• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan Mikro di dalam Rumah Tanaman

Pengendalian lingkungan mikro untuk daerah topika belum banyak dikembangkan. Hal ini disebabkan sulitnya menurunkan suhu udara di dalam rumah tanaman pada kondisi radiasi sangat besar. Hasil observasi di laboratorium greenhouse Siswadhi Soeparjo pada bulan Februari-April 2016 menunjukkan suhu harian berkisar antara 22.8°C hingga 36.10°C dengan suhu tertinggi pada pukul 12.00 WIB. Kelembaban udara berkisar mulai 65% hingga 94%. Sedangkan untuk radiasi matahari sebesar 5.5 W m-2 hingga dengan radiasi tertinggi mencapai 287 W m-2 pada pukul 12.00 WIB. Dari pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan greenhouse relatif bersuhu cukup tinggi untuk budidaya bawang merah. Suhu yang ideal untuk tanaman bawang merah adalah suhu yang rendah 7°C-12°C dan fotoperiodisitas yang panjang (> 12 jam) untuk keperluan inisiasi pembungaan (Berson 2015). Pada penelitian ini tanaman bawang merah tidak mengalami pembungaan dikarenakan penyinaran cahaya matahari hanya didapatkan selama 6.5 jam (08.30 – 15.00 WIB) kondisi cuaca sering mendung dan hujan.

Data beberapa unsur cuaca selama percobaan berlangsung disajikan dalam Tabel 2. Data Tabel 2 menunjukkan kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman hortikultura. Kendala utama dalam pengembangan tanaman adalah suhu rumah tanaman terlalu tinggi dan kurang cahaya matahari. Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman di dalam rumah tanaman adalah panas radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman. Radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman menunjukkan rata-rata mencapai 153.90 W/m2. Radaiasi matahari yang diterima lantai di dalam rumah tanamanselama pengukuran disajikan pada Gambar 10. Tabel 2 Rata-rata suhu udara, radiasi dan kelembaban udara di dalam rumah

tanaman (27 Maret 2016)

Iklim mikro di dalam rumah tanaman Nilai

Suhu udara maksimum (°C) 36.10

Suhu udara minimum (°C) 22.80

Rata-rata suhu udara siang (°C) 30.26

Rata-rata suhu udara malam (°C) 26.37

Rata-rata radiasi surya (W/m2) 153.90

Gambar 10 Radiasi matahari yang diterima lantai di dalam rumah tanaman (27 Maret 2016)

Besarnya radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu udara dalam rumah tanaman. Semakin besar radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman mengakibatkan semakin meningkatkan suhu udara di dalam rumah tanaman. Radiasi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari diteruskan oleh plastik penutup atap rumah tanaman yang kemudian berubah menjadi gelombang panjang. Gelombang panjang inilah yang menyebabkan panas sensibel dan panas evaporasi yang tidak dapat keluar melalui plastik penutup atap rumah tanaman dan akhirnya terjebak di dalam rumah tanaman. Disamping itu, keberadaan ventilasi yang cukup pada rumah tanaman terutama ventilasi alamiah juga dapat mempengaruhi besar kecilnya kenaikan suhu di dalam rumah tanaman. Jumlah ventilasi yang kecil dan penempatannya yang tidak sesuai dapat menyebabkan berkurangnya turbulensi udara di dalam rumah tanamansehingga pertukaran massa dan energi didalamnya menjadi lambat. Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di dalam rumah tanaman terus meningkat. Selain itu, bentuk, dimensi, dan kontruksi rumah tanaman juga berperan penting dalam mempengaruhi besar kecilnya kenaikan suhu udara di dalam rumah tanaman.

Jenis penutup atap rumah tanaman juga sangat berpengaruh terhadap tingginya suhu udara di dalam rumah tanaman, bahan penutup yang terbuat dari kaca akan menghasilkan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan yang terbuat dari plastik. Hal ini dikarenakan kaca mempunyai koefisien transmisivitas panas yang lebih kecil daripada plastik. Semakin kecil koefisien transmisivitas panas suatu bahan, maka semakin sulit bahan tersebut melepaskan panas. Pada penelitian ini atap rumah tanaman berbahan plastik.

Relative Humidity (RH) udara berkorelasi negatif terhadap suhu udara. Semakin tinggi suhu udara menyebabkan semakin tingginya proses penguapan butir-butir air dalam udara sehingga kadar air dalam udara menjadi berkurang dan kelembaban udara semakin rendah.

0 50 100 150 200 250 300 350 R adiasi m ataha ri ya ng diter ima la nta i ru ma h tana man ( W /m 2 )

Gambar 11 Kenaikan suhu media tanam aeroponik pada percobaan yang dilakukan (27 Maret 2016)

Suhu media tanam (sama dengan suhu larutan nutrisi di dalamnya) dengan pemberian zone cooling menunjukkan perbedaan. Suhu media tanam set point 10oC dari chiller menunjukkan nilai maksimum 14.5oC, rata-rata mencapai 10.98oC. Suhu media tanam pada suhu set point 15oC dari chiller menunjukkan nilai maksimum 17.5oC, rata-rata mencapai 15.46oC (Gambar 11). Suhu media tanam tersebut menunjukkan kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman hortikultura khususnya bawang merah dimana batas suhu optimum pada tanaman musim dingin berkisar antara suhu 7-12oC (Berson 2015). Kenaikan suhu media tanam aeroponik tersebut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar tanaman. Lingkungan luar yang berpengaruh, salah satunya suhu udara di dalam rumah tanaman.

Set point suhu pendinginan pada chiller yang dilakukan menyebabkan suhu media tanam berbeda sekitar 1oC. Suhu media tanam berhubungan erat dengan proses penyerapan unsur hara, air, dan respirasi. Bila suhu media tanam tinggi dan kelembaban rendah, evapotranspirasi tanaman akan cepat berlangsung. Kondisi ini akan mempengaruhi daya hisap air dan hara dari media ke tanaman. Besarnya nilai konduktivitas listrik larutan nutrisi semakin tinggi dengan meningkatnya suhu udara lingkungan. Meningkatnya suhu udara lingkungan menyebabkan larutan nutrisi terakumulasi dan kandungan ion-ion menjadi semakin tinggi. Semakin banyak ion yang terlarut, semakin tinggi nilai Electrical Conductivity (EC). Hal ini menyebabkan nilai pH semakin rendah dan media tanam tersebut semakin bersifat asam. Medai tanam yang terlalu asam mengakibatkan unsur hara tidak terserap dengan baik, sehingga ion-ion yang terdapat dalam larutan nutrisi berkumpul dan terakumulasi di tepi-tepi daun dan akhirnya menyebabkan daun berbintik kuning, serta daun berukuran kecil.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 07 .00 08 .00 08 .30 09 .00 09 .30 10 .00 10 .30 11 .00 11 .30 12 .00 12 .30 13 .00 13 .30 14 .00 14 .30 15 .00 15 .30 16 .00 16 .30 17 .00 Suhu ( ° C )

Waktu pengukuran (WIB)

Gambar 12 Kenaikan suhu larutan nutrisi pendingin yang diukur pada posisi inlet dan outlet dari sistem zone cooling hasil pengukuran perlakuan suhu 10oC Zone cooling dilakukan dengan cara memompa larutan nutrisi yang telah didinginkan oleh chiller sehingga mengalir melalui pipa pendingin yang terangkai dalam chamber aeroponik. Suhu larutan nutrisi tersebut akan naik selama air tersebut terus mengalir. Kenaikan suhu larutan nutrisi di sepanjang pipa pendingin terjadi sebagai akibat proses pindah panas dari media tanam ke pipa pendingin dan air pendingin. Perbedaan kenaikan suhu air pendingin pada aeroponik sistem ini disebabkan oleh perbedaan laju pindah panas melalui konveksi maupun konduksi pada chamber aeroponik. Selanjutnya, hal ini mempengaruhi suhu larutan nutrisi yang keluar pada posisi outlet. Suhu larutan nutrisi pada posisi inlet pada pada perlakuan pendinginan set point suhu dari chiller 10oC, 15oC dan kontrol dalam sistem zone cooling tercatat 0 - 3.1oC lebih rendah dibandingkan dengan suhu larutan nutrisi pada posisi outlet. Grafik kenaikan suhu larutan nutrisi yang diukur pada posisi inlet dan outlet dari sistem zone cooling hasil pengukuran disajikan dalam Gambar 12.

Kenaikan suhu larutan nutrisi tersebut disebabkan oleh : (1) faktor media tanam meliputi kelembaban dan efektivitas pendinginan; (2) faktor lingkungan meliputi suhu udara, kelembaban udara serta radiasi matahari. Apabila metode pendinginan yang dikembangkan dalam penelitian ini akan diterapkan untuk pendinginan daerah perakaran pada sistem aeroponik maka kinerja pendinginan akan lebih baik apabila faktor pertama diatasi yaitu dengan penggunaan paranet untuk mengurangi radiasi matahari langsung mencapai permukaan media tanam. Faktor kedua dapat ditekan dengan penggunaan bahan paranet yang bening sehingga tanaman masih mampu menerima intensitas cahaya matahari yang panjang. Intensitas cahaya yang kurang optimal, khususnya pada awal pertumbuhan akan menyebabkan tanaman mengalami proses etiolasi (pertumbuhan daun yang tidak sempurna dikarenakan kekurangan intensitas cahaya). 0 5 10 15 20 25 7: 00: 0 0 7: 30: 0 0 8: 00: 0 0 8: 30: 0 0 9: 00: 0 0 9: 30: 0 0 10 :0 0: 00 10 :3 0: 00 11 :0 0: 00 11 :3 0: 00 12 :0 0: 00 12 :3 0: 00 13 :0 0: 00 13 :3 0: 00 14 :0 0: 00 14 :30 :00 15 :0 0: 00 15 :3 0: 00 16 :0 0: 00 16 :3 0: 00 17 :0 0: 00 S uhu a ir pe nding in( ° C)

Waktu pengukuran (WIB)

Evaluasi Efektifitas Pendingin dan Kebutuhan Energi Listrik

Hasil perhitungan laju pindah panas per satuan luas perpindahan panas (flux panas) pada set point suhu pendinginan dari chiller 10oC, 15oC dan kontrol ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa bagian chamber yang memberikan laju pindah panas terbesar adalah bagian sisi atas pada perlakuan pendidingan pada set point suhu 10oC. Hal tersebut terjadi karena pada sisi bagian atas terdapat perbedaan suhu yang cukup tinggi antara suhu udara di dalam chamber dengan suhu udara di luar chamber bagian atas. Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa laju pindah panas pada perlakuan pendinginan suhu larutan nutrisi memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dikarenakan perlakuan pendinginan menyebabkan perbedaan suhu yang lebih besar sehingga proses pindah panas yang terjadi lebih besar dibanding kontrol. Perhitungan flux panas dari masing-masing aplikasi zone cooling disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 3 Flux panas dari masing-masing aplikasi zone cooling (27 Maret 2016)

Wadah media tanam

Flux panas (W/m2)

09:00 AM 13:00 PM 16:00 PM 10 °C 15 °C Kontrol 10 °C 15°C Kontrol 10 °C 15 °C Kontrol Pipa pendingin 1.893 0.381 0.146 2.900 2.048 2.433 1.988 0.113 2.976 Sisi depan 1.870 1.608 0.381 2.605 2.350 0.418 1.981 1.626 0.122 Sisi belakang 3.234 2.405 0.545 4.594 3.634 0.579 2.982 2.356 0.035 Sisi kanan 2.827 2.465 0.570 3.989 2.375 2.268 2.827 2.286 0.178 Sisi kiri 3.390 2.445 0.568 4.633 3.893 0.602 3.246 2.505 0.036 Sisi atas 7.118 5.571 1.025 7.118 7.377 7.377 6.757 0.689 0.750 Sisi bawah 2.044 2.676 0.017 2.923 2.676 0.087 2.486 2.108 0.017 Total energi 22.376 17.551 3.253 28.762 24.354 13.764 22.266 11.683 4.114

Zone cooling dilakukan dengan cara memompa larutan nutrisi dalam tangki menuju unit pendingin (chiller) yang kemudian didinginkan sesuai dengan set point suhu sebesar 10oC dari chiller dan set point suhu dari chiller 15oC. Pemakaian chiller mencapai 18 jam/hari dari pukul 06.00-00.00 WIB. Pada Kebutuhan energi untuk pendinginan daerah perakaran dalam sistem zone cooling untuk luasan 100 m2 pada set point suhu 10oC adalah 0.440 kWh/m2, set point suhu 15oC adalah 0.321 kWh/m2 dan kontrol adalah 0.127 kWh/m2. Untuk dapat mencapai suhu daerah perakaran yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman maka perpindahan panas yang juga tinggi dari larutan nutrisi dalam chamber ke larutan nutrisi dalam pipa pendingin. Semakin tinggi laju perpindahan panas per satuan luas maka semakin cepat suhu optimum daerah perakaran dicapai. Kultivar bawang merah varietas Bima Brebes dapat di panen pada umur 60 hari. Dari hasil perhitungan konsumsi energi listrik untuk produksi umbi bawang merah di dataran rendah secara aeroponik dengan zone cooling. Perkiraan beban listrik satu musim panen untuk set point suhu 10oC, luasan 100 m2 mencapai 2642.5 kWh dan set point suhu 15oC mencapai 1926 kWh.

Sedangkan besar efisiensi mesin pendingin yang digunakan, dengan unit pendingin yang digunakan sebanyak dua buah, tipe portable 1 Pk, serta memiliki daya 900 Watt. Dimana 1 pk sama dengan 0.746 kW. Maka nilai COP (Coefficient of Performance) untuk setiap mesin pendinginnya masing-masing sebesar 1.21 (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan nilai efisiensi mesin masih tergolong rendah. Fazri A. et al. (2016) melakukan penelitian untuk membandingkan nilai COP pada unit water chiller dengan menambahkan katup ekspansi termostatik (TXV) suhu keluaran air hingga 10oC menunjukkan nilai COP ketika beroperasi mempunyai nilai sebesar 3.86 hingga 4.01.

Pengaruh Suhu dan Vernalisasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Umbi

Jumlah Daun

Perhitungan jumlah daun merupakan salah satu parameter morfologi yang umum digunakan untuk menentukan baik tidaknya pertumbuhan suatu tanaman. Perhitungan dimulai pada 23 HST saat daun telah tumbuh sempurna. Pada Tabel 4 terlihat bahwa pendinginan suhu memberikan pertambahan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pendinginan zona perakaran mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Margiwiyatno (2011) yang menunjukkan bahwa pendinginan suhu zona perakaran dengan suhu pendinginan 18oC, 21oC, dan 24oC mampu meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman bawang merah di dataran tinggi dengan variasi jenis media tanam. Hasil sidik ragam menunjukkan beda nyata antara suhu pendinginan terhadap jumlah daun pada umur tanaman (Tabel 4). Selain itu pada suhu dingin proses respirasi tanaman menurun dan proses fotosintesis mengalami peningkatan. Sehingga pertumbuhan tanaman berlangsung secara optimal.

Tabel 4 Pengaruh suhu dan vernalisasi terhadap jumlah daun (daun) bawang merah

Suhu pendinginan

(oC)

Hari Ke- (Hari Setelah tanam)

Rata-Rata 23HST 29 HST 36 HST 44 HST 50 HST 60 HST

10 18.75a 20.00a 21.00 19.50ab 15.63a 11.13a 17.67a 15 18.38a 20.63b 18.00 21.88a 17.00a 4.88b 16.80a Kontrol 13.38b 13.38b 18.50 14.50b 12.00b 5.13b 12.82b Perlakuan Hari Ke- (Hari Setelah tanam) Rata-Rata

23HST 29 HST 36 HST 44 HST 50 HST 60 HST Vernalisasi 18.00a 18.67 19.17 18.17 14.00 5.92b 15.66 Tanpa Vernalisasi 15.67 b 17.33 19.17 18.92 15.75 8.17a 15.84

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ pada taraf P<0,05; HST=Hari Setelah Tanam Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa Perlakuan vernalisasi memberikan pengaruh tidak nyata terhadap peningkatan jumlah daun bawang merah. Hal ini

membuktikan bahwa perlakuan vernalisasi hanya perpengaruh pada fase awal pertumbuhan (vegetatif) namun tidak mempengaruhi hasil terhadap jumlah daun bawang merah.

Jumlah Anakan

Perhitungan jumlah anakan merupakan salah satu parameter morfologi yang umum digunakan untuk menentukan baik tidaknya pertumbuhan suatu tanaman. Dari hasil uji taraf P < 0.05 (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan pendinginan suhu zona perakaran menghasilkan jumlah anakan bawang merah lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan pendinginan berbeda nyata terhadap jumlah anakan. Hal ini diduga pendinginan zona perakaran meningkatkan aktivitas pembelahan sel. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan pendinginan pada set point suhu 15oC memiliki jumlah tanaman tertinggi dibandingkan set point suhu 10oC dan kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pendinginan zona perakaran mampu meningkatkan jumlah anakan bawang merah di dataran rendah tropika basah.

Tabel 5 Pengaruh suhu dan vernalisasi terhadap jumlah anakan (tanaman) bawang merah Perlakuan Suhu ( o C) Rerata 10oC 15oC Kontrol Vernalisasi 4.25a 4.75a 2.00b 3.67b Tanpa Vernalisasi 4.75a 4.50a 4.75a 4.67a Rerata 4.50a 4.63a 3.38b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ pada taraf P<0,05

Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan nilai rerata tanpa vernalisasi menghasilkan nilai jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan vernalisasi. Perlakuan vernalisasi dan tanpa vernalisasi berbeda sangat nyata terhadap jumlah anakan. Terjadi interaksi antara vernalisasi dan pendinginan suhu larutan nutrisi terhadap jumlah anakan. Begitu pula pada jumlah anakan hal ini diduga dikarenakan pada umbi yang mendapat perlakuan vernalisasi menghabiskan energi pada umbi untuk pertunasan selama masa penyimpanan sehingga pada pertumbuhan fase vegetatif kurang maksimal. Sedangkan pada umbi tanpa perlakuan vernalisasi (tanpa vernalisasi) yang masih menyimpan banyak energi sehingga pertumbuhannya lebih baik dan optimal.

Diameter Umbi

Perhitungan diameter umbi merupakan salah satu parameter morfologi yang umum digunakan untuk menentukan baik tidaknya pertumbuhan suatu tanaman. Dari hasil uji taraf P < 0.05 (Tabel 6) menunjukkan bahwa perlakuan pendinginan suhu zona perakaran menghasilkan diameter umbi bawang merah lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan pendinginan berbeda nyata terhadap diameter umbi. Hal ini diduga pendinginan zona perakaran meningkatkan

aktivitas pembelahan sel dan pembentukan akar. Tanaman bawang merah akan berproduksi dengan baik apabila memperoleh unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dengan baik terutama saat pembentukan umbi (Darma 2015). Perakaran yang baik akan meningkatkan penyerapan unsur hara sehingga pembentukan umbi terbentuk dengan baik. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan pendinginan pada set point suhu 10oC memiliki diameter umbi tertinggi dibandingkan perlakuan set point suhu 15oC dan kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pendinginan zona perakaran mampu meningkatkan diameter umbi bawang merah di dataran rendah tropika basah.

Tabel 6 Pengaruh suhu dan vernalisasi terhadap diameter umbi (cm) bawang merah Perlakuan Suhu ( oC) Rerata 10oC 15oC Kontrol Vernalisasi 2.01 1.91 0.59 1.50 Tanpa Vernalisasi 1.68 1.56 1.27 1.50 Rerata 1.85a 1.73a 0.93b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ pada taraf P<0,05

Pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa perlakuan nilai rerata tanpa vernalisasi dan vernalisasi bernilai sama. Perlakuan vernalisasi dan tanpa vernalisasi tidak berbeda nyata terhadap diameter umbi bawang merah. Tidak terjadi interaksi antara vernalisasi dan pendinginan suhu larutan nutrisi terhadap diameter umbi bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan vernalisasi berpengaruh pada awal pertumbuhan namun tidak mempengaruhi hasil jumlah anakan.

Jumlah Umbi

Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa vernalisasi dan pendinginan suhu larutan nutrisi berbeda nyata terhadap jumlah umbi per plot (umbi). Pada Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan tanpa vernalisasi lebih banyak dibandingkan dengan perlakukan vernalisasi. Pada perlakuan pendinginan suhu larutan nutrisi 10oC, tanpa vernalisasi menghasilkan jumlah umbi terbanyak dibandingkan perlakuan yang lainya.

Tabel 7 Pengaruh suhu dan vernalisasi terhadap jumlah umbi (umbi) bawang merah Perlakuan Suhu ( o C) Rerata 10oC 15oC Kontrol Vernalisasi 2.25 2.50 0.25 1.67b Tanpa Vernalisasi 5.00 4.50 1.50 3.67a Rerata 3.63a 3.50a 0.88b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ pada taraf P<0,05

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa bawang merah yang dibentuk pada masing-masing perlakuan pendinginan suhu larutan nutrisi sistem aeroponik. Umbi terbanyak dibentuk pada penanaman dengan pendinginan set point suhu 10oC dan diikuti pendinginan suhu set point suhu 15oC dan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pendinginan pada zona perakaran mampu memproduksi umbi yang banyak di dataran rendah. Selain itu dengan pendinginkan suhu larutan nutrisi mampu menggantikan perlakuan vernalisasi pada budidaya bawang merah di dataran rendah tropika. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa vernalisasi jauh lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan vernalisasi. Hal ini diduga dikarenakan pada perlakuan vernalisasi menghabiskan energi pada umbi untuk pertunasan selama masa penyimpanan sehingga pada pertumbuhan fase vegetatif kurang maksimal dibandingkan dengan umbi tanpa perlakuan tanpa vernalisasi. Jumlah umbi pada perlakuan suhu pendinginan lebih banyak. Hal ini diduga pendinginan suhu larutan nutrisi mampu meningkatkan aktivitas pembelahan sel pada tanaman sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman khususnya jumlah umbi. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Margiwiyatno (2007) yang menunjukkan bahwa pendinginan suhu zona perakaran pada suhu 18oC, 21oC, 24oC mampu meningkatkan bobot umbi bawang merah dan diameter umbi pada tanaman bawang merah di dataran tinggi dengan variasi jenis media tanam.

Berat Umbi

Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan vernalisasi berbeda nyata. Menurut Sumarni dan Sumiati (2001) menyatakan bahwa vernalisasi pada umumnya lebih diarahkan pada pertumbuhan generatifnya daripada pertumbuhan vegetatifnya. Interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi per tanaman. Pada Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan tanpa vernalisasi, pendinginan set point suhu larutan nutrisi dari chiller 10oC tertinggi yaitu 15.75 gram.

Tabel 8 Pengaruh suhu dan vernalisasi terhadap berat umbi (gram) bawang merah

Perlakuan Suhu ( o C) Rerata 10oC 15oC Kontrol Vernalisasi 10.50 10.75 1.50 7.58 Tanpa Vernalisasi 15.75 12.75 3.00 10.50 Rerata 13.13a 11.75a 2.25b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ pada taraf P<0,05

Namun hasil sidik ragam pada perlakuan pendinginan suhu larutan nutrisi berbeda sangat nyata. Sama halnya dengan berat umbi per tanaman pada Tabel 8 menunjukkan bahwa bawang merah yang dibentuk pada masing-masing perlakuan pendinginan suhu larutan nutrisi dengan sistem aeroponik. Umbi terberat atau besar dibentuk pada penanaman dengan set point suhu pendinginan 10oC dan diikuti set point suhu pendinginan 15oC dan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa

pendinginan pada zona perakaran mampu memproduksi umbi yang besar di dataran rendah tropika. Selain itu dengan pendinginkan suhu larutan nutrisi mampu menggantikan perlakuan vernalisasi pada budidaya bawang merah di dataran rendah tropika basah. Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan bahwa pada bawang merah yang mempunyai jumlah umbi yang sedikit per tanamannya akan memiliki berat umbi yang sedikit per tanamannya dan demikian sebaliknya. Pada set point suhu pendinginan 10oC, 15oC menunjukkan hasil tidak berbeda nyata dan pada set point suhu 15oC memerlukan energi listrik yang lebih rendah, sehingga suhu yang cocok untuk budidaya bawang merah didataran rendah tropika basah untuk memproduksi umbi adalah dengan pendinginan suhu 15oC, tanpa vernalisasi. Jasmi et al. (2013) melakukan penelitian dengan lama vernalisasi 4 minggu menghasilkan berat segar umbi varietas Bima sebesar 16.48 gram. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian perlakuan pendinginan suhu larutan nutrisi pada set point suhu 10oC pada chiller tanpa vernalisasi menghasilkan berat umbi per tanaman sebesar 15.75 gram hanya selisih 0.73 gram. Sehingga dengan menggunakan pendinginan suhu larutan nutrisi ini mampu menggantikan proses vernalisasi sekaligus menghilangkan penggunaan energi listrik, waktu maupun energi dalam umbi bawang merah selama vernaliasi.

Berat Basah Akar Tanaman

Berdasarkan sidik ragam terlihat bahwa perlakuan pendinginan suhu larutan nutrisi berbeda sangat nyata terhadap bobot akar. Namun, interaksi perlakuan vernalisasi dan pendinginan suhu larutan nutrisi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot umbi per plot. Pada Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan vernalisasi, pendinginan suhu larutan nutrisi 10oC tertinggi yaitu 5.00 gram.

Tabel 9 Pengaruh suhu dan vernalisasi terhadap berat basah akar (gram) bawang merah Perlakuan Suhu ( oC) Rerata 10oC 15oC Kontrol Vernalisasi 5.00 4.50 1.75 3.75 Tanpa Vernalisasi 4.25 3.50 1.00 2.92 Rerata 4.63a 4.00a 1.38b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ pada taraf P<0,05

Berat basah akar yang dipanen setelah 60 HST memperlihatkan bahwa pendinginan suhu larutan perakaran mampu meningkatkan berat basah akar tanaman. Pertumbuhan perakaran yang optimal mampu meningkatkan serapan hara oleh tanaman sehingga meningkatkan produktivitas bawang merah. Pada set point suhu 10oC terjadi peningkatan berat basah akar (Tabel 9). Hasil yang sama diperoleh pada pertumbuhan jumlah akar, panjang akar, dan panjang daun bawang merah (Dinarti et al. 2011). Hasil yang sama pula diperoleh pada pertumbuhan akar dan daun kultur Allium chinense (Zhen et al. 2008). Peningkatan nilai rata-rata dari variabel-variabel peubah tersebut diduga karena pada pendinginan suhu

Dokumen terkait