• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketersediaan Bekatul Sebagai Bahan Pangan Alternatif Sumber Karbohidrat

Produksi padi di Indonesia secara keseluruhan dari tahun 2006 sampai tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan. Hal ini berarti produksi bekatul juga mengalami peningkatan. Produksi padi pada tahun 2004 mencapai 54.088.468 ton atau menghasilkan bekatul sebesar 7.307.352 ton. Produksi ini terus mengalami penigkatan di tahun berikutnya. Hasil produksi padi dan bekatul dari tahun 2006-2009 serta angka pertumbuhannya disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Produksi Padi dan Bekatul Nasional

Tahun Produksi Padi (ton) Produksi Bekatul (ton) Laju Pertumbuhan Produksi Bekatul (%) 2005 54.151.097 7.315.813 0,11 2006 54.454.937 7.356.862 0,56 2007 57.157.435 7.721.970 4,96 2008 60.325.925 8.150.032 5,54 2009 64.398.890 8.700.290 6,75

Sumber: Departemen Pertanian (2010)

Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi bekatul cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan yang cukup signifikan dimulai pada tahun 2007 dibandingkan pada tahun 2006 dan tahun 2005. Angka pertumbuhan produksi bekatul pada tahun 2007 adalah sebesar 4,96%. Angka tersebut meningkat pada tahun 2008 (5,54%) dan meningkat lagi pada tahun 2009 (6,75%). Potensi pemanfaatan bekatul masih sangat besar karena produksi bekatul cukup tinggi di Indonesia. Angka produksi bekatul juga cenderung meningkat setiap tahun sehingga peluang pemanfaatan bekatul juga sangat besar. Pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan masih sangat terbatas padahal bekatul bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung komponen fitokimia tokoferol (vitamin E) yang penting untuk menjaga kesehatan manusia serta bersifat antioksidan sehingga dapat melindungi dari kerusakan oksidatif.

Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menghasilkan bekatul lebih dari 1 juta ton per tahun. Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur juga merupakan sentra produksi padi di pulau Jawa dengan jumlah produksi padi mencapai lebih dari 10 juta ton per tahun. Daerah diluar pulau jawa, khususnya Sulawesi selatan, Sumatera selatan dan Sumatera utara juga mempunyai produksi padi dan bekatul yang cukup besar. Produksi bekatul yang besar

30  

menggambarkan ketersediaan bekatul yang besar. Ketersediaan bekatul yang besar tidak dapat dianggap sebagai bahan pangan, tetapi hasil samping dari penggilingan padi. Masyarakat umumnya tidak mengonsumsi bekatul sebagai makanan tetapi menggunakannya sebagai bahan pakan ternak. Perkiraan produksi bekatul di berbagai propinsi di Indonesia disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Perkiraan Produksi Padi dan Bekatul Setiap Propinsi di Indonesia Tahun 2010

No Nama Propinsi Produksi Padi (ton) Produksi Bekatul (ton) Energi* (juta Kal) 1 Nanggroe Aceh Darussalam 1.627.545,00 219.881,00 368.042,00 2 Sumatera Utara 3.586.861,00 484.585,00 811.109,00 3 Sumatera Barat 2.192.288,00 296.178,00 495.749,00 4 Riau 545.541,00 73.703,00 123.366,00 5 Jambi 658.271,00 88.932,00 148.856,00 6 Sumatera Selatan 3.249.334,00 438.985,00 734.783,00 7 Bengkulu 512.212,00 69.200,00 115.829,00 8 Lampung 2.701.699,00 365.000,00 610.945,00 9 Bangka Belitung 25.534,00 3.450,00 5.775,00 10 Kepulauan Riau 1.009,00 136,00 228,00 11 DKI Jakarta 11.760,00 159,00 266,00 12 Jawa Barat 11.650.160,00 1.573.937,00 2.634.491,00 13 Jawa Tengah 10.079.212,00 1.361.702,00 2.279.248,00 14 DI Yogyakarta 830.545,00 112.207,00 187.815,00 15 Jawa Timur 11.375.779,00 1.536.868,00 2.572.444,00 16 Banten 2.048.152,00 276.705,00 463.155,00 17 Bali 846.896,00 114.416,00 191.512,00

18 Nusa Tenggara Barat 1.779.187,00 240.368,00 402.333,00 19 Nusa Tenggara Timur 540.771,00 73.058,00 122.286,00 20 Kalimantan Barat 1.358.292,00 183.505,00 307.155,00 21 Kalimantan Tengah 644.781,00 87.110,00 145.807,00 22 Kalimantan Selatan 1.944.888,00 262.754,00 439.804,00 23 Kalimantan Timur 580.654,00 78.446,00 131.305,00 24 Sulawesi Utara 589.238,00 79.606,00 133.246,00 25 Sulawesi Tengah 986.126,00 133.226,00 222.997,00 26 Sulawesi Selatan 4.273.767,00 577.386,00 966.442,00 27 Sulawesi Tenggara 455.200,00 615,00 1.029,00 28 Gorontalo 255.215,00 34.480,00 57.713,00 29 Sulawesi Barat 364.670,00 4.927,00 8.247,00 30 Maluku 78.761,00 10.641,00 17.811,00 31 Papua 102.861,00 13.897,00 23.261,00 32 Maluku Utara 47.593,00 6.430,00 10.763,00 33 Papua Barat 35.868,00 4.846,00 8.111,00 Total 65.980.670,00 8.807.339,00 14.741.923,00 Sumber: Departemen Pertanian (2010)

Keterangan: *)Dihitung dari kandungan karbohidrat, protein dan lemak bekatul Produksi bekatul untuk propinsi di pulau Kalimantan dan Papua lebih kecil daripada di pulau Jawa. Propinsi Kalimantan Selatan menghasilkan bekatul

31  

paling besar daripada propinsi lainnya di pulau Kalimantan. Pemanfaatan bekatul masih terbatas pada penggunaannya sebagai bahan pakan untuk hewan ternak. Bekatul sebagai bahan pakan ternak, harganya masih relatif murah, yaitu Rp. 1500,00 per kg. Data penggunaan bekatul belum tersedia karena bekatul merupakan produk sisa atau hasil samping dalam produksi beras. Secara umum penggunaan bekatul adalah sebagai bahan pakan ternak. Salah satu penggunaan bekatul sebagai bahan pangan yang diketahui adalah penggunaan bekatul sebagai bahan pangan fungsional berupa tepung bekatul yang bermanfaat untuk kesehatan dengan pusat produksi di Bandung, Jawa Barat.

Produksi bekatul yang besar juga menggambarkan potensi bekatul yang besar juga untuk dimanfaatkan selain sebagai pakan. Peluang pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan masih besar karena pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan serta produk inovasinya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan asumsi masyarakat yang masih menganggap bekatul sebagai bahan pakan ternak. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat bekatul bagi kesehatan masih terbatas. Dengan demikian pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan juga sebaiknya diiringi dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat bekatul bagi kesehatan melalui berbagai media sehingga lebih efektif. Data penggunaan bekatul sebagai bahan pangan fungsional juga masih sangat terbatas.

Bekatul apabila dimanfaatkan sebagai bahan pangan juga dapat memberikan sumbangan energi yang cukup besar. Sumbangan energi dari bekatul untuk seluruh propinsi di Indonesia dapat mencapai 14.741.923,00 juta Kal. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.556.363 (BPS 2010). Sumbangan energi dari bekatul per kapita untuk tahun 2010 adalah 62.056,00 Kal/kapita/tahun. Kandungan energi beras giling dan tepung terigu masing-masing adalah 360 Kal/100gram dan 365 Kal/100gram (DKBM 2004). Sumbangan energi dari bekatul per tahun dapat menggantikan 40.950,00 ton beras per tahun atau 40.405,27 ton tepung terigu per tahun. Angka tersebut menggambarkan potensi bekatul yang cukup besar sebagai bahan pangan sumber karbohidrat pengganti beras atau tepung terigu.

Substitusi tepung terigu dari cookies sebesar 35% terhadap tepung terigu atau 12,66% terhadap seluruh total adonan dapat menyumbang energi per hari 32,04 Kal/hari untuk tepung bekatul konvensional atau 30,42 Kal/hari untuk tepung bekatul fungsional. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa seluruh

32  

kontribusi makanan selingan diperoleh dari cookies bekatul konvensional atau cookies bekatul fungsional. Sumbangan energi tepung bekatul baik tepung bekatul konvensional maupun tepung bekatul fungsional yang diperoleh dari cookies per hari jika diaplikasikan ke dalam konsep pola pangan harapan (PPH), maka dapat menyumbang energi sebesar 3,20% untuk tepung bekatul konvensional atau 3,04% untuk tepung bekatul fungsional terhadap skor PPH ideal. Hal ini didasarkan pada asumsi, skor PPH untuk golongan serealia idealnya adalah 50 atau setara dengan energi 1000Kal/hari.

Pembuatan Cookies Bekatul

Pembuatan cookies bekatul konvensional dan fungsional dilakukan dengan metode krim (creaming method).Pada metode krim, semua bahan tidak dicampur secara bersamaan. Margarin, mentega dan gula dicampur terlebih dahulu kemudian bahan yang lain. Adonan yang dibentuk dengan metode krim lebih lembut daripada menggunakan metode all-in. Metode all-in mempunyai keunggulan lebih mudah dan cepat dilakukan daripada metode krim. Pemanggangan cookies dilakukan pada suhu 1600C selama 15 menit dengan indikator cookies sudah harum dan keras.

Tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu. Tepung bekatul yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu adalah tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional 60 mesh. Ukuran ini lebih besar daripada ukuran tepung terigu, yaitu 100 mesh sehingga tepung bekatul tidak dapat tercampur dengan rata karena ukuran partikel yang berbeda. Tingkat subtstitusi yang digunakan dalam pembuatan cookies bekatul konvensional dan fungsional ada 5 taraf, yaitu 25%(F1), 30%(F2), 35%(F3), 40%(F4) dan 45%(F5). Penentuan tingkat substitusi ini dilakukan dengan trial and error. Substitusi tepung terigu yang melebihi 45% menyebabkan rasa cookies menjadi sangat pahit dan teksturnya pecah dan keras.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies bekatul adalah tepung terigu, tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional, gula halus, margarin, mentega, kuning telur, susu skim, vanili, soda kue, bubuk coklat dan bubuk kayu manis. Pada pembuatan cookies tidak dilakukan penambahan air. Vanili (0,4%), bubuk coklat (1,8%) dan bubuk kayu manis (0,7%) ditambahkan dengan tujuan untuk mengurangi aftertaste pahit dari tepung bekatul yang digunakan.

33  

Tahapan pertama pembuatan cookies bekatul adalah pencampuran bahan penyusunnya. Lemak (margarin dan mentega) dan gula dicampur lebih dahulu dengan menggunakan mixer kemudian ditambahkan susu skim, soda kue, coklat bubuk, vanili. Setelah tercampur rata maka dapat ditambahkan tepung terigu dan tepung bekatul yang sebelumnya dicampur lebih dahulu. Adonan siap untuk dicetak kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan dengan ketebalan yang seragam (0,50 cm). Ketebalan yang berbeda membuat cookies menjadi tidak seragam sehingga tidak matang secara bersamaan atau merata. Pada saat pencetakan, semakin tinggi tingkat substitusi tepung bekatul, maka adonan akan semakin keras dan sukar dicetak. Hal ini disebabkan karena kandungan serat yang tinggi pada tepung bekatul sehingga membuat adonan menjadi lebih mudah pecah.

Tahap selanjutnya adalah tahap pemanggangan dengan menggunakan oven. Suhu yang digunakan adalah 1600C selama 15 menit. Setelah matang, cookies diangkat dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, cookies dikemas agar tidak terjadi reaksi dengan oksigen luar. Selain waktu juga digunakan parameter lain untuk menentukan kematangan cookies, yaitu kekerasan cookies dan aroma. Penambahan cookies bekatul berpengaruh terhadap waktu pemanggangan. Cookies yang disubstitusi tepung bekatul konvensional memiliki waktu pemanggangan yang lebih lama dibandingkan cookies kontrol dan cookies bekatul fungsional. Hal ini disebabkan karena kadar air cookies bekatul konvensional jauh lebih tinggi (9,97%) dibandingkan tepung bekatul fungsional (2,34%) dan tepung terigu (1,9%).

Karakteristik Organoleptik Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional Uji organoleptik cookies bekatul dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji kesukaan (hedonik) panelis terhadap mutu warna, mutu aroma, mutu rasa dan mutu tekstur cookies bekatul konvensional dan fungsional dengan lima tingkat substitusi tepung bekatul, yaitu 25% (F1), 30% (F2), 35% (F3), 40% (F4) dan 45% (F5), serta kontrol atau substitusi 0% (F0). Panelis berjumlah 30 orang, yang semuanya berprofesi sebagai mahasiswa. Panelis mahasiswa ini termasuk dalam panelis semi atau agak terlatih. Hal ini didasarkan pada seringnya panelis menjadi panelis uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan menggunakan skala garis, 1 sampai 9. Makna dari masing-masing skala tersebut diasjikan pada Lampiran 2. Uji hedonik juga dilakukan untuk menentukan formula terpilih terutama dengan menggunakan tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan.

34  

Jenis cookies yang akan dipilih adalah cookies bekatul konvensional dan fungsional dengan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional dan fungsional paling besar yang tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol secara statistik. Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung bekatul konvensional maupung tepung bekatul fungsional terhadap mutu warna, aroma, rasa dan tekstur cookies.

Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional

Pada uji mutu hedonik parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur cookies. Pada parameter warna digunakan skala 1=amat sangat coklat hingga 9=amat sangat kuning, untuk aroma digunakan skala 1=amat sangat apek (berbau bekatul) hingga 9=amat sangat harum, parameter rasa menggunakan skala 1=amat sangat pahit (terasa bekatul) 9=amat sangat terasa manis dan untuk parameter tekstur menggunakan skala 1=amat sangat keras hingga 9=amat sangat renyah. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik cookies bekatul konvensional untuk parameter warna, aroma, rasa manis dan rasa asin serta tekstur pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional Formula Uji Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional

Warna Aroma Rasa Tekstur

F0 3,93a 6,29a 6,11a 6,69a F1 3,57a 5,74a 5,56a 6,37a F2 3,86a 5,00a 5,44a 6,44a F3 3,09a 5,26a 5,45a 6,15a F4 3,75a 5,09a 4,56a 4,87a F5 2,46a 4,72a 4,91a 5,02a

Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)

Warna. Warna adalah variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk. Warna adalah kesan pertama yang muncul dalam penilaian produk pangan. Warna pada cookies bekatul ditentukan oleh komposisi bahannya. Cookies bekatul berwarna coklat karena warna bubuk coklat yang digunakan dalam pembuatan cookies.

Hasil uji mutu hedonik terhadap mutu warna cookies bekatul konvensional berkisar antara 2,46-3,93. Nilai ini berkisar amat coklat sampai agak coklat. Nilai yang semakin rendah menunjukkan mutu warna cookies yang semakin coklat. Cookies kontrol (F0) memiliki warna coklat mendekati agak coklat. Cookies yang

35  

disubstitusi tepung bekatul konvensional 20% (F1), 25% (F2), 30% (F3) berwarna coklat sampai agak coklat. Cookies dengan substitusi tepung bekatul konvensional 35% (F4) memiliki warna sangat coklat. Warna coklat pada cookies kontrol (F0) dan cookies dengan substitusi tepung bekatul konvensional disebabkan oleh penambahan bubuk coklat. Warna sangat coklat pada cookies bekatul konvensional dengan substitusi 35% (F4) disebabkan karena penambahan tepung bekatul konvensional yang paling besar komposisinya dibandingkan dengan formula yang lain. Tepung bekatul konvensional menyebabkan warna coklat semakin tua.

Aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan rangsangan kimia yang tercium olah syaraf-syaraf olfaktori dalam rongga hidung. Bekatul mempunyai aroma yang khas, yaitu apek. Aroma produk pangan ditimbulkan dari bahan pembuatannya. Cookies bekatul memiliki aroma yang khas, yaitu aroma kayu manis (harum) dan aroma dari lemak margarin dan mentega. Kayu manis juga ditambahkan untuk menutupi aroma apek pada bekatul.

Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata mutu aroma cookies bekatul konvensional adalah 4,72-6,29 atau berada pada kisaran agak berbau apek sampai harum. Peningkatan substitusi tepung bekatul konvensional menyebabkan aroma apek bekatul semakin tercium. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional adalah tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap mutu aroma cookies bekatul konvensional. Nilai rata-rata mutu aroma tertinggi (6,29) yaitu pada kisaran agak harum dimiliki oleh cookies kontrol (F0). Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F0 mempunyai aroma paling harum dibandingkan formula lainnya. Nilai rata-rata mutu aroma terendah dimiliki oleh formula cookies bekatul konvensional F5 yang mempunyai tingkat substitusi tepung bekatul konvensional yang paling tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F5 mempunyai aroma bekatul paling kuat dibandingkan dengan formula lainnya.

Rasa. Rasa adalah faktor penting yang menyebabkan makanan diterima atau ditolak dalam penilaian. Tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu mempengaruhi rasa cookies. Tepung bekatul konvensioal dan fungsional mempunyai aftertaste pahit.

36  

Hasil penilaian mutu organoleptik terhadap parameter rasa cookies bekatul konvensional berada pada kisaran 4,91-6,11, yaitu pada kisaran agak pahit sampai agak manis. Nilai rata-rata mutu rasa terendah (4,91) dimiliki cookies F5 dan nilai rata-rata mutu rasa tertinggi dimiliki oleh cookies bekatul konvensional formula F0. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul konvensional tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap mutu rasa.

Tekstur. Tekstur adalah variabel yang berpengaruh terhadap penerimaan produk pangan. Tekstur makanan yang dapat dinilai dapat berupa kekerasan, kerenyahan dan keelastisan. Penilaian terhadap mutu tekstur cookies yang dilakukan adalah kekerasan cookies. Substitusi tepung bekatul konvensional maupun tepung bekatul fungsional memberikan pengaruh terhadap tekstur cookies karena tepung bekatul konvensional dan fungsional mempunyai serat yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu.

Hasil penilaian organoleptik mutu tekstur cookies berkisar antara 4,87- 6,69 atau berada pada kisaran agak keras sampai agak renyah. Nilai mutu tekstur rata-rata terendah dimiliki oleh cookies bekatul konvensional F4, yaitu 4.87 atau berada dikisaran agak keras mendekati biasa (keras tidak renyah pun tidak). Nilai mutu rata-rata tertinggi dimiliki oleh cookies bekatul konvensional F0 (6,69) atau berada pada kisaran agak renyah mendekati renyah. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap mutu tekstur cookies. Nilai rata-rata mutu tekstur cookies menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat substitusi tepung bekatul konvensional maka mutu tekstur cenderung semakin rendah (semakin keras). Hal ini disebabkan karena kandungan serat yang tinggi pada tepung bekatul konvensional, yaitu 26.5% (Nurhayati 2009). Serat terdiri atas komponen serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Kandungan serat pangan berupa hemiselulosa mempunyai struktur yang kokoh sehingga membuat tekstur cookies menjadi lebih keras.

Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional

Pada uji mutu hedonik cookies bekatul fungsional parameter yang diuji meliputi mutu warna, aroma, rasa dan tekstur cookies. Pada parameter warna digunakan skala 1=amat sangat coklat hingga 9=amat sangat kuning, untuk aroma digunakan skala 1=amat sangat apek (berbau bekatul) hingga 9=amat sangat harum, parameter rasa menggunakan skala 1=amat sangat pahit (terasa

37  

bekatul) 9=amat sangat terasa manis dan untuk parameter tekstur menggunakan skala 1=amat sangat keras hingga 9=amat sangat renyah. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik cookies bekatul konvensional untuk parameter warna, aroma, rasa manis dan rasa asin serta tekstur pada setiap formula disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional

Formula Uji Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional

Warna Aroma Rasa Tekstur

F0 4,76b 5,64b 5,65bc 4,97a F1 4,21b 4,72ab 5,07abc 5,18a F2 4,23b 5,12b 5,51bc 4,74a F3 4,27b 6,02ab 5,76c 5,11a F4 3,41a 5,70ab 4,84ab 5,05a F5 2,93a 5,15a 4,30a 5,31a

Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)

Warna. Uji mutu hedonik terhadap parameter warna cookies bekatul fungsional berkisar antara 2,93-4,76. Nilai ini berkisar sangat coklat sampai agak coklat. Nilai yang semakin rendah menunjukkan mutu warna cookies yang semakin coklat. Cookies F0 memiliki warna agak coklat. Cookies yang disubstitusi tepung bekatul fungsional 45% berwarna sangat coklat mendekati coklat. Warna cookies bekatul fungsional F5 memiliki warna coklat paling tua. Cookies dengan substitusi bekatul fungsional 20% (F1), 25% (F2) dan 30% (F3) memiliki warna agak coklat.

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi bekatul fungsional berpengaruh sangat nyata (α<0,01) terhadap mutu warna cookies bekatul fungsional. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa mutu warna formula cookies bekatul fungsional F0, F1, F2, F3 adalah tidak berbeda nyata, sedangkan mutu warna cookies F0 adalah berbeda nyata dengan cookies bekatul fungsional F4 dn F5. Demikian pula warna cookies F1, F2 dan F3 adalah berbeda nyata dengan warna cookies F4 dan F5. Mutu warna cookies F4 dan F5 adalah tidak berbeda nyata.

Aroma. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma cookies bekatul fungsional menunjukkan bahwa nilai rata-rata mutu aroma cookies adalah 4,72- 6,02 atau berada pada kisaran agak berbau apek sampai agak harum. Peningkatan substitusi tepung bekatul fungsional menyebabkan aroma cookies semakin apek. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan

38  

tingkat substitusi tepung bekatul fungsional berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap mutu aroma cookies. Nilai rata-rata mutu aroma tertinggi (6,02) yaitu pada kisaran agak harum dimiliki oleh cookies kontrol (F0). Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F0 mempunyai aroma paling harum dibandingkan formula lainnya. Nilai rata-rata mutu aroma terendah dimiliki oleh cookies F5 yang mempunyai tingkat substitusi tepung bekatul konvensional yang paling tinggi yang mengindikasikan bahwa aroma cookies paling apek dibandingkan formula lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F5 mempunyai aroma bekatul yang paling kuat dibandingkan dengan formula lainnya. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa mutu aroma cookies bekatul fungsional formula F0, F1, F2, F3, dan F4 adalah tidak berbeda nyata, sedangkan mutu aroma cookies bekatul fungsional F5 adalah berbeda nyata dengan cookies formula F0 (kontrol).

Rasa. Hasil uji mutu hedonik terhadap mutu rasa cookies bekatul fungsional berada pada kisaran 4,30-5,84, yaitu pada kisaran agak pahit sampai biasa (pahit tidak manis pun tidak). Nilai mutu rata-rata terendah dimiliki oleh cookies F5 (4,30) yaitu pada kisaran agak pahit. Nilai mutu rasa tertinggi dimiliki oleh cookies F3. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul fungsional adalah berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap mutu rasa cookies. Cookies bekatul fungsional formula F0, F1, F2, F3 dan F4 adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Cookies bekatul fungsional F5 adalah berbeda nyata dengan cookies bekatul fungsional F3 dan F0.

Tekstur. Hasil penilaian organoleptik mutu tekstur cookies bekatul fungsional berkisar antara 4,74-5,31 atau berada pada kisaran agak keras sampai biasa. Nilai mutu rata-rata terendah dimiliki oleh cookies F2, yaitu 4,74 atau berada dikisaran agak keras. Nilai mutu rata-rata tertinggi dimiliki oleh cookies F5 (5,31) atau berada pada kisaran biasa (keras tidak renyah pun tidak). Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul fungsional tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap mutu tekstur cookies.

Hedonik (kesukaan) Cookies Bekatul Konvensional

Pada uji hedonik cookies bekatul konvensional, parameter yang diuji adalah warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan (overall) cookies. Skala yang digunakan berkisar antara 1 sampai 9, yaitu berkisar antara amat sangat

39  

tidak suka sampai amat sangat suka. Hasil uji hedonik cookies bekatul konvensional disajikan secara rinci pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Uji Organoleptik Hedonik Cookies Bekatul Konvensional Formula Uji Hedonik Cookies Bekatul Konvensional

Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan F0 6,07a 6,44a 6,35a 6,27a 6,54a F1 6,07a 5,95ab 6,13a 6,60a 6,51a F2 5,94a 5,78ab 5,95a 6,35a 6,23a F3 5,37a 6,06ab 5,55a 6,24a 5,85a F4 5,35a 5,20b 4,32a 3,81a 4,40b F5 5,22a 5,31b 4,55a 5,08a 5,04b Keterangan :Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat

sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)

Warna. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna cookies bekatul konvensional berkisar antara 5,22-6,07 atau berada pada kisaran biasa sampai agak suka. Cookies bekatul konvensional F0 dan F1 memiliki nilai kesukaan terhadap warna tertinggi (6,07) atau pada kisaran agak suka. Cookies bekatul konvensional F5 memiliki nilai kesukaan terendah (5,22) yaitu pada kisaran biasa. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi bekatul konvensional terhadap cookies adalah tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter warna pada cookies bekatul konvensional.

Aroma. Penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cookies bekatul konvensional memiliki nilai rata-rata 5,31-6,44 atau berada pada kisaran biasa sampai agak suka. Cookies bekatul konvensional F0 mempunyai tingkat kesukaan tertinggi (6,44) sedangkan cookies bekatul konvensional F5 mempunyai tingkat kesukaan aroma terendah (5,31). Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul konvensional adalah berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma pada cookies bekatul konvensional. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa cookies bekatul konvensional F0, F1, F2, F3, F4 adalah tidak berbeda

Dokumen terkait