APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DAN
ASAM HUMIK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN
(Toona sureni Merr) PADA TANAH PASCA TAMBANG EMAS
(Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)
Oleh:
Ismail Rasyid Siregar 071202003 Budidaya Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DAN
ASAM HUMIK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN
(Toona sureni Merr) PADA TANAH PASCA TAMBANG EMAS
(Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)
SKRIPSI
Oleh:
Ismail Rasyid Siregar 071202003 Budidaya Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DAN
ASAM HUMIK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN
(Toona sureni Merr) PADA TANAH PASCA TAMBANG EMAS
(Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)
SKRIPSI
Oleh:
Ismail Rasyid Siregar 071202003 Budidaya Hutan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
ISMAIL RASYID SIREGAR: Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona serene Merr) Pada Tanah Bekas Tambang Emas. Dibimbing oleh NELLY ANNA dan DELVIAN.
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui pengaruh aplikasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan asam humik terhadap pertumbuhan semai Suren pada media tanah bekas tambang. Penelitian ini dilakukan di rumah kasa dan laboratorium biologi tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dimulai pada bulan April sampai Juli 2011. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, berat kering total, derajat infeksi dan serapan P tanaman. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu FMA dan asam humik.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering total, derajat infeksi dan serapan P tanaman.
RIWAYAT HIDUP
Ismail Rasyid Siregar dilahirkan di Padang Sidimpuan pada tanggal 05
Oktober 1988 dari ayah Drs. H. M. Yunan Siregar dan Ibu Hj. Fazrina Harahap.
Penulis merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara.
Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri P. sidimpuan, lulus
tahun 2001 dan melanjutkan pendidikan di MTs Negeri P. Sidimpuan dan lulus
tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari MA Negeri 2 Model P. Sidimpuan dan
pada tahun yang sama juga penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP (Panduan Minat dan Prestasi) pada
Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah mengikuti Praktik
Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Dataran Rendah Aras Napal dan
Hutan Mangrove Pulau Sembilan Kabupaten Langkat. Penulis melaksanakan
Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit II KPH Banyuwangi
Selatan, Jawa Timur.
Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Aplikasi
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Bibit
Suren (Toona serene Merr) Pada Tanah Bekas Tambang Emas” di bawah
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Judul dari penelitian ini adalah “Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) dan Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona serene
Merr) Pada Tanah Bekas Tambang Emas”.
Penelitian ini melibatkan banyak pihak sehingga memberi kesan yang
berarti di hati penulis. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah Drs. H. M. yunan Siregar dan dan Ibu Hj. Fazrina Harahap yang telah
memberikan doa yang tulus, kasih sayang, dorongan materi dan semangat
kepada penulis.
2. Ibu Nelly Anna S.Hut M.Si dan Bapak Dr. Delvian, S.P,M.P selaku komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan serta masukan yang
sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Saudara dan saudari penulis, Syahrial Mukhlis S.SiT, Yusra Dewi Siregar
MA, M. Taufik Arham S.Pd, Ridawati Syukriah A.md, Ir. Marahalam S.Sos,
Ilham Muttaqin S.Sos, Mikrot Junaidi S.Pt MM, Muslimah Nurul Utami dan
Dian Akhfiana Fitri atas dorongan semangat dan materi yang telah diberikan
4. Teman-temanku M Riyadh, Fehni Al-Asyari, Dikki Angriawan, Arief
Setiawan, Lola Adres, Rahmad Adventa, Moehar Marghy, King M dan
yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian
hingga akhir skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari
kekurangan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kehutanan. Akhir
DAFTAR ISI
METODOLOGI PENELITIAN ... 15
Waktu dan Tempat ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 16
Pelaksanaan Penelitian ... 17
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
ISMAIL RASYID SIREGAR: Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona serene Merr) Pada Tanah Bekas Tambang Emas. Dibimbing oleh NELLY ANNA dan DELVIAN.
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui pengaruh aplikasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan asam humik terhadap pertumbuhan semai Suren pada media tanah bekas tambang. Penelitian ini dilakukan di rumah kasa dan laboratorium biologi tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dimulai pada bulan April sampai Juli 2011. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, berat kering total, derajat infeksi dan serapan P tanaman. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu FMA dan asam humik.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering total, derajat infeksi dan serapan P tanaman.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambangan merupakan salah satu sumber daya alam potensial yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber devisa untuk pembangunan nasional. Dalam
kegiatan penambangan biasanya dilakukan dengan cara pembukaan hutan,
pengikisan lapisan-lapisan tanah, pengerukan dan penimbunan. Dampak kegiatan
pengoperasian tambang pada akhirnya akan mempengaruhi kesuburan tanah
sebagai media pertumbuhan tanaman, mengakibatkan merosotnya kesuburan
tanah yang disebabkan karena terkupasnya lapisan tanah oleh kegiatan
penambangan.
Pada zaman sekarang ini, industri pertambangan terus berkembang pesat,
mencakup seluruh wilayah-wilayah di seluruh Indonesia. Adanya industri
pertambagan memberikan pengaruh besar kepada kondisi perekonomian
Indonesia dan juga daerah-daerah tempat adanya industri pertambangan tersebut.
Namun demikian kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama gangguan
keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Dampak lingkungan kegiatan
pertambangan antara lain, tingginya tingkat erosi dan menurunnya kemampuan
peresapan air yang lebih lanjut akan mengakibatkan penurunan produktivitas
tanah, pemadatan tanah, sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran,
terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk,
serta perubahan iklim mikro.
Kenyataannya, untuk melakukan kegiatan rehabilitasi pada lahan-lahan
lahan yang tidak menguntungkan, antara lain kurangnya unsur hara khususnya
NPK, kurangnya air, dan kandungan logam berat yang sangat tinggi. Untuk
menunjang keberhasilan dalam merehabilitasi lahan-lahan yang rusak tersebut,
maka berbagai upaya seperti perbaikan lahan pra tanam, pemilihan jenis yang
cocok, aplikasi silvikultur yang benar, dan penggunaan pupuk biologis fungi
mikoriza arbuskula perlu dilakukan (Setiadi, 1996).
Permasalahan yang muncul setelah dilakukannya kegiatan penambangan
di antaranya adalah penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah dan
sedimentasi, hal ini mengakibatkan lahan bekas tambang menjadi kritis, untuk itu
perlu dilakukan usaha untuk mengembalikan produktivitas tanah atau paling tidak
mengurangi kerusakan yang ditimbulkan. Untuk mencegah dan mengurangi
kerusakan lingkungan yang lebih parah, maka perlu dicari berbagai upaya
pengendalian yang mengarah pada kegiatan rehabilitasi lahan. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah aplikasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan Asam
humik pada bibit tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan reklamasi lahan
bekas tambang.
Potensi biologis fungi mikoriza dan prospek aplikasinya telah diketahui
secara luas, diantaranya dapat memacu pertumbuhan tanaman, menyediakan unsur
hara bagi tanaman, membuat tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungan
yang kurang baik serta secara tidak langsung dapat memberikan manfaat berupa
peningkatan kesuburannya menjadi lebih baik. Pemanfaatan mikoriza diharapkan
menjadi teknologi alternatif guna mengatasi kendala-kendala dalam usaha
revegetasi lahan pasca tambang. Karena tipe jamur ini mampu meningkatkan
yang efisien untuk membantu pertumbuhan tanaman pada daerah-daerah yang
kurang hujan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk megetahui pengaruh aplikasi fungi
mikoriza arbuskula (FMA) dan asam humik terhadap pertumbuhan semai Suren
pada media tanah bekas tambang.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan data sebagai bahan
informasi dalam usaha penanganan lahan bekas tambang melalui upaya
peningkatan pertumbuhan tanaman dengan inokulasi FMA dan pemberian asam
humik.
Hipotesis Penelitian
1. Interaksi antara FMA dengan asam humik berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan semai suren dengan media tanam lahan bekas tambang .
2. Aplikasi FMA pada dosis tertentu berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan bibit suren dengan media tanam lahan bekas tambang .
3. Pemberian asam humik pada dosis tertentu berpengaruh nyata terhadap
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Suren (Toona sureni Merr)
Suren (Toona sureni Merr) merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan
kayunya dapat digunakan untuk papan dan bahan bangunan perumahan, peti,
venire, alat musik, kayu lapis, venir, dan mebel. Bagian tanaman suren khususnya
kulit kayu dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional seperti
tonik, obat diare, dan anti biotik. Tanaman ini tumbuh pada daerah bertebing
dengan ketinggian 600 - 2.700 m dpl dengan temperatur 22ºC (Balai penelitian
dan pengembangan kehutanan, 2009).
Pohon suren ini memiliki karakter khusus seperti harum yang khas apabila
bagian daun atau buah diremas dan pada saat batang dilukai atau ditebang. Ada
ciri lain yang dapat membedakan secara sekilas, yaitu :
1. Batang
Bentuk batang lurus dengan bebas cabang mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat
mencapai 40 sampai 60 m. Kulit batang kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya
berwarna coklat. Batang berbanir mencapai 2 m.
2. Daun
Daun suren berbentuk oval dengan panjang 10-15 cm, duduk menyirip tunggal
dengan 8-30 pasang daun pada pohon berdiameter 1-2 m.
3. Bunga
Kedudukan bunga adalah terminal dimana keluar dari ujung batang pohon.
Susunan bunga membentuk malai sampai 1 meter. Musim bunga 2 kali dalam
4. Buah
Musim buah 2 kali dalam setahun yaitu bulan Desember-Februari dan
April-September, dihasilkan dalam bentuk rangkaian (malai) seperti rangkaian
bunganya dengan jumlah lebih dari 100 buah pada setiap malai. Buah berbentuk
oval, terbagi menjadi 5 ruang secara vertikal, setiap ruang berisi 6-9 benih. Buah
masak ditandai dengan warna kulit buah berubah dari hijau menjadi coklat tua
kusam dan kasar, apabila pecah akan terlihat seperti bintang. Ciri lain dari buah
masak yaitu, pohon seperti meranggas/tidak berdaun.
5. Benih
Warna benih coklat , panjang benih 3-6 mm dan 2-4 mm lebarnya dan
pipih, bersayap pada satu sisi sehingga benihnya akan terbang terbawa angin.
Suren tumbuh tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia,
Nepal, India, Burma, China, Thailand, Malaysia sampai ke barat Papua Nugini.
Suren termasuk ke dalam famili Meliaceae, tumbuh dengan cepat, tinggi
mencapai 40-60 meter, tinggi bebas cabang setinggi 25 meter dengan diameter
mencapai 100 cm (Balai penelitian dan pengembangan kehutanan, 2009).
Saat ini suren belum banyak dibudidayakan secara luas. Namun demikian
mengingat kegunaan dari jenis kayu ini, tidak tertutup kemungkinan untuk
dikembangkan secara luas di masa mendatang. Suren juga memiliki potensi untuk
digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi (Sofyan
dan Islam, 2006)
Pemilihan jenis adalah tahap yang paling penting dalam upaya merestorasi
lahan bekas tambang. Pemilihan ini bertujuan untuk memilih spesies tanaman
keberhasilan revegetasi adalah pemilihan jenis pohon yang tepat. Pemilihan jenis
pohon ini didasarkan pada kemampuannya beradaptasi, cepat tumbuh, diketahui
teknik silvikultur, ketersediaan bahan tanam dan dapat bersimbiosis dengan
mikoriza.
Fungi Mikoriza Arbuskula
Mikoriza merupakan struktur yang dibentuk oleh fungi dan akar tumbuhan
yang bekerja sama dan saling menguntungkan. Terdapat dua bentuk mikoriza
dibidang kehututanan yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza banyak
di jumpai pada tumbuhan jenis dipterocarpaceae, Myrtaceae dan leguminaceae
(Suhartono dan Sri, 2000).
Asosiasi fungi mikoriza pada akar tumbuhan hutan memberi banyak
keuntungan bagi tumbuhan inangnya terutama dalam penyerapan unsur hara dan
air, serta pencegahan terhadap masuknya patogen akar. Namun demikian
kemampuan simbion fungi dalam membantu inangnya tergantung pada tingkat
kecocokan fungi tersebut dengan inangnya, tersedianya simbion yang paling
cocok didalam tanah dan faktor-faktor lain
Mikoriza adalah asosiasi akar dengan fungi yang hifanya menembus akar
secara intraseluler, jenis mikoriza ini kini lebih dikenal sebagai fungi mikoriza
arbuskula (FMA). Fungi ini menerima hara organik dari tumbuhan, tapi ia
memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap air dan mineral (Salisbury dan
Ross, 1995). Fungi mikoriza arbuskula termasuk dalam ordo Glomales dan terdiri
dari dua sub ordo, yaitu Glomineae dan Gigasporineae. Sub ordo Glomineae
terdiri dari dua famili, yaitu Glomaceae yang terdiri dari genus Glomus dan
Sclerocystis dan Acaulosporaceae yang terdiri dari dua genus, yaitu Gigaspora
Mikoriza arbuskula (MA) adalah golongan fungi yang hanya hidup apabila
berasosiasi dengan akar tanaman (Brundett et al, 1996). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa MA dapat meningkatkan penyerapan unsur hara akibat
meluasnya volume tanah yang dieksploitasi sebagai sumber serapan fosfat melalui
perluasan hifa eksternal (Setiadi, 1999) dan akibat aktivitas enzim yang membantu
meningkatnya ketersediaan hara melalui pelepasan hara terfiksasi. Hal yang juga
penting bagi tanaman untuk bertahan pada lahan terdegradasi adalah masalah
kekeringan karena air tidak dapat ditahan oleh tanah. Telah banyak dilaporkan
bahwa MA mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan
(Setiadi, 1999). Hal ini karena hifa FMA selain mampu menyerap air juga dapat
mempengaruhi tanaman dalam mengatur tekanan osmotis sel sehingga akan
mempengaruhi laju transpirasi (Setiadi, 1999).
Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir pada sebagian besar
tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat
populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik
tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah,
kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah
pada suhu 30 °C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu
28-35 °C (Setiadi, 2001) .
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi pembentuk
mikoriza yang cukup efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan memperbaiki
kualitas semai tanaman kehutanan. Menurut (Allen and Allen, 1992) di alam,
keberadaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat mempercepat terjadinya
itu keberadaannya mutlak diperlukan karena berperan penting dalam
mengektifkan daur ulang unsur hara (nutrients cycle) sehingga dianggap sebagai
alat paling efektif untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan ke
anekaragaman hayati.
Fungi mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis
tanaman dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih
jenis FMA. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon
pertumbuhan positif terhadap inokulasi FMA. Konsep ketergantungan tanaman
akan FMA adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan FMA
untuk mencapai pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan
yang tinggi pada keberadaan FMA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan
yang nyata terhadap inokulasi FMA, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna
tanpa adanya asosiasi dengan FMA (Setiadi ,2001).
Suatu penelitian rumah kaca telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh
jumlah spora dan spesies fungi mikoriza arbuskula (FMA) sebagai inokulum pada
bibit kelapa sawit. Dua spesies FMA yang diuji ialah Acaulospora tuberculata
dan Gigaspora margarita sedangkan jumlah spora yang diuji ada tiga tingkat
yaitu 200, 350, dan 500 spora (Widiastuti et al.,1998).
Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran
inang maka mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan besar yaitu
Ektomikoriza dan Endomikoriza. Didalam endomikoriza terdapat enam subtype
yaitu ectendo, arbutoid, monotropoid, ericoid, dan orchid, tipe arbuskula adalah
yang paling popular. Fungi mikoriza arbuskula dapat dibedakan dari
yang kena infeksi tidak membesar (b) cendawannya membentuk struktur lapisan
hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar (c) hifa menyerang ke dalam sel
jaringan korteks (d) dan pada umumnya ditemukan struktur percabangan hifa
yang disebut dengan arbscules (arbuskula) dan struktur khusus berbentuk oval
yang disebut dengan vesicles (vesikula). Dibandingkan dengan fungi ektomikoriza
yang tingkat asosiasinya lebih spesifik dan hanya terbatas pada jenis-jenis pohon
hutan potensial seperti Pinus, Eucalyptus, dan kelompok Dipterocarp, tingkat
asosiasi FMA nampaknya lebih luas. Tipe fungi ini mampu berasosiasi dengan
jenis-jenis pohon hutan potensial yang popular dipakai untuk HTI dan reboisasi
lainya seperti (Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Switenia macrophylla,
Pterocarpus sp, Tectona grandis, dll) (Setiadi, 2003).
Fungi mikoriza arbuskula mampu membentuk simbiosis dengan sebagian
besar (97%) familia tanaman darat, dimana tanaman- tanaman tersebut juga
tanaman komersial dari kelompok tanaman kehutanan, pangan, hortikultura,
perkebunan dan pakan ternak. Fungi ini juga dapat berasosiasi dengan tanaman
Angiospermae, Gymnospermae, dan paku- pakuan yang memiliki sistem
perakaran yang jelas.
Dibandingkan dengan jenis fungi ektomikoriza, pemakaian fungi mikoriza
arbuscula memang masih jarang digunakan untuk tanaman kehutanan, akan tetapi,
potensi fungi ini untuk tanaman kehutanan juga sangat besar, menurut (Setiadi,
1993) fungi ini juga dapat di kembangkan untuk tanaman kehutanan karena
berdasarkan hasil studi tentang status tanaman bemikoriza menunjukkan bahwa
Kelebihan yang dimiliki oleh FMA ini adalah kemampuannya dalam
meningkatkan penyerapan unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur
mikro seperti Cu, Zn, dan Bo. Oleh sebab itu, maka penggunaan FMA ini dapat
dijadikan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan
terutama fosfat. Untuk membantu pertumbuhan tanaman reboisasi pada
lahan-lahan yang rusak, penggunaan tipe fungi ini dianggap merupakan suatu cara yang
paling efisien karena kemampuannya meningkatkan resistensi tanaman terhadap
kekeringan. Beberapa penelitian lainnya juga membuktikan bahwa fungi ini juga
mampu mengurangi serangan patogen tular tanah dan dapat membantu
pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah yang tercemar logam berat, sehingga
penggunaannya dapat berfungsi sebagai bio-proteksi.
Tanah pada lahan bekas tambang merupakan tanah kritis yang sangat
miskin hara, sehingga di butuhkan peran fungi mikoriza dalam mempercepat laju
pertumbuhan, meningkatkan kualitas dan daya hidup semai tanaman kehutanan
pada lahan ini.
Kondisi Lahan Bekas Tambang
Tahap eksploitasi atau penambangan adalah merupakan tahap yang
paling utama dari seluruh rangkaian kegiatan penambangan sumberdaya mineral.
Semua penyelidikan yang telah dilakukan, sejak mencari mineral sampai
ditemukannya mineral tersebut pada akhirnya bermuara pada kegiatan
penambangan (Pattimahu, 2004).
Secara garis besar penambangan dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok,
yaitu penambangan terbuka (open pit) dan penambangan dalam/bawah tanah
borosnya penggunaan lahan. Bekas penambangan akan berubah sama sekali,
baik topografinya maupun kehidupan di atasnya. Tanah subur yang telah
terbentuk ratusan tahun, telah dipindahkan (overburden). Dampak lainnya
adalah buangan (tailing) hasil penggalian dan hasil pengolahan, yang bisa
berbentuk zat padat, air dan kimia.
Kondisi Fisik Tanah
Berbagai aktivitas dalam kegiatan penambangan menyebabkan rusaknya
struktur, tekstur, porositas dan bulk density sebagai karakter fisik tanah yang
penting bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang kompak karena
pemadatan mnyebabkan buruknya sistem tata air (water infiltration and
percolation) dan aerasi (peredaran udara) yang secara langsung dapat membawa
dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akar tidak dapat
berkembang dengan sempurna dan fungsinya sebagai alat absorpsi unsur hara
akan terganggu. Akibatnya tanaman tidak dapat berkembang dengan normal tetapi
tetap kerdil dan tumbuh merana. Rusaknya struktur dan tekstur juga menyebabkan
tanah tidak mampu untuk menyimpan dan meresap air pada musim hujan,
sehingga aliran air permukaan (surface run off) menjadi tinggi. Sebaliknya tanah
menjadi padat dan keras pada musim kering sehingga sangat berat untuk diolah
(Lugo (1997) dalam Pattimahu (2004).
Kondisi Kimia Tanah
Dalam profil tanah yang normal lapisan tanah atas merupakan sumber
unsur-unsur hara makro dan mikro bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu juga
berfungsi sebagai sumber lahan organik untuk menyokong kehidupan mikroba.
waktu ratusan tahun dianggap sebagai penyebab utama buruknya tingkat
kesuburan tanah pada lahan-lahan bekas pertambangan. Pada umumnya lahan
bekas tambang akan kekurangan unsur hara esensial seperti Nitrogen dan fosfor,
toksisitas mineral dan kemasaman tanah (pH yang rendah) yang merupakan
kendala umum dan utama yang ditemui pada tanah-tanah bekas kegiatan
pertambangan (Pattimahu, 2004).
Kondisi Biologi Tanah
Hilangnya lapisan top soil dan serasah (liter layer) sebagai sumber karbon
untuk menyokong kehidupan mikroba potensial merupakan penyebab utama
buruknya kondisi populasi mikroba tanah. Hal ini secara tidak langsung akan
sangat mempengaruhi kehidupan tanaman yang tumbuh di permukaan tanah
tersebut (Delvian 2004).
Keadaan mikroba tanah potensial dapat memainkan peranan sangat
penting bagi perkembangan dan kelangsungan hidup tanaman. Aktivitasnya tidak
saja terbatas pada penyediaan unsur hara, tetapi juga aktif dalam dekomposisi
serasah dan bahkan dapat memperbaiki struktur tanah.
Jenis-jenis mikroba tanah yang memberikan banyak manfaat diantaranya
bakteri penambat nitrogen dan bakteri pelarut fosfat. Selain bakteri, fungi
mikroriza sangat mutlak diperlukan pada lahan-lahan bekas tambang. Beberapa
tanaman juga sangat tergantung untuk kehidupannya pada jenis Fungi ini.
Kemampuan fungi mikoriza tidak hanya terbatas pada peningkatan solibilitas
mineral dan memperbaiki absorpsi nutrisi tanaman (terutama fosfat), tetapi juga
cara tersebut maka daya hidup dan pertumbuhan tanaman pada lahan marginal
dapat ditingkatkan.
Teknik dan waktu yang tepat akan menentukan keberhasilan tanaman
terinfeksi oleh FMA. Waktu inokulasi FMA hanya dilakukan pada saat tanaman
masih tingkat semai atau pada biji yang baru berkecambah, inokulasi pada
tanaman yang telah dewasa selain boros penggunaan inokulum juga kurang
memberikan manfaat yang optimal (Delvian, 2007).
Asam Humik
Asam humik merupakan bahan organik terhumifikasi yang dianggap
sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman dan hewan yang telah memfosil
dalam selang waktu jutaan tahun di dalam tanah. Bahan organik ini berfungsi
sebagai bahan pembenah tanah yang terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat
mempengaruhi kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan
biologi tanah (Tan, 1993). Pemberian asam humik akan mempengaruhi sifat fisik,
kimia dan biologi tanah. Istilah asam humik berasal dari Berzilius pada tahun
1980, yang menggolongkan fraksi humik tanah ke dalam, (1) asam humik yaitu
fraksi yang larut dalam basa, tidak larut dalam asam dan alkohol (2) asam krenik
dan apokrenik atau asam fulvat yang larut dalam air dan (3) humik yaitu bagian
yang tidak dapat larut. Asam humik memiliki kadungan 56.2% C, 35.5% O, 4.7 %
H, 3.2 % N dan 0.8 % S. Substansi humik terdiri atas makromolekul aromatik
kompleks asam amino, peptida termasuk juga ikatan antar kelompok aromatik
yang juga terdiri atas fenolik OH bebas, struktur quinone, nitrogen, oksigen dan
gugus CaOH pada cincin aromatik. Kandungan asam humik dalam tanah yaitu C,
Asam humik memiliki keuntungan secara fisik antara lain meningkatkan
kapasitas memegang air, aerasi tanah, memperbaiki daya kerja tanah, membantu
bertahan pada kondisi kekurangan air, memecah masa dormansi benih dan
mengurangi erosi tanah. Keuntungan kimia yaitu membantu menahan air terlarut
dan melepaskannya ke tanah yang memerlukan, meningkatkan Kapasitas Tukar
Kation (KTK) dan Kapasitas Sangga Tanah, pengkhelatan ion logam dibawah
kondisi basa, kaya akan bahan organik dan mineral yang penting untuk
pertumbuhan dan meningkatkan persentase total nitrogen dalam tanah (Tan,
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Progaram Studi
Kehutanan Universitas Sumatera Utara, dan Rumah kasa Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011
sampai Juli 2011.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan ialah media tanam berupa tanah bekas galian
tambang emas traditional di Kecamatan Simpang Gambir, Kabupaten Mandailing
Natal, Sumatera Utara. Inokulum FMA berupa spora Fungi mikoriza arbuscula
jenis Gygaspora sp, Acaulaspora tuberculata, Glomus manihotis, Glomus etunicatum
yang berasal dari Laboratorium Bioteknologi IPB Bogor, Asam humik berupa
Humega TM, semai Suren yang berasal dari Balai Persemaian Dinas Kehutanan
Kabupaten Karo UPT. Tongkoh, KOH 10 %, HCL 2 %, Larutan staining, larutan
distaining dan pasir yang disterilkan sebagai media kecambah benih.
Alat yang digunakan adalah polybag sebagai wadah media tanam,
hand sprayer sebagai alat penyiram bibit, jangka sorong sebagai alat untuk
mengukur diameter, penggaris untuk mengukur tinggi, oven sebagai alat
mengovenkan akar dan tajuk, Spectrometer sebagai alat untuk mengukur serapan
P, mikroskop, kaca preparat, pinset, dan alat tulis lainnya yang mendukung
penelitian ini.
Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Mo : Tampa inokulasi
M1 : 5 gr/polibag
M2 : 10 gr/polibag
M3 : 15 gr/polibag
Faktor 2 : Asam Humik (Humega TM) dengan 3 dosis, yaitu:
Ho : 0 % HumegaTM/ polibag
H1 : 2.5 % HumegaTM/polibag
H2 : 5 % Humega TM/ polibag
dengan demikian ada 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 5 kali,
sehingga diperoleh 60 satuan percobaan. Kombinasi perlakuannya adalah sebagai
berikut:
M0H0 M0H1 M0H2
M1H0 M1H1 M1H2
M2H0 M2H1 M2H2
M3H0 M3H1 M3H2
Model linier yang digunakan adalah :
Yij = π + αi + βj + ∑ij
Dimana :
Yij = Hasil pengamatan inokulasi mikorija pada taraf ke-i dan pemberian asam
humik pada dosis ke-j
Π = Nilai rata-rata
αi = Pengaruh FMA pada taraf ke-i
(αβ)ij : Pengaruh interaksi inokulasi FMA pada taraf ke-i dan pemberian asam
humik pada dosis ke-j
∑ij : Pengaruh galat inokulasi FMA pada taraf ke-I dan pemberian asam
humik pada dosis ke-j
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam
(ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) maka
dilanjutkan dengan uji Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
1. Analisis Tanah
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisa awal
terhadap kondisi tanah, meliputi pH dan karakteristik tanah, untuk mengetahui
sifat tanah.
2. Penanaman
Semai yang telah berumur 3 minggu disapih kemudian ditanam di dalam
polibag hitam berukuran 20 cm x 10 cm yang berisi 5 kg tanah bekas tambang.
3. Inokulasi FMA
Inokulasi FMA dilakukan pada saat penanaman semai ke polibag dengan
meletakkan inokulum sebanyak 5 gr, 10 gr dan 15 gr / Polibag, dengan kedalaman
3 cm dibawah permukaan tanah.
4. Pemberian Asam Humik
Pemberian asam humik (Humega TM) dilakukan sebanyak dua kali, yang
pertama saat penanaman semai ke polibag dan yang ke dua, satu bulan setelah
penanaman ke polibag. Pemberian dilakukan dengan penyiraman dengan dosis 2.5
5. Pemeliharaan Tanaman
Tanaman dipelihara di rumah kaca dan disiram 2 kali sehari, pada pagi dan
sore hari sampai akhir pengamatan.
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati adalah:
1. Tinggi bibit
Tinggi tanaman di ukur dari pangkal batang yang telah diberi tanda hingga
titik tumbuh tertinggi tanaman. Pengukuran dimulai 2 minggu setelah
penananaman dengan selang pengukuran 1 minggu sekali hingga akhir percobaan.
2. Diameter batang
Pengukuran diameter dilakukan 2 minggu setelah penanaman dengan
selang pengukuran 1 minggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong yang diambil dari dua arah yang tegak lurus yang kemudian
diambil rata-rata nya.
3. Berat kering total tanaman
Berat kering total didapat dengan mengeringkan bagian akar dan tajuk
dengan suhu 70°C selama 48 jam, kemudian dihitung dengan menjumlahkan berat
kering tajuk dan berat kering akar pada tanaman pada akhir masa pengukuran.
4. Persentase Infeksi Akar
Penghitungan persen akar yang terinfeksi oleh Fungi mikoriza arbuskula
dilakukan dengan teknik pewarnaan akar Kormarik dan MC. Graw dalam Delvian
(2003) Adapun tahapannya sebagai berikut:
a) Contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium
b) Bagian akar yang muda (serabut) dipotong-potong sepanjang 1 cm
dan dimasukkan ke dalam botol film lalu direndam dalam larutan KOH
2,5 % kemudian tutup tabung tersebut dan biarkan selama semalam
atau sampai akar berwarna kuning bersih.
c) Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 2,5% dibuang dan
akar dibilas dengan air.
d) Akar diasamkan dalam HCl 2% dan biarkan semalam sampai akar
berwarna kuning jernih.
e) HCl 2% dibuang dan diganti dengan larutan Staining (gliserol, Asam
laktat, dan aquades dengan perbandingan 2:2:1 dan ditambah trypan
blue sebanyak 0.05% lalu biarkan semalam.
f) Jika terlalu pekat dapat ditambahkan larutan Destaining (larutan
staining tanpa trypan blue, dengan perbandingan gliserol, asam laktat,
dan aquades sebesar 2:2:1) dan dibiarkan semalam.
g) Akar yang telah diberikan larutan Staining kemudian disusun pada gelas
objek (1 gelas objek untuk 10 potong akar) kemudian diamati dengan
mikroskop.
h) Jumlah akar yang terinfeksi FMA dari 10 potong akar tersebut dicatat.
i) Persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus :
5. Serapan P Tanaman
Perhitungan serapan P Tanaman didapatkan dengan mengalikan jumlah
berat kering total dengan kadar P tanaman. Pada serapan P ini, tanaman yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Kimia Tanah
Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah tanah bekas tambang emas
yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil pada tabel berikut:
Tabel . Hasil analisis sifat kimia tanah bekas tambang emas
Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan
pH - 4.25 Sangat masam
Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat-sifat Tanah (Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983)
Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut, diketahui bahwa tanah areal
bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan tanah yang
tingkat kesuburannnya sangat rendah dan bersifat sangat masam, dimana pH nya
hanya mencapai 4.25. Selain sifat tanah yang sangat masam, kandungan unsur
hara tanah bekas tambang emas ini juga sangat rendah, dimana hasil analisis sifat
kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan hara P hanya mencapai 6.53, dimana
menurut kriteria (Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983) jumlah itu tergolong
sangat rendah, sedangkan untuk hasil analisis sifat kimia tanah untuk unsur N dan
K, hanya mencapai 0.15 dan 0.102. dimana jumlah itu menurut kriteria (Pusat
Penelitian Tanah-Bogor, 1983) tergolong rendah, hasil ini menunjukkan bahwa
tanah bekas galian tambang di Desa Simpang gambir Kecamatan Lingga bayu
Untuk hasil analisis unsur hara mikro yang terdapat pada tanah bekas
tambang, diperoleh kandungan yang sangat rendah untuk Fe sedangkan untuk Cu
diperoleh nilai yang cukup tinggi, dimana untuk hara Cu nilainya 0.450 ppm dan
0.021 ppm untuk hara Fe.
Pertumbuhan tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa pemberian
dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinngi tanaman Suren. Rata-rata
tinggi tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 1. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).
Dari Gambar 1 tersebut, dapat kita lihat bahwa interaksi antara FMA dan
asam humik mampu meningkatkan secara signifikan pertumbuhan bibit Suren
dibandingkan dengan tanaman kontrol, dimana interaksi antara kombinasi
memberikan pertumbuhan rata-rata yang paling tinggi dari kombinasi perlakuan
lainnya, kombinasi ini menghasilkan pertumbuhan rata-rata mencapai 7.0480 cm,
dan rata-rata pertumbuhan terendah adalah kontrol (M0H0) yang hanya
menghasilkan pertumbuhan rata-rata 1.9280 cm.
Pertumbuhan diameter tanaman
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa pemberian
dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter semai Suren, rata-rata
diameter tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada berikut:
Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan diameter tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).
Dari data tersebut diperoleh rata-rata tertinggi untuk pertumbuhan
diameter terdapat pada kombinasi perlakuan 5 g mikoriza dengan 2.5 % asam
humik (M1H1) yaitu dengan rata-rata 0.880 cm, namun tidak berbeda nyata
M3H2, tetapi berbeda nyata terhadap kombinasi perlakuan M0H0, M0H1, M0H2
dan M3H1. Sedangkan rataan terendah terdapat pada tanaman kontrol (M0H0)
yaitu sebesar 0.200, hal ini menunjukkan pemberian FMA dan asam humik
mampu meningkatkan pertumbuhan diameter semai Suren secara signifikan.
Berat kering Total tanaman.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa pemberian
dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan
pengaruh yang nyata terhadap berat kering total tanaman. Rata-rata berat kering
total tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 3. Rata-rata berat kering tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).
Dari Gambar 3 tersebut dapat kita lihat bahwa pemberian mikoriza dan
asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan semai Suren secara signifikan,
dimana diperoleh rata-rata tertinggi pada kombinasi perlakuan 10 g mikoriza
berbeda nyata terhadap Kombinasi M0H1, M2H0, M3H1 dan kontrol. Sedangkan
rataan terendah ditunjukkan oleh 0 g mikoriza dan 0 % asam humik (kontrol)
dengan BKT hanya 0.35 g.
Persen Infeksi Akar
Hasil pengamatan pada akar anakan suren ditemukan adanya asosiasi
antara akar dengan FMA yang membentuk kolonisasi. Terjadinya infeksi FMA
terhadap akar ditandai dengan adanya hifa yang menembus sel epidermis melalui
permukaan akar atau rambut-rambut akar, sehingga terlihat bagian yang terinfeksi.
Rata-rata persen infeksi akar pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar
berikut:
Gambar 4. Rata-rata Persen infeksi akar tanaman 11 minggu setelah tanam (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian
dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan
persentasi infeksi tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan 15 g mikoriza
dengan 5 % asam humik (M3H2) dengan rata-rata persentasi infeksi akar 55.83
%, kombinasi perlakuan ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan M1H2,
M2H1, M2H2 dan M3H1, tapi berpengaruh nyata terhadap kombinasi perlakuan
lainnya, sedangkan persentasi infeksi terendah dihasilkan oleh Kontrol (M0H0)
dengan persentasi infeksi akar hanya 19.93%.
Serapan P Tanaman
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pemberian
dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan
pengaruh yang nyata terhadap serapan P tanaman. Rata-rata hasil serapan P
tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut:
Dari Gambar 5 tersebut, dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan antara
FMA dan asam humik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan
serapan P oleh tanaman, dimana kombinasi perlakuan mikoriza 10 g dengan 0%
asam humik menunjukkan rata-rata hasil serapan P tanaman tertinggi dengan
rata-rata 0.26%, kombinasi ini berbeda nyata terhadap M0H0 dan M0H1 namun
tidak berbeda nyata terhadap kombinasi lainnya, sedangkan tanaman kontrol
(M0H0) menunjukkan hasil yang paling rendah, dengan rata-rata serapan P hanya
0.15 % .
Pembahasan
Dari data pada tabel, dapat dilihat bahwa lahan bekas tambang
kekurangan unsur hara esensial seperti Nitrogen dan Fosfor, dan kemasaman
tanah (pH yang rendah). Kondisi tersebut merupakan kendala umum dan utama
yang ditemui pada tanah-tanah bekas kegiatan pertambangan. Hilangnya lapisan
tanah atas (top soil) yang proses pembentukannya memakan waktu ratusan tahun
diduga sebagai penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada
lahan-lahan bekas pertambangan.
Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah diketahui bahwa kisaran pH
tanah yang terdapat pada areal bekas tambang emas tergolong sangat masam,
tingkat kemasaman tanah yang tinggi ini dapat mempengaruhi kemampuan fungi
bersimbiosis dengan tanaman. Selain itu, menurut Widyastuti et al.,(2005)
ketersedian P dalam tanah juga sangat berkaitan erat dengan tingkat kemasaman
tanah, berdasarkan data analisis tanah tersebut, dapat diketahui bahwa tanah yang
terdapat di areal bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian tergolong
Pada tabel hasil analisis sifat kimia tanah, dapat dilihat bahwa kandungan
Fe dan Cu sangat rendah, sehingga dapat dinyatakan bahwa keduanya kurang di
dalam tanah bekas tambang tersebut hal ini sesuai dengan pendapat Lindsay
(1979) dalam Ernawati (2008) yang menyatakan bahwa tanah biasanya
mengandung Fe sebesar 20-6000 ppm, tanah akan mengalami defisiensi jika Fe di
bawah 20 ppm dan akan mengalami keracunan jika lebih dari 6000 ppm.
Rendah nya kandungan P dalam tanah dapat mengakibatkan kemampuan
tumbuhan bersimbiosis dengan FMA menjadi lebih besar. Selain itu ketersediaan
N total di dalam tanah juga tergolong rendah, sedangkan N sangat berpengaruh
penting dalam pertumbuhan tanaman. Ketersedian N dapat menjadi parameter
utama subur atau tidaknya tanah, sehingga dari data tersebut, tanah areal bekas
tambang emas yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan tanah yang tingkat
kesuburannya rendah.
Untuk parameter tinggi tanaman pada Gambar 1, diperoleh pertumbuhan
tinggi yang signifikan, meski tumbuh pada media tanam berupa tanah bekas
galian tambang, semai mampu tumbuh secara baik, secara grafis menunujukkan
rata-rata pertambahan tinggi bibit tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M2H1 dan
yang terendah adalah kontrol (M0H0). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
FMA dan asam humik secara sendiri-sendiri maupun di kombinasikan sama-sama
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan semai Suren. Hal ini
dikarenakan peran FMA dan asam humik dalam meningkatkan dan memperbaiki
kemampuan akar dan tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Setiadi (1999)
bahwa FMA selain mampu menyerap air, FMA juga mampu memperbaiki
meningkatnya kemampuan akar, maka sangat memungkinkan semai dapat tumbuh
pada lahan marginal terutama lahan bekas tambang. Hal ini dikarenakan akar
merupakan salah satu pemeran utama dalam perumbuhan tanaman. Sedangkan
asam humik mampu mempengaruhi sifat kimia dan fisika tanah, seperti diketahui
bahwa kondisi kimia tanah bekas tambang sangatlah buruk, dengan pH yang
sangat masam dan kandungan hara esensial yang sangat rendah, asam humik
mampu mempengaruhi kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan
(1993) dalam Windiyaningrum (2008) bahwa asam humik dapat mempengaruhi
kesuburan tanah dengan mengubah kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah. Asam
humik juga berperan meningkatkan kapasitas memegang air, memperbaiki daya
kerja tanah dan membantu bertahan pada kondisi kekurangan air, sehingga semai
Suren tetap tumbuh pada tanah bekas tambang yang miskin hara.
Pemberian FMA dan asam humik juga diduga telah memberikan hormon
yang dapat merangsang pertumbuhan semai suren, hormon yang dihasilkan
diduga telah mempercepat pertumbuhan jaringan-jaringan tanaman, meliputi akar,
batang dan tunas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ange (2001) menyatakan
bahwa FMA dapat menghasilkan ZPT, berupa auksin, sitokinin dan giberelin,
dimana ZPT ini sangat diperlukan dalam proses pembelahan sel, memacu
petumbuhan serta mencegah atau memperlambat proses penuaan sehingga
menambah fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air.
Pada gambar 3, Pemberian FMA dan asam humik terbukti mampu
meningkatakan pertumbuhan diameter semai Suren pada media tanah bekas
tambang, dimana kombinasi perlakuan M1H1 menunjukkan pertumbuhan
Meskipun ditanam pada tanah yang sangat miskin hara dan pH yang sangat
masam, tapi semai Suren yang diberi perlakuan FMA dan asam humik serta
interaksinya mampu tumbuh dengan baik dan berpengaruh nyata, sedangkan
semai Suren yang ditanam tampa perlakuan (kontrol) tumbuh dengan lambat
bahkan cenderung kerdil. Kondisi tanah yang miskin hara dengan kadar P yang
rendah merupakan salah satu faktor yang mampu membuat mikoriza bekerja
dengan baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai suren, hal ini sesuai dengan
pernyataan Mange (1984) dalam Delvian (2003) bahwa penggunaan media yang
sedikit mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan
ketersediaan unsur P yang rendah akan mendukung kolonisasi FMA.
Selain itu, mikoriza dapat bersimbiosis dengan baik dengan akar diduga
karena waktu inokulasi dan umur semai yang digunakan, dimana umur semai
yang ditanam berumur 3 minggu dan penginokulasian dilakukan pada saat
penanaman. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Delvian (2007) bahwa
inokulasi FMA di pembibitan akan memberikan pengaruh yang lebih baik karena
perawatannya secara optimal sehingga pertumbuhan dan perkembangan FMA
juga lebih baik dan berperan secara maksimal dibandingkan inokulasi langsung di
lapangan.
Pemberian mikoriza dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan
semai Suren dengan media tumbuh tanah bekas tambang, meskipun ditumbuhkan
pada tanah yang sangat miskin hara, pemberian FMA dan asam humik tetap
memberi pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhannya. Nilai berat kering total
tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan M2H1 dan nilai berat kering total
humik, karena pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan tajuk,
berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah akar-akar lateral dan mempengaruhi
inisiasi akar-akar baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Ayuso (1996) dalam
Delvian (2002), bahwa pemberian asam humik dapat meningkatkan sintesis
protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju fotosintesis, dan
mempengaruhi aktivitas enjim. Sedangkan tanaman kontrol mengalami
pertumbuhan yang stagnan, hal ini disebabkan kondisi media tanam yang sangat
miskin hara dan pH yang sangat rendah, sehingga mengakibatkan tanaman
mengalami defisiensi hara dan mineral.
Berdasarkan Data pada Gambar 4 tersebut, dapat dilihat bahwa FMA
mampu dan telah menginfeksi akar pada semua perlakuan, meski dengan
persentasi yang bebeda-beda, menurut Adawiyah (2009) bahwa persentasi infeksi
FMA bervariasi dan berfluktuasi pada setiap tanaman dan sampel akar yang
diambil atau diamati, hal ini yang menyebabkan hasil pengamatan dan
penghitungan derajat infeksi akar menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Untuk
persentasi infeksi tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan M3H2 dan
persentasi terendah ditunjukkan oleh tanaman kontrol, meskipun Pada tanaman
kontrol dan tanaman yang tidak diberi FMA tetap ditemukan adanya asosiasi
antara FMA dan akar tanaman, hal ini dapat disebabkan bahwa pada tanah yang
digunakan sebagai media tumbuh telah terdapat mikoriza. Hal ini dikuatakan oleh
pernyataan Setiadi (2001) bahwa mikoriza itu bersifat kosmopolitan, yang artinya
mikoriza tersebar dan terdapat pada hampir sebahagian besar tanah.
Berdasarkan data pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa kombinasi
parameter lainnya menunjukkan hasil yang tidak sejalan, hal ini menunjukkan
bahwa kolonisasi yang paling tinggi tidak selalu beriringan dengan pertumbuhan
yang lebih tinggi pula, hal ini sesuai dengan pendapat Smith dan Read (1997)
yang menyatakan bahwa kolonisasi tidak selalu berbanding lurus dengan
peningkatan pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga disebabkan oleh kompleks nya
unsur-unsur di dalam tanah yang berperan mempengaruhi tanaman, jenis spora
yang besimbisosi dengan tanaman dan perbedaan antar tanaman itu sendiri.
Penggunaan media tumbuh lahan bekas tambang emas yang sangat miskin
hara diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kolonisasi FMA,
dimana hasil analisis tanah terhadap media tumbuh yang dilakukan menunjukkan
bahwa kandungan unsur hara media tumbuh sangat rendah. Menge (1994) dalam
Delvian (2002) menyampaikan bahwa pemilihan media tumbuh dalam kolonisasi
FMA merupakan aspek paling penting, dimana penggunaan media yang sedikit
mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan
ketersediaan unsur P yang rendah akan mendukung kolonisasi FMA, hal ini juga
sejalan dengan pernyataan Cooper (1984) dalam Delvian (2002) yang menyatakan
bahwa media tanam dengan kandungan P tersedia yang tinggi akan menghambat
kolonisasi dan produksi FMA.
Pemberian asam humik juga diduga mempengaruhi kenaikan tingkat
infeksi akar terhadap FMA. Pada Gambar 4 dapat kita lihat bahwa tanaman yang
diberi FMA dan asam humik secara bersamaan menunjukkan kecenderungan
tingkat infeksi akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diberi
FMA namun tidak diberi perlakuan asam humik. Asam humik diduga telah
dengan FMA. Hal ini sesuai dengan pendapat Delvian(2003) bahwa pemberian
asam humik mampu meningkatkan jumlah spora yang terbentuk. Jika spora yang
terbentuk meningkat, maka kolonisasi juga akan terbentuk dengan baik sehingga
dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan optimal. Tanaman yang tumbuh
dengan baik akan memacu terjadinya simbiosis mutualistik bagi perkembangan
tanaman dan FMA.
Gambar 6. Contoh akar yang terinfeksi FMA
Meningkatnya kolonisasi FMA adalah karena meningkatnya proses
fotosintesis yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi karbohidrat dalam akar
dan meningkatnya senyawa-senyawa eksudat akar, Delvian (2003). Sejalan
dengan kondisi rumah kasa yang memiliki intensistas cahaya yang sangat tinggi,
yang mana penelitian ini dilakukan di rumah kasa. Ini menjadi salah satu alasan
diperoleh tingkat persentasi kolonisasi akar semai Suren yang cukup tinggi.
Pada Gambar 5, menunjukkan bahwa kombinasi M2H0 memiliki
persentasi serapan hara tertinggi dan persentasi terendah pada tanaman M0H0
(kontrol). Hal ini disebabkan pemberian FMA dan asam humik mampu
bahwa FMA dapat mengurangi jarak hara ke tanaman, sehingga akar dapat
mencapai hara dan memanfaatkannya untuk optimalisasi pertumbuhan tanaman,
selain itu FMA mampu meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi
hara pada permukaan akar dan dapat merubah sifat-sifat hara secara kimia
sehingga memudahkan penyerapan hara kedalam akar tanaman. Hal ini sejalan
dengan pendapat Rao (1994), bahwa pemberian FMA memiliki keuntungan bagi
tanaman terutama dalam kemampuan penyerapan hara P (fosfor) dimana P
merupakan salah satu unsur hara makro penting dalam pertumbuhan tanaman.
Peningkatan serapan P oleh tanaman yang diberi FMA juga akan diikuti
peningkatan serapan hara-hara lain. Beberapa unsur hara esensial yang sangat
dibutuhkan tanaman yang ikut meningkat di antaranya N dan K. FMA dapat
meningkatkan serapan P karena dapat memfiksasi N dan K sehingga dapat
meningkatkan fotosintesis. Meningkatnya fotosintesis akan meningkatkan
fotosintat dari daun ke akar. Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa
peningkatan serapan hara P dapat meningkatkan serapan hara-hara lain.
Peningkatan serapan hara oleh tanaman berhubungan dengan perubahan
permeabilitas membran sel akar tanaman Chen dan Schntizer (1978) dalam
Delvian (2003) menyatakan bahwa senyawa humik dapat meningkatkan
permebilitas membran sel, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penyerapan
hara. Bentuk hubungan antara senyawa humik dengan permeabilitas membran sel
ini belum jelas, Chen dan schntizer (1978) dalam Delvian 2003) menduga hal ini
berkaitan dengan aktivitas permukaan senyawa humik yang dihasilkan dari
dapat berinteraksi dengan struktur fosfolipit dari membran sel dan berperan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengamatan dan dan analisis sidik ragam, aplikasi FMA
dan asam humik berpengaruh terhadap pertumbuhan Suren (Toona sureni
merr) pada media tumbuh tanah bekas tambang emas, dimana M2H1
(dosis 10 g FMA dan 2.5 % asam humik) merupakan kombinasi perlakuan
yang paling efektif meningkatkan pertumbuhan Suren.
Saran
1. Untuk efektifitas dan efisiensi penggunaan FMA dan asam humik pada
lahan bekas tambang, penelitian selanjutnya dapat menggunakan
kombinasi perlakuan M2H1 (dosis 10 g FMA dan 2.5 % asam humik).
2. Diperlukan penelitian lanjutan dengan pemberian FMA dan asam humik
DAFTAR PUSTAKA
Allen, M.F & Allen, E.B. 1992. Development of mycorrhizal patches in a succesional arid ecosistem. PP 164-170. In: read, D.J., lewis, D.L., Fitter, A.H., and alexander, I.J.(eds). Mycorrhizas in Ecosistem. CAB International. Wallingford, UK.
Ange. R. M. 2001. Water Relations, Drought and Vesicular-Arbuscular My Corrhizal Symbiosis.
Atmosuseno, S. 1994. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Jakarta
______2009. Budidaya Tanaman Suren. Balai penelitian dan pengembangan kehutanan.Yogyakarta.
Delvian. 2004. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dalam Reklamasi Lahan Kritis Pasca Tambang. Repository USU. Medan.
Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula ( CMA) di Hutan Pantai. Disertasi. Program pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ernawati. R. 2008. Studi sifat-sifat Kimia Tanah Timbunan Bekas Penambangan Batubara. Jurnal Teknologi. UPN. Yogyakarta.
Faridah, V. 2006. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula dalam mengatasi cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan cemara laut.Skripsi Fakultas Pertanian. USU. Medan.
Lubis, A. U. 1992. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pematang Siantar, Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.
Munawar, A. 2005. Status Kesuburan Tanah Bekas Tambang Batu Bara pada Pertanaman Sengon dan Turi Berumur 2 Tahun. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu
Olsson, P. A., R. Francis, D.J. Read & B. Soderstrom . 1999. Growth of arbuscular mycorrhizal mycelium in calcareous dune sand and its interaction with other soil microorganisms as estimated by measurement of specific fatty acids. In The External Mycorrhizal Mycelium. Growth and Interactions with Saprophytic Microorganisms. Department of Ecology Microbial Ecology. Lund Univ. Sweden. Disertation.
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Saadah, S. 2006. Efektivitas FungiMikoriza Arbuskula Pada Berbagai Selang Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon. Skripsi Fakultas Pertanian. USU. Medan.
Salisbury,F.D dan C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh D.R Lukman. Penerbit ITB Bandung.
Setiadi, Y. 1996. Penerapan Teknik Silvikultur Pada Lahan Pasca Tambang. Bahan Kursus Inhouse Training PT. Inco.
Setiadi, Y. 1999. Status penelitian pemanfaatan Fungi mikoriza arbuskula untuk rehabilitasi lahan terdegradasi. Prosiding Seminar Mikoriza I. Setiadi, dkk (editor). Kerjasama Asosiasi Mikoriza Indonesia, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, British Council. Bogor. 15-16 Nopember 1999.
Setiadi, Y. 1993. Mychorhizae for reforestation. Paper presented on biodiversity biotechnology inovation symposium. British Council, Jakarta 3 may, 1993.
Simamora, N. DJ. 2007. Pemanfaatan Fungi mikoriza Arbuskula dan Pupuk P untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Sengon. Skripsi Fakultas Pertanian. USU. Medan.
Smith, S. E. dan Read, D. J. . 1997. Mycorrhizal Symbiosis. London. Academic Press.
Sofyan, A. dan Islam, S. 2006. Ekspose Hasil Penelitian. Konservasi dan Sumberdaya Hutan. Padang.
Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York and Basel.
Widiastuti, H., T. W. Darmono & D. H. Goenadi . 1998. Respons bibit kelapa sawit terhadap inokulasi beberapa FungiAM pada beberapa tingkat pemupukan. Menara Perkebunan.
Windyaningrum, R. 2008. Pengaruh Pemberian Mikoriza (FMA), Asam Humik serta Mikroorganisme Tanah Potensial Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Setaria splendida stapf. Pada latosol dan Tailing tambang emas. Skripsi Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis sidik ragam Serapan P Tanaman
Sumber
Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam Persentasi infeksi akar
Sumber
Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam Pertambahan Diameter Tanaman
Sumber
Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam Pertambahan Tinggi Tanaman
Lampiran 5. Hasil analisis sidik ragam Pertumbuhan BKT
Sumber Keragaman
db Jumlah
Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit F tabel
Interaksi 6 1.56 0.26 4.35 2.30
Galat 48 2.87 0.06
Total 60 57.82 0.32
Lampiran 6. Gambar kegiatan Penambangan
Gambar 1. Kondisi lahan bekas tambang
Lampiran 7. Gambar pengambilan sample dan penanaman
Gambar 1. Pengambilan Tanah
Gambar 2. Kegiatan penaman
Gambar 3. Kegiatan penaman
Lampiran 8. Tanaman antar kombinasi perlakuan
Gambar 1. Perlakuan asam humik Gambar 2. M1 dengan H0, H1 dan H2.
Gambar 3. M2 dengan H0,H1 dan H2 Gambar 4. M3 dengan H0, H1 dan H2.
Gambar 7. M0,M1,M2,M3 dengan H2
Lampiran 8. Kegiatan Pemanenan
Gambar Pemanenan Tanaman
Lampiran 9. Gambar Infeksi akar
Gambar 1. Akar yang tidak terinfeksi