• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kekeringan di Lapangan

Dari hasil pengamatan lapang didapatkan contoh sebanyak 140 titik. Sebaran titik-titik contoh pengamatan lapangan tersebut disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta titik-titik contoh pengamatan lapang

Dari 140 titik tersebut terdapat 102 titik kekeringan pada lahan sawah dan 38 titik sebagai data pendukung. Contoh tersebut selanjutnya dipilah berdasarkan tingkat kekeringannya dan didapatkan 32,35% dari jumlah titik tersebut termasuk ke dalam kategori kelas tidak kering, kemudian 14,71% agak kering, 15,68%

kering, dan 37,25% kering sekali. Jadi dari hasil klasifikasi lapangan tersebut persentase yang relatif tinggi berturut-turut adalah kategori tidak kering dan

kering sekali. Penyebab kekeringan ada tiga faktor, yaitu (1) curah hujan

(menentukan ketersediaan air di dalam tanah), (2) jenis tanaman (membutuhkan jumlah air yang berbeda-beda) dan (3) kemampuan tanah menyimpan air. Adapun untuk kasus di lapangan penyebab terjadinya kekeringan adalah disebabkan sebagian besar oleh faktor alamiah atau faktor curah hujan, sehingga tanah menjadi kekurangan kandungan air dan tidak mampu memberikan kebutuhan berbagai macam tanaman secara cukup. Gambaran klasifikasi tingkat kekeringan dari hasil pengamatan lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.

a. Tidak Kering b. Agak Kering

c. Kering d. Kering Sekali Gambar 3. Kondisi kekeringan di lokasi penelitian

Gambar 4. Irigasi persawahan daerah penelitian

Dari gambar di atas dapat dibandingkan bahwa kekeringan di setiap daerah berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi karena karakteristik wilayah yang berbeda dan adanya pengaruh iklim makro yang mempengaruhi besarnya curah hujan. Di

daerah penelitian terdapat beberapa saluran irigasi, yaitu saluran irigasi dari bendungan Sungai Citarum, Sungai Kali Ciherang dan Sungai Kali Kranding. Pada saat musim kemarau yang panjang air irigasi tidak mencukupi sehingga dilakukan pemompaan seperti yang dapat dilihat pada gambar 4, selain pemompaan air pada beberapa sungai tersebut di atas, ada juga petani yang melakukan pengeboran sumur yang kemudian dialirkan ke sawah melalui pompa dan selang.

Jika melihat penyebab kekeringan, maka hal ini sesuai dengan bentuk grafik curah hujan seperti yang disajikan pada Gambar 4 yang dihasilkan dari pengolahan data iklim (BMKG) Kabupaten Bekasi tahun 2014.

Gambar 5. Grafik curah hujan Kabupaten Bekasi tahun 2014

Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa bulan kering tahun 2014 yang terjadi di Kabupaten Bekasi durasinya relatif panjang, yaitu antara bulan Maret sampai dengan November. Dalam hal ini pada bulan Maret tampak mulai terjadi penurunan jumlah curah hujan yang sangat signifikan, dan keadaan tersebut terus terjadi sampai bulan Mei. Namun demikian pada bulan Juni sampai dengan Juli curah hujan sedikit mengalami peningkatan dan kondisi curah hujan selanjutnya menurun lagi pada bulan Agustus dan akhirnya tidak ada hujan lagi pada bulan September sampai dengan bulan November. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di daerah penelitian kekeringan mulai terjadi sejak bulan Maret sampai dengan November. Sungguh pun demikian ada sebagian kecil dari lahan sawah di daerah penelitian yang digolongkan sebagai lahan yang mengalami kekeringan secara antropogenik (akibat ulah manusia), karena adanya saluran irigasi yang rusak/tertutup, akibatnya lahan-lahan pertanian yang ada di wilayah hilirnya mengalami kekeringan. Namun demikian bila dilihat secara umum dapat dikatakan bahwa kekeringan yang terjadi adalah secara alami oleh curah hujan yang rendah.

Kondisi NDVI Daerah Penelitian

Analisis NDVI dilakukan pada citra Landsat-7 multitemporal, yaitu dari citra tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014. Seluruh citra tersebut dipilih dari tanggal 22 Juni sampai 28 Juli sehingga citra-citra tersebut mempunyai periode akuisisi yang sama yaitu diambil pada bulan kering. Analisis citra selanjutnya dilakukan dengan software ENVI 4.5 dan hasilnya disajikan pada Gambar 6.

0 20 40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

NDVI Tahun 2000 NDVI Tahun 2005

NDVI Tahun 2010 NDVI Tahun 2014 Gambar 6. NDVI daerah penelitian

Dalam Gambar 6 tersebut warna gelap memperlihatkan nilai NDVI yang rendah (kerapatan vegetasi rendah) sedangkan warna putih menunjukkan nilai NDVI yang tinggi (kerapatan vegetasi tinggi), adapun variasi warna-warna abu-abu yang lain menunjukkan nilai-nilai di antaranya. Pada Gambar 6 terlihat bahwa nilai NDVI tahun 2014 di bagian selatan (Kecamatan Sukatani) lebih berwarna gelap (dan lebih luas) dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2000, 2005, dan 2010), sehingga luas warna putih pada tahun-tahun sebelumnya tesebut cenderung lebih luas. Hal tersebut dapat dijadikan sebuah indikasi adanya proses perubahan jenis tutupan lahan dari yang bervegetasi ke jenis non-vegetasi. Atau jika rona yang berubah (dari terang ke gelap) dari tahun sebelumnya ke tahun berikutnya mempunyai lokasi tetap, maka kemungkinan besar telah terjadi alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Sementara itu, di bagian barat (Kecamatan Cabangbungin) rona tampak semakin cerah (putih) pada citra 2014 yang mengindikasikan adanya pemanfaatan kembali lahan-lahan pertanian menjadi bervegetasi daripada di tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan gejala tersebut dapat dikatakan bahwa perubahan penutupan lahan sangat berpengaruh terhadap nilai NDVI. Jika melihat perubahan nilai NDVI dari empat titik tahun seperti yang disajikan pada Gambar 5 maka dapat disimpulkan bahwa perubahan penutup lahan di daerah penelitian tergolong cukup dinamis, terutama dari lahan pertanian atau bervegetasi (warna cerah) menjadi lahan non-vegetasi atau lahan terbangun (warna gelap).

Analisis Statistika Nilai NDVI

Secara statistika nilai-nilai NDVI dari data multi temporal ini dapat dibandingkan, sehingga dapat diketahui pola-pola perubahan dari indeks vegetasi yang diamati dari titik-titik tahun yang berbeda. Hasil analisis statistika disajikan pada Gambar 7, 8, 9, dan 10 dalam bentuk boxplot dan hasil analisis boxplot ini dapat digunakan untuk membaca keragaman nilai NDVI yang berada pada kisaran quartil dan jangkauan quartilnya. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana rentang nilai dari NDVI tersebut.

Gambar 7. Boxplot NDVI tidak kering

Gambar8. Boxplot NDVI agak kering TK_2000 TK_2005 TK_2010 TK_2014 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes

AK_2000 AK_2005 AK_2010 AK_2014 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes

Gambar 9. Boxplot NDVI kering

Gambar 10. Boxplot NDVI kering sekali

Berdasarkan Gambar 7 terlihat keragaman dari tahun 2000, 2010, dan 2014 tidak jauh berbeda yang dapat di lihat dari lebar kotak boxplot yang hampir sama. Namun keragaman tingkat kekeringan tahun 2005 lebih besar dibanding tahun 2000, 2010, 2014 karena lebar kotak boxplot 2005 lebih besar sehingga nilai NDVI dari tahun tersebut lebih beragam. Dalam Gambar 8 dan 9 dapat ditunjukkan bahwa tahun 2000 memiliki nilai keragaman yang lebih besar dibandingkan tahun 2005, 2010, dan 2014. Hal tersebut dapat dilihat dari lebar kotak boxplot tahun 2000 lebih besar dari tahun setelahnya (2005,2010, 2014). Sementara itu, pada Gambar 9 terlihat bahwa keragaman tingkat kekeringan tahun

K_2000 K_2005 K_2010 K_2014 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes KS_2000 KS_2005 KS_2010 KS_2014 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes

2010 lebih besar dibanding dengan tahun 2000, 2005, dan 2014. Hal tersebut dapat dilihat dari lebar kotak boxplot yang lebih besar di banding tahun yang lainnya.

Berdasarkan Gambar 7 hingga 10 terlihat bahwa nilai kekeringan yang didapat antara tahun 2000 hingga 2010 relatif sama, namun nilainya menjadi berbeda untuk tahun 2014. Boxplot NDVI tahun 2014 memiliki nilai di luar rata-rata dibandingkan dengan nilai rata-rata-rata-rata dari ketiga tahun sebelumnya yaitu sebesar -0.1 sampai -0.3. Nilai NDVI yang negatif menandakan bahwa pada tahun tersebut memiliki tingkat kehijauan yang rendah, sehingga adanya mengindikasikan suatu gejala kekeringan.

Kondisi LST Daerah Penelitian

LST (Land Surface Temperature) atau suhu permukaan lahan merupakan salah satu parameter penting terkait kondisi permukaan dan merupakan variabel klimatologis utama yang mengendalikan energi glombang panjang melalui atmosfer. Seperti halnya pada analisis NDVI, analisis LST juga dilakukan pada data citra Landsat-7 yang sama (tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014) adapun analisis dilakukan dengan menggunakan software ENVI 4.5 dan hasil analisis disajikan pada Gambar 11.

LST Tahun 2000 LST Tahun 2005

LST Tahun 2010 LST Tahun 2014 Gambar 11. LST daerah penelitian

Pada Gambar 11terlihat bahwa untuk citra tahun 2010 dan 2014 terdapat adanya gangguan citra berupa garis-garis (stripping) yang meliputi wilayah utara daerah penelitian. Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan pada sensor optik di wahana Landsat. Dari perbandingan empat LST (di luar wilayah stripping) di atas tampak bahwa perubahan LST di daerah penelitian juga cukup dinamis. Perbedaan nilai LST dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah penutupan lahan, curah hujan, lama penyinaran matahari, tutupan awan, angin, dan yang lainnya. Berdasarkan Gambar 11, LST tahun 2014 di wilayah Kecamatan Muara Gembong (di bagian utara) tampak mempunyai warna yang lebih cerah (putih) daripada tahun-tahun sebelumnya. Gejala seperti ini dapat mengindikasikan bahwa di wilayah ini telah mengalami proses kekeringan. Sementara itu untuk daerah Kecamatan Sukakarya (bagian tengah) terlihat rona yang lebih gelap, yang menandakan bahwa suhu di daerah tersebut semakin menurun. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya perubahan kondisi penutupan lahan, antara lain oleh adanya penghijauan di daerah tengah tersebut. Melihat pola perbedaan LST di atas dapat disimpulkan bahwa nilai LST 2014 di daerah penelitian tampak meningkat daripada tahun-tahun sebelumnya yang dapat disebabkan oleh adanya gejala berkurangnya tutupan vegetasi seperti halnya menurunnya nilai NDVI.

Analisis Statistika Nilai LST

Hasil analisis statistika nilai-nilai LSTdari data tahun 2000, 2005, 2010, dan 2014 disajikan dalam bentuk boxplot pada Gambar 12, 13, 14, dan 15. Hasil analisis boxplot ini dapat digunakan untuk membaca keragaman nilai NDVI yang berada pada kisaran quartil dan jangkauan quartilnya. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana rentang nilai dari NDVI tersebut.

Gambar 12. Boxplot LST tidak kering TK_2000 TK_2005 TK_2010 TK_2014 275 280 285 290 295 300 305 310 315 320

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes

Gambar 13. Boxplot LST agak kering

Gambar 14. Boxplot LST kering

AK_2000 AK_2005 AK_2010 AK_2014 280 285 290 295 300 305 310 315 320

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes K_2000 K_2005 K_2010 K_2014 280 285 290 295 300 305 310 315 320

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes

Gambar 15. Boxplot LST kering sekali

Berdasarkan Gambar 12 hingga 15 terlihat bahwa keragaman nilai LST tahun 2000, 2005, dan 2010 dari setiap kelas relatif agak mirip yaitu memiliki keragaman yang kecil. Hal ini disebabkan karena luas area kotak boxplot yang kecil (sempit), namun pada tahun 2014 keragamannya lebih besar karena luas area kotak boxplot pada tahun tersebut lebih lebar daripada tahun-tahun lainnya.

Boxplot LST tahun 2014 memiliki nilai di luar rata-rata dari nilai-nilai ketiga titik-titik tahun sebelumnya atau mempunyai nilai yang relatif bervariasi antara 285-318°K. Hal tersebut menandakan bahwa tahun 2014 memiliki suhu yang relatif lebih tinggi atau mengidikasikan terjadinya suatu kekeringan.

Analisis Hubungan Antara

Data Kekeringan di Lapangan dengan Nilai NDVI

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara hasil kerja lapangan (klasifikasi kualitatif kekeringan lahan sawah) dengan hasil analisis NDVI (data penginderaan jauh). Analisis dilakukan melalui metode tumpang-tindih (overlay) dan hasilnya disajikan pada Gambar 16, 17, 18, 19, dan 20. Dalam gambar-gambar tersebut titik hijau mewakili lokasi lahan sawah yang tidak kering, titik biru = agak kering, titik kuning = kering, dan titik merah = kering sekali. Pada Gambar 20 menunjukkan hasil reclassify dari kelas tidak kering , kering, dan kering sekali. Dari hasil tersebut dapat diketahui luasan dari masing-masing kelas yang telah di reclassify.

KS_2000 KS_2005 KS_2010 KS_2014 260 270 280 290 300 310 320

Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes

Tahun 2000 Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014

Tahun 2000 Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 17. Peta NDVI agak kering

Tahun 2000 Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 18. Peta NDVI kering

Tahun 2000 Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 19. Peta NDVI kering sekali

Pada pengamatan area-area kekeringan di lapangan yang dilakukan pada tahun 2014 dan dicocokkan dengan data NDVI tahun 2014 menunjukkan bahwa tingkat kehijauan pada tahun 2014 hanya terjadi di beberapa tempat saja seperti di kecamatan-kecamatan Cabangbungin, Sukakarya dan sedikit di Karang Bahagia. Sementara itu untuk daerah Muara Gembong lebih didominasi oleh kekeringan. Hal tersebut dibuktikan oleh nilai NDVI yang semakin rendah. Adapun untuk Kecamatan Sukatani memiliki tingkat kehijauan yang lebih rendah karena di daerah ini banyak lahan terbangun. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa nilai NDVI sebagian tidak sesuai dengan keadaan di lapangan, hal tersebut salah satunya dapat dikarenakan oleh ukuran pixel citra (30 x 30 m) yang lebih besar

daripada lahan yang terindikasi kering di lapangan, sehingga nilai pixel pada titik tersebut tercampur dengan nilai reflektan vegetasi di sekitarnya. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, seperti tahun 2000, tampak bahwa di kecamatan-kecamatan Sukatani dan Karang Bahagia masih banyak terlihat warna cerah (putih). Namun demikian perubahan mulai terjadi secara dinamis sejak tahun 2005, 2010 sampai 2014. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna yang semakin gelap, yang menunjukkan menurunnya areal vegetasi akibat adanya pembangunan. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran

pixel citra dan ukuran lahan yang mengalami kekeringan sangat berpengaruh

terhadap kesesuaian antara nilai NDVI dengan klasifikasi tingkat kekeringan di lapangan. Hasil reklasifikasi dari nilai NDVI dengan data dilapangan di sajikan pada Gambar 20.

Gambar 20. Peta hasil reklasifikasi NDVI lahan sawah

Legenda

Tidak Kering Kering

Pada Gambar 20 area-area kekeringan di lapangan tahun 2014 dan dicocokkan dengan nilai NDVI dari pengkelasan semua titik tahun menunjukkan bahwa terjadi kesesuaian dengan pengklasifikasian di lapangan. Jika dibandingkan warna hijau yang berada disekitar lahan sawah menunjukkan daerah tersebut merupakan daerah tidak kering. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan cara membandingkan dengan nilai NDVI, dimana warna hijau tersebut memiliki nilai NDVI antara 0.3-1, warna merah 0-0.299, dan warna putih (-1) – (-0.001). Hasil reklasifikasi tersebut didapatkan luas lahan sawah dimana lahan sawah tidak kering sebesar 54.6 ha, kering 214.2 ha, dan kering sekali 19 ha. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil reklasifikasi menunjukkan bahwa lahan sawah kering lebih dominan di daerah penelitian.

Analisis Hubungan Antara Data Kekeringan di Lapangan dengan Nilai LST

Sama halnya dengan analisis hubungan NDVI di atas, tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara hasil kerja lapangan (klasifikasi kualitatif kekeringan lahan sawah) dengan hasil analisis LST (data penginderaan jauh). Analisis dilakukan melalui metode tumpang-tindih (overlay) dan hasilnya disajikan pada Gambar, 21, 22, 23, dan 24. Dalam gambar-gambar tersebut titik hijau = mewakili lokasi lahan sawah yang tidak kering, titik biru = agak kering, titik kuning = kering, dan titik merah = kering sekali. Pada Gambar 25 menunjukkan hasil reclassify dari kelas tidak kering , kering, dan kering sekali.

Dari hasil tersebut dapat diketahui luasan dari masing-masing kelas yang telah di

reclassify.

Berdasarkan hasil analisis perbandingan antara klasifikasi kekeringan lapangan dengan nilai LST di dapatkan bahwa nilai LST kelas tidak kering

memiliki nilai yang lebih rendah daripada kelas agak kering dan kering. Sementara kelas kering sekali memiliki nilai LST yang sangat tinggi yaitu mencapai angka 42°C (315°K). Pada pengamatan area-area kekeringan di lapangan yang dilakukan pada tahun 2014 dan dicocokkan dengan nilai LSTnya menunjukkan bahwa suhu permukaan tahun 2014 lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai LST yang sangat tinggi pada tahun 2014 yaitu mencapai 42°C (315°K), sedangkan nilai tertinggi LST pada tahun 2000, 2005, dan 2010 mencapai 36°C, 32°C, dan 33°C (309°K, 305°K, dan 306°K). Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa LST kering sekali memiliki suhu permukaan yang tinggi dan menyebabkan area tersebut semakin kering dan panas.

Jika dikaitkan antara nilai-nilai NDVI dan LST pada daerah penelitian terlihat bahwa terdapat adanya suatu pola hubungan yang negatif, dimana jika suhu meningkat maka nilai indeks vegetasi (NDVI) cenderung turun dan demikian sebaliknya. Hal ini di sebabkan suhu permukaan lahan yang meningkat akan menyebabkan pertambahan evapotranspirasi, sehingga ketersediaan air bagi tanaman menjadi berkurang. Selanjutnya tingkat kehijauan tanaman akan mengalami penurunan dan menyebabkan kondisi kekeringan. Kondisi kekeringan tersebut dapat dideteksi berdasarkan nilai LSTnya.

Tahun 2000 Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 21. Peta LST tidak kering

Tahun 2000 Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 22. Peta LST agak kering

Tahun 2000 Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014

Tahun

2000

Tahun 2005

Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 24. Peta LST kering sekali

Gambar 25. Peta hasil reklasifikasi LST lahan sawah

Legenda

Tidak Kering Kering

Pada Gambar 25 pengamatan aera-area kekeringan di lapangan dengan nilai-nilai LST dari semua titik tahun (2000, 2005, 2010, dan 2014) menunjukkan bahwa nilai LST memiliki selang nilai antara 285°K – 295.9°K kelas tidak kering, 296°K-307°K kelas kering, dan 307-318°K kelas kering sekali. Hal ini menunjukkan suhu permukaaan di daerah penelitian sangat bervariasi. Jika dibandingkan warna hijau yang berada disekitar lahan sawah menunjukkan daerah tersebut merupakan daerah tidak kering. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan cara membandingkan dengan nilai LST, Hasil reklasifikasi tersebut didapatkan luas lahan sawah dimana lahan sawah tidak kering sebesar 54.6 ha, kering 214.2 ha, dan kering sekali 19 ha. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil reklasifikasi menunjukkan bahwa lahan sawah kering lebih dominan di daerah penelitian.

Dokumen terkait