52.25%. Persentase pengurangan

inputpokok terendah terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.74%. Rata-rata persentase pengurangan input pokok pada seluruh kebun sebesar 13.30%.

Setelah diketahui persentase pengurangan inputpokok maka yang akan dibahas berikutnya adalah target penggunaan input pokok. Target penggunaan

inputpokok tertinggi untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 25 (Sosa) yaitu sebesar 1033.86 pokok per 100 ton TBS. Target penggunaan

inputpokok dengan jumlah terendah untuk seluruh kebun terdapat pada kebun bernomor 12 (Dolok Ilir) yaitu sebesar 403.04 pokok per 100 ton TBS. Rata-rata target penggunaan inputpokok pada seluruh kebun adalah sebesar 523.09 ton per 100 ton.

Input terakhir yang akan dibahas adalah pestisida. Jika ditinjau dari kebun yang tidak efisien dalam hal penggunaan input pestisida, maka persentase pengurangan input pestisida tertinggi pada kebun yang tidak efisien terdapat pada kebun bernomor 17 (Padang Matinggi) yaitu sebesar 96.26%. Persentase pengurangan inputpestisida terendah terdapat terdapat pada kebun bernomor 18 (Aek Nauli) yaitu sebesar 0.74%. Rata-rata persentase pengurangan inputpestisida pada seluruh kebun sebesar 25.68%.

Gambar

Tabel 1 Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia dalam ton 2009-2010
Tabel 3 Jumlah produksi dan produktivitas kelapa sawit PTPN I-VII Tahun 2012
Gambar 1 Konsep efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi
Gambar 2 Konsep slack dan radial movement orientasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Negara-negara anggota IDB sebagai aktor nasional yang akan memberikan loyalitas aktivitas politiknya pada institusi pusat baru atau dalam hal ini adalah Islamic Development Bank

Keputusan moral yang diajukan oleh Kompas.Com dan Detik.Com adalah bahwa Alasan caleg perempuan menjadi anggota legislatif peneliti kelompokkan menjadi alasan ekonomis karena ingin

Dengan melihat dari dasar tersebut, maka akan memudahkan hasil dari program test IQ yang lebih canggih dengan memperhatikan sistem dan cara pembuatan yang baik juga

[r]

(3) Rincian tugas dan fungsi Biro Pemerintahan sesuai Susunan Organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIa yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Hitung pula kecepatan perahu jika yang melompat dengan cara yang sama adalah orang Aa.

In this system, module of feature extraction and matching is mainly based on SIFT operator, its matching course is accelerated by k- d tree, Beside, original image is not

Panjang dawai bisa dipendekkan tanpa mengubah tegangan akan mengubah frekuensi yang lain, seperti terjadi pada dawai gitar saat dipetik... Jelaskan frekuensi dawai