• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada pH Lambung dan pH Usus

Menurut Havenaar et al. (1992), dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara in vitro yang meliputi sensitivitas terhadap pH rendah, cairan lambung, asam empedu, pankreas dan kemampuannya menekan pertumbuhan mikroba patogen lain. Pada penelitian ini, 28 galur isolat bakteri asam laktat (1A1, 1A2, 1A32, 1A4, 1A5, 1A6, 1B1, 1B2, 1C1, 1C3, 1C4, 1C6, 1D1, 1D2, 1D3, 2A1, 2A2, 2A3, 2B1, 2B2, 2B3, 2B4, 2C2, 2C12, 2D1, 2D2, 2D41, 2D42) diuji secara in vitro kemampuan tumbuh pada pH lambung dan pH usus untuk mengetahui karakteristik probiotiknya, meliputi uji ketahanan terhadap pH rendah dan bile salt (garam empedu). Kondisi yang kritikal bagi bakteri asam laktat pertama kali terjadi pada saat sel bakteri memasuki saluran pencernaan, yaitu terpapar pada asam lambung. Asam lambung memiliki pH yang sangat rendah, yaitu sekitar 2. Uji ketahanan bakteri asam laktat pada pH rendah merupakan salah satu sifat yang paling penting dalam menentukan karakteristik dari mikroorganisme probiotik. Hasil pengujian ketahanan isolat daging bakteri asam laktat terhadap pH 2 dan 7,2 dapat dilihat pada Tabel 2.

Uji ketahanan isolat bakteri asam laktat asal daging sapi terhadap pH rendah (pH 2) selama 3 jam ditetapkan berdasarkan rataan ketahanan pertumbuhan dari masing-masing isolat. Uji ketahanan isolat bakteri asam laktat terhadap pH 7,2 juga dilakukan karena di dalam usus yang terdapat garam empedu memiliki pH yang hampir mendekati netral, yaitu 7,2. HCl 0,1N pada PBS (media pertumbuhan) ditambahkan untuk mendapatkan kondisi yang mendekati lambung. HCl adalah asam kuat yang mudah terdisosiasi menghasilkan proton, menyebabkan penurunan pH medium di luar sel atau pH ekstraseluler. Asam ini menghambat pertumbuhan sel melalui efek denaturasi enzim-enzim yang ada di permukaan sel, kerusakan lipopolisakarida, dan membran luar serta penurunan pH sitoplasma melalui peningkatan permeabilitas membran terhadap proton pada gradien pH yang sangat besar. HCl digunakan karena memiliki karakteristik yang mirip dengan asam lambung (Yang et al., 2001).

22 Tabel 2. Rataan Populasi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging Sapi pada

pH 2 dan pH 7,2

Isolat Jumlah Sel Mati di pH 2 Jumlah Sel Mati di pH 7,2 ---(Log10 cfu/ml)--- 2C12 1,53±0,16 a -1,1±0,08 k 1A5 1,99±0,56 a 1,4±0,53 cde 2B2 2,74±011 b 0,5±0,17 jk 2B4 2,78±0,12 b 0,5±0,18 k 1B1 3,21±0,02 b 1,8±0,13 cdef 1C4 3,94±0,04 c 0,2±0,06 defgh 1A2 4,39±0,15 c 0,0±0,06 ab 1A32 4,89±0,10 d -1,2±0,3 bc 2B1 4,95±0,08 de 0,0±0,22 jk 2D1 5,41±0,11 ef 1,5±0,21 k 1A4 5,48±0,17 fg 0,0±0,11 cd 1B2 5,58±0,51 fgh 0,1±0,03cdef 2D42 5,58±0,13 fgh 1,2±0,10 m 1D1 5,62±0,14 fgh 0,8±0,20 efgh 1C3 5,64±0,35 fgh 0,0±0,44 defgh

1A6 5,71±0,04 fghi 1,4±0,21 cdef

2C2 5,85±0,17 fghij 2,0±0,75 k

1C1 5,86±0,48 ghij 0,5±0,44 defg

1C6 5,94±0,44 ghij -0,6±0,55 efgh

2A2 6,01±0,35 ghij -0,2±0,27 ijk

2D41 6,01±0,62 ghij 0,2±0,48 m

2A3 6,03±0,25 hij 1,3±0,29 ijk

2A1 6,07±0,31 hij 1,5±0,27 hij

2D2 6,07±0,26 ij 2,7±0,31 l

2B3 6,24±0,42 ij 1,3±0,26 k

1D3 6,29±0,17 j 0,7±0,40 ghi

1D2 7,23±0,30 k 1,5±0,14 fgh

1A1 7,61±0,21 k 2,1±0,27 a

Keterangan : Tanda superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata ( P < 0,05 )

Tanda superskrip yang berbeda pada baris yang sama tidak berhubungan Tanda – (negatif) menunjukkan populasi bertambah

23 Media PBS digunakan sesuai dengan penelitian Conway et al. (1987) yaitu sebagai larutan penyangga yang mampu mempertahankan pH lingkungan bakteri asam laktat untuk seleksi sebagai probiotik pada kondisi asam. Waktu inkubasi selama 3 jam disesuaikan dengan waktu transit makanan dalam lambung manusia berkisar antara 2-6 jam. Beberapa bakteri probiotik tumbuh hingga mencapai populasi maksimum setelah 3 jam mengkonsumsi pangan probiotik (Oozer et al., 2006). Hasil analisis ragam pada Tabel 2, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada ketahanan isolat-isolat yang diuji untuk tumbuh pada pH 2. Bakteri asam laktat asal daging sapi yang mampu bertahan hidup dengan baik pada pH 2 didapatkan sebanyak sepuluh isolat yaitu 2C12a, 1A5a, 2B2b, 2B4b, 1B1b, 1C4c, 1A2c, 1A32d, 2B1de, dan 2D1ef. Pemilihan isolat bakteri asam laktat berdasarkan pada kemampuan tumbuhnya pada pH 2 dan mempertahankan populasinya minimal 5 log10 cfu/ml selama 3 jam sesuai Mitsuoka (1990)

Pengujian pada pH 7,2 selama 3 jam juga dilakukan untuk melihat ketahanan isolat bakteri asam laktat asal daging sapi dalam usus halus yang memiliki pH hampir mendekati netral. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan toleransi yang nyata (P<0,05) dari ke 28 isolat yang diuji pada pH 7,2 selama 3 jam. Keseluruhan isolat dapat tumbuh dengan tingkat kematian kurang dari 3 log sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh isolat merupakan isolat yang tahan pada kondisi usus (pH 7,2). Hal ini terjadi karena sifat bakteri asam laktat yang cenderung tumbuh pada kisaran pH mendekati netral. Jay (1996) mengatakan bahwa bakteri asam laktat bersifat mesofilik dan termofilik, beberapa dapat tumbuh pada suhu 5oC dan tertinggi 45oC, dapat bertahan pada pH 3,2 dan pada pH yang lebih tinggi yaitu pH 9,6, beberapa hanya bisa tumbuh pada kisaran pH yang sempit 4,0- 4,5,

Isolat bakteri asam laktat mampu beradaptasi pada pH 2 karena memiliki sistem regulasi pada pH internal sel (pHi). Hal ini dapat dicapai dengan sintesis enzim-enzim baru dan mengeluarkan proton (H+) dari dalam sel yang pengeluarannya terjadi melalui proses hidrolisis ATP (H+-ATPase). Casiano-Colon dan Marquis (1998) berpendapat bahwa bakteri asam laktat bertahan dari kerusakan asam karena adanya enzim histidin dekarboksilase dan enzim arginin deiminasi. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya beberapa isolat bakteri asam laktat yang diuji

24 dapat melewati saluran lambung yang bersifat asam. Toleransi bakteri asam laktat terhadap asam cukup tinggi disebabkan kemampuannya mempertahankan pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler (Hutkins dan Nannen, 1993). Pertahanan utama sel bakteri dari lingkungannya adalah membran seluler yang terdiri atas struktur lemak dua lapis. Bila sel bakteri terpapar dalam kondisi asam, maka membran sel dapat mengalami kerusakan dan berakibat hilangnya komponen- komponen intraseluler, seperti Mg, K, dan lemak dari sel, biasanya kerusakan ini menyebabkan kematian sel. Mekanisme bakteri untuk mengatur pH internalnya adalah melalui translokasi proton oleh enzim ATP-ase, Enzim yang terikat pada membran sel bertindak sebagai pompa yang akan memindahkan ion dan reaksinya bersifat reversible. Enzim tersebut juga akan mengkatalisis gerakan proton menyeberangi membran sel sebagai akibat dari hidrolisis dan sintesis ATP. Berbeda dengan bakteri yang tidak tahan asam, bakteri yang tahan asam memiliki pH optimal enzim yang lebih rendah dibandingkan dengan bakteri yang kurang tahan asam. Bakteri asam laktat untuk mempertahankan pH sitoplasma supaya lebih basa sel harus memiliki barrier terhadap aliran proton, barrier ini umumnya adalah membran sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri terdiri atas 2 lapis fosfolipid (lipid bilayer) yang pada masing-masing permukaan lapisan tersebut melekat pada protein dan glikoprotein. Lipid bilayer bersifat semipermeabel yang akan membatasi gerakan senyawa yang keluar masuk antara sitoplasma dengan lingkungan luar.

Sebanyak 18 isolat bakteri asam laktat asal daging sapi lainnya didapatkan tidak tahan terhadap asam lambung. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhannya yang tidak mampu mencapai hingga 5 log10. Kematian sel pada pH rendah

diakibatkan terjadinya pengasaman dinding sel. Paparan pada kondisi yang sangat asam juga dapat mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler yang mampu menyebabkan kematian. Kebanyakan bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh lebih lambat pada pH rendah, tetapi mungkin juga mengalami kerusakan, terjadi penurunan viabilitas jika selnya berada pada kondisi pH rendah. Toleransi relatif dari mikroorganisme terhadap lingkungan asam bergantung dari jenis isolat tersebut. Perbedaan kerentanan membran sitoplasma inilah yang menentukan toleransi bakteri tersebut pada pH rendah. Gradien proton yang besar Bagi bakteri asam laktat tidak menguntungkan sebab translokasi proton

25 menggunakan banyak energi (Kobayashi, 1985) dan bakteri anaerobik mendapatkan energi dari metabolisme gula yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan bakteri aerobik. Gradien proton yang besar juga mengakibatkan akumulasi anion asam organik dalam sitosol yang bersifat racun bagi sel tersebut (Russel, 1992).

Komposisi asam lemak penyusun membran sitoplasma beragam diantara spesies bakteri yang keragamannya tersebut mempengaruhi karakteristik dan permeabilitasnya. Beberapa protein dalam membran secara spesifik juga memfasilitasi pergerakan senyawa melewati membran. Komposisi dan struktur protein yang berbeda pada membran sitoplasma juga menentukan karakteristik dan permeabilitas membran tersebut. Keragaman asam lemak dan protein pada membran sitoplasma diduga juga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah. Pada beberapa bakteri Gram positif terjadi peningkatan sintesis asam amino fosfolipid (Booth et al., 1989) yang bermuatan positif jika ditumbuhkan pada media yang ber-pH rendah. Perubahan ini diduga karena ionisasi asam amino pada pH rendah menyebabkan permukaan membran bermuatan positif sehingga dapat bertindak sebagai barrier proton. Selain itu, bakteri yang tahan asam memiliki enzim yang lebih tahan terhadap pH rendah (asam), faktor lain seperti kapasitas buffering sitoplasma kurang berpengaruh bagi pengaturan pH intraseluler (Bender et al., 1986). Cotter dan Hill (2003) menambahkan bahwa pertahanan bakteri Gram positif terhadap asam juga terjadi karena adanya pompa proton oleh ATP-ase, adanya mekanisme perubahan membran sel bakteri dan dekarboksilasi asam amino.

Chou dan Weimer (1999) menyatakan bahwa enzim dapat mempengaruhi pertumbuhan dari bakteri asam laktat pada pH rendah. Enzim-enzim yang mempengaruhi ketahanan bakteri asam laktat pada pH rendah adalah enzim protease. Diungkapkan bahwa semakin tinggi enzim protease yang dimiliki oleh suatu isolat dapat meningkatkan ketahanannya pada kondisi asam. Salah satu enzim protease yaitu aminopeptidase dapat mempengaruhi adaptasi dan pertumbuhan dari isolat bakteri asam laktat pada kondisi asam (De Angelis et al., 2001). Enzim protease dibutuhkan oleh bakteri asam laktat untuk pertumbuhan dan menghasilkan asam dalam proses pembuatan produk fermentasi.

Berdasarkan hasil pengujian pertumbuhan bakteri asam laktat dalam media dengan pH 2,0 dan 7,2 selama 3 jam, terseleksi sebanyak 10 isolat bakteri asam

26 laktat asal daging sapi dengan toleransi dan viabilitas tinggi. Selanjutnya 10 isolat bakteri asam laktat asal daging sapi diuji toleransinya terhadap kondisi usus halus dengan pH 7,2 dengan kandungan garam empedu 0,3%.

Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging terhadap Garam Empedu

Bakteri asam laktat sebagai isolat probiotik untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan harus mampu melewati berbagai kondisi lingkungan yang menekan, salah satunya adalah pada saat bakteri memasuki bagian atas saluran usus yang merupakan tempat empedu disekresikan ke dalam usus. Cairan empedu merupakan campuran dari asam empedu, kolesterol, asam lemak, fosfolipid, pigmen empedu, dan sejumlah xenobiotik terdetoksifikasi. Sekresi pankreas juga mengandung serangkaian enzim pencernaan, yaitu tempat enzim yang bersifat lipolitik diaktifkan oleh karakteristik aktif dari empedu. Kombinasi tersebut bersifat bakterisidal bagi mikroorganisme komensal dalam tubuh manusia kecuali bagi beberapa genus penghuni usus yang tahan garam empedu (Hill, 1995). Hasil pengujian ketahanan isolat daging bakteri asam laktat terhadap garam empedu 0,3% dapat dilihat pada Tabel 3.

Uji ketahanan isolat bakteri asam laktat asal daging sapi terhadap garam empedu (bile salt) merupakan pengujian tahap lanjutan terhadap isolat yang telah terlebih dahulu diseleksi pada pH 2 dan 7,2 sebagai kandidat probiotik. Sebanyak 10 isolat bakteri asam laktat asal daging sapi terpilih diuji pada garam empedu 0,3%. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal dan merupakan nilai yang cukup tinggi untuk melakukan seleksi isolat yang resisten terhadap garam empedu (Gilliland et al., 1984). Pengujian dilakukan dengan cara penumbuhan isolat dalam media MRS-broth dengan pH 7,2 yang telah ditambahkan garam empedu sebesar 0,3% selama 24 jam. Hasil analisis ragam dan uji lanjut menunjukkan bahwa isolat yang berasal dari sumber sejenis yaitu daging sapi tidak memberikan karakteristik ketahanan terhadap garam empedu yang sama. Sebanyak tiga isolat bakteri asam laktat asal daging sapi didapatkan memiliki toleransi yang tinggi terhadap garam empedu yaitu 1A5a, 2B4ab, dan 1B1abc dan secara statistik tidak berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri asam laktat ini berpotensi sebagai kandidat probiotik. Toleransi paling baik dimiliki oleh isolat 1A5

27 yang ditunjukkan dengan jumlah kematian paling sedikit dan secara statistik menunjukkan hasil yang sama dengan 2B4 dan 1B1.

Tabel 3. Rataan Populasi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging Sapi pada Garam Empedu 0,3%

Isolat Jumlah Sel Mati

---(Log10 cfu/ml)--- 1A5 0,9±0,08 a 2B4 1,1±0,06 ab 1B1 1,5±0,35 abc 2C12 1,7±0,22 bcd 2B2 1,7±0,20 cde 1A32 1,9±0,60 def 1C4 2,0±0,45 def 2B1 2,5±0,36 ef 1A2 2,5±0,41 fg 2D1 3,3±0,04 g

Keterangan : Tanda superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Isolat bakteri asam laktat 2D1 memiliki ketahanan yang paling rendah dibandingkan dengan isolat-isolat lainnya pada garam empedu 0,3% ditunjukkan dengan jumlah kematian yang paling tinggi diantara kesembilan isolat bakteri asam laktat terpilih lainnya. Toleransi yang baik terhadap garam empedu ini diduga karena peranan polisakarida sebagai salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri Gram positif, tetapi mekanisme yang terlibat di dalamnya belum diketahui dengan jelas. Bakteri asam laktat yang tidak mampu bertahan dan tumbuh dengan baik dalam kondisi usus halus dapat disebabkan oleh perubahan permeabilitas seluler dan kebocoran materi intraseluler yang dialami lebih besar sehingga menyebabkan lisisnya sel dan menyebabkan kematian. Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitan lain (Kusumawati, 2002; Kimoto et al., 1999; Ngatirah et al., 2000) yang juga menunjukkan bahwa bakteri asam laktat memiliki ketahanan terhadap garam empedu yang beragam. Chou dan Weimer (1999) juga mendapatkan bahwa diantara galur- galur bakteri asam laktat dari spesies yang sama serta diisolasi dari sumber yang sama, memiliki keragaman pada toleransinya terhadap garam empedu.

28 Cairan garam empedu bersifat sebagai senyawa aktif permukaan sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi membran sitoplasma yang bersifat lipofilik, menyebabkan perubahan dan kerusakan struktur membran. Sifat aktif permukaan dari cairan garam empedu juga mengakibatkan aktifnya enzim lipolitik yang disekresikan pankreas (Hill, 1995). Enzim tersebut juga mungkin bereaksi dengan asam lemak pada membran sitoplasma bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan karakteristiknya sehingga dapat mempengaruhi ketahanannya terhadap garam empedu. Menurut Smet et al. (1995) beberapa Lactobacillus memiliki enzim bile salt hydrolase dengan aktivitas untuk menghidrolisis garam empedu. Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisik dan kimia yang dimiliki oleh garam empedu, sehingga tidak bersifat racun bagi bakteri asam laktat. Hal inilah yang memungkinkan menjadi penyebab beberapa isolat bakteri asam laktat tahan terhadap keadaan garam empedu.

Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel Lactobacillus yang mati juga akan meningkat. Hal ini disebabkan peningkatan aktivitas enzim β- galaktosidase terhadap garam empedu, sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Bila permeabilitas sel meningkat maka banyak materi intraseluler yang keluar dari dalam sel. Bila hal ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan lisis bakteri. Enzim β-galaktosidase merupakan enzim intraseluler dari bakteri. Kusumawati (2002) melaporkan bahwa isolat bakteri asam laktat yang diisolasi dari makanan fermentasi asal Indonesia menunjukkan perbedaan ketahanan untuk tumbuh pada lingkungan yang mengandung garam empedu 1% dan 5%, perbedaan tersebut bersifat beragam untuk masing-masing galur. Ngatirah et al. (2000) menguji ketahanan isolat bakteri asam laktat yang diisolasi dari makanan fermentasi dan feses bayi terhadap garam empedu. Pengujian dilakukan pada MRSB yang mengandung garam empedu 10% selama 24 jam. Ketahanan terhadap garam empedu dihitung berdasarkan selisih unit OD (Optical Density) pada panjang gelombang 660 nm yang dicapai setelah inkubasi 24 jam dengan OD pada awal inkubasi yang hasilnya berkisar antara 1,16-2,34. Penelitian tersebut mampu mengungkap bahwa isolat yang diisolasi dari sumber yang sama memiliki ketahanan terhadap garam empedu yang beragam atau ketahanan terhadap garam empedu bersifat strain dependent. Wirawati (2002) menyatakan ketahanan isolat bakteri asam laktat asal tempoyak terhadap

29 garam empedu 0,3% berkisar antara 34,8%-100%. Berdasarkan kisaran tersebut terlihat bahwa isolat bakteri asam laktat asal tempoyak relatif tahan terhadap garam empedu, bahkan isolat To 8 tidak menunjukkan penurunan selama inkubasi 24 jam.

Hasil penelitian ini mendapatkan sebanyak 3 dari 28 (10,7%) isolat bakteri asam laktat asal daging sapi yang diseleksi mampu bertahan terhadap kondisi yang menekan yaitu 1A5, 2B4 dan 1B1. Ketiga kandidat probiotik ini memiliki morfologi berbentuk batang, susunan tunggal maupun rantai pendek dan Firmansyah (unpublished) menambahkan bahwa isolat 1A5, 2B4 dan 1B1 merupakan bakteri mesofil (Buckle, 1987) yaitu bakteri yang memiliki pertumbuhan 15 oC – 45 oC dengan suhu optimum pertumbuhan 37 oC.

1A5 2B4 1B1

Gambar 7. Morfologi Isolat Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik

Selanjutnya ketiga isolat ini juga memiliki karakteristik katalase negatif dan merupakan bakteri Gram positif. Sesuai dengan Axellson (1998) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat dicirikan sebagai bakteri Gram positif dan katalase negatif tetapi kadang-kadang terdeteksi katalase semu pada kultur yang ditumbuhkan pada konsentrasi gula rendah. Identifikasi yang diteliti secara terpisah (Arief, unpublished) berhasil mengidentifikasi 1B1 dan 1A5 adalah Lactobacillus plantarum sedangkan 2B4 merupakan Lactobacillus fermentum. L. plantarum secara taksonomi berasal dari famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Ciri lain dari bakteri asam laktat ini adalah bakteri homofermentatif yang tumbuh pada suhu optimal 37oC. Kemampuan bertahan yang baik dimiliki oleh Lactobacillus plantarum dalam kondisi menekan seperti di lambung dengan pH 2 dan usus yang memiliki pH 7,2 dengan kadar garam empedu 0,3% seperti dinyatakan oleh Anukam dan Koyama (2007) bahwa Lactobacillus plantarum pada pH 2-3 yang diuji ketahanan selama 24 jam berkurang sebanyak 2 log10, sedangkan pada pH antara 4-6,5 terjadi peningkatan

30 25% penghambat pertumbuhan pada kadar garam empedu 2% dan 68% penghambat pertumbuhan saat kadar garam empedu 4%. L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1987) asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. L. plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada substrat. Isolat 2B4 merupakan bakteri Lactobacillus fermentum yang memiliki ketahanan yang cukup baik dalam pH lambung dan garam empedu seperti dikatakan oleh Klayraung et al. (2008) bahwa Lactobacillus fermentum mampu tumbuh baik pada kisaran pH 2-3 dan garam empedu 0,3-1%.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Isolat bakteri asam laktat asal daging sapi yang berbeda mempunyai toleransi yang berbeda pula terhadap kondisi keasaman lambung dengan pH 2,0 dan kondisi usus dengan pH 7,2 serta kandungan garam empedu 0,3%. Sebanyak sepuluh dari dua puluh delapan isolat (35,71%) mampu bertahan tumbuh pada kondisi keasaman lambung dengan pH 2,0 dan hanya didapatkan tiga dari sepuluh (30%) isolat bakteri asam laktat tersebut mampu tumbuh dan berkembang di dalam kondisis usus halus. Ketiga kandidat probiotik yang didapat adalah 1A5, 2B4 dan 1B1. 

Saran

Terbatasnya bakteri asam laktat asal daging sapi yang diperoleh sebagai kandidat probiotik (10,71%), memungkinkan untuk memanfaatkan sumber-sumber bakteri asam laktat asal daging jenis lainnya. Pengujian lebih lanjut terkait dengan karakteristik probiotik dalam saluran pencernaan manusisa dapat dilakukan meliputi uji kemampuan penempelan bakteri asam laktat terpilih pada sel epitel usus. Pengujian keamanan dan sifat toksikologi dari bakteri asam laktat asal terpilih perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa bakteri asam laktat asal daging sapi yang telah diperoleh aman dikonsumsi oleh manusia.

Dokumen terkait