• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Kimia Tanah

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah tanah bekas tambang emas yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil pada tabel berikut:

Tabel . Hasil analisis sifat kimia tanah bekas tambang emas

Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan

pH - 4.25 Sangat masam

N-total % 0,15 Rendah

K-dd me/100 0.102 Rendah

P-tersedia Ppm 6.53 Sangat Rendah

Cu Ppm 0.450 Tinggi

Fe Ppm 0.021 Sangat Rendah

Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat-sifat Tanah (Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983)

Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut, diketahui bahwa tanah areal bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan tanah yang tingkat kesuburannnya sangat rendah dan bersifat sangat masam, dimana pH nya hanya mencapai 4.25. Selain sifat tanah yang sangat masam, kandungan unsur hara tanah bekas tambang emas ini juga sangat rendah, dimana hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan hara P hanya mencapai 6.53, dimana menurut kriteria (Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983) jumlah itu tergolong sangat rendah, sedangkan untuk hasil analisis sifat kimia tanah untuk unsur N dan K, hanya mencapai 0.15 dan 0.102. dimana jumlah itu menurut kriteria (Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983) tergolong rendah, hasil ini menunjukkan bahwa tanah bekas galian tambang di Desa Simpang gambir Kecamatan Lingga bayu merupakan lahan marginal yang sangat miskin hara.

Untuk hasil analisis unsur hara mikro yang terdapat pada tanah bekas tambang, diperoleh kandungan yang sangat rendah untuk Fe sedangkan untuk Cu diperoleh nilai yang cukup tinggi, dimana untuk hara Cu nilainya 0.450 ppm dan 0.021 ppm untuk hara Fe.

Pertumbuhan tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinngi tanaman Suren. Rata-rata tinggi tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 1. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

Dari Gambar 1 tersebut, dapat kita lihat bahwa interaksi antara FMA dan asam humik mampu meningkatkan secara signifikan pertumbuhan bibit Suren dibandingkan dengan tanaman kontrol, dimana interaksi antara kombinasi pemberian mikoriza dosis 10 g dengan asam humik taraf 2.5 % (M2H1) mampu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

memberikan pertumbuhan rata-rata yang paling tinggi dari kombinasi perlakuan lainnya, kombinasi ini menghasilkan pertumbuhan rata-rata mencapai 7.0480 cm, dan rata-rata pertumbuhan terendah adalah kontrol (M0H0) yang hanya menghasilkan pertumbuhan rata-rata 1.9280 cm.

Pertumbuhan diameter tanaman

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter semai Suren, rata-rata diameter tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada berikut:

Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan diameter tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

Dari data tersebut diperoleh rata-rata tertinggi untuk pertumbuhan diameter terdapat pada kombinasi perlakuan 5 g mikoriza dengan 2.5 % asam humik (M1H1) yaitu dengan rata-rata 0.880 cm, namun tidak berbeda nyata terhadap kombinasi perlakuan M1H2, M2H1, M1H0, M2H0, M2H2, M3H0 dan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

M3H2, tetapi berbeda nyata terhadap kombinasi perlakuan M0H0, M0H1, M0H2 dan M3H1. Sedangkan rataan terendah terdapat pada tanaman kontrol (M0H0) yaitu sebesar 0.200, hal ini menunjukkan pemberian FMA dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan diameter semai Suren secara signifikan.

Berat kering Total tanaman.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering total tanaman. Rata-rata berat kering total tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 3. Rata-rata berat kering tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

Dari Gambar 3 tersebut dapat kita lihat bahwa pemberian mikoriza dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan semai Suren secara signifikan, dimana diperoleh rata-rata tertinggi pada kombinasi perlakuan 10 g mikoriza dengan 2.5 % asam humik (M2H1) yaitu 1.25 g, dimana kombinasi perlakuan ini

Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

berbeda nyata terhadap Kombinasi M0H1, M2H0, M3H1 dan kontrol. Sedangkan rataan terendah ditunjukkan oleh 0 g mikoriza dan 0 % asam humik (kontrol) dengan BKT hanya 0.35 g.

Persen Infeksi Akar

Hasil pengamatan pada akar anakan suren ditemukan adanya asosiasi antara akar dengan FMA yang membentuk kolonisasi. Terjadinya infeksi FMA terhadap akar ditandai dengan adanya hifa yang menembus sel epidermis melalui permukaan akar atau rambut-rambut akar, sehingga terlihat bagian yang terinfeksi. Rata-rata persen infeksi akar pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 4. Rata-rata Persen infeksi akar tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentasi infeksi akar semai Suren, dimana

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

persentasi infeksi tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan 15 g mikoriza dengan 5 % asam humik (M3H2) dengan rata-rata persentasi infeksi akar 55.83 %, kombinasi perlakuan ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan M1H2, M2H1, M2H2 dan M3H1, tapi berpengaruh nyata terhadap kombinasi perlakuan lainnya, sedangkan persentasi infeksi terendah dihasilkan oleh Kontrol (M0H0) dengan persentasi infeksi akar hanya 19.93%.

Serapan P Tanaman

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan P tanaman. Rata-rata hasil serapan P tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 5. Rata-rata serapan P tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Dari Gambar 5 tersebut, dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan antara FMA dan asam humik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan serapan P oleh tanaman, dimana kombinasi perlakuan mikoriza 10 g dengan 0% asam humik menunjukkan rata-rata hasil serapan P tanaman tertinggi dengan rata-rata 0.26%, kombinasi ini berbeda nyata terhadap M0H0 dan M0H1 namun tidak berbeda nyata terhadap kombinasi lainnya, sedangkan tanaman kontrol (M0H0) menunjukkan hasil yang paling rendah, dengan rata-rata serapan P hanya 0.15 % .

Pembahasan

Dari data pada tabel, dapat dilihat bahwa lahan bekas tambang kekurangan unsur hara esensial seperti Nitrogen dan Fosfor, dan kemasaman tanah (pH yang rendah). Kondisi tersebut merupakan kendala umum dan utama yang ditemui pada tanah-tanah bekas kegiatan pertambangan. Hilangnya lapisan tanah atas (top soil) yang proses pembentukannya memakan waktu ratusan tahun diduga sebagai penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada lahan-lahan bekas pertambangan.

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah diketahui bahwa kisaran pH tanah yang terdapat pada areal bekas tambang emas tergolong sangat masam, tingkat kemasaman tanah yang tinggi ini dapat mempengaruhi kemampuan fungi bersimbiosis dengan tanaman. Selain itu, menurut Widyastuti et al.,(2005) ketersedian P dalam tanah juga sangat berkaitan erat dengan tingkat kemasaman tanah, berdasarkan data analisis tanah tersebut, dapat diketahui bahwa tanah yang terdapat di areal bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian tergolong marginal yang sangat miskin hara dan tingkat kesuburan yang rendah.

Pada tabel hasil analisis sifat kimia tanah, dapat dilihat bahwa kandungan Fe dan Cu sangat rendah, sehingga dapat dinyatakan bahwa keduanya kurang di dalam tanah bekas tambang tersebut hal ini sesuai dengan pendapat Lindsay (1979) dalam Ernawati (2008) yang menyatakan bahwa tanah biasanya mengandung Fe sebesar 20-6000 ppm, tanah akan mengalami defisiensi jika Fe di bawah 20 ppm dan akan mengalami keracunan jika lebih dari 6000 ppm.

Rendah nya kandungan P dalam tanah dapat mengakibatkan kemampuan tumbuhan bersimbiosis dengan FMA menjadi lebih besar. Selain itu ketersediaan N total di dalam tanah juga tergolong rendah, sedangkan N sangat berpengaruh penting dalam pertumbuhan tanaman. Ketersedian N dapat menjadi parameter utama subur atau tidaknya tanah, sehingga dari data tersebut, tanah areal bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan tanah yang tingkat kesuburannya rendah.

Untuk parameter tinggi tanaman pada Gambar 1, diperoleh pertumbuhan tinggi yang signifikan, meski tumbuh pada media tanam berupa tanah bekas galian tambang, semai mampu tumbuh secara baik, secara grafis menunujukkan rata-rata pertambahan tinggi bibit tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M2H1 dan yang terendah adalah kontrol (M0H0). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian FMA dan asam humik secara sendiri-sendiri maupun di kombinasikan sama-sama memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan semai Suren. Hal ini dikarenakan peran FMA dan asam humik dalam meningkatkan dan memperbaiki kemampuan akar dan tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Setiadi (1999) bahwa FMA selain mampu menyerap air, FMA juga mampu memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap dan mencari air dan mineral, dengan

meningkatnya kemampuan akar, maka sangat memungkinkan semai dapat tumbuh pada lahan marginal terutama lahan bekas tambang. Hal ini dikarenakan akar merupakan salah satu pemeran utama dalam perumbuhan tanaman. Sedangkan asam humik mampu mempengaruhi sifat kimia dan fisika tanah, seperti diketahui bahwa kondisi kimia tanah bekas tambang sangatlah buruk, dengan pH yang sangat masam dan kandungan hara esensial yang sangat rendah, asam humik mampu mempengaruhi kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan (1993) dalam Windiyaningrum (2008) bahwa asam humik dapat mempengaruhi kesuburan tanah dengan mengubah kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah. Asam humik juga berperan meningkatkan kapasitas memegang air, memperbaiki daya kerja tanah dan membantu bertahan pada kondisi kekurangan air, sehingga semai Suren tetap tumbuh pada tanah bekas tambang yang miskin hara.

Pemberian FMA dan asam humik juga diduga telah memberikan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan semai suren, hormon yang dihasilkan diduga telah mempercepat pertumbuhan jaringan-jaringan tanaman, meliputi akar, batang dan tunas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ange (2001) menyatakan bahwa FMA dapat menghasilkan ZPT, berupa auksin, sitokinin dan giberelin, dimana ZPT ini sangat diperlukan dalam proses pembelahan sel, memacu petumbuhan serta mencegah atau memperlambat proses penuaan sehingga menambah fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air.

Pada gambar 3, Pemberian FMA dan asam humik terbukti mampu meningkatakan pertumbuhan diameter semai Suren pada media tanah bekas tambang, dimana kombinasi perlakuan M1H1 menunjukkan pertumbuhan tertinggi dan M0H0 (kontrol) menghasilkan pertambahan diameter terendah.

Meskipun ditanam pada tanah yang sangat miskin hara dan pH yang sangat masam, tapi semai Suren yang diberi perlakuan FMA dan asam humik serta interaksinya mampu tumbuh dengan baik dan berpengaruh nyata, sedangkan semai Suren yang ditanam tampa perlakuan (kontrol) tumbuh dengan lambat bahkan cenderung kerdil. Kondisi tanah yang miskin hara dengan kadar P yang rendah merupakan salah satu faktor yang mampu membuat mikoriza bekerja dengan baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai suren, hal ini sesuai dengan pernyataan Mange (1984) dalam Delvian (2003) bahwa penggunaan media yang sedikit mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan ketersediaan unsur P yang rendah akan mendukung kolonisasi FMA.

Selain itu, mikoriza dapat bersimbiosis dengan baik dengan akar diduga karena waktu inokulasi dan umur semai yang digunakan, dimana umur semai yang ditanam berumur 3 minggu dan penginokulasian dilakukan pada saat penanaman. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Delvian (2007) bahwa inokulasi FMA di pembibitan akan memberikan pengaruh yang lebih baik karena perawatannya secara optimal sehingga pertumbuhan dan perkembangan FMA juga lebih baik dan berperan secara maksimal dibandingkan inokulasi langsung di lapangan.

Pemberian mikoriza dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan semai Suren dengan media tumbuh tanah bekas tambang, meskipun ditumbuhkan pada tanah yang sangat miskin hara, pemberian FMA dan asam humik tetap memberi pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhannya. Nilai berat kering total tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan M2H1 dan nilai berat kering total terendah adalah kontrol, hal ini diduga karena pengaruh kinerja FMA dan asam

humik, karena pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan tajuk, berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah akar-akar lateral dan mempengaruhi inisiasi akar-akar baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Ayuso (1996) dalam Delvian (2002), bahwa pemberian asam humik dapat meningkatkan sintesis protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju fotosintesis, dan mempengaruhi aktivitas enjim. Sedangkan tanaman kontrol mengalami pertumbuhan yang stagnan, hal ini disebabkan kondisi media tanam yang sangat miskin hara dan pH yang sangat rendah, sehingga mengakibatkan tanaman mengalami defisiensi hara dan mineral.

Berdasarkan Data pada Gambar 4 tersebut, dapat dilihat bahwa FMA mampu dan telah menginfeksi akar pada semua perlakuan, meski dengan persentasi yang bebeda-beda, menurut Adawiyah (2009) bahwa persentasi infeksi FMA bervariasi dan berfluktuasi pada setiap tanaman dan sampel akar yang diambil atau diamati, hal ini yang menyebabkan hasil pengamatan dan penghitungan derajat infeksi akar menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Untuk persentasi infeksi tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan M3H2 dan persentasi terendah ditunjukkan oleh tanaman kontrol, meskipun Pada tanaman kontrol dan tanaman yang tidak diberi FMA tetap ditemukan adanya asosiasi antara FMA dan akar tanaman, hal ini dapat disebabkan bahwa pada tanah yang digunakan sebagai media tumbuh telah terdapat mikoriza. Hal ini dikuatakan oleh pernyataan Setiadi (2001) bahwa mikoriza itu bersifat kosmopolitan, yang artinya mikoriza tersebar dan terdapat pada hampir sebahagian besar tanah.

Berdasarkan data pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan M3H2 memiliki persentasi kolonisai tertinggi, namun pada beberapa

parameter lainnya menunjukkan hasil yang tidak sejalan, hal ini menunjukkan bahwa kolonisasi yang paling tinggi tidak selalu beriringan dengan pertumbuhan yang lebih tinggi pula, hal ini sesuai dengan pendapat Smith dan Read (1997) yang menyatakan bahwa kolonisasi tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga disebabkan oleh kompleks nya unsur-unsur di dalam tanah yang berperan mempengaruhi tanaman, jenis spora yang besimbisosi dengan tanaman dan perbedaan antar tanaman itu sendiri.

Penggunaan media tumbuh lahan bekas tambang emas yang sangat miskin hara diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kolonisasi FMA, dimana hasil analisis tanah terhadap media tumbuh yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan unsur hara media tumbuh sangat rendah. Menge (1994) dalam Delvian (2002) menyampaikan bahwa pemilihan media tumbuh dalam kolonisasi FMA merupakan aspek paling penting, dimana penggunaan media yang sedikit mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan ketersediaan unsur P yang rendah akan mendukung kolonisasi FMA, hal ini juga sejalan dengan pernyataan Cooper (1984) dalam Delvian (2002) yang menyatakan bahwa media tanam dengan kandungan P tersedia yang tinggi akan menghambat kolonisasi dan produksi FMA.

Pemberian asam humik juga diduga mempengaruhi kenaikan tingkat infeksi akar terhadap FMA. Pada Gambar 4 dapat kita lihat bahwa tanaman yang diberi FMA dan asam humik secara bersamaan menunjukkan kecenderungan tingkat infeksi akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diberi FMA namun tidak diberi perlakuan asam humik. Asam humik diduga telah merangsang dan membantu proses terjadinya simbiosis antara akar tanaman

dengan FMA. Hal ini sesuai dengan pendapat Delvian(2003) bahwa pemberian asam humik mampu meningkatkan jumlah spora yang terbentuk. Jika spora yang terbentuk meningkat, maka kolonisasi juga akan terbentuk dengan baik sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan optimal. Tanaman yang tumbuh dengan baik akan memacu terjadinya simbiosis mutualistik bagi perkembangan tanaman dan FMA.

Gambar 6. Contoh akar yang terinfeksi FMA

Meningkatnya kolonisasi FMA adalah karena meningkatnya proses fotosintesis yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi karbohidrat dalam akar dan meningkatnya senyawa-senyawa eksudat akar, Delvian (2003). Sejalan dengan kondisi rumah kasa yang memiliki intensistas cahaya yang sangat tinggi, yang mana penelitian ini dilakukan di rumah kasa. Ini menjadi salah satu alasan diperoleh tingkat persentasi kolonisasi akar semai Suren yang cukup tinggi.

Pada Gambar 5, menunjukkan bahwa kombinasi M2H0 memiliki persentasi serapan hara tertinggi dan persentasi terendah pada tanaman M0H0 (kontrol). Hal ini disebabkan pemberian FMA dan asam humik mampu meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan hara, dimana diduga

bahwa FMA dapat mengurangi jarak hara ke tanaman, sehingga akar dapat mencapai hara dan memanfaatkannya untuk optimalisasi pertumbuhan tanaman, selain itu FMA mampu meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan akar dan dapat merubah sifat-sifat hara secara kimia sehingga memudahkan penyerapan hara kedalam akar tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Rao (1994), bahwa pemberian FMA memiliki keuntungan bagi tanaman terutama dalam kemampuan penyerapan hara P (fosfor) dimana P merupakan salah satu unsur hara makro penting dalam pertumbuhan tanaman.

Peningkatan serapan P oleh tanaman yang diberi FMA juga akan diikuti peningkatan serapan hara-hara lain. Beberapa unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman yang ikut meningkat di antaranya N dan K. FMA dapat meningkatkan serapan P karena dapat memfiksasi N dan K sehingga dapat meningkatkan fotosintesis. Meningkatnya fotosintesis akan meningkatkan fotosintat dari daun ke akar. Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa peningkatan serapan hara P dapat meningkatkan serapan hara-hara lain.

Peningkatan serapan hara oleh tanaman berhubungan dengan perubahan permeabilitas membran sel akar tanaman Chen dan Schntizer (1978) dalam Delvian (2003) menyatakan bahwa senyawa humik dapat meningkatkan permebilitas membran sel, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penyerapan hara. Bentuk hubungan antara senyawa humik dengan permeabilitas membran sel ini belum jelas, Chen dan schntizer (1978) dalam Delvian 2003) menduga hal ini berkaitan dengan aktivitas permukaan senyawa humik yang dihasilkan dari adanya tapak yang hidrofilik dan hidrofobik. Dengan demikian senyawa humik

dapat berinteraksi dengan struktur fosfolipit dari membran sel dan berperan sebagai pembawa unsur hara bagi tanaman.

Dokumen terkait