• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian bibit itik porsea, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya peralatan kandang, biaya sewa kandang dan biaya tenaga kerja.

a. Biaya Pembelian Bibit

Biaya pembelian bibit itik porsea yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit itik porsea sebanyak 100 ekor dengan harga sebesar Rp. 5000,- /ekor. Sehingga didapat harga beli itik porsea sebesar Rp. 500.000,-. Biaya pembelian bibit itik porsea dapat dilihat pada Lampiran 6.

b. Biaya Ransum

Biaya ransum diperoleh dari total konsumsi ransum selama penelitian dikali dengan harga per kilo gram ransum setiap perlakuan sehingga didapat biaya ransum. Daftar harga pakan yang digunakan untuk pembuatan pakan dapat dilihat pada Tabel 11. Harga bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan didapat dari hasil survey yang telah dilakukan di poultry/pasar/pabrik yang menjual bahan pakan yang diperlukan dalam pembuatan ransum.

Tabel 11. Daftar harga bahan pakan selama penelitian (Rp/kg)

Tanggal Nama Bahan Pakan Harga Pakan

(Rp/Kg) Poultry/Pasar/Pabrik

02-09-2014 02-09-2014

Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan

Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan TIP Bungkil kelapa Tepung Jagung Rp. 4.500,- Rp. 4.000,- Rp. 4.000,- 03-09-2014 04-09-2014

Raja Ternak Poultry Shop Psr 7. Tanjung Sari, Medan Kilang Padi MGS, Kec. Sunggal Bungkil kedelai Dedak Padi Halus Rp. 9.500,- Rp. 4.000,- 04-09-2014 Tani Ternak Jaya Poultry

Shop P.Bulan, Medan

Top mix Rp. 9.000,- 04-09-2014

04-09-2014

Tani Ternak Jaya Poultry Shop P. Bulan, Medan

Pasar tradisional P. Bulan, Medan Tepung ikan komersil Minyak nabati Rp. 7.000,- Rp. 12000,-

Keterangan : a. TIP : tepung ikan pora-pora

Harga ransum perlakuan P0 sebesar Rp. 4.895,-/kg, P1 sebesar Rp. 4.832,5/kg, P2 sebesar Rp. 4.370/kg, P3 sebesar Rp. 4.707,5 dan P4 sebesar Rp. 4.695/kg. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan itik porsea selama

penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Biaya ransum itik porsea selama penelitian (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4 P0 148.900,27 146.996,68 143.932,84 148.160,56 587.990,35 146.997,59 P1 150.754,67 149.370,40 146.084,55 146.022,31 592.231,94 148.057,98 P2 149.304,34 146.595,55 145.959,14 149.202,26 591.061,29 147.765,32 P3 146.716,06 144.941,88 147.314,39 143.964,58 582.936,91 145.734,23 P4 144.677,12 145.209,90 144.675,26 143.416,47 577.978,74 144.494,69 Total 740.352,46 733.114,41 727.966,18 730.766,17 2.932.199,23 146.609,96 c. Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Adapun obat-obatan yang diberikan adalah vithachik sebanyak 4 bungkus dengan harga sebungkus Rp. 5000,-, vaksin ND dengan harga Rp. 26.000,- dan vaksin Gumboro dengan harga Rp. 62.000,-. Biaya

obat-obatan ternak itik porsea peranakanuntuk tiap perlakuannya selama penelitian dapat di lihat pada Lampiran 7.

d. Biaya Sewa Kandang

Biaya sewa kandang yaitu biaya yang dikenakan dalam pemakaian kandang diperoleh dari total biaya sewa kandang selama penelitian dibagi 20 plot yaitu Rp. 250.000,- selama 12 minggu penelitian. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa kandang ternak itik porsea tertera pada Lampiran 8.

e. Biaya Peralatan Kandang

Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan sebanyak 20 buah dengan harga per buah Rp. 8.000,-, tempat minum sebanyak 20 buah dengan harga Rp. 4.500,-, bola lampu pijar sebanyak 20 buah dengan harga per buah Rp. 6.000,- timbangan elektrik 1 buah dengan harga Rp. 150.000,-, thermometer 1 buah dengan harga Rp. 18.000,-, sapu lidi 1 buah dengan harga Rp. 4.000,-. Biaya untuk seluruh perlengkapan kandang untuk tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9.

Biaya Tenaga Kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara itik porseaperakanselama penelitian. Biaya tenaga kerja diperoleh dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah Medan Sumatera Utara saat ini adalah sebesar Rp. 1.851.000/bulan. Dengan asumsi dimana 1 tenaga kerja dapat memelihara 586 ekor itik porsea. Sehingga upah tenaga kerja selama 3 bulan

pemeliharaan adalah 100/586 x Rp. 1.851.000,- x 3 = Rp. 947.611,-. Rincian biaya tenaga kerja tiap perlakuan/3bulan dapat tertera pada Lampiran 10.

Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi. Maka total seluruh biaya produksi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Total seluruh biaya produksi selama penelitian

Total biaya produksi Rupiah (Rp)

Biaya pembelian bibit 500.000,-

Biaya pembelian pakan 2.932.199,23

Biaya obat-obatan 108.000,-

Upah tenaga kerja 510.386,-

Peralatan kandang 138.499,-

Sewa kandang 250.000,-

Total 4.439.084,23

Berdasarkan total biaya produksi maka dapat diketahui total biaya produksi untuk tiap perlakuan selama penelitian. Total biaya produksi untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp)

239000,00 240000,00 241000,00 242000,00 243000,00 244000,00 245000,00 246000,00 PO P1 P2 P3 P4 244.203,09 245.263,48 244.970,82 242.939,73 241.700,19 Total Biaya Produksi

R at aan t ot al bi aya p rod uks i

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa biaya produksi pemeliharaan itik porsea selama penelitian menunjukkan perbedaan diantara perlakuan yang lainnya dimana rataan biaya produksi pemeliharaan itik porsea selama penelitian yang tertinggi terdapat pada P2 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 244.970,82 dan yang terendah terdapat pada P4 (ransum dengan 100% ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 241.700,19. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya ransum itik porsea.

Pada perlakuan P2 biaya ransum itik porsea yang dimasukkan terhadap biaya produksi memiliki harga ransum yang terbesar diantara kelima perlakuan yaitu dengan rataan sebesar Rp. 148.057,98 lebih besar dibanding dengan biaya ransum pada perlakuan P4 yaitu dengan rataan sebesar Rp. 144.494,69, sementara biaya produksi lainnya seperti biaya obat-obatan, sewa kandang, peralatan kandang dan tenaga kerja adalah sama. Hal ini seperti diungkapkan oleh Kadarsan (1995) bahwa biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran bagi perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi adalah seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan pemeliharaan itik porsea dengan cara menghitung harga jual itik porsea.

a. Hasil Penjualan Itik Porsea

Penjualan itik porsa yaitu perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup per kilo gramnya. Harga jual itik porsea Rp. 35.000,-/kg bobot hidup.

Total bobot badan akhir itik porsea P0 = 31.516,20 g, P1 = 32.537,35 g, P2 = 32.828,60 g, P3 = 31.698,05 g dan P4 = 29.443,45g. Maka harga jual seluruh

itik porsea adalah Rp. 5.530.792,75. Hasil produksi penjualan itik porsea dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil penjualan itik porseaitik porsea tiap perlakuan (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4 P0 273.966,00 277.590,25 280.929,25 270.581,50 1.103.067,00 275.766,75 P1 282.493,75 304.792,25 263.935,00 287.586,25 1.138.807,25 284.701,81 P2 300.720,00 254.304,75 268.885,75 325.090,50 1.149.001,00 287.250,25 P3 284.924,50 295.144,50 276.741,50 252.586,25 1.109.396,75 277.349,19 P4 271.960,50 255.893,75 249.051,25 253.615,25 1.030.520,75 257.630,19 Total 1.414.064,75 1.387.725,50 1.339.542,75 1.389.459,75 5.530.792,75 276.539,64

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil penjualan. Maka total seluruh hasil produksi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 berikut dan total hasil untuk tiap perlakuan tertera pada Lampiran 14. Tabel 15. Total hasil Produksi

Total hasil produksi Rupiah (Rp)

Hasil penjualan itik porsea 5.530.792,75

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi. Maka total hasil produksi untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp)

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa total hasil produksi pemeliharaan itik porsea selama penelitian menunjukkan perbedaan diantar tiap perlakuan, dimana total hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 287.250,25 dan yang terendah pada P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 257.630,19. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan itik porsea sehingga nilai pendapatan dari penjualan itik porsea berbeda pada setiap perlakuan.

Berdasarkan hasil penjualan itik porsea, diperoleh pada perlakuan P2 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora)

memiliki hasil penjualan itik porsea tertinggi dengan rataan sebesar 240000,00 245000,00 250000,00 255000,00 260000,00 265000,00 270000,00 275000,00 280000,00 285000,00 290000,00 PO P1 P2 P3 P4 275.766,75 284.701,81287.250,25 277.349,19 257.630,19 Total Hasil Produksi

R at aan tot al has il pr od uks i

Rp. 287.250,25 dan yang terendah terdapat pada perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) sebesar Rp. 257.630,19. Tata cara penentuan pendapatan yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan pernyataan Budiono (1990) yang menyatakan bahwa pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk dari suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, kotoran, urin dan produk lainnya yang dihasilkan merupakan komponen pendapatan.

Analisis Laba Rugi

Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total hasil produksi dan total pengeluaran atau total biaya produksi.

Keuntungan = Total Hasil Produksi – Total biaya Produksi = Rp. 5.530.792,75–Rp. 4.876.309,23

= Rp. 654.483,52

Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan total hasil produksi. Hal ini membuktikan bahwa analisis usaha ternak itik porsea selama penelitian yaitu 8 minggu menguntungkan. Keuntungan untuk tiap perlakuan selama penelitian secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 15. Berikut dapat dilihat rataan kentungan (laba-rugi) pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram rataan laba/rugi tiap perlakuan (Rp)

Pada Gambar 3 dapat dilihat analisis laba-rugi dari tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada perlakuan P0 (ransum dengan 100% tepung ikan komersil) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 31.563,66, perlakuan P1 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 39.438,33, perlakuan P2 (ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 42.279,43, perlakuan P3 (ransum dengan 25% tepung ikan komersil + 75%

tepung ikan pora-pora) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 34.409,46, dan perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora)

memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 15.930,00.

Keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan akhir itik porsea lebih tinggi dibandingkan perlakuan

0,00 5000,00 10000,00 15000,00 20000,00 25000,00 30000,00 35000,00 40000,00 45000,00 PO P1 P2 P3 P4 31563,66 39438,33 42279,43 34409,46 15930,00 Laba/Rugi R at aan L ab a/ R u gi

yang lain. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan itik memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit itik porsea, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan sewa kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmir dan Jakfar (2005) yaitu laporan laba- rugi adalah laporan yang menunjukkan jumlah keuntungan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari perbandingan tersebut.

Keuntungan terendah terdapat pada perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan itik porsea yang rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Rendahnya pertambahan bobot badan itik porsea menyebabkan total hasil produksi yang diterima lebih rendah dibanding perlakuan lainnya.

Analisis B/C Ratio

Analisis B/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha tersebut dihentikan karena kurang layak. Perhitungan B/C ratio secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 16. Rataan B/C ratio untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram B/C ratio

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa B/C ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa P0 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora), P1 (ransum dengan 75% tepung ikan komersil + 25% tepung ikan pora-pora), P2 (ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora),P3 (ransum dengan 25% tepung ikan komersil + 75% tepung ikan pora-pora) dan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) dianggap memiliki kelayakan usaha/efisien untuk dilanjutkan karena total hasil produksi dibagi total biaya produksi lebih besar dari 1 (>1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila:

B/C Ratio > 1 = efisien B/C Ratio = 1 = impas B/C Ratio < 1 = tidak efisien

1,00 1,02 1,04 1,06 1,08 1,10 1,12 1,14 1,16 1,18 PO P1 P2 P3 P4 1,13 1,16 1,17 1,14 1,07 B/C Ratio R at aan B /C R at io

Semakin besar nilai B/C ratio maka semakin efisiean usaha tersebut dan begitu sebaliknya semakin kecil nilai B/C ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) yang menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan layak apabila total biaya pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan total pemasukan.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha

peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak. Perhitungan IOFC secara rinci dapat di lihat pada Lampiran 17 dan IOFC tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram IOFC

Pada Gambar 5 dapat dilihat hasil IOFC yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan pora-pora memiliki pengaruh yang berbeda disetiap perlakuan. IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (ransum dengan

0,00 20000,00 40000,00 60000,00 80000,00 100000,00 120000,00 140000,00 PO P1 P2 P3 P4 128.769,16136.643,83 139.484,93131.614,96 113.135,50 IOFC R at aan I O F C

50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 139.484,93. Hal ini disebabkan bobot badan itik porsea yang tinggi dikalikan harga jual per kilo gram itik porsea sehingga pendapatan dari penjualan itik porsea lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi itik porsea dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.

IOFC terendah terdapat pada perlakuan P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora) dengan rataan sebesar Rp. 113.135,50 hal ini dikarenakan bobot badan akhir itik porsea rendah dari perlakuan yang lainnya sehingga menyebabkan harga jual itik porsea lebih rendah dengan perlakuan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada perlakuan P4 (ransum dengan 100%

tepung ikan pora-pora) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) yang menyatakan IOFC merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang

dikeluarkan untuk penggemukan. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum.

Rekapitulasi Hasil Penelitian Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Parameter Penelitian

Total biaya Total hasil Laba/rugi B/C Ratio IOFC PO 244.203,09 275.766,75 31.563,66 1.13 128.769,16 P1 245.263,48 284.701,81 39.438,33 1.16 136.643,83 P2 244.970,82 287.250,25 42.279,43 1.17 139.484,93 P3 242.939,73 277.349,19 34.409,46 1.14 131.614,96 P4 241.700,19 257.630,19 15.930,00 1.07 113.135,50

Berdasarkan Tabel 16 yaitu rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan yang menunjukkan hasil tertinggi yaitu P2(ransum dengan 50% tepung ikan komersil + 50% tepung ikan pora-pora) dan hasil terendah yaitu P4 (ransum dengan 100% tepung ikan pora-pora). Hasil-hasil dari tiap perlakuan dapat dilihat mulai dari biaya produksi, hasil produksi, laba/rugi, IOFC dan B/C Ratio. Dilihat dari biaya produksi perlakuan P0 total biaya produksinya Rp. 244.203,09, P1 sebesar Rp. 245.263,48, P2 sebesar Rp. 244.970,82, P3 sebesar Rp.242.939,73dan P4 sebesar 241.700,19. Pada perlakuan P1 total biaya produksinya memiliki rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan karena besarnya faktor biaya produksiyang terdapat pada perlakuan P1 yang termasuk didalamnya biaya ransum. Prawirokusumo (1990) menyatakan bahwa dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan yang berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi.

Dilihat pada hasil produksi bahwa perlakuan P0 total hasil produksinya

yaitu Rp.275.766,75, P1 yaitu Rp. 284.701,81, P2 yaitu Rp. 287.250,81, P3 yaitu Rp. 277.349,19 dan P4 yaitu Rp. 257.630,19. Hasil produksi dalam

penelitian ini dapat diketahui yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu Rp. 287.250,81 dan yang terendah P4 yaitu Rp.275.630,19, hal ini dikarenakan

penerimaan pada P2 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena rataan bobot badan akhir pada perlakuan P4 sebesar 8,2 kg. Maka dapat dilihat dari laba/rugi pada perlakuan P0 memberikan keuntungan sebesar Rp. 31.563,66, P1 sebesar Rp. 39.438,33, P2 sebesar Rp. 42.279,34, P3 juga memberikan

keuntungan sebesar Rp. 34.409,46 dan P4 juga memberikan keuntungan sebesar Rp. 15.930,00.

Berdasarkan hasil rekapitulasi B/C Ratio pada penelitian dapat dilihat bahwa perlakuan P0 yaitu 1,13, pada perlakuan P1 yaitu 1,16, pada perlakuan P2 yaitu 1,17, pada perlakuan P3 yaitu 1,14 dan pada perlakuan P4 yaitu 1,07. Berdasarkan hasil rekapitulasi penelitian juga dapat dilihat IOFC pada perlakuan P0 yaitu Rp. 128.769,16, pada perlakuan P1 yaitu Rp. 136.643,83, pada perlakuan P2 yaitu Rp. 139.484,93, pada perlakuan P3 yaitu Rp. 131.614,96 dan pada perlakuan P4 yaitu Rp. 113.135,50.

Dokumen terkait