• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Karakteristik Contoh Jenis Kelamin

Contoh pada penelitian ini meliputi mahasiswa perempuan dan laki-laki dan dibagi berdasarkan jenjang semester. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dirujuk pada Tabel 3. Berikut ini merupakan tabel rujukan hasil perhitungan sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n %

Laki-laki 3 18.75 3 13.04 3 12.50 5 18.52 14 15.56 Perempuan 13 81.25 20 86.96 21 87.50 22 81.48 76 84.44 Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00

Sebagian besar contoh (84.44%) berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya (15.56%) berjenis kelamin laki-laki. Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase sebaran contoh terbanyak berada pada jenjang semester 8, sedangkan contoh terkecil adalah semester 2. Pembagian ini diperoleh berdasarkan perhitungan jumlah contoh secara multistage sampling berdasarkan lapis jenis kelamin. Penentuan jumlah contoh ini dilakukan secara proporsional.

14

Usia

Usia contoh dikategorikan berdasarkan nilai kuartil dan diperoleh tiga kategori, yaitu <19 tahun, 19-21 tahun, dan >21 tahun. Sebaran contoh berdasarkan usia dirujuk pada Tabel 4. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia

Usia Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % <19 tahun 7 43.75 3 13.04 0 0.00 0 0.00 10 11.11 19-21 tahun 9 56.25 20 86.96 23 95.83 21 77.78 73 81.11 >21 tahun 0 0.00 0 0.00 1 4.17 6 22.22 7 7.78 Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00 Min-Maks 17-19 18-21 19-21 19-22 17-22 Rata-rata±SD 18.44±0.73 19.30±0.74 20.29±0.75 21.00±0.65 19.32±1.19

Sebagian besar contoh (81.1%) berusia diantara 19-21 tahun dengan rata-rata usia seluruh contoh 19.32 tahun. Perbedaan usia antar contoh tidak terpaut jauh. Contoh yang berada pada jenjang semester 2 memiliki persentase usia <19 tahun yang lebih besar dibandingkan dengan semester yang lain. Contoh yang berada pada jenjang semester 8 memiliki persentase usia >21 tahun yang lebih besar dibandingkan contoh pada jenjang semester lainnya.

Uang Saku

Uang saku contoh dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu <Rp 800 000, Rp800 000 – Rp1 500 000, dan > Rp1 500 000. Pengkategorian ini didasarkan pada nilai kuartil data. Sebaran contoh berdasarkan uang saku dirujuk pada Tabel 5. Berikut ini merupakan tabel deskripsi uang saku contoh.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku

Uang saku Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % < Rp800 000 3 18.75 6 26.09 6 25.00 3 11.11 18 20.00 Rp800 000 - Rp1 500 000 13 81.25 14 60.87 15 62.50 23 85.19 65 72.22 > Rp1 500 000 0 0.00 3 13.04 3 12.50 1 3.70 7 7.78 Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100 Min-Maks Rp300 000 - Rp3 000 000 Rata-rata±SD Rp111 296.3±Rp358 842

Sebagian besar contoh (72.22%) memiliki uang saku yang berada pada kategori Rp800 000 – Rp1 500 000. Contoh dengan uang saku terbesar, yaitu lebih dari Rp1 500 000 paling banyak ditemukan pada semester 4. Uang saku terkecil (kurang dari Rp800 000) juga paling banyak ditemukan pada semester 4. Rata-rata uang saku contoh adalah Rp111 296.3 dengan standar deviasi adalah Rp358 842.

15

Gambaran Karakteristik Keluarga Contoh Besar Keluiarga

BKKBN (1998) mengkategorikan besar keluarga menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dirujuk pada Tabel 6. Berikut ini merupakan hasil perhitungan besar keluarga.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

keluarga n % n % n % n % n %

Kecil 9 56.25 9 39.13 9 37.50 8 29.63 35 38.89 Sedang 7 43.75 14 60.87 14 58.33 18 66.67 53 58.89 Besar 0 0.00 0 0.00 1 4.17 1 3.70 2 2.22

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar (58.89%) keluarga contoh berada pada kategori keluarga sedang. Hanya sebesar 2.22% keluarga contoh yang berada pada kategori besar, dan sisanya termasuk kategori kecil. Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil paling banyak ditemukan di semester 2, sedangkan kategori keluarga sedang paling banyak ditemukan pada semester 8.

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua didasarkan pada jenjang sekolah, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma, dan S1/S2/S3. Berikut ini merupakan sebaran pendidikan orang tua conrtoh.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Ayah Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 1 4.17 0 0.00 1 1.11 Tidak tamat SD 0 0.00 1 4.35 1 4.17 1 3.70 3 3.33 SD/sederajat 3 18.75 1 4.35 2 8.33 1 3.70 7 7.78 SMP/sederajat 0 0.00 1 4.35 4 16.67 0 0.00 5 5.56 SMA/sederajat 8 50.00 5 21.74 8 33.33 11 40.74 32 35.56 Diploma 1 6.25 0 0.00 1 4.17 1 3.70 3 3.33 S1/S2/S3 4 25.00 15 65.22 7 29.17 13 48.15 39 43.33 Total 16 100.00 23 100 24 100 27 100.00 90 100 Ibu Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Tidak tamat SD 0 0.00 1 4.35 1 4.17 2 7.41 4 4.44 SD/sederajat 2 12.50 1 4.3 5 5 20.83 2 7.41 10 11.11 SMP/sederajat 0 0.00 3 13.04 3 12.50 4 14.81 10 11.11 SMA/sederajat 7 43.75 7 30.43 7 29.17 11 40.74 32 35.56 Diploma 0 0.00 3 13.04 2 8.33 3 11.11 8 8.89 S1/S2/S3 7 43.75 8 34.78 6 25.00 5 18.52 26 28.89 Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100

16

Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar (43.33%) ayah contoh berpendidikan Sarjana, diikuti dengan pendidikan SMA/sederajat sebesar 35.56%, sedangkan persentase terkecil yaitu tidak bersekolah sebesar 1.11%. Pendidikan ibu paling besar berada pada tingkat SMA/sederajat, yaitu 35.56%, lalu diikuti dengan pendidikan Sarjana sebesar 28.89%.

Pendapatan Orang Tua

Pendapatan orang tua dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kurang dari Rp2 000 000, Rp2 000 000 – Rp7 500 000, dan lebih dari Rp7 500 000. Pengkategorian ini didasarkan pada nilai kuartil dari sebaran data. Berikut ini merupakan hasil sebaran pendapatan orang tua contoh.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua

Pendapatan orang tua Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total n % n % n % n % n % < Rp2 000 000 1 6.25 4 17.39 5 20.83 7 25.93 17 18.89 Rp2 000 000 - Rp7 500 000 12 75.00 15 65.22 13 54.17 12 44.44 52 57.78 > Rp7 500 000 3 18.75 4 17.39 6 25.00 8 29.63 21 23.33 Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100 Min-Maks Rp800 000 - Rp40 000 000 Rata-rata±SD Rp5 673 367±Rp 5 775 735

Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari setengah orang tua contoh (57.78%) memiliki pendapatan Rp2 000 000 – Rp7 500 000, lalu sebanyak 23.33% memiliki pendapatan lebih besar dari Rp7 500 000, sedangkan sisanya memiliki pendapatan kurang dari Rp2 000 000. Orang tua contoh dengan pendapatan lebih besar dari Rp7 500 000 paling banyak ditemukan pada semester 8. Pendapatan kurang dari Rp2 000 000 paling banyak ditemukan di semester 8.

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan orang tua contoh dibagi menjadi tidak bekerja, PNS/Polri/ABRI, BUMN, pegawai swasta, petani, buruh, pedagang, wirausaha, dan yang lain. Tabel 9 berikut ini merupakan rujukan sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Ayah Tidak bekerja 0 0.00 0 0.00 1 4.17 0 0.00 1 1.11 PNS/Polri/ABRI 4 25.00 7 30.43 5 20.83 12 44.44 28 31.11 BUMN 1 6.25 0 0.00 2 8.33 2 7.41 5 5.56 Pegawai swasta 5 31.25 6 26.09 3 12.50 3 11.11 17 18.89 Petani 0 0.00 1 4.35 0 0.00 2 7.41 3 3.33 Buruh 0 0.00 3 13.04 2 8.33 2 7.41 7 7.78 Pedagang 1 6.25 0 0.00 2 8.33 2 7.41 5 5.56 Wirausaha 2 12.50 4 17.39 5 20.83 1 3.70 12 13.33 Yang lain 3 18.75 2 8.70 4 16.67 3 11.11 12 13.33 Total 16 100.0 23 100.0 24 100.0 27 100.0 90 100.0

17

Tabel 9 Sebaran pekerjaan orang tua contoh (lanjutan)

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Ibu Tidak bekerja 7 43.75 16 69.57 15 62.50 22 81.48 60 66.67 PNS/Polri/ABRI 4 25.00 5 21.74 3 12.50 3 11.11 15 16.67 BUMN 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Pegawai swasta 1 6.25 1 4.35 2 8.33 1 3.70 5 5.56 Petani 1 6.25 0 0.00 1 4.17 0 0.00 2 2.22 Buruh 0 0.00 0 0.00 1 4.17 1 3.70 2 2.22 Pedagang 2 12.50 0 0.00 1 4.17 0 0.00 3 3.33 Wirausaha 1 6.25 1 4.35 0 0.00 0 0.00 2 2.22 Yang lain 0 0.00 0 0.00 1 4.17 0 0.00 1 1.11 Total 16 100.0 23 100.0 24 100.0 27 100.0 90 100.0

Hampir sebagian besar (31.11%) ayah contoh bekerja sebagai PNS/Polri/ABRI, diikuti oleh pegawai swasta (18.89%), dan persentase terendah yaitu tidak bekerja (1.11%). Lebih dari setengah (66.67%) ibu contoh tidak bekerja, diikuti persentase kedua terbesar yaitu PNS/Polri/ABRI (16.67%), dan persentase terendah yaitu BUMN (0.00%).

Sumber Memperoleh Informasi Mengenai Label Pangan

Informasi merupakan segala sesuatu baik berupa data, fakta, maupun pesan yang diterima sehingga menjadi makna bagi seseorang. Informasi yang diperoleh akan membentuk pengetahuan. Sebaran contoh berdasarkan sumber memperoleh informasi mengenai label pangan dirujuk pada Tabel 10. Berikut ini merupakan beberapa jenis sumber informasi mengenai label yang diperoleh contoh.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan sumber memperoleh informasi mengenai label pangan

Sumber informasi

Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n %

Media 5 31.25 8 34.78 8 33.33 12 44.44 33 36.67 Buku 7 43.75 10 43.48 5 20.83 6 22.22 28 31.11 Teman 0 0.00 1 4.35 2 8.33 1 3.70 4 4.44 Lainnya 0 0.00 2 8.70 0 0.00 0 0.00 2 2.22

Tabel 10 menunjukkan persentase terbesar dalam mendapatkan sumber informasi mengenai label pangan (36.67%) yaitu media. Penelitian ini belum membedakan secara spesifik jenis media yang digunakan contoh dalam mendapatkan informasi mengenai label pangan. Persentase terkecil (2.22%) mengenai sumber memperoleh informasi mengenai label yang diperoleh contoh yaitu lainnya, berupa informasi dari orang tua dan kakak. Sumber informasi media paling banyak ditemukan pada semester 8, sedangkan buku paling banyak pada

18

semester 4. Seluruh contoh telah mendapatkan materi kuliah mengenai label pangan sehingga seluruh contoh telah mengetahui label pangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Widuri (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 34.7% contoh memperoleh informasi mengenai label pangan melalui media internet. Sebagian yang lain (16%) mendapatkan informasi dari media cetak, sebanyak 28.5% mendapatkan informasi dari media elektronik, sedangkan sisanya berasal dari kerabat, keluarga, penyuluhan. Hasil dari penelitian ini dan penelitian Widuri tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memperoleh informasi mengenai label pangan yang berasal dari media.

Pengetahuan Mengenai Susu

Pengetahuan merupakan segala informasi yang dimiliki seseorang terhadap suatu hal. Pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan kandungan zat gizi pada susu, manfaat susu, jenis-jenis susu menurut teknik pembuatannya, dan contoh pangan turunan susu. Hampir seluruh contoh dapat menjawab dengan benar mengenai kandungan zat gizi yang terdapat pada susu. Selain itu, sebagian besar contoh juga dapat menjawab dengan benar mengenai pangan turunan susu. Namun, banyak contoh yang masih salah menjawab pertanyaan mengenai manfaat dan jenis susu menurut teknik pembuatannya. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai susu dirujuk pada Tabel 11. Berikut ini merupakan sebaran pengetahuan mengenai susu contoh.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai susu

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Baik 0 0.00 3 13.04 3 12.50 6 22.22 12 13.33 Cukup 9 56.25 17 73.91 19 79.17 17 62.96 62 68.89 Kurang 7 43.75 3 13.04 2 8.33 4 14.81 16 17.78 Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100 Min-Maks 30-80 50-90 30-90 30-100 30-100 Rata-rata±SD 55±14.60 73.48±12.28 73.33±13.07 72.59±16.07 69.89±15.54 Uji Spearman (p) 0.006* *Nyata pada 0.05

Tabel 11 menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah contoh (68.89%) memiliki pengetahuan susu pada kategori cukup dan hanya 13.33% yang berada pada kategori baik, sedangkan sisanya berada pada kategori kurang. Rata-rata pengetahuan mengenai susu semester 4 lebih tinggi dibandingkan semester lainnya. Namun, semester 8 memiliki persentase kategori baik paling besar dibandingkan semester lainnya. Hal ini mungkin terjadi karena semester 8 telah memperoleh pengetahuan gizi yang lebih banyak di kuliah dibandingkan semester lainnya sehingga informasi yang diperoleh lebih banyak dibandingkan semester lainnya. Informasi memiliki peran penting dalam meningkatkan pengetahuan (Contento 2011). Uji Spearman yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan mengenai susu dengan jenjang semester menunjukkan bahwa terdapat hubungan (p<0.05) antara jenjang semester dengan pengetahuan

19

mengenai susu. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi jenjang semester, maka pengetahuan mengenai susu semakin tinggi.

Program studi Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor memiliki sistem kurikulum dengan mata kuliah Ilmu Bahan Makanan. Mata kuliah Ilmu Bahan Makanan diberikan pada semester 3. Salah satu materi yang diajarkan adalah mengenai susu. Tabel 11 memperlihatkan bahwa contoh yang berada pada semester 4 memiliki rata-rata yang paling tinggi dibandingkan dengan semester lainnya. Contoh yang berada pada semester 4 baru saja mendapatkan materi mengenai susu pada mata kuliah Ilmu Bahan Makanan dibandingkan semester 6 dan 8, sedangkan contoh pada semester 2 belum mendapatkan mata kuliah Ilmu Bahan Makanan. Adanya kemungkinkan contoh yang berada pada semester 4 masih mengingat dengan jelas materi mengenai susu yang diberikan pada saat kuliah dapat menjadi penyebab rata-rata pengetahuan mengenai susu contoh semester 4 paling tinggi dibandingkan dengan contoh pada semester 2, 6, dan 8.

Pengetahuan Mengenai Label Pangan

Pertanyaan yang terdapat pada kuesioner antara lain berupa pengertian label pangan, ketetapan peraturan undang-undang mengenai label pangan, keterangan yang wajib dicantumkan pada label kemasan, keterangan mengenai informasi nilai gizi, syarat pencantuman klaim pada kemasan pangan, dan sebagainya. Hampir seluruh contoh mampu menjawab pengertian label pangan dan ketetapan peraturan undang-undang mengenai label pangan dengan benar. Sebagian besar contoh menjawab dengan benar mengenai keterangan yang wajib dicantumkan pada label kemasan pangan. Sementara itu, pertanyaan mengenai keterangan pada informasi nilai gizi dan syarat pencantuman klaim pada kemasan pangan memiliki proporsi yang hampir sama antara jawaban yang benar dan salah pada contoh. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai label pangan dirujuk pada Tabel 12. Berikut ini merupakan sebaran pengetahuan mengenai label pangan contoh.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai label pangan

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Baik 4 25.00 4 17.39 12 50.00 6 22.22 26 28.89 Cukup 7 43.75 10 43.48 9 37.50 18 66.67 44 48.89 Kurang 5 31.25 9 39.13 3 12.50 3 11.11 20 22.22 Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00 Min-Maks 33-80 47-73 47-80 40-100 33-100 Rata-rata±SD 57.92±13.04 55.94±9.99 68.06±10.76 64.44±13.83 62.07±12.78 Uji Spearman (p) 0.003* *Nyata pada 0.05

Persentase terbesar (48.89%) contoh memiliki pengetahuan mengenai label pangan pada kategori cukup dan sebanyak 28.89% berada pada kategori baik, sedangkan sisanya berada pada kategori kurang. Rata-rata pengetahuan mengenai label pangan contoh pada semester 6 lebih tinggi dibandingkan

20

semester lainnya, sedangkan rata-rata terendah berada pada contoh semester 4. Tabel 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan (p<0.05) antara jenjang semester dengan pengetahuan mengenai label pangan. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas (Sumarwan 2002).

Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi terhadap pengetahuan mengenai label pangan berada pada semester 6. Pembelajaran mengenai label pangan pada program studi Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor pertama kali didapatkan pada saat semester 2 pada mata kuliah Ilmu Gizi Dasar. Pemahaman mengenai materi kuliah label pangan diberikan kembali saat mahasiswa berada di semester 5 pada mata kuliah Evaluasi Nilai Gizi. Contoh yang berada pada semester 6 dan 8 telah mendapatkan materi kuliah mengenai label pangan sebanyak dua kali. Contoh yang baru saja mendapatkan materi mengenai label pangan adalah semester 6 dan semester 2.

Pembahasan tentang pengetahuan mengenai susu pada subbab sebelumnya juga memperoleh hasil bahwa contoh yang baru saja mendapatkan materi mengenai susu juga memiliki rata-rata tertinggi. Hal ini dapat disebabkan karena contoh masih mengingat dengan jelas materi kuliah yang diberikan. Sistem memori manusia memiliki 3 tahapan, yaitu memori sensorik (sensory information

storage), memori jangka pendek (short term memory), dan memori jangka

panjang (long term memory) (Norman 2013). Informasi yang diperoleh seseorang akan dikirim ke otak yang selanjutnya akan membuka pemikiran untuk kembali mengingat informasi yang diterima. Adanya perbedaan dalam menafsirkan informasi yang diterima dapat dikaitkan dengan jangka waktu objek tersebut diterima oleh otak. Hal ini dapat menjadi alasan bahwa contoh pada semester 4 memiliki rata-rata tertinggi untuk pengetahuan mengenai susu dan semester 6 untuk pengetahuan mengenai label pangan.

Persepsi Mengenai Label Pangan

Persepsi mengenai label pangan dibuat dalam pernyataan positif. Pernyataan yang diajukan meliputi pentingnya memiliki pengetahuan mengenai label pangan, pentingnya membaca keterangan minimum yang wajib dicantumkan pada kemasan pangan dan keterangan lain yang tercantum pada label pangan, kejujuran produsen dalam mencantumkan keterangan label pada kemasan, dan sebagainya. Sebaran contoh berdasarkan persepsi mengenai label pangan dirujuk pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan persepsi mengenai label pangan

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Baik 5 31.25 7 30.43 2 8.33 9 33.33 23 25.56 Cukup 8 50.00 10 43.48 15 62.50 12 44.44 45 50.00 Kurang 3 18.75 6 26.09 7 29.17 6 22.22 22 24.44 Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00 Min-Maks 75-98 73-97 73-95 72-100 72-100 Rata-rata±SD 88±6.69 86.88±7.25 84.79±5.30 87.28±8.17 86.57±6.97 Uji Spearman (p) 0.771

21

Sebagian besar contoh (50.00%) memiliki persepsi yang cukup mengenai label pangan. Sebanyak 25.56% contoh berada pada kategori baik, dan sisanya kurang. Semester yang memiliki rata-rata tertinggi berada pada semester 2, sedangkan rata-rata terendah berada pada semester 6. Uji hubungan yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara jenjang semester dengan persepsi mengenai label pangan. Hal ini menunjukkan bahwa contoh dengan semester yang lebih tinggi belum tentu memiliki persepsi mengenai label pangan yang tinggi (baik) pula, begitupun sebaliknya.

Persepsi merupakan suatu proses dalam menafsirkan hal-hal yang berkenaan dengan stimuli yang diterima seseorang. Stimuli tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam alat indera manusia. Setiap orang cenderung memiliki persepsi yang berbeda yang akan mempengaruhi tindakan manusia secara nyata (Sugihartono et al. 2007). Persepsi mengenai label pangan pada penelitian ini dianalisis untuk mengetahui sejauh mana contoh dapat menerima keberadaan keterangan label pangan sebagai suatu hal yang penting diperhatikan sebelum membeli kemasn pangan. Contoh dengan persepsi yang baik mengenai label pangan cenderung merasa bahwa membaca keterangan-keterangan yang ada pada label sebagai suatu hal yang penting. Persepsi yang baik tersebut dapat dilanjutkan melalui sikap yang baik pula sehingga akan berdampak pada implementasi berupa kebiasaan contoh dalam membaca keterangan label pangan. Hasil yang diperoleh pada Tabel 13 menggambarkan bahwa hanya sebesar 25.56% contoh yang dapat menafsirkan hal-hal yang berkenaan dengan label pangan.

Sikap Terhadap Klaim Produk Susu

Sikap terhadap klaim produk susu contoh dinilai melalui skala likert. Sikap terhadap klaim produk susu dibuat dalam pernyataan positif. Pernyataan yang diajukan meliputi pemahaman jenis klaim yang tertera pada produk susu, keinginan untuk membandingkan klaim antar produk, kepedulian terhadap kebenaran klaim yang tertera pada produk susu, dan kesadaran dalam memperhatikan pernyataan klaim pada TV. Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap klaim produk susu dirujuk pada Tabel 14. Berikut ini merupakan sebaran hasil sikap contoh terhadap klaim produk susu.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap klaim produk susu

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Baik 8 50.00 3 13.04 2 8.33 9 33.33 22 24.44 Cukup 5 31.25 14 60.87 15 62.50 12 44.44 46 51.11 Kurang 3 18.75 6 26.09 7 29.17 6 22.22 22 24.44 Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00 Min-Maks 63-93 58-93 58-88 63-95 58-95 Rata-rata±SD 80.00±9.31 74.00±8.20 72.39±7.05 77.04±8.93 75.50-8.61 Uji Spearman (p) 0.104

Lebih dari setengah (51.11%) contoh memiliki sikap dengan kategori cukup, sementara kategori baik dan kurang memiliki persentase yang sama, yaitu

22

24.44%. Rata-rata tertinggi berada pada semester 2, sedangkan terendah pada semester 6. Uji Spearman yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata (p>0.05) antara jenjang semester dengan sikap terhadap klaim produk susu. Penelitian yang dilakukan oleh Mahdavi (2012) menyatakan bahwa sebanyak 48.4% mahasiswa gizi mengaku tidak percaya terhadap kebenaran klaim pada suatu produk. Hanya 16.1% yang percaya terhadap kebenaran klaim pada produk, sedangkan sisanya ragu-ragu dan tidak tahu.

Sikap merupakan suatu gambaran perasaan dari seseorang. Gambaran perasaan tersebut dapat berupa reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Soekidjo 2003). Sikap akan membentuk suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap dapat dibentuk melalui persepsi, pengetahuan, dan sebagainya. Sikap terhadap klaim produk susu pada contoh diukur melalui pertanyaan mengenai gambaran perasaan contoh terhadap klaim produk susu. Contoh yang memiliki sikap yang baik terhadap klaim produk susu cenderung memiliki kesiapan untuk bertindak apabila keterangan klaim tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, seperti adanya keharusan untuk memastikan kebenaran klaim. Selain itu, contoh dengan sikap yang baik juga cenderung untuk peduli terhadap kebenaran klaim yang tertera di iklan, seperti TV maupun media cetak. Adanya pertimbangan untuk membeli produk susu dengan klaim yang terkesan menyesatkan juga menjadi suatu sikap yang baik bagi contoh. Sikap ini selanjutnya akan membawa contoh pada suatu kebiasaan dalam memperhatikan keterangan pada label pangan, termasuk klaim yang tertera pada produk kemasan pangan.

Tingkat Kepatuhan Membaca Label Pangan

Tingkat kepatuhan membaca label pangan merupakan kebiasaan contoh dalam membaca keterangan label pangan. Tingkat kepatuhan membaca label pangan dibuat dalam pernyataan positif. Pernyataan yang diajukan meliputi kepatuhan membaca keterangan minimum yang wajib dicantumkan dalam kemasan pangan, membaca keterangan informasi nilai gizi, kecenderungan untuk tidak membeli kemasan pangan yang tidak mencantumkan keterangan minimum yang wajib, dan sebagainya. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepatuhan membaca label pangan dirujuk pada Tabel 15. Berikut ini merupakan tingkat kepatuhan membaca keterangan label kemasan pangan.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepatuhan membaca label pangan

Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total

n % n % n % n % n % Baik 4 25.00 3 13.04 3 12.50 2 7.41 12 13.33 Cukup 8 50.00 17 73.91 16 66.67 24 88.89 65 72.22 Kurang 4 25.00 3 13.04 5 20.83 1 3.70 13 14.44 Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00 Min-Maks 47-94 53-93 56-86 63-95 47-95 Rata-rata±SD 72±13.65 71.22±9.26 68.83±7.75 77.04±8.93 71.31±9.17 uji Spearman (p) 0.692

23

Tabel 15 menunjukkan bahwa lebih dari setengah contoh (72.22%) berada pada kategori cukup, sedangkan kategori baik dan kurang hampir sama, yaitu 13.33% dan 14.44%. Contoh dengan kategori baik paling banyak ditemukan pada semester 2. Tabel 15 menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata (p>0.05) antara jenjang semester dengan tingkat kepatuhan membaca label pangan. Rata-rata tingkat kepatuhan membaca label pangan tertinggi berada pada semester 8, sedangkan rata-rata terendah berada pada semester 6.

Hasil penelitian ini memiliki perbedaan hasil dibandingkan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Mahdavi

et al. (2012) menunjukkan bahwa sebanyak 35.5% mahasiswa gizi sering

membaca keterangan label. Sebanyak 30.6% contoh memilih kadang-kadang, 16.1% jarang, dan 6.5% tidak pernah. Penelitian Zahara dan Triyanti (2009) menunjukkan bahwa sebanyak 38.6% patuh dalam membaca informasi nilai gizi, sedangkan 61.4% berada pada kategori tidak patuh. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa yang belum patuh dalam membaca label pangan, khususnya informasi nilai gizi. Mahasiswa belum membiasakan diri untuk membaca keterangan label yang tercantum sebelum membeli produk kemasan pangan.

Kebiasan seseorang dalam melakukan sesuatu merupakan cerminan perilaku yang dapat terbentuk melalui fakor-faktor seperti pengetahuan, persepsi, maupun sikap. Tingkat kepatuhan membaca label pangan merupakan suatu indikator untuk mengetahui kebiasaan contoh dalam membaca keterangan pada label kemasan pangan. Tingkat kepatuhan membaca label pangan yang baik dapat dilihat melalui kebiasaan contoh membaca keterangan-keterangan minimum yang harus tercantum pada kemasan pangan, meliputi nama produk, alamat produsen, berat bersih, keterangan tanggal kadaluarsa, dan komposisi bahan pangan yang digunakan pada produk kemasan. Selain itu, tingkat kepatuhan yang baik juga dapat dilihat melalui kebiasaan contoh dalam membaca keterangan informasi nilai gizi, tidak mengonsumsi pangan yang sudah kadaluarsa, dan kecenderungan untuk tidak membeli produk yang tidak memiliki keterangan label secara benar dan jelas. Konsumen yang baik sudah sepatutnya membaca terlebih dahulu seluruh keterangan yang ada pada label kemasan pada setiap jenis produk yang akan dibeli, kecuali apabila produk tersebut sudah sering dikonsumsi. Namun, konsumen juga sebaiknya tetap memperhatikan keterangan label yang ada meskipun produk tersebut sudah tidak asing, terutama keterangan yang dapat selalu berubah seperti tanggal kadaluarsa.

Peringkat Prioritas Membaca Keterangan Label Pangan

Pertanyaan mengenai pemilihan prioritas membaca keterangan label pangan dilakukan untuk mengetahui keterangan label yang pertama kali dibaca atau diprioritaskan oleh contoh. Ada banyak keterangan label yang dapat ditemukan di produk kemasan pangan. Keterangan yang ditanyakan meliputi keterangan minimum yang wajib dicantumkan, yaitu nama produk, alamat produk, komposisi bahan pangan, berat bersih, dan tanggal kadaluarsa. Selain itu, keterangan lain mengenai informasi nilai gizi, keterangan halal, cara penyimpanan, kode produksi, dan informasi alergen juga ditanyakan pada

24

kuesioner. Sebaran contoh berdasarkan peringkat prioritas membaca keterangan label pangan dirujuk pada Tabel 16. Berikut ini merupakan peringkat prioritas contoh dalam membaca keterangan label pangan.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan peringkat prioritas membaca keterangan label pangan

Keterangan label Persentase (%) Uji Spearman (terhadap uang saku)

Nama produk 46.67 0.379

Alamat produk 0.00 0.985

Komposisi bahan pangan 1.11 0.690

Berat bersih 2.22 0.686

Tanggal kadaluarsa 30.00 0.145

Informasi nilai gizi 0.00 0.762

Keterangan halal 17.78 0.042*

Cara penyimpanan 2.22 0.410

Kode produksi 0.00 0.209

Informasi alergen 0.00 0.228

*Nyata pada 0.05

Tabel 16 menunjukkan sebanyak 46.67% contoh memilih keterangan

Dokumen terkait