• Tidak ada hasil yang ditemukan

100 × × × g BM N NaOH mL

N = normalitas larutan NaOH (N) BM = bobot molekul asam lemak palmitat g = bobot contoh yang diuji (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN Arang Aktif

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah ampas tebu dengan kadar air 8,5%, yang telah diarangkan melalui karbonisasi. Karbonisasi ini dilakukan menggunakan tungku pengarangan dengan sistem tertutup sehingga kemungkinan dihasilkannya abu sangat kecil karena tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tungku pengarangan. Pengaktifan arang dilakukan dengan menggunakan tungku aktivasi (retort) yang terbuat dari baja tahan karat. Retort ini dilengkapi dengan alat pemanas listrik. Retort

ini juga dilengkapi dengan pengatur suhu sehingga pengaktifan menjadi lebih merata dan sempurna. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Rendemen

Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 41,2-88,3% (Gambar 2). Rendemen tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (H3PO4 10%, suhu 700 °C, dan waktu 60 menit) dan terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c2 (tanpa H3PO4, suhu 800 °C, dan waktu 120 menit). Rendemen arang aktif dipengaruhi oleh waktu

aktivasi, suhu aktivasi, dan adanya penambahan H3PO4. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 Pe rl a k u a n n rendemen (%) Keterangan: a1= H3PO4 5% a2= H3PO4 10% b1= 700 °C b2= 800 °C c1= 60 menit c2= 120 menit

Gambar 2 Pengaruh perlakuan pada rendemen arang aktif

Peningkatan suhu dan waktu aktivasi yang digunakan mampu menurunkan rendemen arang aktif yang dihasilkan. Rendahnya rendemen arang aktif ini dikarenakan reaksi antara karbon dengan uap air semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu aktivasi sehingga karbon yang bereaksi menjadi CO2 dan H2 dalam satuan waktu menjadi banyak, sebaliknya jumlah karbon yang dihasilkan semakin sedikit.

Peningkatan konsentrasi H3PO4 yang digunakan mampu meningkatkan rendemen arang aktif yang dihasilkan. Menurut Hartoyo (1993), bahan kimia yang ditambahkan dapat memperlambat laju reaksi pada proses oksidasi. Hal ini menunjukkan bahwa H3PO4

dapat berfungsi sebagai pelindung bahan dari panas sehingga semakin tinggi konsentrasi H3PO4 yang digunakan maka semakin sedikit bahan yang terbakar pada saat aktivasi. H3PO4

juga berfungsi sebagai pembersih kotoran yang menempel pada permukaan arang aktif.

Kadar air

Penetapan kadar air bertujuan mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Nilai kadar air yang dihasilkan berkisar antara 1,5-5,3% (Gambar 3). Kadar air dari semua arang aktif memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) yaitu lebih rendah dari 15% (Lampiran 2).

0 2 4 6 8 10 12 14 16 b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK SNI Pe rl a k u a n Kadar air (%) Keterangan:

a0b0 = arang aktif tanpa aktivasi

SNI = persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995)

Gambar 3 Pengaruh perlakuan pada kadar air arang aktif

Kadar air dari semua arang aktif juga mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan arang aktif komersial yang mencapai 12,9%. Kadar air tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit) dan kadar air terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit). Rendahnya kadar air ini disebabkan karena terjadi reaksi antara H2O yang terdapat pada arang aktif dengan CO yang menghasilkan gas CO2 dan H2.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4 serta interaksi antara konsentrasi H3PO4, suhu, dan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar air arang aktif. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan kadar air terendah dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Kadar air yang terkandung di dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan dan pengayakan. Semakin lama proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan dapat meningkatkan kadar air dalam arang aktif. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi daya adsorpsi arang aktif terhadap cairan maupun gas.

Arang aktif bersifat higroskopis sehingga mudah menyerap uap air dari udara. Hal ini dikarenakan strukturnya terdiri atas 6 atom C yang membentuk kisi heksagonal yang memungkinkan uap air terperangkap di dalamnya dan tidak dapat lepas pada kondisi pengeringan dengan oven 105 °C. Kadar air dari sampel diharapkan mempunyai nilai rendah karena kadar air yang tinggi akan mengurangi daya jerap arang aktif terhadap gas maupun cairan gas (Pari 1996).

Kadar zat mudah menguap

Penetapan kadar zat mudah menguap bertujuan mengetahui kandungan senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi tetapi menguap pada suhu 950 °C. Kadar zat mudah menguap yang dihasilkan berkisar antara 5,0-9,0% (Gambar 4). 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK SNI pe rl a k ua n

Kadar zat mudah menguap (%)

Gambar 4 Pengaruh perlakuan pada kadar zat mudah menguap arang aktif Kadar zat mudah menguap dari semua arang aktif memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena mempunyai nilai yang lebih rendah dari 25% (Lampiran 2). Kadar zat mudah menguap tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit) dan kadar zat mudah menguap terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 60 menit).

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6) didapatkan bahwa konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi serta interaksi antara konsentrasi H3PO4 , suhu, dan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar zat mudah menguap arang aktif. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi 700 °C, dan

waktu aktivasi 60 menit) merupakan perlakuan terbaik karena efisien, walaupun tidak mempunyai kadar zat mudah menguap terendah tetapi secara statitik tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menghasilkan kadar zat mudah menguap terendah, yaitu b2c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 60 menit).

Peningkatan suhu aktivasi cenderung menurunkan kadar zat terbang. Hal ini dapat terjadi karena pada suhu tinggi penguraian senyawa nonkarbon berlangsung sempurna. Kadar zat terbang yang tinggi akan mengurangi kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi gas dan larutan.

Kadar abu

Penentuan kadar abu bertujuan menentukan kandungan oksida logam dalam arang aktif. Abu merupakan komponen anorganik yang tertinggal setelah bahan dipanaskan pada suhu 500-600 °C dan terdiri dari kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan komponen lain dalam jumlah kecil.

0 10 20 30 40 50 60 70 b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK SNI Pe rl a k u a n Kadar abu (%)

Gambar 5 Pengaruh perlakuan pada kadar abu arang aktif

Kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 28,0-62,7%. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c2 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan kadar abu terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b1c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit). Kadar abu dari semua arang aktif tidak memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena mempunyai nilai yang lebih tinggi dari 10%. Demikian juga bila dibandingkan dengan arang aktif komersial maka semua arang aktif yang

dihasilkan memiliki kadar abu yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4

dengan suhu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4 dengan waktu aktivasi, dan interaksi antara suhu dengan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar abu arang aktif. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit) menghasilkan arang aktif terbaik karena lebih efisien. Perlakuan ini tidak menghasilkan kadar abu terendah, namun secara statistika perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menghasilkan kadar abu terendah, yaitu a2b1c1 (konsentrasi H3PO4

10%, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit).

Kadar abu yang besar dapat mengurangi kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi gas dan larutan karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, natrium, magnesium, dan kalsium akan menyebar ke dalam kisi-kisi arang aktif sehingga menutupi pori-pori arang aktif (Sudrajat 1985). Besarnya nilai kadar abu disebabkan karena proses pengarangan dilakukan di udara terbuka sehingga terjadi kontak udara yang mengakibatkan proses pembentukan arang menjadi tidak sempurna dan kemungkinan terbentuknya abu juga semakin besar.

Kadar karbon terikat

Penentuan kadar karbon terikat bertujuan mengetahui kandungan karbon setelah karbonisasi. Kadar karbon terikat yang dihasilkan berkisar antara 31,0-66,9% (Gambar 6). Kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b2c1 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 60 menit) dan kadar karbon terikat terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan b2c2 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit).

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4

dengan suhu aktivasi, interaksi antara konsentrasi H3PO4 dengan waktu aktivasi, dan interaksi antara suhu dengan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat arang aktif. Hasil uji Duncan

menunjukkan bahwa perlakuan b1c1 (tanpa H3PO4, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit) menghasilkan arang aktif terbaik karena lebih efisien. Perlakuan ini tidak menghasilkan kadar karbon terikat tertinggi, namun secara statistika perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menghasilkan kadar karbon terikat tertinggi, yaitu a2b2c1 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 60 menit).

0 10 20 30 40 50 60 70 b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK SNI P er laku a n

Kadar karbon terikat (%)

Gambar 6 Pengaruh perlakuan pada kadar karbon terikat arang aktif

Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu setiap sampel. Semakin besar kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon terikat akan semakin rendah. Kadar karbon terikat juga dipengaruhi oleh lamanya waktu reaksi yang menyebabkan zat kimia yang bereaksi semakin banyak sehingga jumlah karbon yang tersisa semakin sedikit. Dengan kata lain kadar abu yang dihasilkan pada proses tersebut semakin banyak (Pari 1996).

Daya jerap benzena

Daya jerap benzena yang dihasilkan berkisar antara 9,3-24,1% (Gambar 7). Semua arang aktif tidak memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena mempunyai nilai daya jerap benzena di bawah 25%. Daya jerap benzena tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan daya jerap benzena terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a1b1c1 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 700°C, dan waktu aktivasi 60 menit). Rendahnya daya jerap arang aktif terhadap benzena disebabkan karena pori-pori yang terbentuk pada permukaan arang aktif masih

banyak mengandung senyawa nonkarbon sehingga gas atau uap yang dapat diserap menjadi lebih sedikit (Pari 1996).

0 5 10 15 20 25 30 b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK SNI P e rl aku a n

Daya jerap benzena (%)

Gambar 7 Pengaruh perlakuan pada daya jerap benzena arang aktif

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap daya jerap benzena. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan a2b2c2 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800°C, dan waktu aktivasi 120 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan daya jerap benzena tertinggi dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain.

Daya jerap kloroform

Daya jerap kloroform yang dihasilkan berkisar antara 13,64-38,89% (Gambar 8). Daya jerap tertinggi terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800°C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan daya jerap kloroform terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan a1b1c1 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 700°C, dan waktu aktivasi 60 menit). Semua arang aktif memiliki daya jerap kloroform yang lebih rendah dibandingkan dengan daya jerap kloroform dari arang aktif komersial. Semua arang aktif juga tidak memenuhi standar kualitas arang aktif menurut Departemen Kesehatan RI karena nilai daya jerap kloroformnya kurang dari 40%.

Rendahnya daya jerap kloroform ini dikarenakan masih adanya senyawa-senyawa nonkarbon yang menempel pada permukaan arang aktif dan menutupi pori-pori arang aktif

sehingga menurunkan daya jerapnya terhadap kloroform. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK P e rl aku a n

Daya jerap kloroform (%)

Gambar 8 Pengaruh perlakuan pada daya jerap kloroform arang aktif

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 10) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap daya jerap kloroform. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan a2b2c2 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan daya jerap kloroform tertinggi dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain.

Daya jerap arang aktif terhadap kloroform dipengaruhi oleh tingkat kepolaran permukaan arang aktif. Besarnya daya jerap terhadap kloroform menunjukkan bahwa permukaan arang aktif banyak mengandung senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehida, dan asam karboksilat. Daya jerap kloroform yang dihasilkan mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan daya jerap benzena. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menjerap senyawa yang lebih polar dibandingkan dengan benzena.

Daya jerap iodin

Daya jerap arang aktif terhadap iodin berkisar antara 508,2517-846,5939 mg/g (Gambar 9). Daya jerap iodin tertinggi terdapat pada perlakuan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan daya jerap iodin terendah terdapat pada perlakuan a1b1c1 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 700 °C, dan waktu aktivasi 60 menit).

Semua arang aktif memiliki nilai daya jerap iodin yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan arang aktif komersial tetapi hanya ada 2 arang aktif yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (1995) karena daya jerap iodinnya melebihi 750 mg/g, yaitu arang aktif dengan perlakuan a1b2c2 (perendaman dengan H3PO4 5%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit) dan a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit). 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 b0c0 b1c1 b1c2 b2c1 b2c2 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 AAK SNI Pe rl a k u a n

Daya jerap iod (mg/g)

Gambar 9 Pengaruh perlakuan pada daya jerap iodin arang aktif

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 11) didapatkan bahwa perlakuan konsentrasi H3PO4, suhu aktivasi, waktu aktivasi, dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap daya jerap iodin. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan a2b2c2 (konsentrasi H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit) merupakan perlakuan terbaik karena menghasilkan daya jerap iodin tertinggi dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain.

Besarnya daya jerap iodin berkaitan dengan terbentuknya pori pada arang aktif yang semakin banyak dengan bertambahnya waktu aktivasi. Selain itu, besarnya daya jerap arang aktif terhadap iodin berhubungan dengan pola struktur mikropori yang terbentuk dan mengindikasikan besarnya diameter pori arang aktif tersebut yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10Å (Pari 2002).

Penggunaan Arang Aktif untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas

Berdasarkan karakterisasi arang aktif yang telah dilakukan, besarnya daya jerap iodin merupakan faktor utama untuk menentukan arang aktif terbaik yang akan digunakan sebagai adsorben pada pemurnian minyak

goreng bekas. Arang aktif tersebut diperoleh dari 2 jenis perlakuan yang berbeda, yaitu arang aktif tanpa penambahan H3PO4 (tanpa aktivasi kimia) dan arang aktif dengan penambahan H3PO4 (menggunakan aktivasi kimia). Berdasarkan hasil uji Duncan (Lampiran 11) diperoleh arang aktif terbaik dari perlakuan tanpa H3PO4 adalah b1c2 (suhu aktivasi 700 °C dan waktu aktivasi 120 menit) sedangkan arang aktif terbaik dari perlakuan menggunakan H3PO4 adalah a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit).

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan bobot arang aktif dan waktu kontak optimum pada pemurnian minyak goreng bekas. Standar asam lemak bebas yang digunakan adalah asam laurat karena merupakan asam lemak yang paling dominan dalam minyak goreng kelapa sawit. Pengaruh bobot adsorben terhadap kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam laurat dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kapasitas adsorpsi dan peningkatan persentase penjerapan asam lemak bebas seiring dengan bertambahnya bobot adsorben. Hal ini sesuai yang dilakukan oleh Barros (2003) yang menyatakan bahwa pada saat ada peningkatan bobot adsorben, maka ada peningkatan persentase penjerapan dan penurunan kapasitas adsorpsi. Berdasarkan kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan, bobot adsorben yang paling baik adalah 6,99% untuk arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 °C dan waktu aktivasi 120 menit) dan 7,00% untuk arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit).

0 20 40 60 80 100 2.5 5 7.5 10 % Bobot adsorben K ap as it a s ad so rp s i (Q ) m g /g 0 20 40 60 80 100 % p en jer ap an ( E ) Q E

Gambar 10 Pengaruh bobot arang aktif b1c2 pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas 0 20 40 60 80 2.5 5 7.5 10 % Bobot adsorben kap asi tas ad so rp si (Q )mg /g 0 20 40 60 80 %p e n je ra pa n ( E )( Q E

Gambar 11 Pengaruh bobot arang aktif a2b2c2 pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan seiring dengan peningkatan waktu kontak. 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 1 1.5 2 Waktu (jam) k apasi tas ad sor p si Q (Q )m g /g 55 60 65 70 75 80 85 90 % p e nj er ap an (E ) Q E

Gambar 12 Pengaruh waktu kontak pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas pada arang aktif b1c2 45 55 65 75 85 1 1.5 2 waktu (jam) kap asi ta s a d so rp si ( Q ) mg /g 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 % p e n jer ap an (E ) Q E

Gambar 13 Pengaruh waktu kontak pada kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan asam lemak bebas pada arang aktif a2b2c2

Lamanya proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapannya selama rentang waktu tertentu. Pada saat keduanya mencapai nilai optimum, maka lama proses adsorpsi tersebut diambil sebagai waktu optimum adsorpsi. Berdasarkan Gambar 13, proses adsorpsi meningkat pada selang waktu 60-90 menit. Selanjutnya proses adsorpsi cenderung tetap untuk kedua jenis arang aktif. Waktu kontak optimum untuk kedua jenis arang aktif adalah 90 menit.

Isoterm Adsorpsi

Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif. Adsorpsi fase padat cair biasanya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins 1999). Ikatan yang terjadi antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben dapat terjadi secara fisisorpsi dan kimisorpsi.

Isoterm adsorpsi arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 °C dan waktu aktivasi 120 menit) tipe Langmuir dan Freundlich diperlihatkan pada Gambar 14 dan 15. Isoterm adsorpsi arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit) tipe Langmuir dan Freundlich diperlihatkan pada Gambar 16 dan 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua kurva adalah linear.

Linearitas kedua tipe isoterm pada adsorpsi menggunakan b1c2 (suhu aktivasi 700 °C dan waktu aktivasi 120 menit) menunjukkan linearitas yang tinggi, yaitu 94,2% untuk isoterm Langmuir dan 99,1% untuk isoterm Freundlich. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua tipe isoterm terjadi pada proses adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif.

y = 328.76x + 1208.2 R2 = 0.9416 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 398.5860 697.18945 985.58342 1805.0625 C (ppm) X/ M ( p p m /g )

Gambar 14 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2

y = 0.1061x + 2.4978 R2 = 0.9913 0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000 3.5000 2.6005 2.8387 2.9937 3.2565 log C L og X /M

Gambar 15 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2 Berdasarkan perbandingan dari kedua tipe isoterm adsorpsi tersebut ternyata linearitas isoterm adsorpsi tipe Freundlich lebih tinggi dibandingkan dengan isoterm Langmuir. Oleh karena itu, isoterm tipe Freundlich lebih baik digunakan untuk mencirikan mekanisme adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 °C dan waktu aktivasi 120 menit).

Hasil yang sama diperoleh pada isoterm adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit). Kedua tipe isoterm menunjukkan linearitas yang tinggi, yaitu 94,8% untuk isoterm Langmuir dan 99,4% untuk isoterm Freundlich (Gambar 16 dan 17). Berdasarkan perbandingan dari kedua tipe isoterm adsorpsi tersebut ternyata linearitas tipe isoterm Freundlich lebih tinggi dibandingkan isoterm Langmuir, sehingga tipe isoterm Freundlich lebih tepat digunakan untuk mencirikan mekanisme adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4 10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit). y = 367.41x + 1064.8 R2 = 0.9482 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 602.22174 802.61481 997.90214 1396.6357 C (ppm) X /M ( ppm /g)

Gambar 16 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2

y = 0.0595x + 2.719 R2 = 0.9938 2.5000 2.6000 2.7000 2.8000 2.9000 3.0000 3.1000 3.2000 2.7798 2.9045 2.9991 3.1451 log C lo g X /M m

Gambar 17 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas oleh arang aktif a2b2c2

Pemurnian Minyak Goreng Bekas

Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis. Proses oksidasi pada minyak goreng dipercepat oleh pemanasan pada suhu tinggi dan dikarenakan adanya kontak dengan udara, sedangkan proses hidrolisis dipercepat karena adanya air. Kadar asam lemak bebas maksimum adalah 0,3% menurut persyaratan Standar Nasional Indonesia (Lampiran 3).

Berdasarkan Gambar 18 dan 19 terlihat bahwa kadar asam lemak bebas pada minyak goreng curah yang telah dipakai melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Kadar asam lemak bebasnya mengalami penurunan setelah proses pemurnian menggunakan arang aktif, yaitu sebesar 18,1% untuk arang aktif b1c2 (suhu aktivasi 700 °C dan waktu aktivasi 120 menit) dan sebesar 49,7% untuk arang aktif a2b2c2 (perendaman dengan H3PO4

10%, suhu aktivasi 800 °C, dan waktu aktivasi 120 menit). Arang aktif dengan menggunakan aktivasi kimia mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

awal jelantah pemurnian

Minyak goreng FF A ( % )

Gambar 18 Kadar asam lemak bebas pada adsorpsi menggunakan arang aktif b1c2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

awal jelantah pemurnian

Minyak goreng

FFA

(

%

)

Gambar 19 Kadar asam lemak bebas pada adsorpsi menggunakan arang aktif a2b2c2

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kedua arang aktif yang dihasilkan kurang efektif untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas. Hal ini disebabkan karena arang aktif terbaik yang dihasilkan walaupun daya jerap terhadap iodnya sudah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia tetapi belum memenuhi persyaratan standar untuk dipakai sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. Daya jerap iod minimal yang harus dipenuhi untuk dapat digunakan sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas adalah 1000 mg/g. Selain itu juga karena arang aktif yang dihasilkan mempunyai daya jerap terhadap benzena lebih rendah dibandingkan dengan daya terhadap jerap kloroform sehingga mampu menjerap

Dokumen terkait