• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Uji Coba Daya Terbang

Uji coba penerbangan tanpa beban dilakukan untuk mengetahui daya terbang dan kesiapan quadcopter sebelum diterbangkan dengan muatan. Pada sistem penerbangan ini, quadcopter mampu terbang stabil dan aman selama ± 25 menit. Daya terbang maksimal sebenarnya melebihi waktu tersebut yaitu mencapai 30 menit. Namun dalam aplikasinya digunakan ukuran daya terbang optimum dengan alasan keamanan dan keawetan instrumen. Penambahan beban berupa perangkat kamera menunjukkan pengurangan daya terbang quadcopter. Hasil uji coba berdasarkan penambahan tipe kamera sebagai berikut:

1. Action cam W9 sports (150 gr) selama ± 21 menit;

2. Action cam GoPro HERO4 Silver (150 gr) selama ± 21 menit;

3. Digital compact Canon Powershoot A1400 (300 gr) selama ± 18 menit; 4. Mirrorles cam Sony α5100; Pancake lens 16 mm (370 gr) selama ± 16 menit; 5. Mirrorles cam Sony α5100; Single lens 16-50 mm (400 gr) selama ± 16

menit.

Tingkat kebisingan

Aplikasi quadcopter mengeluarkan bunyi akibat putaran rotor dan

propellernya. Hasil identifikasi intensitas bunyi yang dikeluarkan quadcopter pada jarak 5 m mencapai 26,5 dB (Gambar 10). Nilai tersebut ≤ 60 dB yang berarti tingkat kebisingan quadcopter tergolong rendah. Berdasarkan kriteria dan indikator gangguan terhadap satwa liar maka tingkat kebisingan quadcopter di bawah ambang batas gangguan terhadap satwa liar di sekitarnya.

Kualitas Foto Udara dan Mozaik Orthophoto

Penerbangan jalur secara otomatis bertujuan untuk mendapatkan komposisi sistem penerbangan yang optimal dalam menghasilkan foto udara berkualitas baik. Dari keseluruhan uji coba aplikasi quadcopter, terdapat peningkatan baik dari sisi sistem penerbangan maupun foto udara yang dihasilkan. Beberapa kendala yang dialami dalam aplikasi Aerialview-650 adalah:

1. Manuver spontan akibat perpindahan sistem navigasi dari dua GPS. 2. Penerbangan dan pendaratan pada areal sempit secara manual. 3. Propeller terlepas mengakibatkan quadcopter terjatuh.

4. Baterai habis pada saat penerbangan mengakibatkan hard landing.

5. Bad heading estimate (gangguan sistem kompas/navigasi) mengakibatkan

quadcopter sulit dikendalikan.

Penilaian secara visual terhadap foto udara yang dihasilkan dari aplikasi

quadcopter tidak seluruhnya memiliki kualitas baik. Terdapat beberapa foto yang tidak tajam gambarnya/blur sehingga mempengaruhi keakuratan identifikasi obyek dan penerjemahan warna obyek yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

22

a. Nilai Intensitas Bunyi Quadcopter pada Penerbangan 1

b. Nilai Intensitas Bunyi Quadcopter pada Penerbangan 2

c. Nilai Intensitas Bunyi Quadcopter pada Penerbangan 3

d. Nilai Intensitas Bunyi Quadcopter pada Penerbangan 4 Gambar 10. Penilaian Tingkat Kebisingan Aplikasi Aerialview-650

23

Kualitas foto udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Perangkat pemotretan (kamera dan lensa).

2. Sistem peredaman getaran (mounting dan vibration damper).

3. Pengaturan pemotretan (kecepatan pemotretan/shutter speed, focal length,

aperture, ISO).

4. Ketepatan waktu pemotretan (cuaca terkait kebutuhan pencahayaan dalam pemotretan).

5. Ketinggian terbang.

Identifikasi obyek melalui foto udara sangat ditentukan oleh kualitas foto udara. Hasil foto udara pada penerbangan dengan ketinggian 50 & 100 m dpd dapat digunakan untuk membedakan satwa liar besar dan pepohonan sampai tingkat jenis. Sedangkan foto udara yang dihasilkan dari ketinggian 200 m dpd hanya dapat digunakan untuk membedakan obyek (Gambar 11). Pemotretan pagi hingga sore hari saat cuaca cerah menghasilkan kualitas foto udara yang baik. Begitu pula pemotretan pagi hingga siang hari saat cuaca berawan. Namun pemotretan pada sore hari dengan cuaca berawan menghasilkan foto udara yang gelap.

a. Action camW9 sports dari Ketinggian 200 m dpd

b. Mirrorles cam Sony α5100 dari Ketinggian 100 m dpd

c. Mirrorles cam Sony α5100 dari Ketinggian 50 m dpd Gambar 11. Hasil Pemotretan pada Penerbangan Jalur

24

Tidak semua foto udara yang dihasilkan dapat disusun menjadi mozaik, karena tidak semua foto udara yang dihasilkan memiliki keterkaitan secara spasial dan geometris dengan baik. Hal ini ditunjukkan dari posisi kamera saat pemotretan dan tumpang susun foto udara. Mozaik orthophoto yang dihasilkan memiliki resolusi spasial dan kualitas tertentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh:

1. Jumlah dan kualitas foto udara yang dihasilkan.

2. Jumlah dan kualitas foto udara yang dapat digabungkan serta diselaraskan (akurasi posisi atau koordinat foto udara).

Secara detil hasil pembuatan mozaik orthophoto disajikan pada Lampiran 1 untuk penerbangan jalur dengan ketinggian 200 m dpd, Lampiran 2 untuk penerbangan pada ketinggian100 m dpd serta Lampiran 3 untuk ketinggian terbang 50 m dpd.

Resolusi spasial mozaik orthophoto yang dihasilkan dari penerbangan pada masing-masing ketinggian disajikan pada Tabel 4. Pada tahap awal uji coba, terdapat penampalan yang kurang sempurna dalam mozaik orthophoto. Hal tersebut disebabkan terdapat foto penyusun mozaik yang berkualitas kurang baik (blur). Tingginya intensitas getaran quadcopter menjadi penyebab utamanya.

Efektivitas dan Efisiensi Quadcopter

Berdasarkan analisis data dan groundcheck, dapat diklasifikasikan kualitas foto udara secara visual menurut parameter aplikasi dan faktor yang mempengaruhinya (Tabel 5). Foto udara yang dihasilkan dari keseluruhan penerbangan telah memenuhi kriteria efektifitas yang telah ditetapkan. Kriteria dan indikator efisiensi terjawab oleh aplikasi quadcopter pada ketinggian terbang 100 m dpd. Foto udara yang dihasilkan pada ketinggian terbang tersebut sudah cukup baik, namun untuk identifikasi detil sampai tingkat jenis satwa liar dengan ukuran 30 – 100 cm digunakan foto udara yang dihasilkan dari penerbangan 50 m dpd. Tabel 4. Resolusi Spasial Mozaik Orthophoto berdasarkan Tinggi Terbang

dan Parameter Pengaturan Pemotretan No Tipe/Merk Kamera Tinggi Terbang (m dpd) Kecepatan Pemotretan (dt); Focal length (mm); Aperture; ISO Overlap/ Sidelap (%) Dimensi Foto (pixel) Resolusi Spasial Mozaik Orthophoto (cm/pix) 1 Action cam/ W9 sports 200 1/30-1/60 - f/2,8 200-400 80/60 4000 x 3000 4,79 2 Mirrorles cam/ Sony α5100 100 1/1250 16 f/5,6 320-640 80/60 6000 x 4000 0,94 3 Mirrorles cam/ Sony α5100 50 1/2000 17-21 f/4-f/5 320 60/40 6000 x 4000 0,85

25

Tabel 5. Kualitas Foto Udara Berdasarkan Parameter Aplikasi dan Faktor yang Mempengaruhinya

Parameter Kualitas Foto Udara

Ketinggian Terbang (m dpd)

Kondisi Cuaca Saat Penerbangan 50 100 200 Cerah Pagi Siang Sore Berawan Pagi Siang Berawan Sore Identifikasi obyek ++++ +++ ++ ++++ ++++ + Warna obyek ++++ ++++ +++ ++++ ++++ + Resolusi spasial foto ++++ ++++ ++ ++++ ++++ + Waktu terbang +++ +++ +++

Waktu pemotretan +++ ++++ ++++ Jumlah foto ++ +++ ++++ Cakupan area ++ ++ ++++ Keterangan: (++++) baik; (+++) cukup; (++) kurang, (+) tidak

Pemantauan Sarang Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster)

Hasil identifikasi terhadap kondisi sarang menunjukkan bahwa sarang elang masing kosong, tidak ada telur dan anakan. Bahkan sarang tersebut terlihat bersih, tidak nampak sisa-sisa makanan seperti tulang ikan, tengkorak ikan/mamalia kecil dan sampah, hanya terlihat ranting dengan daun yang masih berwarna hijau (ranting baru). Pendugaan dimensi sarang berdasarkan pengukuran pada foto udara (berbasis resolusi spasial foto udara) menunjukkan diameter sarang terpanjang sebesar 201 cm dan terpendek 159 cm (Gambar 12).

Ukuran foto 768 x 768 pixel; Foto insert 200 x 200 pixel (perbesaran 4 kali);

Resolusi spasial foto udara 1 cm/pixel; Pengukuran dimensi sarang: L1 = 201 cm & L2 = 159 cm Gambar 12. Hasil Identifikasi Kondisi dan Pendugaan Dimensi Sarang Elang

L1

26

Quadcopter diterbangkan melintasi sarang elang saat menjelang musim kawin. Pengamatan perilaku harian elang yang dilakukan sebelum aplikasi

quadcopter menunjukkan aktivitas elang jantan dan betina sedang membenahi sarang. Hanya elang betina yang sering berada dalam sarang. Sesekali elang jantan juga berada di sarang untuk mengantarkan makanan kepada elang betina. Kedua elang tersebut tidak tidur dalam sarang. Mereka tidur bertengger di tower lain yang bersebelahan dengan tower sarang. Secara keseluruhan, tidak ada respon negatif yang ditunjukkan oleh elang terhadap kehadiran quadcopter yang melintas di atas sarangnya.

Pemantauan Bekantan (Nasalis larvatus)

Berdasarkan foto udara yang dihasilkan saat pemotretan pagi hari di HCVA PT AMR, teridentifikasi beberapa ekor (satu kelompok) bekantan yang sedang beraktivitas di atas tajuk pepohonan tepian sungai. Hasil pengukuran morfometri bekantan berbasis resolusi spasial foto udara menunjukkan panjang tubuh bekantan 31,4 cm (Gambar 13a) dan 35,2 cm (Gambar 13b). Aplikasi Aerialview-650 secara keseluruhan tidak memberikan dampak terhadap aktivitas bekantan di habitatnya. Bekantan tetap beraktivitas pada saat quadcopter melintas di atas pepohonan tempat mencari makannya.

Mozaik orthophoto yang menggambarkan habitat bekantan pada hutan riparian tersusun atas 54 foto udara yang saling terkait dari total 109 foto udara (Lampiran 4). Hasil analisis mozaik orthophoto menjadi Digital Surface Model/DSM memperlihatkan variasi ketinggian mulai dari -1 hingga 27 m. Variasi tersebut menggambarkan ketinggian permukaan hutan riparian mulai dari permukaan perairan, daratan terbuka, semak belukar dan pepohonan.

Ukuran foto 2000 x 2000 pixel

Foto insert 200 x 200 pixel (perbesaran 25 kali) Resolusi spasial foto udara 1 cm/pixel

Pengukuran morfometri bekantan panjang tubuh (L) = 31,4 cm

Ukuran foto 2000 x 2000 pixel

Foto insert 200 x 200 pixel (perbesaran 25 kali) Resolusi spasial foto udara 1 cm/pixel

Pengukuran morfometri bekantan panjang tubuh (L) = 35,2 cm

Gambar 13. Hasil Identifikasi Bekantan melompat diantara pohon (a) dan di atas tajuk (b) serta Pendugaan Morfometri Bekantan

(a) (b)

L

27

Gambar 14. Deliniasi Tipe Ekosistem Habitat Bekantan pada Hutan Riparian Deliniasi tipe ekositem hutan riparian pada habitat bekantan dapat diklasifikasikan berdasarkan tutupan lahannya. Gambar 14 merupakan hasil deliniasi tutupan lahan menjadi hutan (pepohonan) dan bukan hutan (badan air, perairan tertutup enceng gondok, tanah terbuka, semak belukar dan pepohonan).

Pembahasan

Hubungan Daya Terbang dan Bobot Beban (Payload)

Aerialview-650 mampu terbang optimal selama ± 25 menit, namun dalam aplikasinya digunakan batas waktu penerbangan yang aman selama ± 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu cadangan dalam mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak dinginkan, seperti menurunnya asupan daya dari baterai pada saat terbang dan pemborosan daya yang harus dikeluarkan quadcopter untuk menstabilkan proses penerbangan pada lingkungan yang kurang mendukung (terpaan angin tinggi). Dengan alokasi waktu terbang tersebut, kamera yang mampu dimuat oleh Aerialview-650 harus berbobot < 500 gram (Gambar 15). Jenis kamera dengan bobot < 500 gram menjadi alternatif pemilihan kamera dalam aplikasi

quadcopter. Semakin ringan bobot kamera yang digunakan maka semakin lama waktu terbangnya.

Penilaian Tingkat Kebisingan

Tingkat kebisingan ditentukan dari hasil analisis nilai intensitas bunyi yaitu bernilai ≤ 60 dB. Menurut Wright et al. (2010) dan Vas et al. (2015) tingkat

kebisingan ≤ 60 dB dengan jarak 2 m dari satwa liar (burung pantai) dianggap tidak

memberikan dampak. Sehingga aplikasi Aerialview-650 dengan jarak terdekat 5 m dari satwa liar tertentu dianggap tidak memberikan dampak negatif.

Gambar 15. Hubungan Bobot Kamera dan Quadcopter dengan Waktu Terbang 0 5 10 15 20 25 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 m en it g

28

Kendala Aplikasi Quadcopter

Beberapa kendala yang dialami dalam aplikasi Aerialview-650 antara lain: 1. Manuver spontan akibat perpindahan sistem navigasi.

Aerialview-650 telah dilengkapi dengan 2 sistem navigasi, yaitu navigasi utama (GPS 1) dan cadangan (GPS 2). Dalam proses take off dan landing,

quadcopter harus benar-benar mendapat sinyal yang baik agar tepat sesuai sistem navigasi utama. Apabila dalam proses take off/landing tiba-tiba sistem navigasi utama kehilangan sinyal GPS (lost signal), maka sistem navigasi utama secara otomatis digantikan oleh sistem navigasi cadangan. Kondisi ini dapat mengakibatkan manuver spontan dan berdampak terhadap kestabilan

drone. Quadcopter akan bergeser sekitar 2 – 5 meter dari titik semula, karena posisi yang ditentukan oleh GPS 1 dan GPS 2 terdapat perbedaan ± 2 m. Pada posisi yang kurang menguntungkan (seperti di sekitar tajuk pohon), manuver

tersebut dapat mengakibatkan quadcopter menabrak obyek di sekitarnya yang menghalangi (crash). Quadcopter yang mengalami tabrakan dengan obyek lain, terkadang masih dalam kondisi rotor hidup dan memaksa propeller untuk terus berputar. Hal ini dapat merusak komponen baik quadcopter maupun obyek yang tertabrak. Untuk menghindari hal tersebut, dalam kondisi ruang

take off/landing yang sempit dan/atau dikhawatirkan penerimaan sinyal GPS kurang baik, maka proses take off/landing sebaiknya dilakukan secara manual menggunakan remote controller oleh pilot sampai quadcopter mencapai posisi dan ketinggian yang aman (tanpa ada halangan obyek dalam sistem navigasi). Dari titik tersebut quadcopter dibiarkan dalam kondisi hovering beberapa saat (15 – 60 detik). Apabila menurut pilot kondisi quadcopter telah aman dan siap, maka quadcopter dapat diterbangkan/didaratkan secara otomatis sesuai rencana penerbangan yang telah terekam dalam sistem penerbangannya. 2. Penerbangan dan pendaratan pada areal sempit.

Penerbangan dan pendaratan quadcopter secara otomatis aman dilakukan pada areal terbuka dengan kondisi cuaca dan angin yang baik. Apabila penerbangan dan pendaratan dilakukan pada areal yang sempit, sebaiknya dikontrol secara semi manual atau manual oleh pilot, seperti halnya solusi pada bagian manuver

spontan di atas. Hal ini bertujuan untuk menghindari crash dengan obyek di sekitar quadcopter.

3. Propeller terlepas saat proses terbang.

Sistem penerbangan quadcopter sepenuhnya dikendalikan oleh udara yang digerakkan oleh propeller sehingga apabila satu atau lebih propeller terlepas dari rotor akan berakibat terganggunya sistem penerbangan. Quadcopter

secara langsung mengalami kehilangan daya terbang dan akan jatuh. Dalam pengembangan instrumen lebih lanjut, kondisi tersebut sebenarnya bisa diantisipasi dengan penambahan perangkat keamanan berupa parachute system. Sistem ini berfungsi untuk memperlampat proses pendaratan

quadcopter sehingga tidak terjadi kerusakan. Pengaturan sistem tersebut dapat dijalankan secara manual atau otomatis apabila terjadi kerusakan teknis. Konsekuensi penambahan perangkat tersebut adalah penambahan biaya, beban dan kebutuhan energi dalam sistem quadcopter yang harus diperhitungkan dengan kebutuhan daya terbangnya untuk pengambilan data.

29

4. Baterai habis saat penerbangan berlangsung.

Kemampuan baterai untuk memberikan asupan energi pada sistem quadcopter

memiliki batasan. Apabila saat terbang quadcopter kehabisan asupan energi, maka sistem penerbangannya akan terganggu. Dalam kondisi tersebut

quadcopter akan mendarat darurat atau terjatuh karena tidak ada daya untuk menggerakkan propeller. Aerialview-650 telah dilengkapi perangkat peringatan dini untuk hal tersebut. Sebelum baterai habis, terdapat alarm yang akan berbunyi sebagai penanda. Saat penanda berbunyi berarti masih terdapat sisa daya baterai untuk pendaratan secara aman. Apabila Aerialview-650

sedang dalam proses terbang otomatis pada lintasan, maka secara otomatis akan kembali dan mendarat di tempat peluncuran semula. Sedangkan jika

Aerialview-650 dalam kondisi terbang semi manual atau manual, maka juga secara otomatis akan kembali dan mendarat di tempat peluncuran awal.

5. Bad Heading Estimate.

Bad heading estimate diartikan sebagai perkiraan posisi quadcopter yang jelek, berupa peringatan yang muncul pada mission planner software saat Aerialview-650 kehilangan posisi terbang. Kondisi tersebut mengakibatkan quadcopter tidak terkendali serta terbang berputar-putar dan akhirnya terjatuh. Dalam kondisi tersebut quadcopter sulit dikendalikan meskipun sudah diambil alih secara manual oleh pilot dengan radio controller. Bad Heading diakibatkan oleh sistem kompas yang terganggu, sehingga membingungkan sistem penerbangannya. Hal ini dikarenakan kebingungan sistem navigasi dalam membaca sinyal GPS. Cuaca yang kurang baik (awan tebal merata) dan penerbangan pada lokasi baru bisa menjadi penyebabnya. Untuk mengatasi hal ini, penerbangan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca baik serta memperhatikan nilai HDOP, jumlah satelit dan kondisi awan. Selain itu juga perlu dilakukan kalibrasi quadcopter sebelum penerbangan pada lokasi yang berbeda (utamanya perpindahan ke luar kota/pulau).

Kualitas Foto Udara dan Mozaik Orthophoto Resolusi Spasial Foto Udara

Paneque-Galvez et al. (2014) menyatakan bahwa drone yang diterbangkan pada ketinggian 50-300 m mampu mengakuisisi citra spasial resolusi sangat tinggi, dengan pixel sampai beberapa sentimeter. Foto udara yang dihasilkan oleh

Aerialview-650 menggunakan action cam W9 sports dari ketinggian terbang 200 m dpd secara jelas dapat digunakan untuk membedakan obyek. Hasil foto udara tersebut memiliki resolusi spasial lebih baik dibandingkan foto udara yang dihasilkan oleh conservation drone. Conservation drone menghasilkan foto udara beresolusi 5,3 cm/pixel menggunakan kamera Canon atau Pentax dengan focal length 5,7 pada ketinggian terbang 200 m dpd (Koh dan Wich 2012). Martin et al. (2012) dalam analisis distribusi manatee pada areal pembangkit listrik di Florida menggunakan drone yang dilengkapi kamera berlensa pancake (25 mm) dengan bobot 4,5 Kg diterbangkan pada ketinggian 200 m, kecepatan terbang 16 m/dt dan waktu jeda pengambilan foto selama 2,5 dt mampu menghasilkan foto udara beresolusi 5 cm/pixel serta dapat mendeteksi obyek sekecil bola tenis secara akurat. Aplikasi Aerialview-650 pada penerbangan 100 m dpd dengan mirrorles cam sony @5100 menghasilkan foto udara yang dapat digunakan untuk mendeteksi

30

keberadaan satwa liar sampai dengan tingkat jenis. Hal ini serupa dengan foto udara yang dihasilkan oleh FolBat (UAV tipe airplane) yang dikembangkan oleh Jones

et al. (2006) pada penerbangan dengan ketinggian 100 – 150 m, yang mampu membedakan beberapa burung laut (Egretta sp. & Mycteria americana) serta vertebrata berukuran sedang. Foto udara yang dihasilkan Aerialview-650 pada ketinggian terbang 50 m dpd dengan mirrorles cam sony @5100 dapat digunakan untuk identifikasi spesies satwa liar yang berukuran sampai dengan 30 cm, jenis pohon dan obyek yang tergambar di dalamnya. Hasil serupa ditunjukkan oleh Koh dan Wich (2012) yaitu foto udara yang dihasilkan dapat menggambarkan penggunaan lahan seperti perkebunan sawit, persawahan, pemukiman, hutan dan jalan hutan. Video yang dihasilkan dari ketinggian 80 – 100 m oleh conservation drone beresolusi sampai 1080 pixel, mampu mendeteksi obyek seperti pohon, kelapa sawit, orang utan dan gajah.

Pemantauan satwa liar yang berukuran ≥ 30 cm dapat menggunakan foto udara yang dihasilkan quadcopter dari ketinggian terbang 50 – 100 m dpd. Kualitas foto udara yang dihasilkan Aerialview-650 membuktikan bahwa aplikasi

quadcopter efektif untuk pemantauan satwa liar berukuran sedang sampai besar.

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Foto Udara

Distorsi data terjadi karena pengaruh sistem drone, teknis dan ketepatan waktu pengambilan data. Sistem drone yang dimaksud adalah terkait dengan perangkat pemotretan baik kamera, lensa maupun mounting/alat pembawa/penghubung kamera yang menempel pada badan drone. Penambahan

vibration damper dan peningkatan tipe kamera (dari kamera beresolusi 12 MP sampai 24 MP) menghasilkan peningkatan kualitas foto udara. Secara garis besar parameter pengembangan quadcopter serupa dengan tipe airplane/fixed wing. Penambahan sistem peredaman, peningkatan jenis/mutu kamera yang digunakan serta pengaturan pemotretan dilakukan untuk meningkatkan performa UAV dan kualitas foto udara yang dihasilkan (Koh dan Wich 2012; Jones et al. 2006).

Ketepatan waktu pengambilan data dan variasi ketinggian terbang juga mempengaruhi distorsi data. Waktu pengambilan data sangat berhubungan dengan cuaca yang terkait dengan kebutuhan pencahayaan oleh kamera. Faktor pencahayaan yang diterima lensa kamera sangat mempengaruhi kualitas foto yang dihasilkan. Pemotretan yang dilaksanakan pada cuaca cerah dan terang menghasilkan foto udara yang baik. Meskipun cuaca berawan, jika cahaya yang dibutuhkan kamera tercukupi, maka dapat menghasilkan foto udara yang berkualitas baik. Foto udara yang gelap tidak dapat digabungkan menjadi mozaik

orthophoto.

Menurut Koh dan Wich (2012) terdapat beberapa faktor yang menentukan resolusi foto udara yang dihasilkan oleh drone antara lain ketinggian terbang, focal length dan ukuran sensor kamera. Foto yang dihasilkan oleh conservation drone

memiliki resolusi tertinggi 2,2 cm dengan focal length 6,9 mm pada ketinggian terbang 100 m dpl, sedangkan resolusi terendah dihasilkan pada focal length 4,1 mm dengan ketinggian terbang 200 m dpl. Data yang dihasilkan drone

meningkatkan analisis visual citra dan secara signifikan dapat meningkatkan identifikasi serta pemantauan perubahan lahan, degradasi dan regenerasi hutan (Paneque-Galvez et al. 2014).

31

Beberapa foto udara yang dihasilkan Aerialview-650 masih kurang fokus. Kondisi tersebut disebabkan getaran dengan intensitas tinggi yang dihasilkan oleh

quadcopter pada saat terbang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan pemasangan vibration damper sebagai peredam dan penyangga kamera serta penggunaan kamera dan pengaturan pemotretan yang baik. Sehingga pada kecepatan pemotretan yang sama, sensor kamera mampu menangkap gambar secara baik dan jelas. Koh dan Wich (2012) merekomendasikan pengaturan kamera otomatis untuk pencahayaan dan fokus. Untuk mengurangi blur, kecepatan pemotretan diatur 1/320 – 1/1000 dan ditambahkan sistem peredaman yang terbuat dari kemasan busa kerapatan rendah. Faktor lain yang menyebabkan foto udara blur

adalah penentuan focal length (jarak antara lensa dan sensor) yang berubah-ubah. Untuk mengatasi hal ini dilakukan pengaturan focal length secara tetap selama pemotretan dengan mengunci focal length atau mengganti lensa menggunakan lensa pancake (Martin et al. 2012; Watts et al. 2010).

Mozaik Orthophoto

Orthophoto merupakan foto udara yang telah dikoreksi geometris dan menggambarkan obyek dalam kedudukan yang sebenarnya. Mozaik orthophoto

dibuat dari kumpulan hasil foto udara yang memiliki titik koordinat geometris. Faktor utama yang mempengaruhi kesempurnaan mozaik orthophoto adalah kuantitas dan kualitas foto udara yang digabungkan.

Jumlah foto yang dihasilkan saat pemotretan sangat berpengaruh terhadap pembuatan mozaik orthophoto. Semakin banyak foto udara yang dapat digabungkan dari total keseluruhan foto udara yang dihasilkan, maka semakin sempurna mozaik orthophoto yang dibuat. Delapan puluh lima persen foto udara yang digabungkan untuk membuat mozaik orthophoto sudah menunjukkan hasil yang baik meskipun posisi atau koordinat foto udara yang dihasilkan memiliki penyimpangan yang besar. Namun jika hanya 43 % foto yang digabungkan, maka hasilnya tidak begitu bagus karena masih terdapat beberapa kekosongan foto pada mozaik. Sehingga untuk membuat mozaik orthophoto yang baik dibutuhkan paling tidak 50 % foto penyusun dari keseluruhan foto yang dihasilkan dengan catatan foto-foto tersebut memiliki keterkaitan secara geometris (koordinat foto masih berkaitan) dan memiliki cukup sisi overlap dan sidelap. Mozaik orthophoto yang tersusun atas foto udara berkualitas baik dapat menjadi tidak sempurna apabila posisi atau koordinat foto udara yang dihasilkan memiliki penyimpangan yang terlalu besar (Tabel 6, Lampiran 1-4).

Tabel 6. Estimasi Penyimpangan Posisi Kamera Berdasarkan Presisi Foto Udara No Tinggi Terbang (m dpd)  Total Foto Udara (N)  Foto yang digabung-kan (n) Prosentase n/N (%) X error (m) Y error (m) Z error (m) 1 200 53 53 100 57,48 12,93 1,42 2 100 23 23 100 28,46 13,27 0,22 3 50 72 61 85 40,67 29,07 10,54 4 50 72 31 43 39,83 24,17 13,74 5 50 109 54 50 0,89 0,41 0,34

32

Resolusi mozaik orthophoto pada penerbangan 50 m dpd lebih detil 5 kali lipat dibandingkan pada penerbangan 200 m dpd. Hasil mozaik orthophoto tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada penerbangan 50 dan 100 m dpd. Analisa pada kedua ketinggian terbang ini lebih diutamakan pada tiap foto udara yang dihasilkan. Martin et al. (2012) menggambarkan data georeference dikumpulkan dengan menggunakan drone, kemudian dikombinasikan dengan pengembangan model statistika sehingga dapat meningkatkan kemampuan manusia dalam menduga distribusi dan kelimpahan organisme yang sulit terdeteksi dan tersebar.

Aplikasi Quadcopter Berdasarkan Kebutuhan Data

Aplikasi drone untuk pengambilan data satwa liar sangat tergantung tujuan dan parameter lingkungan yang akan diambil pada setiap lokasi kajian. Aplikasi yang berbeda akan meminta sistem drone yang berbeda pula, sesuai dengan sensor (kontrol, video, foto, telemetri radio) dan jarak yang diperlukan untuk mencapai area kajian (Jones 2003). Hubungan throttle, ketinggian dan waktu terbang digunakan untuk menunjukkan tata waktu penerbangan quadcopter mulai dari take off, pemotretan sampai dengan landing (Gambar 16). Selain itu dari grafik throttle

Dokumen terkait